Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MANAJEMEN PPn/PPnBM
“Ekspor Barang Tidak Kena Pajak Berwujud dan Jasa Kena Pajak”

Dosen : Mike Yolanda, S.P., M.M.

Anggota Kelompok:
Dinda Hafiziah Azzahara (19233024)
Farahaini Novely Putri (19233030)
Ghian Riffany (19233036)
Hudratul Hudani (19233042)

MANAJEMEN PAJAK
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik serta
Hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul tentang Ekspor barang
tidak kena pajak berwujud dan jasa kena pajak

Makalah ini kami susun dari berbagai macam referensi dan bantuan dari berbagai pihak dan kami
juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak mengalami kekurangan. Oleh karena
itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan dan kami terima untuk
perbaikan makalah selanjutnya.

Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu kami
dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk, mauapun pedoman bagi pembaca serta dapat menambah pengetahuan khususnya untuk
meningkatkan motivasi semangat belajar terhadap Mata Kuliah Manajemen PPn/PPnBM.

Padang, 17 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................................................6
A. Dasar Hukum........................................................................................................................6
B. BKP tidak Berwujud.............................................................................................................7
C. Ekspor Jasa Kena Pajak........................................................................................................8
D. Saat dan tempat pajak terhutang...........................................................................................9
E. Dasar pengenan pajak.........................................................................................................11
F. Dokumen ekspor pajak.......................................................................................................13
BAB III....................................................................................................................................................16
PENUTUP..............................................................................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak adalah salah satu sumber pemasukan Negara yang menjadi sumber dana anggaran
pendapatan dan belanja Negara. Walaupun selain pajak ada sumber  lain yang menjadi sumber
APBN. Untuk itu, pemerintah cukup mengerahkan daya dan pikiran untuk menyelenggarakan
kegiatan perpajakan dengan efektif dan efisien.

Sejauh ini, terdapat beberapa jenis pajak yang diberlakukan, mulai dari pajak
penghasilan, pajak bumi dan bangunan, BPHTB, dan PPN maupun PPnBM, dan bea meterai.
Dalam tulisan ini, kami akan mengerucutkan pembahasan pada pajak pertambahan nilai
masukan. Memang pajak pertambahan nilai ini cukup kompleks cakupan subjek maupun objek
yang kena pajak , khususnya usaha yang berorientasi pada perdagangan barang maupun jasa.
Kita mengetahui bahwa kegitan perdagangan saat ini telah melampaui batas teritorial sebuah
bangsa. Kegiatan perdagangan ke luar negeri yang mencakup eksport dan import sudah berlaku
lumrah di seluruh dunia, khusunya di Indonesia yang  akan menjadi pembicaraan kita dalam
tulisan ini.

Pajak pertambahan nilai akan terjadi atau muncul ketika terjadi sebuah transaksi
perrtukaran barang atau jasa. Karena dalam setiap komponen barang terdapat porsi pajak
pertambahan nilai.Perputaran perdagangan berperan aktif dalam mengontribusikan pendapatan
Negara melaui sektor pertambahan nilai barang atau jasa ini.Berbagai sektor yang
mengontribusikan sebagian materinya dalam ikut serta membanguna Negara.Pada intinya
berbagai system perpajkan terutama pemungutan pajak pertambahan nilai dilakukan untuk
mendukung sektor perdagangan juga, waupun tidak secara langsung.Karena pengertian pajak
yang telah kita ketahui adalah kontribusi kekayaan pribadi kepada Negara tanpa adanya imbalan
secara langsung.

