Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRAKTIK KERJA AKUNTANSI

ASPEK PERPAJAKAN UMKM KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL


PAJAK JAWA TENGAH II

Diajukan untuk Melengkapi tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh Kelulusan Kuliah
Praktik Kerja Akuntansi Program S1 Akuntansi
Universitas Setia Budi

Disusun Oleh:
Bella Anggraini
NIM: 15170203M

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2020
PERSETUJUAN PEMBIMBING

LAPORAN PRAKTIK KERJA AKUNTANSI DI KANTOR WILAYAH DIREKTORAT


JENDERAL PAJAK JAWA TENGAH II

Laporan Praktik Kerja Akuntansi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan sebagai

persyaratan kelulusan mata kuliah Praktik Kerja Akuntansi.

Nama : Bella Anggraini

NIM : 15170203M

Jurusan / Prodi : Ekonomi / Akuntansi

Waktu : 7 September 2020 – 10 Oktober 2020

Adapun studi kasus yang di analisis dalam laporan ini, antara lain :

1. Aspek perpajakan UMKM


2. Kesadaran Pajak
3. Insentive pajak
4. Pajak atas transaksi digital

Mengetahui, Pembimbing
Ketua Program Studi S1 Akuntansi

Faiz Rahman Siddiq, SE., M.Ak. Dr. Titiek Puji Astuti, SE., M.Si., Ak., CA
NIS: 01201807161234 NIS: 01201112162152
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja akuntansi dengan judul

“Kesadaran Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II”

sebagai syarat untuk menyelesaikan magang Fakultas Ekonomi Universitas Setia Budi

Surakarta. Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapat bimbingan,

dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga laporan ini akhirnya dapat

diselesaikan. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati yang paling dalam, penulis

mengucapkan terima kasih yang begitu besar kepada dosen pembimbing.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini masih banyak kekurangan

baik isi maupun susunannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang

bersifat membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan penyusunan dan

penulisan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Surakarta,September 2020

Bella Anggraini
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dandigunakan untuk keperluan negara bagi

sebesarnya kemakmuran rakyat. Dasar pemungutan pajak diatur dalam Undang-undang

1945 Amandemen pasal 23A “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk

keperluan negara diatur dengan Undang-undang.” (Direktorat Jendral Pajak, 2016).

Indonesia merupakan salah satu negara, yang mana pendapatan utamanya bersumber dari

pajak. Salah satu jenis pajak yang dikenakan adalah pajak penghasilan final atas UMKM.

Pajak penghasilan final yang dikenakan pada UMKM bertujuan untuk memberikan

kesederhanaan, sehingga mereka para pelaku usaha tidak merasakan kesulitan dalam

menghitung dan melaporkan kewajiban perpajakannya.Lebih dari itu pemerintah

memiliki maksud khusus, yaitu untuk meningkatkan kontribusi penerimaan negara yang

berasal dari sektor pajak. Hal ini selaras dengan jumlah UMKM yang ada di Indonesia

sebesar 98,8% dari total unit usaha; tenaga kerja UMKM sebesar 96,99% dari total

tanaga kerja; dan produk domestik bruto sebesar 60,3% dari PDB

(https://www.depkop.go.id).
Posisi UMKM memiliki peran vital dalam perekonomian Indonesia, di satu sisi

sebagai penggerak ekonomi dan pengentasan pengangguran, namun di sisi lain juga

sebagai sumber penerimaan negara yang potensial. Kenyataannya adalah, dengan adanya

pajak penghasilan final (tarif awal 1% dan sekarang menjadi 0,5%) tersebut justru

merugikan para pemilik UMKM. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Prihantari & Supadmi

(2015), yang menyatakan bahwa “PPh final 1% tidak menguntungkan dan pajak

penghasilan yang dikenakan dari omzet dianggap merugikan, karena omzet dan

profitabilitas usaha berbeda-beda sehingga cenderung tidak menguntungkan bagi UMKM

yang memiliki penghasilan kena pajak kurang dari 8% dan memiliki kerugian fiskal yang

masih dapat dikompensasi”.

Kondisi pandemi COVID-19 yang mulai menyebar sejak awal 2020, seiring

perjalanan waktu menimbulkan dampak besar pada kondisi kesehatan dan sosial ekonomi

masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia. Krisis kesehatan yang pada akhirnya

berdampak pada krisis ekonomi.Berbagai permasalahan yang dihadapi Kantor Pelayanan

Pajak saat ini yaitu aspek perpajakan UMKM, kesadaran pajak, insentif pajak dan pajak

atas transaksi. Untuk itu, diperlukan pola yang sistematis untuk mengubah perilaku

masyarakat agar sadar dan taat membayar pajak.

1.2 Tujuan Laporan Praktik Kerja Akuntansi

Adapun tujuan diadakannya praktik kerja ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis tentang kesadaran pajak

2. Untuk menganalisis tentang insentive pajak

3. Untuk menganalisis tentang aspek perpajakan UMKM


4. Untuk menganalisis tentang pajak ata transaksi digital

1.3 Manfaat Laporan Praktik Kerja Akuntansi

1.3.1 Manfaat bagi Mahasiswa

a. Memberikan pengalaman dan menambah wawasan ilmu pengetahuan mahasiswa disuatu

Instansi.

b. Mengembangkan profesionalitas kerja, keterampilan dan kreatifitas mahasiswa Akuntansi

dalam dunia kerja.

c. Mengajarkan mahasiswa mengenai tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.

1.3.2 Manfaat bagi Universitas

Menjalin relasi kerjasama antara Universitas Setia Budi dengan Kantor Wilayah Direktor

Jenderal Pajak Jawa Tengah II untuk membentuk lulusan Sarjana Ekonomi yang

berkompeten, profesional dan bertanggungjawab.

1.3.3 Manfaat bagi Kantor Wilayah Direktor Jenderal Pajak Jawa Tengah II

a. Kantor Kantor Wilayah Direktor Jenderal Pajak Jawa Tengah II dapat menilai potensi-

potensi mahasiswa yang sedang melakukan Praktek Kerja Akuntansi sebagai langkah

dalam pencarian Sumber Daya Manusia yang berpotensi.

b. Sebagai wadah penyerapan calon karyawan atau tenaga kerja.

