Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MANAJEMEN PPn/PPnBM
“Pemungut PPN”

Dosen : Mike Yolanda, S.P., M.M.

Anggota Kelompok:
Dinda Hafiziah Azzahara (19233024)
Farahaini Novely Putri (19233030)
Ghian Riffany (19233036)
Hudratul Hudani (19233042)

MANAJEMEN PAJAK
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik serta
Hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul tentang Pemungut PPN.

Makalah ini kami susun dari berbagai macam referensi dan bantuan dari berbagai pihak dan kami
juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak mengalami kekurangan. Oleh karena
itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan dan kami terima untuk
perbaikan makalah selanjutnya.

Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu kami
dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk, mauapun pedoman bagi pembaca serta dapat menambah pengetahuan khususnya untuk
meningkatkan motivasi semangat belajar terhadap Mata Kuliah Manajemen PPn/PPnBM.

Padang, 26 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
A. Dasar Hukum dan Pengertian Pemungut PPN......................................................................6
B. Pemungut PPN Bendahara Pemerintah................................................................................6
C. Objek Pemungutan oleh Pemungut Bendahara Pemerintah.................................................7
D. Mekanisme Pemungutan oleh Pemungut PPN bendahara Pemerintah.................................8
E. Pemungut PPN Kontraktor.................................................................................................10
F. Pemungut PPN BUMN.......................................................................................................10
G. Analisis............................................................................................................................11
BAB II...........................................................................................................................................15
PENUTUP.....................................................................................................................................15
A. Kesimpulan.........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak adalah salah satu sumber pemasukan Negara yang menjadi sumber dana anggaran
pendapatan dan belanja Negara. Walaupun selain pajak ada sumber  lain yang menjadi sumber
APBN. Untuk itu, pemerintah cukup mengerahkan daya dan pikiran untuk menyelenggarakan
kegiatan perpajakan dengan efektif dan efisien.

Sejauh ini, terdapat beberapa jenis pajak yang diberlakukan, mulai dari pajak
penghasilan, pajak bumi dan bangunan, BPHTB, dan PPN maupun PPnBM, dan bea meterai.
Dalam tulisan ini, kami akan mengerucutkan pembahasan pada pajak pertambahan nilai
masukan. Memang pajak pertambahan nilai ini cukup kompleks cakupan subjek maupun objek
yang kena pajak , khususnya usaha yang berorientasi pada perdagangan barang maupun jasa.
Kita mengetahui bahwa kegitan perdagangan saat ini telah melampaui batas teritorial sebuah
bangsa. Kegiatan perdagangan ke luar negeri yang mencakup eksport dan import sudah berlaku
lumrah di seluruh dunia, khusunya di Indonesia yang  akan menjadi pembicaraan kita dalam
tulisan ini.

Pajak pertambahan nilai akan terjadi atau muncul ketika terjadi sebuah transaksi
perrtukaran barang atau jasa. Karena dalam setiap komponen barang terdapat porsi pajak
pertambahan nilai.Perputaran perdagangan berperan aktif dalam mengontribusikan pendapatan
Negara melaui sektor pertambahan nilai barang atau jasa ini.Berbagai sektor yang
mengontribusikan sebagian materinya dalam ikut serta membanguna Negara.Pada intinya
berbagai system perpajkan terutama pemungutan pajak pertambahan nilai dilakukan untuk
mendukung sektor perdagangan juga, waupun tidak secara langsung.Karena pengertian pajak
yang telah kita ketahui adalah kontribusi kekayaan pribadi kepada Negara tanpa adanya imbalan
secara langsung.

