Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)”

Mata kuliah: Manajemen pajak


Dosen Pengampu:

Disusun Oleh: Kelompok 2


Kartini 0018.04.33.2022
Nungki prawitasari 0036.04.33.2022
Muhammad Zidane Alfarizi 0006.04.33.2022
Anna nurjannah.H 0013.04.33.2022
Faradita Farid 0019.04.33.2022

MAGISTER AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan

makalah ini tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kami sangat berharap

makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta

pengetahuan kita mengenai Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Kami juga

menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan

jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan

usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,

mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi

kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf

apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon

kritik dan saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini di waktu

yang akan datang.

Makassar, 10 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL......................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................... 1
PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
BAB II.........................................................................................................3
PEMBAHASAN..........................................................................................3
A. Fasilitas PPN.....................................................................................3
B. Pengkreditan PPN............................................................................7
C. Restitusi PPN..................................................................................11
D. Manajemen Cash Flow...................................................................15
PENUTUP.................................................................................................19
A. Kesimpulan.....................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam peningkatan sumber pembiayaan dalam negeri, pajak

merupakan solusi untuk alternatif, pajak telah terbukti menjadi sumber

utama dalam APBN Indonesia yang dapat digunakan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari

masyarakat kepada negara yang dimungkinkan oleh undang-undang

pajak. Dari sekian pajak yang dibebankan kepada masyarakat, Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung karena tidak

langsung dibebankan kepada penanggung pajak.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya

faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan,

menyalurkan dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan

jasa. "arif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan

barang kena pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga

mudah dalam pelaksanaannya tidak ada penggolongan dengan tarif yang

berbeda. Pengenaan PPN sangat dipengaruhi oleh perkembangan

transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek

dari PPN tersebut.

1
B. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan Fasilitas PPN

2. Menjelaskan Pengkreditan PPN

3. Menjelaskan Resistusi PPN

4. Menjelaskan Manajemen Cash Flow

1.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fasilitas PPN

Fasilitas PPN merupakan bentuk-bentuk perlakuan khusus terkait

pungutan Pajak Pertambangan Nilai (PPN) atas barang atau kegiatan

tertentu. Pemberian fasilitas PPN diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan

sebagai berikut:

1) Memacu beberapa sektor ekonomi potensial

2) Mendorong perkembangan usaha

3) Meningkatkan daya saing produk dalam negeri

4) Mendukung pertahanan nasional

5) Mendukung kelancaran pembangunan nasional

Atas tujuan-tujuan yang sudah disebutkan tersebut, pemerintah

memberikan fasilitas sebagai berikut:

1) Pengenaan Tarif 0%

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 atau UU

PPN, pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai berupa

pengenaan tarif 0% ini diberikan kepada kegiatan-kegiatan sebagai

berikut:

 Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud

 Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud

 Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP)

3
Terhadap tiga kegiatan di atas, pemerintah memberikan fasilitas

berupa pengenaan tarif PPN 0%. Artinya, Pengusaha Kena Pajak

(PKP) yang memang berorientasi ekspor akan mendapatkan

fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tarif 0% ini. Tujuan utamanya

adalah untuk meningkatkan daya saing ekspor dari industri dalam

negeri

2) Dalam Bentuk Tidak Dikenakan Pungutan PPN

Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dalam bentuk tidak

dikenakan pungutan PPN diberikan pada barang dan jasa yang

penggunaannya menyangkut hajat hidup orang banyak. Hal ini

dimungkinkan, meski sejatinya barang dan jasa yang beredar di

masyarakat merupakan BKP/JKP dan untuk itu ada pungutan PPN.

Pasalnya, ada beberapa jenis barang dan jasa yang

keberadaannya sangat dibutuhkan oleh khalayak umum. Oleh

karena itu, kegiatan penyerahan dan perolehan barang dan jasa

yang dimaksud tidak dikenakan pungutan PPN.