Orang yang dikenakan pajak pertambahan nilai adalah pejabat yang telah ditetapkan sebagai
pengusaha kena pajak. Apabila telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak atau badan usaha
kena pajak maka setiap transaksi yang mengindikasikan pertukaran barang atau jasa akan
dihitung dalam perhitungan pajak pertambahan nilai selama periode berjalan. Khususnya PPN
masukan, di mana pengusaha membayar pajak saat mereka menerima barang maupun jasa dari
pemasok, di mana pajaknya akan dibebankan pada penjual.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah
dalam makalah ini, sebagai berikut:

4
1. Apa Dasar Hukum Ekspor barang tidak kena pajak berwujud dan jasa kena pajak?
2. Apa itu BKP tidak Berwujud?
3. Bagaimana Ekspor Jasa Kena Pajak?
4. Bagimana saat dan tempat pajak terhutang?
5. Apa itu dasar pengenan pajak?
6. Apa itu dokumen ekspor pajak?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk:

1. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Ekspor barang tidak kena pajak berwujud dan jasa kena
pajak?
2. Untuk Mengetahui BKP tidak Berwujud
3. Untuk Mengetahui Ekspor Jasa Kena Pajak
4. Untuk Mengetahui saat dan tempat pajak terhutang
5. Untuk Mengetahui apa itu dasar pengenan pajak
6. Untuk Mengetahui apa itu dokumen ekspor pajak

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum
Kegiatan ekspor barang kena pajak tidak berwujud dan jasa kena pajak di dasari oleh :

1. Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009

a) Pasal 1 angka 28
Ekspor bkp tidak berwujud adalah setiap kegiatan pemanfaatan bkp tidak berwujud dari
dalam daerah pabean di luar daerah pabean. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud
adalah setiap kegiatan pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari dalam daerah
pabean di luar daerah pabean.

b) Pasal 4 ayat (1)


PPN dikenakan atas ekspor barang tidak berwujud oleh PKP.

1). Pajak pertambahan nilai dikenakan atas:


 Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
 Impor barang kena pajak;
 Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
 Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean;
 Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
 Ekspor barang kena pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak;
 Ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak; dan
 Ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

2). Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis jasa kena pajak yang atas ekspornya
dikenai pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur
dengan peraturan menteri keuangan.

2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 32/PMK. 010/2019

Peraturan ini mengatur tentang batasan kegiatan dan jenis jasa kena pajak yang atas
ekspornya dikenai pajak pertambahan nilai. Pajak pertambahan nilai dikenakan atas ekspor jasa

6
kena pajak oleh pengusaha kena pajak (pasal 2 ayat 1). Kegiatan ekspor jasa kena pajak
merupakan kegiatan pelayanan di dalam daerah pabean yang menyebabkan suatu barang,
fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dimanfaatkan di luar daerah pabean. (pasal 3 ayat
1).

B. BKP tidak Berwujud

Barang kena pajak adalah benda yang menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
(UU PPN) dikenai pajak. Barang kena pajak terdiri atas barang kena pajak berwujud dan barang
kena pajak tidak berwujud. Beberapa barang yang termasuk dalam klasifikasi barang kena pajak
tidak berwujud di antaranya :

 Hak cipta di bidang kesusastraan, karya ilmiah serta kesenian. Segala sesuatu yang
berhubungan dengan desain atau rancangan, formula, merek dagang dan hak kekayaan
intelektual.
 Peralatan komersial, ilmiah dan industrial.
 Bantuan tambahan dan pelengkap sehubungan dengan penggunaan hak dalam bidang
komersial, ilmiah dan industrial.
 Hak menggunakan gambar bergerak dan pita video untuk siaran televisi serta pita suara
untuk siaran radio.
 Pelepasan sebagian/seluruhnya hak yang berhubungan dengan pemberian hak kekayaan
intelektual.

Semua penyerahan barang kena pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
harus dibuatkan faktur pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, meskipun
pembeli bukan termasuk dalam kategori PKP.

Ekspor barang kena pajak tidak berwujud dari dalam daerah pabean diatur dalam pasal 1
angka 28 UU nomor 42 tahun 2009. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud adalah semua
kegiatan penggunaan barang kena pajak tidak berwujud di luar daerah pabeannya. Contohnya.
ketika PT. A dari Indonesia menyerahkan hak cipta merek dagangnya kepada pemakai merek di
Hong Kong. Kegiatan penyerahan hak cipta kepada pemakai merek di Hong Kong merupakan
contoh ekspor barang kena pajak tidak berwujud.