Orang yang dikenakan pajak pertambahan nilai adalah pejabat yang telah ditetapkan sebagai
pengusaha kena pajak. Apabila telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak atau badan usaha
kena pajak maka setiap transaksi yang mengindikasikan pertukaran barang atau jasa akan
dihitung dalam perhitungan pajak pertambahan nilai selama periode berjalan. Khususnya PPN
masukan, di mana pengusaha membayar pajak saat mereka menerima barang maupun jasa dari
pemasok, di mana pajaknya akan dibebankan pada penjual.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah
dalam makalah ini, sebagai berikut:

4
1. Apa Dasar Hukum dan Pengertian Pemungut PPN?
2. Bagaimana Pemungut PPN Bendahara Pemerintah?
3. Apa Objek Pemungutan oleh Pemungut Bendahara Pemerintah?
4. Bagaimana Mekanisme Pemungutan oleh Pemungut PPN bendahara Pemerintah?
5. Bagaimana cara Pemungut PPN Kontraktor?
6. Bagaimana cara Pemungut PPN BUMN?
7. Bagaimana Analisis nya?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk:

1. Untuk Mengetahui Dasar Hukum dan Pengertian Pemungut PPN


2. Untuk Mengetahui Pemungut PPN Bendahara Pemerintah
3. Untuk Mengetahui Objek Pemungutan oleh Pemungut Bendahara Pemerintah
4. Untuk Mengetahui Mekanisme Pemungutan oleh Pemungut PPN bendahara Pemerintah
5. Untuk Mengetahui Pemungut PPN Kontraktor
6. Untuk Mengetahui Pemungut PPN BUMN
7. Untuk Mengetahui Analisis nya

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum dan Pengertian Pemungut PPN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dilakukan oleh badan pemungut PPN yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh
Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 37/PMK.03/2015 telah
menetapkan penunjukan badan usaha tertentu dalam melakukan pemungutan PPN.

Pemungut PPN adalah badan atau instansi yang ditunjuk oleh menteri keuangan dan
berkewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak terutang atas penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa kena Pajak (JKP). Pemungut PPN terbagi menjadi 3:
Bendaharawan pemerintah, pemegang kuasa/izin atau kontraktor, dan BUMN.

Dasar Hukum Pemungut PPn

Peraturan mengenai pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN diatur melalui PMK
No. 197/PMK.03/2013 yang juga mengatur PKP sebagai pihak yang wajib melaporkan pajaknya
karena jumlah penjualan barang dan jasa yang sudah melebihi Rp 4.800.000.000. Pelaporan
dilakukan pada akhir bulan berikutnya setelah jumlah penjualan berhasil melebihi Rp
4.800.000.000.

B. Pemungut PPN Bendahara Pemerintah

Dasar hukum penunjukkan bendahara pemerintah sebagai pemungut PPN adalah


Keputusan Menteri Keuangan nomor 563/KMK.03/2003. Keputusan ini mengatur, Bendahara
pemerintah yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau
Jasa Kena Pajak (JKP)oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Rekanan Pemerintah atas nama PKP
Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang
terutang.

Pemungutan PPN oleh bendaharawan pemerintah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia no. 563/KMK.03/2003 yang secara garis besar menyatakan bahwa:

 Bendaharawan pemerintah adalah bendaharawan atau pejabat yang melakukan


pembayaran yang dnanya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang terdiri dari Bendaharawan
Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten ataupun Kota.

6
 Kantor perbendaharaan dan bendaharawan pemerintah ditetapkan sebagai pemungut
PPN.
 Bendaharawan pemerintah yang melakukan pembayaran melalui Kanotr Perbenharaan
dan KAs Negara, wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak yang telah dipungut oleh
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.

Pengecualian pemungutan Bendaharawan Pemerintah dalam hal:

 pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1 juta dan tidak merupakan pembayaran
yang terpecah-pecah;
 pembayaran untuk pembebasan tanah;
 pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan perundang-
undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari
pengenaan PPN;
 Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh
PT (PERSERO) PERTAMINA;
 pembayaran atas rekening telepon;
 pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau
 pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan
Perundang- undangan yang berlaku tidak dikenakan PPN.

C. Objek Pemungutan oleh Pemungut Bendahara Pemerintah

Bendaharawan pemerintah merupakan bendaharawan atau pejabat yang melakukan


pembayaran yang dananya berasal dari APBD/APBN. Bendaharawan pemerintah terdiri dari
bendaharawan pemerintah pusat dan daerah (provinsi, kabupaten, atau kota).