3) Berupa Pembebasan PPN

Fasilitas PPN berupa pembebasan PPN merupakan

pembebasan kewajiban memungut PPN kepada orang pribadi atau

badah usaha yang melakukan kegiatan penyerahan:

 BKP bersifat strategis, yang merupakan barang masuk

kategori BKP namun memiliki nilai strategis berdasarkan

4
pertimbangan pemerintah. Sehingga atas BKP strategis ini

diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan.

 BKP tertentu, yang meliputi yang diperlukan untuk

kepentingan umum atau untuk kepentingan nasional yang

dikelola oleh unit-unit pemerintah.

 JKP tertentu, yang terdiri atas jasa yang diserahkan

kontraktor untuk pemborong bangunan, yang batasannya

ditetapkan oleh Menteri Keuangan serta jasa yang diterima

oleh Kementerian Pertahanan atau Tentara Nasional

Indonesia (TNI) untuk mendukung pertahanan nasional.

 Penyerahan BKP/JKP kepada perwakilan negara asing dan

badan internasional serta pejabatnya dengan asas timbal

balik.

 Jasa kebandarudaraan tertentu, yang meliputi pelayanan

jasa penerbangan; pelayanan jasa pendaratan, penempatan,

dan penyimpanan pesawat udara, pelayanan jasa konter,

pelayanan jasa garbarata (aviobridge), pelayanan jasa

bongkar muat penumpang, kargo, pos.

Terhadap transaksi-transaksi yang mendapatkan fasilitas PPN

dibebaskan ini, tetap ada kewajiban menerbitkan faktur pajak bagi

PKP yang menyerahkan. Sebab, sejatinya transaksi-transaksi yang

mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Niali dibebaskan ini

merupakan transaksi terutang PPN. Jadi, yang dibebaskan adalah

5
kewajiban pemungutan PPN bukan kewajiban membuat faktur

pajak.

Faktur pajak untuk transaksi yang mendapat fasilitas Pajak

Pertambahan Nilai dibebaskan ini adalah menggunakan kode faktur

kode 08 dan tetap mencantumkan besaran nilai PPN yang

dibebaskan. Pajak masukan yang dibayar untuk perolehan

BKP/JKP yang mendapatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

dibebaskan, tidak dapat dikreditkan.

4) Dalam Bentuk Tidak Dipungut PPN

Pemberian fasilitas PPN dalam bentuk tidak dipungut PPN

diberikan kepada transaksi-transaksi sebagai berikut:

 Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam

daerah pabean.

 Penyerahan BKP tertentu atau penyerahan JKP tertentu.

 Impor BKP tertentu.

 Pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu dari luar daerah

pabean di dalam daerah pabean.

 Pemanfaatan JKP tertentu dari luar daerah pabean di dalam

daerah pabean.

Fasilitas PPN dalam bentuk tidak dipungut PPN diberikan

kepada transaksi-transaksi seperti yang disebutkan di atas, yang

dilakukan di/ke kawasan bebas dan kawasan berikat. Selain itu,

transaksi tidak dipungut PPN apabila yang melakukan kegiatan

6
merupakan PKP yang menjalankan pengolahan pada kawasan

berikat

B. Pengkreditan PPN

1. Pengertian PPN Masukan

Apa definisi PPN Masukan? PPN masukan atau juga dikenal

sebagai pajak masukan merupakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

yang dikenakan ketika Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan

pembelian terhadap barang/jasa kena pajak (BKP/JKP).

Adanya PPN masukan tidak terlepas dari tata cara umum PPN

yang mengharuskan PKP melakukan pengkreditan atau

pengurangan antara PPN keluaran atau pajak keluaran dengan

PPN masukan. Jika PPN masukan ternyata lebih besar ketimbang

PPN keluaran, maka bisa diartikan PKP yang bersangkutan lebih

banyak membayar PPN ketimbang memungut PPN.