Pengusaha yang dapat melakukan ekspor barang kena pajak tidak berwujud hanya pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai PKP. Selain itu, pengusaha bersangkutan harus memungut PPN,
menyetorkan PPN, dan melaporkan SPT Masa PPN. Kewajiban ini tidak berlaku untuk kategori
pengusaha kecil yang telah ditetapkan menteri keuangan.

7
Barang kena pajak, termasuk barang kena pajak tidak berwujud, menjadi salah satu objek
pajak yang dikenakan tarif PPN. Namun, khusus bagi pengusaha yang mengekspor barang dan
jasa kena pajak tidak berwujud tarifnya adalah sebesar 0% seperti yang tertulis dalam UU PPN
pasal 7 ayat 2.

Tujuan penerapan tarif PPN 0% atas barang kena pajak tidak berwujud:

 Meningkatkan ekspor sehingga akan menggenjot Produk Domestik Bruto (PDB).


 Menjaga jika sewaktu-waktu terjadi kenaikan tarif paling rendah 5% dan paling tinggi
15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

C. Ekspor Jasa Kena Pajak.

Berdasarkan PMK 32/2019, ekspor JKP adalah setiap kegiatan penyerahan JKP yang
dihasilkan di dalam Daerah Pabean untuk dimanfaatkan oleh penerima ekspor JKP di luar
Daerah Pabean. Dengan kata lain, kegiatan ekspor merupakan kegiatan pelayanan di dalam
Daerah Pabean yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk
dimanfaatkan di luar Daerah Pabean.

Dalam PMK 32/2019, ada tiga jenis kegiatan ekspor jasa, yaitu (1) kegiatan yang melekat
pada barang bergerak yang dikeluarkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean, (2) kegiatan
yang melekat pada barang tidak bergerak yang berada di luar Daerah Pabean, atau (3) kegiatan
selain kegiatan di atas yang hasilnya diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean
dengan cara penyampaian langsung atau tidak langsung, antara lain melalui pos dan saluran
elektronik, atau berupa penyediaan hak untuk dipakai (akses) di luar Daerah Pabean.

1. Kegiatan yang Melekat pada Barang Bergerak


Jenis JKP berupa kegiatan pelayanan yang melekat pada barang bergerak yang
dikeluarkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean meliputi:
 jasa maklon;
 jasa perbaikan dan perawatan; dan
 jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) terkait barang untuk tujuan ekspor.

Jasa maklon harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:


 spesifikasi dan bahan baku dan/atau bahan setengah jadi disediakan oleh penerima ekspor
JKP;
 bahan baku dan/atau bahan setengah jadi akan diproses untuk menghasilkan BKP;
 kepemilikan atas BKP yang dihasilkan berada pada penerima ekspor jKP; dan

8
 pengusaha jasa maklon mengirim BKP yang merupakan hasil pekerjaannya ke luar
Daerah Pabean dengan menggunakan mekanisme ekspor barang.

2. Kegiatan yang Melekat pada Barang Tidak Bergerak


Jenis JKP berupa kegiatan pelayanan yang melekat pada barang tidak bergerak yang
berada di luar Daerah Pabean yaitu jasa konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian,
perencanaan, dan perancangan konstruksi terkait dengan bangunan atau rencana bangunan yang
berada di luar Daerah Pabean. PMK 32/2019 membatasi ekspor jasa yang melekat pada barang
tidak bergerak, yaitu hanya pada jasa konsultansi konstruksi.Dalam hal ini, proyek konstruksi
berada di luar negeri dengan pemberi jasa konstruksi yang berstatus wajib pajak dalam negeri.