1.4 Kontribusi Laporan Praktik Kerja Akuntansi

Laporan Praktik Kerja Akuntansi ini diharapkan dapat menjadi reverensi dalam

pembuatan laporan Praktik Kerja Akuntansi dan evaluasi pembelajaran di program studi

S1 Akuntansi Universitas Setia Budi Surakarta.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pajak

Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dandigunakan untuk keperluan negara bagi

sebesarnya kemakmuran rakyat. Dasar pemungutan pajak diatur dalam Undang-undang

1945 Amandemen pasal 23A “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk

keperluan negara diatur dengan Undang-undang.” (Direktorat Jendral Pajak, 2017).

2.2 Fungsi Pajak

1. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)

Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara dengan cara

mengumpulkan dana atau uang dari wajib pajak ke kas negara untuk membiayai

pembangunan nasional atau pengeluaran negara lainnya.

2. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)

Pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam

lapangan sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain:

a. Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.

b. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan ekspor, seperti pajak

ekspor barang.
c. Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi dari dalam

negeri, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

d. Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang membantu perekonomian agar

semakin produktif.

3. Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi)

Pajak dapat digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan antara

pembagian pendapatan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat

4. Fungsi Stabilisasi

Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian,

seperti untuk mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan pajak yang tinggi, sehingga

jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Sedangkan untuk mengatasi kelesuan

ekonomi atau deflasi, pemerintah menurunkan pajak, sehingga jumlah uang yang beredar

dapat ditambah dan deflasi dapat di atasi

2.3 Jenis Pajak Berdasarkan Sifat

1. Pajak Tidak Langsung (Indirect Tax)

Pajak tidak langsung merupakan pajak yang hanya diberikan kepada wajib pajak

bila melakukan peristiwa atau perbuatan tertentu. Sehingga pajak tidak langsung tidak

dapat dipungut secara berkala, tetapi hanya dapat dipungut bila terjadi peristiwa atau

perbuatan tertentu yang menyebabkan kewajiban membayar pajak. Contohnya: pajak

penjualan atas barang mewah (PPnBM), di mana pajak ini hanya diberikan bila wajib

pajak menjual barang mewah.

2. Pajak Langsung (Direct Tax)


Pajak langsung merupakan pajak yang diberikan secara berkala kepada wajib

pajak berlandaskan surat ketetapan pajak yang dibuat kantor pajak. Di dalam surat

ketetapan pajak terdapat jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak.

2.4 Aspek Perpajakan UKMK

1. Kategori Usaha Mikro/Industri Rumah Tangga

Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha

perorangan. Kriteria usaha mikro ini adalah:

a. Memiliki karyawan kurang dari empat orang

b. Aset (kekayaan bersih) hingga Rp 50 juta

c. Omzet penjualan tahunan hingga 300 juta

2. Kategori Usaha Kecil

kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh

orang perorangan atau badan usaha, yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan

cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun

tidak langsung dari usaha menengah, atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha

kecil. Kriteria usaha kecil ini adalah:

a. Memiliki karyawan kurang dari 5-19 orang

b. Aset (kekayaan bersih) dari Rp 50 juta hingga Rp 500 juta

c. Omzet penjualan tahunan dari 300 juta hingga Rp 2,5 miliar

3. Kategori Usaha Menengah

Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh orang perseorangan

atau badan usaha, yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan
usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan

tahunan. Kriteria usaha menengah ini adalah:

a. Memiliki karyawan antara 20 sampai 99 orang

b. Aset (kekayaan bersih) antara Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar

c. Omzet penjualan tahunan antara Rp 2,5 miliar hingga Rp 50 miliar

4. Kategori Usaha Besar

Usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan

bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah yang meliputi usaha

nasional milik negara atau swasta, usaha patungan dan usaha asing yang melakukan

kegiatan ekonomi di Indonesia. Kriteria usaha besar ini adalah:

a. Memiliki karyawan lebih dari 100 orang

b. Aset (kekayaan bersih) lebih dari Rp 10 miliar

c. Omzet penjualan tahunan lebih dari Rp 50 miliar

2.5 Tarif Pajak UMKM

PPh Final untuk pajak UMKM dikenakan pada wajib pajak pribadi dan badan

yang memiliki omzet usaha kurang dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak. Adapun

pokok-pokok perubahan PP No 46/2013 menjadi PP No 23/2018 adalah sebagai berikut:

Penurunan tarif PPh Final 1% menjadi 0,5% dari omzet, yang wajib dibayarkan setiap

bulannya. Wajib Pajak dapat memilih untuk mengikuti tarif dengan skema final 0,5%,

atau menggunakan skema normal yang mengacu pada pasal 17 Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Mengatur jangka waktu pengenaan tarif PPh

Final 0,5% sebagai berikut:

1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu selama 7 tahun.


2. Bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer, atau

Firma selama 4 tahun.

3. Bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas selama 3 tahun.

.2.6. Insentif Pajak UMKM

Pelaku UMKM mendapat fasilitas pajak penghasilan final tarif 0,5% (PP

23/2018) yang ditanggung pemerintah hingga 31 Desember 2020. Dengan demikian

wajib pajak UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak dan pemotong atau pemungut

pajak tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan

pembayaran kepada pelaku UMKM dengan syarat: Membuat realisasi PPh Final DTP

setiap masa pajak paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

2.7 Strategi Untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak

Menurut Andreas (2017) ada beberapa langkah strategi pemerintah untuk

meningkatkan penerimaan pajak. Diantaranya yaitu melaksanakan reformasi pajak secara

konsisten dan berkelanjutan dalam bentuk kemudahan pelaporan, pembayaran, dan

kemudahan akses informasi perpajakan. Beberapa inovasi dalam bentuk pelayanan telah

diterapkan. Salah satu inovasi tersebut yaitu aplikasi E-filling untuk mempermudah

pelaporan. Langkah lain yaitu meningkatkan ekstensifikasi, intensifikasi, dan penegakan

hukum perpajakan. Bentuk penerapan langkah ini yang sedang digagas dan direncanakan

yaitu pemberlakuan pajak pelaku usaha dalam E-commerce.