Jadi, yang dimaksud pemungut PPN dan PPnBM dari kalangan bendaharawan pemerintah
adalah:

 Pejabat yang ditunjuk menteri atau ketua lembaga sebagai bendahara dan/atau bendahara


proyek.
 Direktorat Jenderal Anggaran yang sekarang menjadi Direktorat Jenderal
Perbendaharaan.
 Bendahara pemerintah pusat juga daerah.

Apabila PPN sudah dipungut oleh pemungut PPN, maka pihak penjual sudah tidak bisa lagi
mengkreditkan PPN karena pemungutan PPN telah menjadi tanggung jawab pemungut PPN.

7
Bendahara Pemerintah merupakan salah satu pemungut PPN. Konsekuensinya, bendahara
pemerintah wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN meski dalam transaksi berstatus
sebagai pembeli. Berikut ini adalah objek PPN yang dipungut oleh bendahara pemerintah:

 Penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP rekanan.


 Pemanfaatan BKPTB/JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
 Sedangkan, untuk PPnBM hanya dipungut dalam hal PKP rekanan merupakan pabrikan
dari BKP yang tergolong mewah.

Lalu, siapa yang dimaksud dengan PKP rekanan pemerintah? PKP rekanan
pemerintah merupakan PKP yang melakukan penyerahan BKP atau JKP ke bendaharawan
pemerintah atau kantor perbendaharawan dan kas negara.

Syarat PPN yang Tidak Dipungut Bendaharawan Pemerintah

Selain objek PPN yang dapat dipungut bendahara pemerintah, terdapat juga PPN yang tidak
dipungut oleh bendaharawan pemerintah, antara lain:

 Apabila pembayaran yang jumlahnya maksimal Rp1.000.000 dan tidak merupakan


pembayaran yang terpecah-pecah. Misalnya, harga jual Rp900.000, maka PPN terutang
senilai Rp90.000. Sehingga, jumlah total pembayaran termasuk PPN adalah Rp990.000
atau tidak melebihi Rp1.000.000. Maka, PPN terutang tersebut tidak akan dipungut
bendaharawan pemerintah, melainkan oleh PKP rekanan. Kecuali, jika harga jual senilai
Rp970.000, PPN terutangnya adalah Rp97.000 dan jumlah total pembayaran senilai
Rp1.067.000 (lebih dari Rp1.000.000), maka PPN terutang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah.
 Pembayaran atas tagihan rekening telepon.
 Pembayaran atas pembebasan tanah.
 Pembayaran atas penyerahan BBM dan bukan BBM oleh PT. Pertamina (Persero).
 Pembayaran atas BKP/JKP menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
dibebaskan dari pengenaan PPN atau menerima fasilitas tidak dipungut PPN.
 Pembayaran jasa angkutan udara yang diserahkan oleh maskapai/perusahaan
penerbangan.
 Pembayaran lain yang dalam ketentuan perundang-undangan tidak dikenakan PPN.

D. Mekanisme Pemungutan oleh Pemungut PPN bendahara Pemerintah

Langkah pemungutan PPN secara umum dimulai dari pihak rekanan menerbitkan faktur
pajak dan membuat SSP atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak kepada
pemungut PPN. Selanjutnya pemungut PPN yang dipungut ke kas negara dan kemudian
melaporkan PPN yang dipungutnya. Rekanan menerima faktur pajak dan SSP sebagai bukti

8
pemungutan PPN.  Lalu bagaimana mekanisme pemungutan PPN oleh Bendaharawan
Pemerintah? 

Mekanisme pemungutan PPN oleh bendarawan pemerintah adalah sebagai berikut :