3. Ekspor Jasa Selain Jasa yang Melekat pada Barang


Jenis JKP berupa kegiatan pelayanan selain yang melekat pada barang yang hasilnya
diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean meliputi:
 jasa teknologi dan informasi;
 jasa penelitian dan pengembangan (research and development);
 jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut untuk
kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
 jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi
desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi
keinsinyuran (engineering Services), jasa konsultansi pemasaran (marketing
Services), jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa
perpajakan;
 jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean
untuk tujuan ekspor; dan
 jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau komunikasi/konektivitas data.

Suatu kegiatan jasa yang dilakukan di Indonesia dan penerima manfaat atas jasa tersebut
berada di luar negeri, dapat dianggap ekspor jasa dan dikenai tarif PPN sebesar 0% apabila
memenuhi dua persyaratan berikut:
 didasarkan atas perikatan atau perjanjian tertulis antara pengusaha kena pajak (PKP)
dengan penerima ekspor JKP yang mencantumkan dengan jelas: jenis, rincian kegiatan
yang dihasilkan di dalam daerah pabean untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean oleh
penerima ekspor JKP dan nilai penyerahan; dan
 terdapat pembayaran disertai dengan bukti pembayaran yang sah dari penerima ekspor
JKP kepada PKP sehubungan denganekspor JKP.

Jika kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka dikenakan tarif PPN sebesar 10% karena
dianggap bukan ekspor jasa. Adapun JKP yang dihasilkan dan dimanfaatkan di luar Daerah
Pabean tidak dikenai PPN.

9
D. Saat dan Tempat Terutang Pajak

Pajak terutang merupakan sejumlah nilai dari kewajiban pajak yang harus dibayarkan
Wajib Pajak (WP), baik WP Badan maupun WP Orang Pribadi ke negara. Temukan penjelasan
pajak terutang ini mulai dari pengertian, contoh, perhitungan hingga cara bayarnya. Untuk
mengetahui kapan saat terutang, berapa besar pajak terutang yang harus disetorkan ke kas negara
atau bahkan bisa diminta pengembalian (restitusi) pajak dari kelebihan pembayaran pajaknya,
diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Pajak Terutang adalah pajak yang harus dibayar pasa suatu saat, dalam Masa Pajak,
dalam Tahun Pajak, atau Bagian Tahun Pajak sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
 Masa Pajak adalah sama dengan satu bulan kalender
 Tahun Pajak adalah sama dengan satu tahun kalender atau tahun takwin

Tahun Pajak bisa menggunakan jangka waktu Januari hingga Desember. Namun bisa
dikecualikan jika mengajukan izin untuk menggunakan jangka waktu lain.

1. PPh Terutang
Pajak Penghasilan (PPh) Terutang adalah pajak terutang yang dihitung dari Penghasilan
Kena Pajak.
a) Pajak Terutang PPh Pasal 21
Penghasilan pasal 21 terutang adalah pada saat dilakukan pembayaran atau pada
saat terutangnya pajak penghasilan yang bersangkutan dan PPh 21 terutang bagi
pemotong untuk setiap masa pajak.

b) Pajak Terutang PPh Pasal 22


PPh 22 Terutang adalah terutangnya pajak penghasilan oleh wajib pajak badan
usaha tertentu, baik pemerintah maupun swasta atas perdagangan ekspor, impor
dan reimport.

c) Pajak Terutang PPh Pasal 23


Pajak Terutang PPh 23 adalah terutangnya pajak penghasilan atas dividen pada
saat pembayaran dan saat disediakan untuk dibayarkan, saat bunga dan sewa jatuh
tempo, saat royalti dan imbalan jasa teknil atau jasa manajemen maupun jasa
lainnya ditentukan dalam kontrak/perjanjian/faktur.

d) Pajak Terutang PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi


PPh 25 Badan adalah pembayaran pajak penghasilan pajak orang pribadi yang
dilakukan secara diangsur.