BAB III

GAMBARAN UMUM INSTANSI DAN KEGIATAN PRAKTIK

3.1 Gambaran Umum Instansi

Direktorat Jenderal Pajak adalah sebuah Direktorat Jenderal di bawah

Kementerian Keuangan Indonesia yang mempunyai tugas merumuskan serta

melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perpajakan. Dalam

melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan fungsi sebagai

berikut:

a. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang perpajakan;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan;

c. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang perpajakan;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan;

e. Pelaksanaan administarasi Direktorat Jenderal.

Organisasi Direktorat Jenderal Pajak pada mulanya merupakan perpaduan dari

beberapa unit organisasi yaitu; Jawatan Pajak yang bertugas melaksanakan pemungutan

pajak berdasarkan perundang-undangan dan melakukan tugas pemeriksaan kas

Bendaharawan Pemerintah; Jawatan Lelang yang bertugas melakukan pelelangan

terhadap barang-barang sitaan guna pelunasan piutang pajak Negara. Jawatan Akuntan

Pajak yang bertugas membatu Jawatan Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan pajak

terhadap pembukuan Wajib Pajak Badan; dan Jawatan Pajak Hasil Bumi (Direktorat

Iuran Pembangunan Daerah pada Ditjen Moneter) yang bertugas melakukan pungutan
pajak hasil bumi dan pajak atas tanah yang pada tahun 1963 di ubah menjadi Direktorat

Pajak Hasil Bumi dan kemudian pada tahun 1965 berubah lagi menjadi Direktorat Iuran

Pembangunan Daerah (IPEDA). Dengan keputusan Presiden RI No. 12 tahun 1976

tanggal 27 Maret 1976, Direktorat Ipeda diserahkan dari Direktorat Jenderal Moneter

kepada Direktorat Jenderal Pajak. Pada tanggal 27 Desember 1985 melalui Undang-

Undang RI No. 12 tahun 1985 Direktorat IPEDA berganti nama menjadi Direktorat Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB). Demikian juga unit kantor di daerah yang semula bernama

Inspeksi Ipeda diganti menjadi Inspeksi Pajak Bumi dan Bangunan, dan Kantor Dinas

Luar Ipeda diganti menjadi Kantor Dinas Luar PBB. Untuk mengkoordinasikan

pelaksanaan tugas di daerah, dibentuk beberapa kantor Inspektorat Daerah Pajak (ItDa)

yaitu di Jakarta dan beberapa daerah seperti di Sumatera, Jawa, dan Indonesia Timur.

Inspektorat Daerah ini kemudian menjadi Kanwil Ditjen Pajak (Kantor Wilayah) seperti

yang ada sekarang ini.

1. 1924 – Djawatan Padjak dibawah Departemen Van Financien berdasar Staatsblad

2. 1942 – Djawatan Padjak dibawah Zaimubu (Djawatan Padjak, Bea Cukai dan

Padjak Hasil Bumi)

3. 1945 – berdasarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD Urusan Bea ditangani

Departemen Keuangan Bahagian Padjak

4. 1950 – Djawatan Padjak dibawah Direktur Iuran Negara

5. 1958 – Djawatan Padjak dibawah vertikal langsung Departemen Keuangan

6. 1964 – Djawatan Padjak berubah menjadi Direktorat Pajak dibawah pimpinan

Urusan Pendapatan Negara

7. 1965 – Direktorat IPEDA dibawah Ditjen Moneter


8. 1966 – Direktorat Padjak diubah menjadi Direktorat Jenderal Pajak

9. 1976 – Direktorat IPEDA dialihkan ke Direktorat Jenderal Pajak

10. 1983 – Tax Reform I berlakunya Self Assesment

11. 1985 – IPEDA berganti nama menjadi Direktorat PBB

12. 2000 – Tax Reform II

13. 2002 – Modernisasi Birokrasi

3.2 Sejarah Singkat DJP

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan institusi penting di negara ini

dimana saat ini dipercaya mengumpulkan sekitar 80% dari dana APBN, ternyara

mempunyai sejarah panjang sejak sebelum proklamasi kemerdekaan RI.

1. Pra Proklamasi Kemerdekaan R1

Pada zaman penjajahan Belanda, tugas pemerintahan dalam moneter dilaksanakan

oleh Departemen Van Financien dengan dasar hukumnya yaitu Staatsblad 1924

Number 576, Artikel 3. Pada masa penguasaan Jepang, Departemen Van

Financien di ubah namanya menjadi Zaimubu. Djawatan-Djawatan yang

mengurus penghasailan negara seperti Djawatan Bea Cukai, Djawatan Padjak,

serta Djawatan Padjak Hasil Bumi. Ketiganya digabungkan dan berada di bawah

seorang pimpinan dengan nama Syusekatjo.

2. Periode 1945 – 1959

Maklumat Menteri Keuangan Nomor 1 Tanggal 5 Oktober 1945 yang menyatakan

bahwa seluruh Undang-Undang atau peraturan tentang perbendaharaan Keuangan

Negara, pajak, lelang, bea dan cukai, pengadaan candu dan garam tetap
menggunakan Undang-Undang atau peraturan yang ada sebelumnya sampai

dengan dikeluarkannya peraturan peraturan yang baru dari pemerintahan

Indonesia. Sedangkan Penetapan Pemerintah tanggal 7 November 1945 No. 2/SD.

memutuskan bahwa urusan bea ditangani Departemen Keuangan Bahagian Padjak

mulai tanggal 1 Nopember 1945 sesuai dengan Putusan Menteri Keuangan

tanggal 31 Oktober 1945 No. B.01/01. Akhir tahun 1951 Kementerian Keuangan

Indonesia mengadakan perubahan di mana Djawatan Padjak, Djawatan Bea dan

Cukai dan Djawatan Padjak Bumi di bawah koordinasi Direktur Iuran Negara.

3. Periode 1960 – 1994

Tahun 1964 Djawatan Padjak di ubah menjadi Direktorat Pajak yang berada di

bawah pimpinan Pembantu Menteri Urusan Pendapatan Negara. Kemudian pada

tahun 1966 berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet No. 75/U/KEP/11/1966

tentang Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Departemen-Departemen,

Direktorat Jenderal Padjak diubah menjadi Direktorat Jenderal Padjak yang

membawahi Sekretariat Direktorat Djenderal, Direktorat Padjak Langsung,

Direktorat Padjak Tidak Langsung, Direktorat Perentjanaan dan Pengusutan, dan

Direktorat Pembinaan Wilayah

3.3 Profil Organisasi

3.3.1 Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak

Visi:

Menjadi Institusi Penghimpun Penerimaan Negara yang terbaik demi Menjamin

Kedaulatan dan Kemandirian Negara.