Jika selisih antara PPN keluaran dan PPN Masukan ternyata

lebih besar PPN masukan, maka kelebihan pembayaran PPN

tersebut bisa dikompensasikan di masa pajak berikutnya atau PKP

bisa juga mengajukan pengembalian atau restitusi di akhir tahun

buku. Itulah definisi PPN Masukan secara sederhana.

2. Dasar Hukum Pengkreditan PPN Masukan

Seperti yang telah disampaikan tentang definisi PPN Masukan,

PKP diharuskan melakukan pengkreditan PPN masukan dengan

7
PPN keluaran, untuk mengetahui apakah PKP tersebut mengalami

lebih bayar atau kurang bayar PPN.

Dasar hukum kegiatan pengkreditan PPN masukan ini adalah

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau biasa disebut juga

UU PPN dan PPnBM.

Dasar hukum utama yang melandasi pengkreditan PPN

masukan adalah Pasal 9 Ayat (2), yang menyebutkan bahwa PPN

masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan PPN

keluaran pada masa pajak yang sama.

Pasal 9 UU PPN dan PPnBM secara keseluruhan mengatur

mengenai perlakuan PPN masukan, mulai dari perlakuan

pengkreditan PPN masukan standar, dalam arti PPN masukan bagi

PKP pada umumnya, hingga perlakuan khusus bagi PKP yang PPN

masukannya memenuhi kriteria tertentu.

3. Syarat dan Batas Waktu Pengkreditan PPN Masukan

Agar PPN masukan dapat dikreditkan untuk suatu masa pajak

yang sama, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dan berlaku

untuk seluruh bidang usaha. Syarat-syarat tersebut antara lain:

 Tercantum dalam faktur pajak lengkap atau dokumen

tertentu yang diperlakukan sama dengan faktur pajak.

8
 Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Ini artinya

pengeluaran yang dilakukan oleh PKP untuk hal-hal di luar

operasional usaha.

Sementara, untuk batas waktu PPN masukan sebagaimana

diatur dalam UU PPN dan PPnBM adalah, 3 bulan setelah

berakhirnya masa pajak yang bersangkutan

Hal ini diatur dalam Pasal 9 Ayat (9) UU PPN dan PPnBM yang

secara spesifik menyebutkan:

“Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum

dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang

sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling

lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang

bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan

belum dilakukan pemeriksaan“.

Ditetapkannya interval waktu 3 bulan setelah masa pajak yang

bersangkutan ini tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya

kesalahan dalam penulisan faktur. Contohnya, faktur pajak tak juga

dikirimkan oleh PKP penjual ke PKP pembeli, sehingga PKP

pembeli belum bisa melakukan pengkreditan PPN masukan.

4. Pengecualian Pengkreditan PPN Masukan

PPN masukan idealnya bisa dikreditkan, namun ada beberapa

PPN masukan yang ternyata tidak bisa dikreditkan. PPN masukan

9
tidak bisa dikreditkan dengan PPN keluaran hanya untuk

penyerahan atau pengeluaran sebagai berikut:

 Perolehan BKP/JKP yang dilakukan sebelum pengusaha

dikukuhkan sebagai PKP.

 Perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan

langsung dengan kegiatan usaha.

 Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa

sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang

dagangan atau disewakan.

 Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP

dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan

sebagai PKP.

 Perolehan BKP/JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi

ketentuan atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli BKP/JKP.

 Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP

dari luar daerah pabean yang faktur pajaknya tidak

memenuhi ketentuan.

 Perolehan BKP/JKP yang pajak maskannya ditagih dengan

penerbitan ketetapan pajak.

 Perolehan BKP/JKP yang pajak masukannya tidak

dilaporkan dalam SPT masa PPN, yang ditemukan pada

waktu dilakukan pemeriksaan.

10
 Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP

berproduksi.