1. PKP rekanan pemerintah membuat faktur pajak dan SSP  saat memberikan tagihan
kepada bendahawaran pemerintah atau KPKN baik untuk sebagian maupun seluruh
pembayaran
2. Rekanan menerbitkan faktur pajak dengan kode transasi “02”
3. Apabila pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP/JKP,
Faktur pajak wajib diterbitkan saat pembayaran diterima
4. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPnBM
5. Apabila penyerahan BKP tertutang PPnBM maka PKP rekanan pemerintah
mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang pada faktur pajak
6. Faktur pajak memiliki 3 rangkap : (Lembar pertama untuk bendahara, lembar kedua
untuk arsip PKP rekanan pemerintah , lembar ketiga untuk KPP melalui bendahara
pemerintah)
7. Rekanan mengisi SSP dengan menyertakan NPWP dan identitas PKP Rekanan
Pemerintah yang bersangkutan.
8. Penandatanganan SSP dilakukan oleh bendahawaran pemerintah/ KPKN sebagai
penyetor atas nama PKP rekanan pemerintah.
9. Lembar faktur pajak yang dipungut oleh bendahawaran pemerintah wajib disertakan cap
“Disetor tanggal dan ditandatangani oleh bendaharawan pemerintah.
10. Jika pemungutan PPN oleh bendahawaran pemerintah dibuat dalam rangkap 5 setelah
PPN dan PPnBM disetor ke kantor pos atau Bank Persepsi, maka lembar-lebar tersebut
diperuntukkan : (lembar pertama untuk PKP Rekanan, lembar kedua untuk Kantor
Pelayanan Pajak melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, lembar ketiga untuk
PKP rekanan dan dilampirkan pada SPT Masa PPN, lembar keempat untuk Bank
Persepsi/Kantor pos/ pertinggal untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dan
lembar kelima digunakan sebagai arsip bagi bendahara.
11. Jika pemungutan PPN oleh bendaharawan negara dibuat dalam 4 rangkap, maka
lembaran-lembaran tersebut akan diperuntukan : lembar pertama untuk PKP rekanan
pemerintah, lembar kedua untuk KPP melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara,
lembar ketiga untuk PKP rekanan pemerintah dilampirkan pada SPT masa PPN, lembar
keempat sebagai arsip bagi Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara. (bendaharawan
negara)
12. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara memberikan cap “Telah DIbubukan” pada
SSP lembar pertama dan lembar kedua
13. Bendaharawan Negara yang melakukan pemungutan mencantumkan nomor dan tanggal
advis SPM pada setiap Faktur Pajak dan SSP.

9
14. Jenis pajak PPN Dalam Negeri, menggunakan kode akun pajak 411211 dengan kode
jenis setoran 910 untuk pengisian SSP.

E. Pemungut PPN Kontraktor

Dasar penetapan Kontraktor Kontrak Kerja Sama sebagai Wapu PPN adalah Peraturan
Menteri Keuangan nomor 73/PMK.03/2010. Menurut peraturan ini, Wapu ada dua, yaitu:

 Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi.


 Kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi,
yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya.

PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Rekanan
kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin. Rekanan adalah PKP yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.

Transaksi yang dikecualikan dari pemungutan adalah:

 Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)


termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah.
 Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan perundang-
undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan
dari pengenaan PPN.
 Pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh
PT Pertamina (Persero).
 Pembayaran atas rekening telepon.
 Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
 Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.

F. Pemungut PPN BUMN

BUMN ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPnBM berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan nomor 85/PMK.03/2012. Dalam ketentuannya, PPN atau PPN dan PPnBM yang

10
terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan kepada BUMN dipungut, disetor, dan
dilaporkan oleh BUMN.

Pengecualian pemungutan terhadap transaksi:

 Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)


termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang· terutang dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah.
 Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan perundang-
undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan
dari pengenaan PPN.
 Pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh
PT Pertamina (Persero).
 Pembayaran atas rekening telepon.
 Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
 Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.