Misi:

1. Menjamin penyelenggaran negara yang berdaulat dan mandiri

2. Mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi

dan penegakan hukum yang adil

3. Pelayanan berbasis teknologi modern untuk kemudahan pemenuhan kewajiban

perpajakan

4. Aparatur pajak yang berintegritas, kompeten dan professional dan

5. Kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja.

3.3.2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pajak

Secara ringkas, struktur organisasi Ditjen Pajak dapat dibedakan atas kantor pusat

dan kantor operasional. Kantor pusat menjalankan fungsi perumusan kebijakan dan

standardisasi teknis, analisis dan pengembangan, serta pembinaan dan dukungan

administrasi. Adapun kantor operasional menjalankan fungsi teknis operasionan dan/atau

teknis penunjang.
Gambar 1
Strukur Organisasi Direktorat Jenderal Pajak

Kantor Pusat Ditjen Pajak terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, 14 unit direktorat,

dan 4 jabatan tenaga pengkaji. Kantor operasional di lingkungan Ditjen Pajak terdiri atas

Kantor Wilayah Ditjen Pajak (Kanwil Ditjen Pajak); Kantor Pelayanan Pajak (KPP);

Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP); serta Unit Pelaksana

Teknis (UPT).  UPT terdiri dari Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan

(PPDDP), Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (KPDDP), dan Kantor

Layanan Informasi dan Pengaduan (KLIP). Jumlah kantor operasional dapat dirinci

sebagai berikut:34 Kantor Wilayah, 4 KPP Wajib Pajak Besar, 29 KPP Madya, 319 KPP

Pratama, 204 KP2KP, dan 4 UPT 


3.4 Aktivitas Magang

Aktivitas magang di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II

dilaksanakan secara daring (online) dengan membahas issue/kasus yang terjadi di kantor

pelayanan pajak yang terkait dengan aspek perpajakan UMKM, kesadaran pajak, insentif

pajak dan pajak atas transaksi digital. Estimasi waktu pelaksanaan 1 Bulan setara 4

Minggu, 1 Kasus untuk 1 Minggu. Mahasiswa diminta untuk memberikan solusi untuk

setiap kasus yang terjadi di kantor pelayanan pajak kemudian didiskusikan dengan dosen

pembimbing masing-masing setiap minggu. Setelah mendiskusikan 4 kasus tersebut

diakhir aktivitas magang mahasiswa membuat laporan PKA yang sudah di nilai dosen

pembimbing, dan membuat laporan 4 kasus menjadi 1 laporan PKA sesuai dengan

format Pedoman penulisan laporan PKA.


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Masalah

Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini memberikan dampak terhadap berbagai

sektor. Pada tataran ekonomi global, pandemi COVID-19 memberikan dampak yang

sangat signifikan pada perekonomian domestik negara-bangsa dan keberadaan UMKM.

Laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)

menyebutkan bahwa pandemi ini berimplikasi terhadap ancaman krisis ekonomi besar

yang ditandai dengan terhentinya aktivitas produksi di banyak negara, jatuhnya tingkat

konsumsi masyarakat, hilangnya kepercayaan konsumen, jatuhnya bursa saham yang

pada akhirnya mengarah kepada ketidakpastian.Jika hal ini berlanjut, OECD

memprediksi akan terjadi penurunan tingkat output antara seperlima hingga seperempat

di banyak negara, dengan pengeluaran konsumen berpotensi turun sekitar sepertiga.

Dalam situasi pandemi ini, menurut KemenkopUKM ada sekitar 37.000 UMKM

yang memberikan laporan bahwa mereka terdampak sangat serius dengan adanya

pandemi ini ditandai dengan: sekitar 56 persen melaporkan terjadi penurunan penjualan,

22 persen melaporkan permasalahan pada aspek pembiayaan, 15 persen melaporkan pada

masalah distribusi barang, dan 4 persen melaporkan kesulitan mendapatkan bahan baku

mentah.Masalah-masalah diatas juga semakin meluas jika dikaitkan dengan adanya

kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di beberapa

wilayah di Indonesia. Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 9/2020 tentang
Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19, PSBB meliputi

pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi

COVID-19 termasuk pembatasan terhadap pergerakan orang dan/atau barang untuk satu

provinsi atau kabupaten/kota tertentu untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Pembatasan tersebut paling sedikit dilakukan melalui peliburan sekolah dan tempat kerja,

pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas

umum. Ditakutkan dengan adanya PSBB, aktivitas ekonomi terutama produksi,

distribusi, dan penjualan akan mengalami gangguan yang pada akhirnya berkontribusi

semakin dalam pada kinerja UMKM dan perekonomian nasional seperti hasil kajian

Kementerian Keuangan diatas. Tidak salah jika muncul kekhawatiran apalagi jika melihat

besarnya jumlah UMKM di Indonesia dan jumlah tenaga kerja yang terserap dalam

UMK. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UMKM terhadap Produk

Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 61,41 persen pada tahun 2018. Tentu

kontribusi ini menunjukkan peran UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional

Indonesia. Berbagai permasalahan yang dihadapi Kantor Pelayanan Pajak saat ini yaitu

aspek perpajakan UMKM, kesadaran pajak, insentif pajak dan pajak atas transaksi. Untuk

itu, diperlukan pola yang sistematis untuk mengubah perilaku masyarakat agar sadar dan

taat membayar pajak

4.2 Uraian Dan Analisis Masalah

4.2.1 Aspek Perpajakan UMKM

UMKM merupakan usaha produktif yang dimiliki perorangan maupun badan usaha yang

telah memenuhi kriteria sebagai usaha mikro. Seperti diatur dalam peraturan perundang-
undangan No. 20 tahun 2008, sesuai pengertian UMKM tersebut maka kriteria UMKM

dibedakan secara masing-masing meliputi usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah.