10
e) Pajak Terutang PPh Pasal 25/29 Badan
PPh 25 Badan adalah pembayaran pajak penghasilan badan yang dilakukan secara
diangsur.
Sedangkan PPh 29 Badan adalah pajak yang harus dilunasi WP Badan sebagai
akibat PPh Terutang dalam SPT Tahunan PPh lebih besar daripada kredit pajak
yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain yang telah disetor.
Jadi, terutanya PPh Pasal 25/29 Badan ini terjadi pada saat adanya kekurangan
pajak badan yang terutang pada akhir tahun pajak.

f) Pajak Terutang PPh Pasal 26


PPh Pasal 26 Terutang adalah terutangnya pajak penghasilan pada bulan
dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan tergantung
peristiwa yang terjadi terlebih dahulu untuk pemotongan pajak penghasilan wajib
pajak luar negeri (WNA/Warga Negara Asing).

g) Pajak Terutang PPh Pasal 15


PPh Pasal 15 Terutang adalah terutangnya pajak penghasilan dari pengankutan
orang/barang, termasuk penyewaan kapal yang dilakukan dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan laiannya di dalam negeri maupun luar negeri, dari
pelabuhan luar negeri ke pelabuhan Indonesia dan luar negeri ke pelabuhan
lainnya di luar Indonesia.

h) Pajak Terutang PPh Pasal 4 ayat 2


Terutangnya PPh Pasal 4 ayat 2 ini ketika dilakukannnya sewa atas tanah dan/atau
bangunan, di mana WP yang menyewakan wajib memotong PPh terutang pada
saat pembayaran atau terutangnya sewa tergantung peristiwa mana yang lebih
dahulu terjadi.

Sedangkan untuk penghasilan dari usaha jada konstruksi, pengguna jasa wajib
memotong PPh terutang pada saat pembayaran.
2. PPN dan PPnBM Terutang
PPN dan PPnBM Terutang adalah pajak terutang dari Tarif Dasar Pengenaan Pajak
(DPP).

1. Pajak Terutang PPN


PPN Terutang merupakan terutangnya PPN pada saat penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), impor BKP, ekspor JKP, ekspor BKP
berwujud dan tidak berwujud, pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP di luar daerah
pabean. Terutangnya PPN adalah pada saat pembayaran transaksi yang dikenakan PPN
tersebut.
11
2. Pajak Terutang PPnBM
Pajak Terutang PPnBM adalah terutangnya PPnBM pada saat penyerahan Barang
Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), impor BKP, ekspor JKP, ekspor BKP
berwujud dan tidak berwujud, pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP di luar daerah
pabean. Terutangnya PPnBM ini adalah pada saat pembayaran transaksi yang dikenakan
PPnBM tersebut.

Saat Terutang
Sederhananya, Pajak Terutang ini timbul ketika adanya suatu transaksi perpajakan
yang dilakukan, apakah itu pemungutan/pemotongan/pembayaran Pajak Penghasilan
maupun Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

E. Dasar pengenaan pajak


Pengertian Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Dasar Pengenaan Pajak adalah nilai uang
berupa jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dijadikan
sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Pajak Pertambahan Nilai atau PPN yang
terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak.

Rumus penghitungan pajak yang terutang adalah:

PPN terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

Jenis dan Tarif Dasar Pengenaan Pajak


1. Harga Jual
Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual, karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN
yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam
faktur pajak.

2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak
termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang
dicantumkan dalam faktur 3. pajak. Biaya tersebut antara lain biaya pengangkutan, biaya
asuransi, biaya bantuan teknik, biaya pemeliharaan, biaya pengiriman, dan biaya garansi.

3. Nilai Impor
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan perundang-

12
undangan pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut
menurut Undang-Undang PPN.

Nilai Impor = Cost, Insurance, Freight (CIF) + Bea Masuk.

4. Nilai Ekspor
Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.

5. Nilai Lain
Nilai lain adalah suatu nilai berupa uang yang digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak
untuk penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.
Pengenaan dengan menggunakan nilai lain diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
567/KMK.04/2000.

