Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Perpajakan
oleh :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2020
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih terus semangat melakukan
berbagai upaya agar kesejahteraan masyarakat nya dapat meningkat baik dari segi
perekonomian, fasilitas, jaminan keselamatan dan banyak lainnya. Demi mewujudkan
kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan nasional seperti pembangunan fasilitas,
tentunya pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dan pengelolaan sumber daya alam
(SDA) perlu dilakukan dan hal tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit untuk
pembiayaannya. Maka dari itu pemerintah pun menyusun Rancangan Anggaran
Pendapatan Negara (RAPBN) sebagai tolak ukur pendanaan pembangunan nasional pada
tahun tertentu. Dalam menghimpun pendapatan negara pada APBN, terdapat 3 sumber
penerimaan negara antara lain penerimaan yang bersumber dari perpajakan, penerimaan
yang bukan bersumber dari perpajakan dan penerimaan yang bersumber dari hibah. Seperti
yang sudah diketahui, penerimaan yang bersumber dari perpajakan menjadi salah satu
penyumbang terbesar dalam APBN sehingga pemerintah pun gencar melakukan berbagai
upaya agar penerimaan dari sektor pajak dapat tercapai sesuai target yang sudah
direncanakan di awal tahun.
Penerimaan negara dari sektor perpajakan dapat dikatakan berhasil jika tax ratio
pada suatu negara tinggi dan tax gap nya rendah. Namun pada kenyataannya tax ratio di
Indonesia masih rendah dan tax gap nya masih tinggi yang dikarenakan beberapa
permasalahan yang dikarenakan oleh wajib pajak itu sendiri. Dalam mengatasi
permasalahan tersebut, sebetulnya ada satu kunci yang jika diterapkan akan melancarkan
proses penerimaan negara dari sektor perpajakan yaitu meningkatkan Tax Compliance atau
kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak menjadi salah satu tolak ukur kinerja wajib
pajak karena saat ini Indonesia menganut sistem pemungutan Self Assessment System
dimana wajib pajak itu sendiri yang akan melakukan perhitungan, pelaporan dan
pembayaran besaran pajak terutang nya. Kepatuhan wajib pajak dapat meningkat apabila
3
wajib pajak tersebut memahami dengan betul kewajibannya sebagai wajib pajak karena hal
tersebut dapat mendorong peningkatan penerimaan negara melalui terciptanya kelancaran
pembayaran pajak. Dalam kenyataannya di Indonesia, masih banyak wajb pajak yang tidak
patuh dengan aturan perpajakan. Ketidak patuhan wajib pajak tersebut umumnya karena
ketidaktahuan wajib pajak mengenai kewajibannya sebagai wajib pajak dan rumitnya
proses administrasi perpajakan di Indonesia sehingga wajib pajak merasa enggan
membayarkan pajaknya.
Maka dari itu pemerintah Indonesia dalam hal ini Direktorat Jenderal Perpajakan
(DJP) terus berupaya melakukan pengembangan dalam sistem administrasi perpajakan di
Indonesia dengan harapan hal tersebut dapat membantu salah satu tujuan DJP untuk
meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pengembangan sistem administrasi perpajakan di
Indonesia dilakukan dengan memanfaatkan teknologi yang berkembang pesat di era
digitalisasi ini dengan tujuan mempermudah proses administrasi perpajakan oleh wajib
pajak serta otoritas pajak. Upaya tersebut termasuk ke dalam salah satu langkah reformasi
administrasi perpajakan yang diambil oleh DJP di era digitalisasi ini yang ditandai dengan
beberapa ciri antara lain mengubah sistem administrasi kea rah Sistem Administrasi
Perpajakan Terpadu (SAPT), melakukan pembenahan pada sisi pelayanan terhadap wajib
pajak dengan membentuk Account Representative dan Complain Center, menerapkan
struktur organisasinya berdasarkan fungsi, serta mengaplikasikan perpaduan pelayanan
administrasi perpajakan dengan teknologi dalam basis e-system. Melalui reformasi
administrasi perpajakan ini diharapkan dapat membantu pemerintah dan mempermudah
wajib pajak melaksanakan kewajibannya untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari
sektor perpajakan.
B. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk membantu pembaca memahami
konsep reformasi administrasi perpajakan di Indonesia melalui pemanfaatan teknologi di
era digitalisasi sesuai dengan program pelayanan perpajakan berbasis e-system yang telah
dibuat oleh Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP).