1. Uraian Masalah

Dalam situasi pandemi ini, menurut KemenkopUKM ada sekitar 37.000

UMKM yang memberikan laporan bahwa mereka terdampak sangat serius dengan

adanya pandemi ini ditandai dengan: sekitar 56 persen melaporkan terjadi

penurunan penjualan, 22 persen melaporkan permasalahan pada aspek

pembiayaan, 15 persen melaporkan pada masalah distribusi barang, dan 4 persen

melaporkan kesulitan mendapatkan bahan baku mentah.6 Masalah-masalah diatas

juga semakin meluas jika dikaitkan dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial

Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia.

Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 9/2020 tentang Pedoman PSBB

dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19, PSBB meliputi pembatasan

kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi COVID-

19 termasuk pembatasan terhadap pergerakan orang dan/atau barang untuk satu

provinsi atau kabupaten/kota tertentu untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Pembatasan tersebut paling sedikit dilakukan melalui peliburan sekolah dan

tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di

tempat atau fasilitas umum. Ditakutkan dengan adanya PSBB, aktivitas ekonomi

terutama produksi, distribusi, dan penjualan akan mengalami gangguan yang pada

akhirnya berkontribusi semakin dalam pada kinerja UMKM dan perekonomian

nasional seperti hasil kajian Kementerian Keuangan diatas. Tidak salah jika

muncul kekhawatiran apalagi jika melihat besarnya jumlah UMKM di Indonesia


dan jumlah tenaga kerja yang terserap dalam UMK. Menurut data Badan Pusat

Statistik (BPS), kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

Indonesia mencapai 61,41 persen pada tahun 2018. Tentu kontribusi ini

menunjukkan peran UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional

Indonesia Tugas besar ada di pundak Pemerintah Indonesia terkait dengan

pandemi COVID-19 saat ini: pertama, menjaga keselamatan dan kesehatan

masyarakat Indonesia sebagai fokus utama dan kedua, menjaga laju pertumbuhan

ekonomi. Prediksi pertumbuhan ekonomi global perlu dijadikan input bagi

pemerintah dalam merancang kebijakan-kebijakan ekonomi terutama solusi bagi

UMKM. Sejumlah lembaga internasional telah merilis prediksi mereka akan

pertumbuhan ekonomi global di 2020 seperti JP Morgan yang menyebutkan

pertumbuhan ekonomi global akan minus 1,1 persen dan International Monetary

Fund (IMF) yang bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan minus

3 persen. Sementara untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, IMF meramalkan

Indonesia masih akan mengalami pertumbuhan ekonomi positif sebesar 0,5 persen

dari target awal 5 persen di 2020 sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani

memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di kisaran 0,3-2.8 persen di

tahun 2020. Angka-angka tersebut, baik jumlah UMKM dan kontribusinya serta

prediksi pertumbuhan ekonomi global dan Indonesia, perlu mendapatkan

perhatian serius dan dijadikan bahan evaluasi pemerintah untuk merancang

kebijakan dan strategi yang tepat bagi eksistensi UMKM di Indonesia.


2. Solusi Masalah

Situasi pandemi COVID-19 memberikan tantangan sekaligus peluang bagi

pemerintah untuk menjaga eksistensi UMKM. Tantangan diartikan, perlu adanya

solusi jangka pendek untuk membantu UMKM dan pekerja yang tergabung

didalamnya. Peluang diartikan, solusi jangka pendek perlu dilanjutkan dengan

solusi jangka panjang apalagi jika dikaitkan dengan era industri 4.0 yang

mensyaratkan ketersediaan teknologi digital untuk mendukung aktivitas ekonomi.

Ada beberapa solusi jangka pendek untuk tetap menjaga eksistensi UMKM.

Menurut OECD, beberapa solusi perlu dipertimbangkan untuk dilakukan yakni:

1. Protokol kesehatan ketat dalam menjalankan aktivitas ekonomi oleh UMKM

Protokol kesehatan yang ketat dapat diterapkan ketika pemerintah

memberikan izin bagi UMKM untuk menjalankan aktivitasnya. Kewajiban

penggunaan masker, sarung tangan, dan jarak aman antar pekerja dapat dijadikan

persyaratan bagi UMKM untuk terus menjalankan aktivitasnya. Tentu perlu ada

kerjasama dari pelaku UMKM dan pengawasan yang ketat dari instansi yang

berwenang agar protokol kesehatan ini dapat berjalan dengan baik. Dalam

konteks ini, pemerintah dapat melibatkan aparatur sipil pada kantor desa

bekerjasama dengan bintara pembina desa (Babinsa/TNI) dan bhayangkara

pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (Babinkamtibmas/polisi) dalam

pengawasan implementasi protokol kesehatan bagi UMKM yang diizinkan

menjalankan aktivitasnya.
2. Penundaan pembayaran hutang atau kredit untuk menjaga likuiditas keuangan

UMKM.

Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk memberikan kelonggaran

pembayaran cicilan hutang atau kredit bagi UMKM atau bahkan menunda proses

pembayaran tersebut sampai enam bulan kedepan dengan mempertimbangkan

likuiditas keuangan UMKM. Termasuk juga menyederhanakan proses

administrasi mendapatkan pinjaman di tengah situasi darurat ini. Hal ini dapat

dilakukan agar supaya para pelaku UMKM termasuk para pekerja tetap dapat

menjaga tingkat konsumsi dan daya belinya sekaligus mendukung berjalannya

roda perekonomian nasional.

3. Bantuan keuangan bagi UMKM

Bantuan keuangan kepada para pelaku UMKM. Pemerintah Indonesia

telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp. 70,1 triliun untuk insentif

perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat dari total anggaran Rp. 405,1 triliun

mengatasi pandemi Covid-19 melalui APBN 2020.12 Pendistribusian anggaran

tersebut harus transparan, jelas, dan tepat sasaran agar eksistensi UMKM dan

aktivitas perekonomian riil tetap terjaga. Selain anggaran yang telah ditetapkan,

pemerintah juga dapat mendorong sektor perbankan baik bank milik pemerintah

ataupun bank swasta untuk dapat memberikan pinjaman lunak kepada para pelaku

UMKM tentu dengan mekanisme ketat siapa saja yang berhak mendapatkan

pinjaman dengan suku bunga lunak ini. Jangan sampai pinjaman ini

disalahgunakan dan akhirnya malah merugikan kinerja bank pemberi pinjaman.