Nilai lain yang ditetapkan tersebut adalah:


 Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP, DPP = Harga jual atau
penggantian setelah dikurang laba kotor.
 Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
 Penyerahan rekaman suara atau gambar dengan harga jual rata-rata.
 Penyerahan film cerita dengan harga jual rata-rata per judul film.
 Persediaan BKP yang tersisa saat pembubaran perusahaan dengan Harga Pasar Wajar.
 Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan Penyerahan
BKP dan atau JKP antar Cabang, DPP= Harga Perolehan (HPP).
 Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN atas
perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan.
 Penyerahan jasa biro perjalanan atau pariwisata dan penyerahan jasa pengiriman paket,
DPP 10% dari jumlah tagihan atau jumlah seharusnya ditagih.
 Penyerahan kendaraan bermotor bekas dengan DPP 10% x harga jual.
 Penyerahan jasa anjak piutang sama dengan DPP 5% x service charge dan diskon.
 Penyerahan produk hasil tembakau, DPP= harga jual eceran.
 Penyerahan BKP melalui pedagang perantara, DPP= kesepakatan harga pedagang
perantara dengan pembeli.
 Penyerahan emas perhiasan dan atau jasa yang terkait dengan emas perhiasan oleh
pengusaha emas perhiasan. DPP= 20% x harga jual emas perhiasan atau nilai
penggantian.
 Penyerahan pupuk tertentu untuk sektor pertanian. DPP= harga eceran tertinggi.

13
F. Dokumen Ekspor jasa kena pajak

Berdasarkan PMK 32/2019, ekspor JKP adalah setiap kegiatan penyerahan JKP yang
dihasilkan di dalam Daerah Pabean untuk dimanfaatkan oleh penerima ekspor JKP di luar
Daerah Pabean.

Dengan kata lain, kegiatan ekspor merupakan kegiatan pelayanan di dalam Daerah Pabean
yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dimanfaatkan di
luar Daerah Pabean. Kata kunci yang perlu diingat untuk ekspor jasa adalah kegiatan dan
manfaat., di mana kegiatan dilakukan di Indonesia, namun manfaatnya ada di luar negeri.

Tidak semua jasa dapat diekspor. Ada kriteria tertentu untuk menentukan jenis-jenis jasa
yang dapat diekspor. Dalam PMK 32/2019, ada tiga jenis kegiatan ekspor jasa, yaitu (1) kegiatan
yang melekat pada barang bergerak yang dikeluarkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean,
(2) kegiatan yang melekat pada barang tidak bergerak yang berada di luar Daerah Pabean, atau
(3) kegiatan selain kegiatan di atas yang hasilnya diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah
Pabean dengan cara penyampaian langsung atau tidak langsung, antara lain melalui pos dan
saluran elektronik, atau berupa penyediaan hak untuk dipakai (akses) di luar Daerah Pabean.

Dalam peraturan yang merupakan peraturan pelaksana dari UU No. 42/2009 tentang PpN itu,
pemerintah tetap memperhitungkan 9 dokumen lainnya sebagai dokumen yang bisa
dipersamakan dengan faktur pajak.

Kesembilan dokumen itu adalah pemberitahuan impor barang (PIB) yang dilampiri surat
setoran pajak, surat setoran pabean, cukai dan pasak (SSPCP), atau bukti pungutan pajak oleh
Ditjen Bea dan cukal yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut
untuk impor BKP, pemberitahuan ekspor barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor
oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan
invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut, dan Surat
Perintah Penyerahan Barang (SpPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh Bulog/Dolog untuk
penyaluran tepung terigu.

Selain itu, faktur nota bon penyerahan yang dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan
BBM dan atau bukan BBM, tanda pembayaran atau kultansi untuk penyerahan jasa
telekomunikasi, tanda pembayaran atau kultansi listrik, dan nota penjualan jasa yang
dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan. Dokumen lainnya adalah tiket, tagihan
surat muatan udara (airway bill, atau delivery bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan
jasa angkutan udara dalam negeri; dan surat setoran pajak untuk pembayaran PPN atas
pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean.