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perpajakan di Indonesia
i. Definisi Perpajakan
S.I Djajadiningrat dalam (Perpajakan, 2020, hlm. 2) mendefinisikan pajak
sebagai suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh rakyat yang menjadi wajib pajak
dengan menyerahkan sebagian kekayaannya kepada kas negara akibat adanya suatu
keadaan ataupun kejadian yang menyebabkan timbulnya pengenaan pajak namun
bentuknya bukan berupa hukuman dan sifatnya memaksa serta timbal balik atas
pembayaran pajak tersebut tidak dirasakan secara langsung oleh wajib pajak. Iuran
pajak yang dibayarkan oleh anggota masyarakat kepada negara diperuntukkan
untuk mendanai beragam pengeluaran pemerintah dalam kepentingan
pembangunan nasional utamanya dari segi pembangunan fasilitas ataupun
infrastruktur demi memenuhi kemakmuran rakyat Indonesia.
a. Asas Equality
Asas equality menjelaskan bahwa pemungutan yang dilakukan oleh
negara harus menyesuaikan kemampuan wajib pajak nya masing-
masing sehingga menghindari sifat diskriminatif terhadap wajib pajak
di dalam proses pemungutannya. Hal ini dapat dilihat dalam penerapan
pemungutan pajak penghasilan orang pribadi PPh 21 dimana terdapat
pemberlakuan tarif progresif agar pajak yang dipungut sesuai dengan
penghasilan wajib pajak nya itu sendiri.
5
b. Asas Certainty
Asas certainty menjelaskan bahwa seluruh pemungutan pajak oleh
negara harus jelas dan pasti berdasarkan aturan yang sudah ditetapkan
dalam Undang-Undang perpajakan sehingga jika terdapat wajib pajak
yang melanggar bisa dikenai sanksi perpajakan yang berlaku.
c. Asas Convenience of Payment
Asas convenience of payment menjelaskan bahwa pemungutan pajak
oleh negara harus dilakukan pada saat yang paling sesuai dengan wajib
pajak.
d. Asas Efficiency
Asas efficiency menjelaskan bahwa penerapan pajak harus diatur
seoptimal mungkin demi menghindari keadaan dimana biaya
pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak nya, hal ini
terjadi karena pajak sendiri menganut prinsip cost and benefit dalam
penerapannya.
Sebagaimana yang diketahui, pajak merupakan salah satu alat yang sangat
berpengaruh bagi perekonomian negara. Maka dari itu, penerapan pajak dalam
kenyataannya tidak lepas dari dua fungsi yang menjadi pedoman pemberlakuan
perpajakan di Indonesia, antara lain:
a. Fungsi Budgetair
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pajak merupakan salah satu
penyumbang terbesar dalam penerimaan negara Indonesia maka dari itu
pajak pun digunakan sebagai fungsi budgetair dalam perekonomian
agar penerimaan negara untuk APBN dapat tercapai dengan optimal.
b. Fungsi Regulerend
Pajak berfungsi sebagai alat pengatur kebijakan perekonomian negara
baik dari segi sosial ataupun ekonomi. Beberapa contohnya ialah
6
pengenaan pajak yang tinggi bagi minuman keras agar dapat menekan
tingkat konsumsi masyarakat terhadap minuman keras yang secara tidak
langsung hal ini mengatur pergerakan sosial masyarakat di negara
Indonesia. Adapun contoh lainnya ialah pengenaan tarif pajak nol
persen bagi penjualan ekspor oleh para eksportir dengan tujuan
mendorong masyarakat Indonesia untuk meningkatkan aktivitas ekspor
produk dalam negeri sehingga dapat meningkatkan devisa negara
Indonesia yang secara tidak langsung mengatur pergerakan
perekonomian negara Indonesia.
7
• Pajak objektif
Pajak objektif didefinisikan sebagai pajak yang dimana dasar
pengenaan pajak nya ialah objek pajak itu sendiri tanpa melihat
kondisi dari wajib pajak nya.
8
b. Self Assessment System
Self assessment system merupakan sistem pemungutan pajak yang
seluruh wewenang administrasi perpajakannya diserahkan kepada wajib
pajak yang kemudian dilaporkan kepada negara.
c. Official Assessment System
Official assessment system merupakan sistem pemungutan pajak yang
seluruh wewenang administrasi perpajakannya diserahkan kepada
ppihak ketiga di luar pemerintah dan wajib pajak nya.