G. Analisis

Dalam penelitian ini data diperoleh dengan tiga cara. Pertama wawancara,  wawancara
dilakukan secara langsung dengan bagian perpajakan pada divisi  keuangan PT Pelabuhan
Indonesia III Cabang Benoa. Hasil wawancara  menunjukkan perbedaan pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai pada perusahaan  serta konfirmasi atas data sekunder yang diberikan. Kedua
observasi, observasi  dilakukan dengan cara pengamatan pada prosedur pemungutan pajak 
pertambahan nilai yang dilakukan oleh perusahaan. Ketiga dokumentsasi,  dokumentasi
diperoleh dengan mendapatkan data sekunder berupa buku  Petunjuk Pelaksanaan Perpajakan
Pelabuhan Indonesia. 
Hasil wawancara dengan Bapak I Made Riastiawan yang dilakukan pada  tanggal 29
Desember 2014 menghasilkan penerapan pemungutan Pajak  Pertambahan Nilai pada perusahaan
sebelum dan sesudah menjadi pemungut  serta item-item yang menjadi pembeda pada
perusahaan sebelum dan sesudah  menjadi pemugnut Pajak Pertambahan Nilai. Secara
perhitungan tetap sama  sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak 
Pertambahan Nilai. Tetapi secara pelaporan ada perbedaan pada faktur pajak dan  Surat Setoran
Pajaknya.  
Penerapan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai 
PT Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa merupakan perusahaan Badan  Usaha Milik
Negara yang memiliki wewenang untuk memungut dan menghitung  besarnya Pajak
Pertambahan Nilai atas kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan  sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 tentang  Penunjukkan Badan Usaha Milik Negara

11
untuk memungut, menyetor dan  melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak  Penjualan atas Barang Mewah, serta tata cara pemungutan, penyetoran dan 
pelaporannya, kebijakan ini diberlakukan karena rekanan BUMN kurang patuh  dalam
melakukan penyetoran pajak yang sudah dibayar oleh BUMN.  
Penerapan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai pada PT Pelabuhan  Indonesia III
Cabang sebelum PMK Nomor 85 Tahun 2012 dikeluarkan PPN  dipungut langsung oleh
bendaharawan pemerintah sehingga perhitungan Pajak  Pertambahan Nilai dihitung oleh
bendaharawan pemerintah sedangkan rekanan  harus menyetor dan melapor sendiri ke kantoe
pajak. 
PT Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa merupakan perusahaan yang  bergerak
dibidang jasa kepelabuhanan. Sesuai dengan ruang lingkup usahanya,  yang menjadi objek
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dalam lingkungan  kegiatan usaha pelabuhan adalah
penyerahan jasa kepelabuhanan. Dalam  pengaturan lebih lanjut, ketentuan perpajakan
mengelompkokkan jasa  kepelabuhanan menjadi 3 (tiga) yaitu : 
1. Penyerahan Jasa Kepelabuhanan yang PPN-nya harus dipungut oleh  Perusahaan
Pelabuhan Indonesia (tidak dibebaskan dari pengenaan PPN)
2. Penyerahan Jasa Kepelabuhanan yang dibebaskan dari pengenaan PPN
3. Pendapatan/Penghasilan Perusahaan Pelabuhan Indonesia yang tidak  terutang PPN. 
Prosedur pemungutan pajak pertambahan nilai pada PT Pelabuhan Indonesia  adalah
pengguna jasa datang ke kantor untuk mengkonfirmasi jasa yang akan  digunakan pada divisi
perkapalan. Kemudian divisi perkapalan mengkonfirmasi  pada divisi keuangan untuk dibuatkan
nota jasa kepelabuhanan. Nota jasa  kepelabuhanan tersebut berjumlah 5 lembar. Lembar ke-1
berwarna putih dan  digunakan sebagai arsip perusahaan; lembar ke-2 berwarna kuning untuk 
diberikan kepada pengguna jasa; lembar ke-3 berwarna merah untuk diberikan  kepada pengguna
jasa; lembar ke-4 berwarna hijau yang berfungsi sebagai faktur  pajak dan lembar ke-5 berwarna
biru untuk arsip perusahaan. Setelah nota dibuat  nota dikelompokkan sesuai fungsinya.