Selain 9 kriteria di atas, PPN masukan yang tidak dapat

dikreditkan untuk PPN masukan terkait BKP/JKP yang mendapat

fasilitas pembebasan pungutan PPN. Meski BKP/JKP mendapat

status dibebaskan PPN, bukan berarti tidak ada PPN, melainkan

PPN yang ada tidak dipungut

C. Restitusi PPN

1. Arti Restitusi PPN

Istilah restitusi dalam dunia perpajakan mengacu pada

permohonan pengembalian pembayaran pajak yang diajukan wajib

pajak ke negara. Dasar pengajuan restitusi adalah kelebihan bayar

yang dialami wajib pajak. Sedangkan restitusi PPN adalah

pengajuan pengembalian pembayaran pajak oleh Pengusaha Kena

Pajak (PKP). Restitusi PPN hanya bisa diajukan jika jumlah kredit

pajak lebih besar dari pajak terutang atau PKP melakukan

pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Namun,

dengan catatan PKP tidak memiliki utang pajak lainnya.

2. Prosedur Restitusi PPN

Berdasar petunjuk resminya, prosedur restitusi PPN atau

pengembalian atas kelebihan pembayaran PPN adalah sebagai

berikut:

11
1) PKP bisa mengajukan permohonan restitusi PPN dengan

menggunakan:

 Mengisi SPT Masa PPN dengan memberi tanda silang

pada kolom Dikembalikan (restitusi).

 Bila kolom Dikembalikan (restitusi) pada SPT Masa PPN

tersebut tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda

permohonan pengembalian kelebihan pajak, maka PKP

bisa membuat surat permohonan sendiri.

2) PKP bisa mengajukan permohonan restitusi PPN ke Ditjen

Pajak lewat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP

dikukuhkan.

3) Setelah Ditjen Pajak melakukan pengecekan, kemudian

terbitlah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan

Kelebihan Pajak (SKPPKP) dalam hal:

 Jumlah kredit pajak jauh lebih besar dari jumlah pajak

yang terutang atau PKP melakukan pembayaran pajak

yang semestinya tidak terutang. Jika terdapat pajak

terutang yang dipungut oleh Pemungut PPN, maka

jumlah pajak terutang adalah jumlah pajak keluaran yang

dikurangi pajak masukan atau pajak yang dipungut oleh

pemungut PPN tersebut.

4) SKPPKP diterbitkan oleh Ditjen Pajak paling lambat 12

bulan/1 tahun sejak surat permohonan sudah diserahkan

12
dan diterima secara lengkap, kecuali pada kegiatan tertentu

sudah ditetapkan berdasarkan keputusan Ditjen Pajak.

5) Jika dalam waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi PPN,

Ditjen Pajak tidak memberikan keputusan, maka

permohonan restitusi PPN dikabulkan dan SKPPKP tersebut

akan diterbitkan dalam waktu paling telat 1 bulan setelah

jangka waktunya berakhir.

3. Dasar Hukum Prosedur Restitusi PPN

Prosedur yang sudah dijabarkan secara jelas di atas tentu

berlandaskan dasar hukum yang berlaku. Nah, berikut ini dasar

hukum prosedur resititusi PPN:

1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan

Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021

tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010

tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan PPN/PPnBM.

4. Permohonan Restitusi Hanya Bisa Diajukan pada Akhir Tahun

Buku

13
PKP hanya bisa mengajukan permohonan pengembalian

kelebihan pembayaran PPN/restitusi PPN pada akhir tahun buku

saja.

1) Jika dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang bisa

dikreditkan lebih besar dari pajak keluaran, maka selisihnya

merupakan kelebihan pajak yang bisa dikompensasikan di

masa pajak berikutnya.

2) PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian atas

kelebihan pembayaran PPN/restitusi PPN pada akhir tahun

buku. Berbeda dengan PKP orang pribadi yang dikecualikan

dari kewajiban penyelenggaraan pembukuan, maksud tahun

buku di poin sebelumnya adalah tahun kalender

5. Kriteria Penelitian Restitusi PPN

PKP yang melewati penelitian yang dilakukan oleh Ditjen Pajak

berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut ini:

1) PKP kriteria tertentu yang dimaksud adalah PKP yang

sesuai dalam Pasal 17C dan 17D UU KUP yakni wajib pajak

dengan kriteria wajib pajak patuh.

2) Bukan PKP yang berisiko rendah sebagaimana yang

dimaksud Pasal 9 Ayat (4c) UU PPN.

6. PKP Berisiko Rendah Tidak Akan Mendapatkan SKPPKP

Tidak diterbitkannya SKPPKP ini bisa saja terjadi apabila:

14
1) Hasil penelitian menyatakan bahwa PKP tidak memenuhi

ketentuan seperti yang ditetapkan pada Pasal 9 Ayat (4b)

huruf a, b, c, d, dan e Undang-undang PPN.

2) Hasil penelitian menyatakan PKP tidak ada kelebihan bayar

PPN.

3) Lampiran surat pemberitahuan tidak lengkap dan terdapat

pembayaran pajak yang tidak benar.

Terhadap PKP yang berisiko rendah yang SKPPKP-nya tidak

bisa diterbitkan harus menerima pemberitahuan secara tertulis

menggunakan formulir lampiran PMK-72/PMK.03/2010 dan

permohonan pengembalian kelebihan pajak. Proses tersebut

dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP.

Untuk kemudahan pengelolaan faktur pajak hingga dokumen

transaksi bisnis, gunakan aplikasi OnlinePajak. Sebagai mitra resmi

DJP, OnlinePajak menghadirkan berbagai jenis layanan dan fitur

yang mempermudah PKP dalam mengelola transaksi bisnis dan

menjalankan kepatuhan perpajakan sehingga dapat mengoptimasi

proses bisnis.

D. Manajemen Cash Flow

1. Manajemen Cash Flow

Manajemen cash flow menjadi hal yang sangat penting dalam

bisnis. Arus kas perusahaan akan bisa dikelola dengan

menggunakan manajemen cash flow. Konsep cash flow pada

15
manajemen keuangan merupakan aliran arus kas baik pendapatan

maupun pengeluaran yang berasal dari aktivitas perusahaan dalam

satu periode.

Cash flow adalah sebuah siklus keuangan dalam perusahaan

yang menggunakan uang perusahaan untuk bisa mendatangkan

sejumlah sumber daya bagi usaha tersebut. Pada praktiknya,

sumber daya yang akan dimanfaatkan kembali dalam kegiatan

memproduksi dan menghasilkan berbagai produk yang nantinya

dipasarkan kepada konsumen.

Kegiatan penjualan tersebut akan mendapatkan hasil dan

keuntungannya kembali lagi ke perusahaan. Selanjutnya akan

dibelanjakan kembali untuk membeli berbagai sumber daya dan

terus mengulang siklus yang sama.

2. Macam-Macam Cash Flow Perusahaan

Sederhananya, cash flow digunakan untuk pengadaan sumber

daya yang bermanfaat bagi operasional bisnis. Nah, berikut ini ada

2 macam cash flow dalam perusahaan, di antaranya:

 Cash Inflow: Segala bentuk aliran kas yang masuk dan

menjadi pemasukan untuk perusahaan sehingga dapat

menambah aset perusahaan. Bentuk cash inflow adalah

dana hasil penjualan, piutang yang telah cair, pinjaman bank,

bunga investasi dan modal dari luar negeri.

16
 Cash Outflow: Segala bentuk aliran kas yang keluar guna

mendukung kegiatan perusahaan. Contohnya, uang

pembelian bahan baku, pembayaran tagihan, pembayaran

gaji karyawan, pembelian aset baru, dll.