9
Reformasi perpajakan sendiri didefinisikan sebagai perubahan secara
menyeluruh pada sistem perpajakan termasuk di dalamnya pembenahan pada
sistem administrasi perpajakan, regulasi perpajakan serta upaya meningkatkan
basis data perpajakan oleh DJP. DJP dalam hal ini mengemukakan bahwa terdapat
lima alasan yang mendorong perlunya reformasi perpajakan antara lain:
Selain itu terdapat pula lima tahapan reformasi perpajakan di Indonesia antara lain:
10
b. Reformasi Perpajakan Kedua di tahun 1994
Reformasi perpajakan kedua dilakukan dengan penyempurnaan
sistem perpajakan di Indonesia dengan dikeluarkannya beberapa
Undang-Undang perpajakan yang mengatur lebih lanjut atas perubahan
KUP, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak atas Bumi dan Bangunan.
c. Reformasi Perpajakan Ketiga di tahun 1997
Reformasi perpajakan yang ketiga ini dilakukan dengan tujuan yang
sama pada reformasi sebelumnya yaitu untuk menyempurnakan sistem
perpajakan di Indonesia dengan dikeluarkannya beberapa Undang-
Undang perpajakan yang mengatur tentang perpajakan terkait.
d. Reformasi Perpajakan Keempat di tahun 2000
e. Reformasi Perpajakan kelima di tahun 2002 – 2009
11
a. Administrasi perpajakan digunakan sebagai fungsi perekonomian yang
terbagi ke dalam fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi
penggerakan dan pengendalian ketentuan perpajakan.
b. Administrasi perpajakan digunakan sebagai suatu sistem yang mengatur
fungsi dan tugas antara wajib pajak dan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang mengatur serta sarana prasana yang telah disediakan.
c. Administrasi perpajakan sebagai digunakan sebagai suatu lembaga
administrasi perpajakan yang mengatur pelaksanaan atas proses
perpajakan di kantor pusat, wilayah serta mengelola peningkatan
kualitas dan kuantitas SDM yang sesuai agar dapat memberikan
pelayanan yang terbaik bagi anggota masyarakat terkait perpajakan.
12
d. Administrasi perpajakan mampu mengatasi permasalahan mengenai
wajib pajak yang melakukan penunggakan pajak (denliquent tax
payers). Apabila administrasi perpajakan mampu mengatasi
permasalahan tersebut maka akan mendorong kenaikan pada tax ratio
yang memiliki dampak pada peningkatan penerimaan negara dari sektor
pajak.
13
Dalam penerapannya, reformasi administrasi perpajakan ini dilakukan
dengan pendekatan pada peningkatan kepatuhan serta tingkat kepercayaan
masyarakat atau wajib pajak terhadap seluruh proses administrasi perpajakan.
Berdasarkan penelitian Nasucha dalam Andika Satriyo (2009:19) menjelaskan
bahwa reformasi administrasi perpajakan mengarah kepada beberapa hal berikut,
antara lain:
14
sudah diterapkan sebelumnya dengan mengubah pola pikir beserta perilaku pihak
terkait agar DJP dapat memiliki citra institusi yang baik dan profesional di
masyarakat dan bertujuan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi yang tinggi
terkait pelayanan perpajakan. Dengan terciptanya pengoptimalan efektivitas dan
efisiensi pelayanan perpajakan diharapkan dapat mendorong kepatuhan wajib pajak
sehingga dapat menurunkan tinggi nya tingkat tax gap serta menaikan tax ratio
yang berdampak pada peningkatan penerimaan negara.