Terkait bantuan kepada UMKM, dua lembaga pemerintah yang berurusan


langsung dengan UMKM yakni Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil

Menengah (KemenkopUKM) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah

merancang beberapa strategi untuk membantu UMKM. KemenkopUKM telah

memberikan setidaknya tiga stimulus bagi UMKM di masa pandemi ini guna

menjaga keberlangsungan aktivitas UMKM, yakni: kelonggaran pembayaran

pinjaman, keringanan pajak UMKM enam bulan, dan transfer tunai untuk bisnis

skala mikro.13 Sementara Kementerian Perindustrian merencanakan untuk:

memberikan pinjaman dengan bunga rendah (lebih rendah dari tingkat suku bunga

untuk usaha mikro) kepada usaha kecil dan menengah (UKM), menghubungkan

para pelaku UKM dengan toko-toko teknologi daring untuk membantu pemasaran

dan penjualan produk-produk UKM seperti Tokopedia, Shopee, dan Blibli,

melakukan kerjasama dengan industri lokal penyedia bahan baku mentah untuk

keperluan produksi UKM, dan melakukan kerjasama dengan Kementerian Luar

Negeri dan Atase Industri di luar negeri untuk terus melakukan proses negosiasi

perdagangan untuk melanjutkan aktivitas ekspor produk-produk yang dihasilkan

oleh UKM Indonesia.

4. Kebijakan structural

Kebijakan struktural untuk kepentingan jangka panjang. Kebijakan ini

tidak saja digunakan untuk menghadapi pandemi COVID-19 tapi juga era Industri

4.0 kedepannya. Kebijakan ini meliputi kebijakan-kebijakan jangka pendek bagi

UMKM yakni pengenalan teknologi digital dan pelatihan bagi para pelaku dan

pekerja UMKM serta kebijakan panjang bagi UMKM untuk beradaptasi dengan

penggunaan teknologi untuk proses produksi, penggunaan media teknologi digital


untuk mempromosikan produk UMKM, dan menemukan pasar potensial bagi

produk yang dihasilkan. Dalam jangka pendek, perlu adanya pendampingan bagi

para pelaku UMKM untuk dapat memanfaatkan media e-commerce (belanja

daring) untuk menjual produk-produk mereka. Data dari Badan Pusat Statistik

menunjukkan bahwa pada tahun 2018 baru 3,79 juta UMKM (atau sekitar 8

persen) yang memanfaatkan platform online untuk memasarkan produknya.15

Tentu situasi seperti ini dapat menjadi salah satu jalan keluar untuk meningkatkan

jumlah UMKM yang memanfaatkan platform online tadi. Kemudian, kebijakan

jangka pendek tadi dilanjutkan dengan kebijakan jangka panjang. Pemerintah

dapat memulainya dengan membuat peta jalan pengembangan UMKM dalam

menghadapi era Industri 4.0 mulai dari pelatihan ulang (re-training) para pekerja

UMKM guna beradaptasi dengan penggunaan teknologi produksi baru dan

teknologi digital, pembangunan infrastruktur telekomunikasi dan program internet

masuk desa, pelibatan dunia akademisi dan usaha besar dalam pendampingan

pengenalan dan penggunaan teknologi produksi dan media digital, serta

menghidupkan kembali program kemitraan usaha besar dan UMKM. Kebijakan

struktural ini dilakukan untuk mendukung penguatan UMKM sekaligus

mendukung pengembangan UMKM di era Industri 4.0.

Cara lain yang dapat dilakukan untuk membantu UMKM bertahan dalam

situasi pandemi ini adalah dengan memanfaatkan dana Tanggung Jawab Sosial

dan Lingkungan (TJSL) yang dimiliki oleh perusahaan swasta dan badan usaha-

badan usaha milik negara (BUMN). Pemerintah perlu mengeluarkan instruksi dan

pedoman untuk seluruh BUMN agar mengalihkan dana TJSL yang ada untuk
membantu secara langsung UMKM-UMKM yang terdampak pandemi COVID-

19. BUMN pun dapat melibatkan UMKM dalam proses produksi produk-produk

yang bisa diisi oleh para pekerja UMKM. Misalnya, BUMN yang bergerak dalam

produksi farmasi dan alat perlindungan diri (APD) seperti masker dan pakaian

medis dapat melibatkan para pekerja UMKM yang bergerak dalam bidang usaha

produksi pakaian untuk memproduksi dalam skala besar kebutuhan APD. Melihat

potensi pasar mengenai kebutuhan APD baik untuk kebutuhan domestik maupun

internasional, peluang ini dapat dimanfaatkan sekaligus memberi rasa aman

ancaman pemutusan hubungan kerja atau penutupan produksi yang dialami

UMKM dalam jangka pendek. Untuk perusahaan swasta, dana TJSL juga bisa

dialihkan untuk membantu UMKM yang berada di sekitar perusahaan tersebut

berada. Bentuk bantuan bisa dalam bentuk bantuan langsung seperti pemberian

paket sembako atau pembelian produk-produk UMKM untuk kemudian

disalurkan ke tempat lain. Tindakan seperti ini setidaknya dalam jangka pendek

mampu memberikan rasa aman para pelaku UMKM.

4.2.2 Kesadaran Pajak

Kesadaran merupakan suatu keadaan mengerti atau mengetahui. Dalam hal ini

kesadaran wajib pajak adalah suatu keadaan dimana wajib pajak mengerti atau

mengetahui hak dan kewajiban perpajakannya. Kesadaran wajib pajak atas besarnya

peranan yang diemban sektor perpajakan sebagai sumber pembiayaan negara sangat

diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kesadaran pajak masyarakat

Indonesia msih rendah dalam kurun waktu 2012 sampai 2017.