Untuk faktur pajak diberikan kepada 


Bagian pajak divisi keuangan untuk diinput ke dalam SIUK dan e-SPT terkait  transaksi
yang dilakukan oleh para pengguna jasa. Setelah itu, bagian pajak  membayar Pajak
Pertambahan Nilai yang telah dipungut ke Bank. Setelah  membayar, akan diterima bukti
penerimaan negara berupa surat setoran pajak  dari bank. Kemudian bagian pajak mencetak SPT
Masa PPN untuk nantinya  dilaporkan kepada kantor pusat sebelum tanggal 10 bulan
berikutnya. 
Prosedur tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85  Tahun 2012.  
Saat menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai sistem pemungutan yang  digunakan
adalah menggunakan sistem self assessment system. Self assessment  system adalah sistem
pemungutan pajak dimana wewenang untuk menghitung,  menyetor dan melapor besarnya pajak
yang terutang diserahkan kepada wajib  pajak yang bersangkutan. Karena PT Pelabuhan

12
Indonesia III Cabang Benoa  sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai maka PT Pelabuhan
Indonesia III  Cabang Benoa menjadi wajib pungut Pajak Pertambahan Nilai. Surat Setoran 
Pajak yang digunakan saat PT Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa menjadi  pemungut adalah
lima rangkap, yaitu lembar ke-1 untuk untuk rekanan, lembar  ke-2 untuk KPPN, lembar ke-3
untuk rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa  PPN, lembar ke-4 untuk Bank dan lembar ke-5
untuk arsip wajib pungut (BUMN).  Faktur pajak yang digunakan PT Pelabuhan Indonesia III
Cabang Benoa saat  menjadi pemungut adalah 3 rangkap, yaitu lembar ke-1 lembar untuk Badan 
Usaha Milik Negara; lembar ke-2 untuk rekanan; dan lembar ke-3 untuk Badan  Usaha Milik
Negara yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi pemungut Pajak  Pertambahan Nilai.  
Sebagai bukti bahwa Perusahaan Pelabuhan Indonesia telah melakukan  pemungutan
PPN atas setiap penyerahan Jasa Kena Pajak, maka Perusahaan  Pelabuhan Indonesia wajib
menerbitkan Faktur Pajak Standar atau dokumen  tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur
Pajak Standar. PPN yang telah  dipungut oleh Perusahaan Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa
merupakan  penerbitan Faktur Pajak Standar. Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut  oleh
PT Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa merupakan Pajak Keluaran bagi PT Pelabuhan
Indonesia III Cabang Benoa. Nota Penjualan Jasa yang diterbitkan  atas penyerahan jasa
kepelabuhanan merupakan dokumen yang diperlakukan  sebagai Faktur Pajak Standar.  
Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai 
Cara perhitungan Pajak Pertambahan Nilai pada PT Pelabuhan Indonesia  sudah sesuai
dengan peraturan undang-undang perpajakan. Perhitungan Pajak  Pertambahan Nilai adalah
dengan cara tarif pajak dikalikan dasar pengenaan  pajak. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah
sebesar 10%. Untuk penyerahan  ekspor Barang Kena Pajak Berwujud dan Tidak Berwujud serta
Jasa Kena Pajak,  tarif Pajak Pertambahan Nilainya adalah 0%. Pengenaan tarif 0% bukan
berarti  pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tetapi Pajak Masukan yang  telah
dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak yang berkaian dengan kegiatan  kepelabuhanan
dapat dikreditkan.  
Perhitungan Pajak Masukan  
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas pengadaan fasilitas/alat  produksi dan biaya
pemeliharaan serta pengeluaran biaya-biaya lainnya  sehubungan dengan penyerahan jasa
kepelabuhanan yang dibebaskan dari  pengenaan PPN. PPN yang dibayar oleh Perusahaan
Pelabuhan Indonesia dalam  rangka perolehan / pemeliharaan peralatan maupun fasilitas bagi
direksi dan  karyawan merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan, seperti 
pengadaan Anchor Fender.  
Perhitungan Pajak Keluaran 
PT Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa melakukan penyerahan JKP yang  dipungut
sendiri dan pajak keluaran yang dilakukan oleh perusahaan yaitu :  a. Jika transaksi dilakukan
bukan dengan pemungut : 
PPN = 10% X Nilai DPP (nilai kontrak) 