15
pajak tanpa harus datang langsung ke kantor pajak terdekat serta mempermudah
otoritas pajak dalam memproses pendaftaran wajib pajak.
ii. E-SPT
e-SPT merupakan suatu sistem aplikasi untuk membuat formulir surat
pemberitahuan (SPT) elektronik menggantikan formulir sebelumnya yang diisi
dengan cara menginput data secara manual ke dalam formulir SPT. E-SPT
memudahkan proses pelaksanaan kewajiban oleh wajib pajak karena wajib
pajak tidak perlu membawa lembaran formulir SPT beserta dokumen lainnya
secara fisik ke KPP terdekat. Hal ini dinilai dapat meningkatkan tingkat
efisiensi baik dari sisi wajib pajak ataupun otoritas pajak. Bagi otoritas pajak
sendiri, e-SPT ini menguntungkan karena data perpajakan yang dimilki oleh
setiap wajib pajak dapat terorganisir dengan baik di dalam database wajib pajak.
iii. E-FIN
e-FIN didefinisikan sebagai pemberian nomor identitas wajib pajak oleh DJP
secara daring atas transaksi transaksi elektronik dengan DJP seperti pelaporan
SPT melalui e-filing ataupun pembuatan kode billing. E-FIN dinilai dapat
mempermudah wajib pajak karena wajib pajak dapat mengakses sistem pajak
dimanapun dan kapanpun selama didukung oleh adanya internet di wilayahnya
masing-masing selain itu kerahasiaan data wajib pajak dan pihak DJP juga
dapat lebih terjamin keamanannya.
iv. E-Filing
e-filing didefinisikan sebagai cara yang dilakukan wajib pajak untuk
menyampaikan SPT nya masing-masing secara daring dengan mengakses
melalui laman web DJP atau penyedia layanan SPT elektronik lainnya selain
DJP. Penerapan e-filing ini dinilai dapat memudahkan proses penyampaian SPT
oleh wajib pajak karena penyampaian ini dilakukan secara realtime. Untuk
melakukan e-filing, wajib pajak perlu memiliki e-FIN terlebih dahulu.
v. E-Billing
e-billing didefinisikan sebagai suatu aplikasi yang memudahkan proses
pembayaran pajak terutang oleh wajib pajak secara online dengan membuat
kode identifikasi terlebih dahulu melalui sistem billing berdasarkan
16
pengelompokkan jenis pembayaran pajak nya masing-masing. E-billing dibuat
dengan tujuan untuk menciptakan cara pembayara pajak yang lebih efektif,
efisien serta fleksibel.
vi. E-Faktur
e-faktur merupakan suatu aplikasi yang disediakan oleh DJP dan di dalamnya
memuat informasi terkait bukti pungutan pajak atas transaksi penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP). Tujuan dari dibuatnya
program e-faktur ini adalah untuk meringankan beban administrasi wajib pajak
dan otoritas pajak serta meminimalisir dan mencegah penyalahgunaan faktur
pajak fiktif oleh oknum tertentu dan memberikan kemudahan dalam proses
pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
vii. E-Form
e-form merupakan suatu formulir (SPT) yang dapat diunduh oleh wajib pajak
di laman web DJP yang kemudian harus diunggah kembali melalui e-filing saat
melakukan pelaporan pajak.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih terus semangat melakukan
berbagai upaya agar kesejahteraan masyarakat nya dapat meningkat baik dari segi
perekonomian, fasilitas, jaminan keselamatan dan banyak lainnya. penerimaan yang
bersumber dari perpajakan menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam APBN sehingga
pemerintah pun gencar melakukan berbagai upaya agar penerimaan dari sektor pajak dapat
tercapai sesuai target yang sudah direncanakan di awal tahun sehingga pemerintah pun
melakukan berbagai macam upaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor
perpajakannya. Penerimaan negara dari sektor perpajakan dapat dikatakan berhasil jika tax
ratio pada suatu negara tinggi dan tax gap nya rendah. Namun pada kenyataannya tax ratio
di Indonesia masih rendah dan tax gap nya masih tinggi. Peningkatan kepatuhan wajib
pajak sangat diperlukan hadirnya untuk mengatasi permasalahan tersebut yang dapat
diwujudkan apabila wajib pajak tersebut memahami dengan betul kewajibannya sebagai
wajib pajak karena hal tersebut dapat mendorong peningkatan penerimaan negara melalui
terciptanya kelancaran pembayaran pajak.