Untuk bisa dipersamakan dengan faktur pajak, dokumen-dokumen tersebut harus paling
sedikit memuat yaitu nama, alamat, dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan, nama
pembeli BKP atau penerima JKp, jumlah satuan barang apabila ada, dasar pengenaan pajak, dan

14
jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor. Sementara bagi pengusaha kena pajak
yang membuat dokumen tertentu tapi tidak memenuhi persyaratan formal dapat dikenai sanksi
sesuai dengan peraturan UU tentang KUP.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dasar Hukum Kegiatan ekspor barang kena pajak tidak berwujud dan jasa kena pajak
adalah Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 32/PMK. 010/2019
Barang kena pajak adalah benda yang menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
(UU PPN) dikenai pajak. Barang kena pajak terdiri atas barang kena pajak berwujud dan barang
kena pajak tidak berwujud.
Dalam PMK 32/2019, ada tiga jenis kegiatan ekspor jasa, yaitu (1) kegiatan yang melekat
pada barang bergerak yang dikeluarkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean, (2) kegiatan
yang melekat pada barang tidak bergerak yang berada di luar Daerah Pabean, atau (3) kegiatan
selain kegiatan di atas yang hasilnya diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean
Berdasarkan PMK 32/2019, ekspor JKP adalah setiap kegiatan penyerahan JKP yang
dihasilkan di dalam Daerah Pabean untuk dimanfaatkan oleh penerima ekspor JKP di luar
Daerah Pabean. Dengan kata lain, kegiatan ekspor merupakan kegiatan pelayanan di dalam
Daerah Pabean yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk
dimanfaatkan di luar Daerah Pabean.
Pajak Terutang timbul ketika adanya suatu transaksi perpajakan yang dilakukan, apakah itu
pemungutan/pemotongan/pembayaran Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Dasar Pengenaan Pajak adalah nilai uang berupa jumlah harga jual, penggantian, nilai impor,
nilai ekspor, atau nilai lain yang dijadikan sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Dalam peraturan yang merupakan peraturan pelaksana dari UU No. 42/2009 tentang PPn,
pemerintah tetap memperhitungkan 9 dokumen lainnya sebagai dokumen yang bisa
dipersamakan dengan faktur pajak. Untuk bisa dipersamakan dengan faktur pajak, dokumen-
dokumen tersebut harus paling sedikit memuat yaitu nama, alamat, dan NPWP yang melakukan
ekspor atau penyerahan, nama pembeli BKP atau penerima JKp, jumlah satuan barang apabila
ada, dasar pengenaan pajak, dan jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.

16
DAFTAR PUSTAKA

Fitria. (2020, Oktober 18). Cara Menghitung DPP (Dasar Pengenaan Pajak) PPh dan PPn.
https://klikpajak.id/blog/perhitungan/cara-menghitung-dpp-dasar-pengenaan-pajak-pph-
dan-ppn/

Irwanto, Budi. (2019, Agustus 6). Saat Terutang dan Tempat Terutang PPn dan PPnBM.
https://www.thinktax.id/tax-flash/saat-terutang-dan-tempat-terutang-ppn-dan-ppnbm

Maulida, Rani. (2018, November 19). Memahami Saat Terutang PPn. https://www.online-
pajak.com/tentang-ppn-efaktur/saat-terutang-ppn

Mukarromah, Awwaliatul. (2019, Juni 13). Apa itu Ekspor Jasa Kena Pajak?.
https://news.ddtc.co.id/apa-itu-ekspor-jasa-kena-pajak-16116

Rafinska, Kezia. (2018, November 20). Mengenal PPN dan Dasar Hukum PPn.
https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/dasar-hukum-ppn

Rafinska, Kezia. (2018, Oktober 25). PPn Atas Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/barang-kena-pajak-tidak-berwujud

17

Anda mungkin juga menyukai