1. Uraian Masalah

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sedang melakukan perkembangan

pembangunan maupun perbaikan di berbagai bidang, Indonesia membutuhkan

sumber pendanaan dalam pelaksanaannya. Secara umum, sumber pendapatan

suatu negara (Public Revenues) merupakan meliputi kekayaan alam, laba

perusahaan negara (BUMN), royalti, retribusi, kontribusi, bea, cukai, dan yang

terakhir pajak. Salah satu sumber pendapatan negara yaitu pajak, karena menjadi

sumber utama dari pendapatan negara untuk membiayai seluruh pengeluaran

negara. Banyaknya bentuk-bentuk usaha yang ada di Indonesia, baik dari usaha

kecil, usaha menengah, maupun usaha besar merupakan salah satu bukti nyata

perkembangan pembangunan dalam bidang ekonomi. Perekonomian Indonesia

telah didominasi oleh kegiatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Penerimaan pajak yang mencapai 81,54 persen dari target, penerimaan pajak

secara keseluruhan per 31 Desember 2016 mencapai Rp 1.105 triliun, atau sebesar

81,54 persen dari target penerimaan pajak APBN. Perubahan 2016 yang sebesar

Rp 1.355 triliun, target pendapatan negara dalam APBN tahun 2016 ditetapkan

sebesar Rp 1.822,5 triliun atau Rp 25,6 triliun lebih rendah dari yang diusulkan

dalam RAPBN Tahun Anggaran 2016. Target Pendapatan Negara tersebut

bersumber dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp 1.546,7 triliun dan Penerimaan

Negara Bukan Pajak sebesar Rp 273,8 triliun (rasio penerimaan negara terhadap

PDB atau tax ratio dalam tahun 2016 sebesar 13,11 persen). Sehingga dapat

dilihat pada realisasi penerimaan negara dari sektor pajak dominan APBN dari

tahun 2007 sampai dengan RAPBN tahun 2016. Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen
Pajak) sebagai lembaga yang resmi di sektor pajak, yang kerja dan fungsinya

dibawah naungan Departemen Keuangan yang mempunyai tugas untuk

menampung dan mengemban penerimaan pajak dari seluruh rakyat atau seluruh

warga negara (Setyabudi, 2017). Rasio kepatuhan para UMKM dalam

melaksanakan kewajiban perpajakannya supaya meningkat, maka diperlukan

kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pajak, baik dari segi pemungutan

maupun manfaat, maka perlu diadakan edukasi mengenai pentingnya pajak serta

dilakukan sosialisasi secara terus-menerus, baik melalui media cetak maupun

media elektronik. Pentingnya pembayaran pajak untuk membiayai pengeluaran

pemerintah dan pembangunan nasional maka wajib pajak tidak dirugikan karena

dapat mendorong mewujudkan pertanggung jawabnya sebagai wajib pajak yang

patuh. Kesadaran wajib pajak sangat sulit diwujudkan, sampai sekarang kesadaran

masyarakat masih belum mencapai tingkat sebagaimana yang diharapkan.

2. Solusi Masalah

Dari analisis kasus diatas dapat mengurangi tingkat kepercayaan

masyarakat (wajib pajak khususnya) terhadap fiskus pajak. Hal ini menyebabkan

menurunnya kesadaran wajib pajak dan memotivasi mereka untuk melakukan

perlawanan pajak seperti tax avoidance maupun tax evasion. Maka wajib pajak

dikatakan mempunyai kesadaran apabila:

1. Mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan mengetahui fungsi

pajak untuk pembiayaan negara


2. Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku

3. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan sukarela

4. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.

Pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan merupakan

proses dimana wajib pajak memahami tentang perpajakan kemudian menerapkan

pengetahuan tersebut untuk membayar pajak. Banyak masyarakat hanya

mengetahui peraturan perpajakan tetapi tidk sepenuhnya memahami maksud yang

terkandung di dalamnya, sehingga masyarakat cenderung mengabaikan peraturan

dan tidak takut terhadap sanksi yang akan diterima. Sedangkan, banyak pula

masyarakat yang mengetahui dan memahami peraturan perpajakan tetapi mereka

tetap melakukan penghindaran pajak. Pengetahuan pajak merupakan pengetahuan

mengenai konsep ketentuan umum dibidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku

mulai dari subjek pajak, objek pajak, tarif, perhitungan pelaporan pajak.

Pengetahuan pajak adalah informasi pajak yang dapat digunakan oleh Wajib

Pajak sebagai dasar untuk bertindak, mengambi keputusan, dan untuk menempuh

arah atau strategi tertentu yang berkenaan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban

di bidang perpajakan.

Dengan meningkatkan pengetahuan perpajakan masyarakat melalui

pendidikan formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap

pemahaman dan kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak dengan

penyuluhan secara intensif akan meningkatkan pemahaman Wajib Pajak tentang

kewajiban membayar pajak untuk kepentingan pembiayaan pemerintah dan


pembangunan nasional. Administrasi perpajakan di Indonesia masih perlu

diperbaiki, diharapkan Wajb Pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya. Wajib Pajak akan patuh karena mereka akan berfikir adanya snksi

berat akibat dari mengindari pajak dan juga sosialisasi Undang-Undang

Perpajakan beserta sanksinya kepada pelanggar ketentuan pajak akan

meningkatkan kesadaran masyarakat terhdapat pengetahuan dan pemahaman

peraturan perpajakan, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan terhadap

membayar pajak.

Menurut Rahayu 2017 kualitas pengetahuan pajak yang baik akan sangat

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pemahaman wajib pajak,

maka semakin mudah pula bagi mereka untuk memahami peraturan perpajakan

dan semakin mudah pula untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal ini

dikarenakan tingkat kepatuhan pajak secara tidak langsung mempengaruhi

ketersediaan pendapatan untuk belanja. Menurut Prakoso (2016) Masalah

kepatuhan wajib pajak menjadi salah satu hal yang sangat penting di seluruh

dunia karena pada umumnya wajib pajak cenderung untuk menghindari diri dari

pembayaran pajak. Hal ini bisa terjadi karena tingkat kesadaran masyarakat

terhadap kegunaan pajak masih tergolong rendah. Beberapa hal yang perlu

menjadi perhatian Direktorat Jenderal Pajak dalam membangun kesadaran dan

kepedulian sukarela Wajib Pajak antara lain :

1. Melakukan sosialisasi
Sebagaimana dinyatakan Dirjen Pajak bahwa kesadaran membayar pajak

datangnya dari diri sendiri, maka menanamkan pengertian dan pemahaman

tentang pajak bisa diawali dari lingkungan keluarga sendiri yang terdekat,

melebar kepada tetangga, lalu dalam forum-forum tertentu dan ormas-ormas

tertentu melalui sosialisasi. Dengan tingginya intensitas informasi yang diterima

oleh masyarakat, maka dapat secara perlahan merubah mindset masyarakat

tentang pajak ke arah yang positif. Beragam bentuk sosialisasi bisa

dikelompokkan berdasarkan: metode penyampaian, segmentasi maupun

medianya.