Banyak alasan yang melatarbelakangi ketidakpatuhan wajib pajak salah satu nya
ialah rumitnya proses administrasi perpajakan yang harus dilalui oleh wajib pajak. Maka
dari itu pemerintah Indonesia dalam hal ini Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) terus
melakukan pengembangan dalam sistem administrasi perpajakan di Indonesia dengan
harapan hal tersebut dapat membantu salah satu tujuan DJP untuk meningkatkan kepatuhan
wajib pajak. Pengembangan sistem administrasi perpajakan di Indonesia dilakukan dengan
memanfaatkan teknologi yang berkembang pesat di era digitalisasi ini dengan tujuan
menciptakan kemudahan proses administrasi perpajakan bagi wajib pajak serta otoritas
pajak.Pengembangan sistem administrasi perpajakan di Indonesia dilakukan dengan
memanfaatkan teknologi yang berkembang pesat di era digitalisasi ini sebagai salah satu
18
alat yang dapat mempermudah proses administrasi perpajakan oleh wajib pajak serta
otoritas pajak.
Pada intinya, konsep dari reformasi administrasi perpajakan ini ialah melakukan
pembenahan terhadap penerapan sistem administrasi perpajakan yang sudah diterapkan
sebelumnya dengan mengubah pola pikir beserta perilaku pihak terkait agar DJP dapat
memiliki citra institusi yang baik dan profesional di masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai efektivitas dan efisiensi yang tinggi terkait pelayanan perpajakan. Dengan
terciptanya pengoptimalan efektivitas dan efisiensi pelayanan perpajakan diharapkan dapat
mendorong kepatuhan wajib pajak sehingga dapat menurunkan tinggi nya tingkat tax gap
serta meningkatkan tax ratio yang berdampak pada peningkatan penerimaan negara.
Reformasi administrasi di era digitalisasi yang diterapkan oleh Indonesia dalam hal ini DJP
melakukan penggabungan unsur teknologi di dalam nya dengan menciptakan pelayanan
berbasis e-system demi memudahkan proses administrasi yang harus dilakukan oleh wajib
pajak ataupun pengawasan oleh otoritas pajak secara efektif dan efisien. Dalam
mewujudkan reformasi administrasi perpajakan di era digitalisasi ini, DJP meluncurkan
beberapa program pelayanan berbasis e-system antara lain e-Registration, e-SPT, e-FIN, e-
Filing, e-Billing, e-Faktur, e-Form. Beberapa program tersebut terbukti meningkatkan Tax
Compliance pada masyarakat ataupun wajib pajak karena mudahnya proses administrasi
19
perpajakan serta terjaminnya data wajib pajak di dalam database DJP yang meningkatkan
pula tingkat kepercayaan wajib pajak kepada otoritas pajak.
20
DAFTAR PUSTAKA
Desyanti, A. (2020). Pengaruh Pengetahuan Perpajakan dan Penerapan E-System Perpajakan Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Gresik Utara. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi , 1-25.
Halim, A. I. (2020). Perpajakan Konsep, Aplikasi, Contoh dan Studi Kasus. Jakarta : Salemba Empat .
Lingga, I. S. (2009). Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak . Jurnal Akuntansi , 119-138.
Madayanto, E. H. (2015). Analisis Pengaruh Reformasi Administrasi Perpajakan Melalui Payment Online
System Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Manado . Jurnal Berkala Ilmiah
Efisiensi , 220-229.
Martini. Stephanus Yoseph P., T. P. (2019). Dampak Penerapan E-System Perpajakan Terhadap Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kantor Wilayah Jakarta
Selatan . Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis (JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT , 755-766.
Mayasari, R. d. (2020). Kajian Kritis Terhadap Strategi Reformasi Perpajakan Dalam Menyambut Era
Digital . E-Jurnal Akuntansi , 414-427.
Putra, I. S. (2020). Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan, Sosialisasi dan Sanksi
Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak . Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi , 1-21.
Putri, A. A. (2019). Kepatuhan Wajib Pajak: Studi Aspek E-Billing, E-Filling dan E-Faktur . Jurnal Ekonomi
& Bisnis Dharma Andalas , 1-13.
Putri, N. P. (2019). Pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan Modern, Akuntabilitas dan Sanksi
Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak . Jurnal Benefita , 386-398.
Rahman, A. (2009). Mengenal Sistem Administrasi Perpajakan Modern di Era Reformasi Perpajakan .
Jurnal Wacana Kinerja , 127-147.
Rufaedah, Y. d. (2015). Pengaruh Reformasi Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Badan Pada KPP Pratama Se-Bandung Raya. Jurnal Penelitian & Gagasan Sains dan Matematika
Terapan (SIGMA-Mu), 7-21.
21
Satriyo, A. (2009). Pengaruh Reformasi Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Setiabudi Satu. Jurnal Simposium Nasional
Perpajakan, 1-67.
22