13
b. Jika transaksi dilakukan ke pemungut pajak 
PPN + 10% x Nilai DPP (nilai kontrak) 
Perhitungan ini digunakan apabila jumlah yang tertera pada kontrak sudah  termasuk PPN.
Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai pada perusahaan sebelum dan saat  menjadi
pemungut tidak mengalami perbedaan, karena perusahaan dalam  melakukan perhitungan Pajak
Pertambahan Nilai mengikuti peraturan  perundang-undangan yang berlaku. Perhitungan Pajak
Pertambahan Nilai pada  PT Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa adalah 10% x DPP.  
Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan setiap bulan dan laporan  disampaikan ke
KPP tempat Badan Usaha Milik Negara terdaftar paling lama  akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak, dengan menggunakan  formulir Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi
Pemungut PPN.” dan dilampiri  dengan Faktur Pajak lembar ke-3 dan SSP lembar ke-5 dalam
hal terdapat  pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. Untuk Kantor Cabang tidak berhak 
melaporkan Pajak Pertambahan Nilai karena kewajiban kantor cabang hanya  memungut dan
menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungutnya. 
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis mengenai “Analisis Penerapan  Pem ungutan
Pajak Pertambahan Nilai Pada BUMN Sebagai Pemungut dan  Tidak Sebagai Pemungut (Studi
Kasus Pada PT Pelabuhan Indonesia III Cabang  Benoa ), dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut : 
1. Penerapan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai pada PT Pelabuhan Indonesia  III Cabang
Benoa sebelum menjadi pemungut pajak adalah dipungut langsung  oleh fiskus dan
menganut sistem official assessment system sedangkan saat  menjadi pemungut PT
Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa menganut sistem  self assessment system dimana
PT Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa menjadi  wapu.  
2. Perbedaan PT Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa saat menjadi pemungut  dan sebelum
menjadi pemungut adalah saat menjadi pemungut menganut  sistem self assesment system
sedangkan sebelum menjadi pemungut menganut  sistem official assessment system.
Faktur pajak saat menjadi pemungut PPN  menggunakan 3 rangkap sedangakan sebelum
menjadi pemungut hanya  menggunakan 2 rangkap. Untuk SSP sebelum menjadi
pemungut  menggunakan 4 rangkap sedangkan saat menjadi pemungut menggunakan 5 
rangkap.

Dari penelitian yang dilakukan maka peneliti dapat meberikan saran  bahwa sebaiknya PT
Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa menambah SDM  dalam bidang perpajakan, karena dari
dulu sampai saat ini hanya ada satu orang.  Meskipun SDM yang tersedia sudah mengerti dan
sangat memahami tentang  perpajakan.

14
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemungut PPN adalah badan atau instansi yang ditunjuk oleh menteri keuangan dan
berkewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak terutang atas penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa kena Pajak (JKP). Pemungut PPN terbagi menjadi 3:
Bendaharawan pemerintah, pemegang kuasa/izin atau kontraktor, dan BUMN.

Peraturan mengenai pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN diatur melalui PMK
No. 197/PMK.03/2013 yang juga mengatur PKP sebagai pihak yang wajib melaporkan pajaknya
karena jumlah penjualan barang dan jasa yang sudah melebihi Rp 4.800.000.000. Pelaporan
dilakukan pada akhir bulan berikutnya setelah jumlah penjualan berhasil melebihi Rp
4.800.000.000.

Bendahara Pemerintah merupakan salah satu pemungut PPN. Konsekuensinya, bendahara


pemerintah wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN meski dalam transaksi berstatus
sebagai pembeli. Berikut ini adalah objek PPN yang dipungut oleh bendahara pemerintah:

 Penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP rekanan.


 Pemanfaatan BKPTB/JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
 Sedangkan, untuk PPnBM hanya dipungut dalam hal PKP rekanan merupakan pabrikan
dari BKP yang tergolong mewah.