Dari kedua hal tersebut, akhirnya diperlukanlah manajemen

cash flow yang bertujuan untuk menyeimbangkan cash flow

perusahaan. Manajemen cash flow ada untuk mengatur,

mengendalikan, menganalisa, dan mengelola aliran kas suatu

perusahaan.

Dalam manajemen arus kas, terdapat dua bentuk aliran kas

yang berbeda, yakni:

 Arus kas positif: Terjadi ketika kas yang masuk lebih besar

dibandingkan dengan kas yang keluar.

 Arus kas negatif: Terjadi ketika kas yang keluar lebih besar

dibandingkan dengan kas yang masuk ke perusahaan. Tentu

hal ini akan berdampak buruk bagi perusahaan. Namun ada

beberapa hal yang sekiranya bisa dilakukan untuk menjaga

agar arus kas tetap positif, yaitu:

a. Melakukan evaluasi terhadap laporan keuangan

secara Zberkala.

b. Meningkatkan penjualan produk.

c. Berikan penawaran yang menarik kepada konsumen.

d. Mengumpulkan piutang yang dimiliki perusahaan.

17
e. Gunakan sistem otomasi untuk memotong biaya

operasional.

3. Manfaat Manajemen Cash Flow

Berikut ini manfaat dari manajemen cash flow bagi perusahaan:

 Manajemen cash flow mampu menunjukan letak kesalahan

pada kondisi keuangan perusahaan.

 Memberi informasi tentang kondisi dan potensi aliran kas yang

dimiliki perusahaan.

 Membantu proses pengambilan kebijakan dalam hal-hal yang

berkaitan dengan keuangan perusahaan.

 Membantu proses penyusunan strategi perusahaan di periode

mendatang.

4. Aplikasi untuk Optimasi Arus Kas Perusahaan

Penggunaan sistem untuk otomasi merupakan pilihan yang

dianjurkan dalam mengelola arus kas perusahaan. Selain

pekerjaan akan jauh lebih sederhana, cepat, dan nyaman,

perusahaan pun dapat menghemat pengeluarannya. Perusahaan

mungkin harus mengeluarkan dana lebih banyak di awal untuk

membeli alat dan software. Namun, setelahnya perusahaan hanya

perlu mengeluarkan sedikit dana untuk biaya berlangganannya.

Salah satu aplikasi yang bisa menjadi pilihan tepat adalah

OnlinePajak. OnlinePajak merupakan aplikasi berbasis web yang

telah berdiri sejak 2014. OnlinePajak diawasi secara langsung oleh

18
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan OJK. Sehingga Anda tidak

perlu khawatir perihal keamanannya.

19
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan bagi APBN

Negara. Namun, pada kenyataannya, pendapatan negara dari

penerimaan pajak belum dapat terserap secara optimal. Seperti

penerimaan dari PPN yang belum bias maksimal dikarenakan banyak

PKP yang melakukan kecurangan dengan cara mebuat faktur pajak fiktif.

Faktur pajak fiktif ini dibuat dengan tujuan agar pajak yang disetorkan ke

kas negara menjadi lebih kecil.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan

penerimaan PPN adalah dengan memperbaiki pelayanan administrasi

PPN. Dengan adanya perbaikan administrasi perpajakan ini, diharapkan

PKP lebih patuh terhadap peraturan pajak, khususnya PPN. Peningkatan

dan Pengelolaan administrasi perpajakan ini juga diproyeksikan akan

meningkatkan pendapatan PPN.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim, Icuk Rangga Bawono, dan Amin Dara. 2016. Perpajakan :

Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus, Edisi 2. Jakarta:

Salemba Empat.

Hartati, Neneng. 2015. Pengantar Perpajakan. Bandung: Pustaka Setia.

Mardiasmo. 2016. Perpajakan Edisi Terbaru. Yogyakarta: Andi Offset.

Sukardji, Untung. 2012. Pokok-Pokok PPN Pajak Pertambahan Nilai

Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

21

Anda mungkin juga menyukai