Mekanisme pemungutan PPN oleh bendarawan pemerintah adalah sebagai berikut :

1. PKP rekanan pemerintah membuat faktur pajak dan SSP  saat memberikan tagihan
kepada bendahawaran pemerintah atau KPKN baik untuk sebagian maupun seluruh
pembayaran
2. Rekanan menerbitkan faktur pajak dengan kode transasi “02”
3. Apabila pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP/JKP,
Faktur pajak wajib diterbitkan saat pembayaran diterima
4. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPnBM
5. Apabila penyerahan BKP tertutang PPnBM maka PKP rekanan pemerintah
mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang pada faktur pajak
6. Faktur pajak memiliki 3 rangkap : (Lembar pertama untuk bendahara, lembar kedua
untuk arsip PKP rekanan pemerintah , lembar ketiga untuk KPP melalui bendahara
pemerintah)

15
7. Rekanan mengisi SSP dengan menyertakan NPWP dan identitas PKP Rekanan
Pemerintah yang bersangkutan.
8. Penandatanganan SSP dilakukan oleh bendahawaran pemerintah/ KPKN sebagai
penyetor atas nama PKP rekanan pemerintah.
9. Lembar faktur pajak yang dipungut oleh bendahawaran pemerintah wajib disertakan cap
“Disetor tanggal dan ditandatangani oleh bendaharawan pemerintah.
10. Jika pemungutan PPN oleh bendahawaran pemerintah dibuat dalam rangkap 5 setelah
PPN dan PPnBM disetor ke kantor pos atau Bank Persepsi, maka lembar-lebar tersebut
diperuntukkan : (lembar pertama untuk PKP Rekanan, lembar kedua untuk Kantor
Pelayanan Pajak melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, lembar ketiga untuk
PKP rekanan dan dilampirkan pada SPT Masa PPN, lembar keempat untuk Bank
Persepsi/Kantor pos/ pertinggal untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dan
lembar kelima digunakan sebagai arsip bagi bendahara.
11. Jika pemungutan PPN oleh bendaharawan negara dibuat dalam 4 rangkap, maka
lembaran-lembaran tersebut akan diperuntukan : lembar pertama untuk PKP rekanan
pemerintah, lembar kedua untuk KPP melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara,
lembar ketiga untuk PKP rekanan pemerintah dilampirkan pada SPT masa PPN, lembar
keempat sebagai arsip bagi Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara. (bendaharawan
negara)
12. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara memberikan cap “Telah DIbubukan” pada
SSP lembar pertama dan lembar kedua
13. Bendaharawan Negara yang melakukan pemungutan mencantumkan nomor dan tanggal
advis SPM pada setiap Faktur Pajak dan SSP.
14. Jenis pajak PPN Dalam Negeri, menggunakan kode akun pajak 411211 dengan kode
jenis setoran 910 untuk pengisian SSP.

Dasar penetapan Kontraktor Kontrak Kerja Sama sebagai Wapu PPN adalah Peraturan
Menteri Keuangan nomor 73/PMK.03/2010. Menurut peraturan ini, Wapu ada dua, yaitu:

 Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi.


 Kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi,
yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya.

BUMN ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPnBM berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan nomor 85/PMK.03/2012. Dalam ketentuannya, PPN atau PPN dan PPnBM yang
terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan kepada BUMN dipungut, disetor, dan
dilaporkan oleh BUMN.

16
DAFTAR PUSTAKA

Maulida, R. (2018, Oktober 30). Memahami Pemungutan PPN oleh Pemungut PPN. Retrieved
from OnlinePajak: https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/pemungut-
ppn#:~:text=Seperti%20disebutkan%20di%20atas%2C%20bendahara%20pemerintah
%20merupakan%20salah%20satu%20pemungut%20PPN.&text=Nah%2C%20berikut
%20ini%20adalah%20objek,pabean%20di%20dalam%20daerah%20pab

Maulida, R. (2018, November 20). Pemungut PPN dan Mekanisme Pemungutannya. Retrieved
from OnlinePajak: https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/pemungut-ppn-
pajak

Rafinska, K. (2018, November 26). Pemungutan PPN oleh Bendaharawan Pemerintah.


Retrieved from OnlinePajak: https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-
efaktur/pemungutan-ppn-oleh-bendaharawan-pemerintah

Suparman, R. A. (2018, April 2). Wajib Pungut Dalam PPN. Retrieved from AgusPajak:
https://aguspajak.com/2018/04/02/wajib-pungut-dalam-ppn/

17

Anda mungkin juga menyukai