2. Memberikan kemudahan dalam segala hal pemenuhan kewajiban perpajakan dan

meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib pajak.

Jika pelayanan tidak beres atau kurang memuaskan maka akan

menimbulkan keengganan Wajib Pajak melangkah ke kantor Pelayanan Pajak.

DJP harus terus menerus meningkatkan efisiensi administrasi dengan menerapkan

sistem dan administrasi yang handal dan pemanfaatan teknologi yang tepat guna.

Pelayanan berbasis komputerisasi merupakan salah satu upaya dalam penggunaan

Teknologi Informasi yang tepat untuk memudahkan pelayanan terhadap Wajib

Pajak.

3. Meningkatkan citra Good Governance

Meningkatnya citra Good Governance dapat menimbulkan adanya rasa

saling percaya antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak, sehingga kegiatan

pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan, bukan suatu

kewajiban. Dengan demikian tercipta pola hubungan antara negara dan


masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban yang dilandasi dengan rasa

saling percaya.

4. Memberikan pengetahuan melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan

perpajakan.

Melalui pendidikan diharapkan dapat mendorong individu kearah yang

positif dan mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang selanjutnya akan

dapat memberikan pengaruh positif sebagai pendorong untuk melaksanakan

kewajiban membayar pajak.

5. Law Enforcement.

Dengan penegakan hukum yang benar tanpa pandang bulu akan

memberikan deterent efect yang efektif sehingga meningkatkan kesadaran dan

kepedulian sukarela Wajib Pajak. Walaupun DJP berwenang melakukan

pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,

namun pemeriksaan harus dapat dipertanggung jawabkan dan bersih dari

intervensi apapun sehingga tidak mengaburkan makna penegakan hukum serta

dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat wajib pajak.

6. Membangun trust atau kepercayaan masyarakat terhadap pajak.

Masyarakat berpendapat hanya sedikit sekali yang akan kembali kepada

wajib pajak atau disumbangkan dalam pembangunan bangsa. DJP harus

senantiasa berusaha membangun kepercayaan para wajib pajak kemudian

seharusnya menjamin dan menjawab kepercayaan tersebut dengan melakukan

pembenahan internal. Sehingga terwujudkan kondisi dimana masyarakat benar-


benar merasa percaya bahwa pajak yang mereka bayarkan tidak akan dikorupsi

dan akan disalurkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

7. Merealisasikan program Sensus Perpajakan Nasional yang dapat menjaring

potensi pajak yang belum tergali.

Dengan program sensus ini diharapkan seluruh masyarakat mengetahui

dan memahami masalah perpajakan serta sekaligus dapat membangkitkan

kesadaran dan kepedulian, sukarela menjadi Wajib Pajak dan membayar Pajak.

4.4.3 Insentif Pajak

Insetif pajak merupakan suatu bentuk fasilitas perpajakan yang diberikan oleh

pemerintah kepada wajib pajak tertentu berupa penurunan tarif pajak yang bertujuan

untuk memperkecil besarnya beban pajak yang harus dibayarkan.

1. Uraian Masalah

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo

mengungkapkan, bahwa 10 Juli 2020 sebanyak 201.880 pelaku usaha mikro,

kecil dan menengah (UMKM) telah memanfaatkan insentif pajak penghasilan

(PPh) Final PP 23 UMKM. Jumlah tersebut masih jauh dari total wajib pajak

(WP) UMKM yang melaporkan PPh pada tahun 2019 sebanayak 2,3 juta WP.

Sampai saat ini yang masuk mendaftar untuk mendapatkan manfaat PPh UMKM

sekitar 200 ribuan WP. Akan tetapi tahun kemarin WP yang membayar pajak

sebanyak 2,3 juta. Selama masa pandemic Covid-19, pemerintah melalui

Kementerian Keungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keungan (PMK)

44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk wajib pajak yang terdampak


pandemic Covid-19. Dalam peraturan tersebut pemerintah akan menanggung PPh

Final PP 23 UMKM hingga September 2020.

2. Solusi Masalah

Kurangnya pemahaman WP terhadap insetif pajak yang mempengaruhi

kurangnya WP yang menggunakan insetif pajak yang diberikan pemerintah Untuk

meningkatkan UMKM dari ancaman pandemi Covid-19 maka perlu memperluas

jangkauan sosialisasi terhadap pelaku UMKM bahwa pentingnya pajak dan

insentif pajak yang diberikan pemerintah selama pandemi. Dengan adanya

sosialisasi tersebut maka akan memberikan keterampilan dan memudahkan WP

untuk dapat memanfaatkan insetif pajak tersebut.

4.4.4 Pajak atas transaksi digital

Dalam era digitalisasi ini, budaya masyarakat mulai bergeser ke arah digitalisasi.

Segala aktivitas masyarakat khususnya pada bidang perekonomian telah melibatkan

media digital ini. Sebagai contoh masyarakat saat ini lebih nyaman berbelanja melalui

online dibandingkan harus ke pasar atau pusat perbelanjaan. Hal ini tentunya mendorong

tumbuhnya aplikasi pedagangan online dan pedagang atau UMKM yang berdagang

melalui aplikasi online. Fenomena inilah yang dikenal dengan pasar E-commerce.

Adanya digital revolution ini mendorong tumbuhnya UMKM. Hal ini merupakan potensi

pajak yang besar. Akan tetapi jumlah keberadaan usaha tersebut baik diidentifikasi

jumlah maupun kontribusi pajaknya belum dapat diestimasi.

1. Uraian Masalah
Gresik merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang

masyarakatnya telah melakukan jual beli secara online. Pelaku bisnis online di

Gresik berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Umumnya mereka adalah

pebisnis muda yang melirik kesempatan bisnis melalui media online. Selain itu

perdagangan UMKM di Gresik juga mulai merambah dan mengenalkan usahanya

melalui media online, Pemerintah kabupaten Gresik juga gencar mengembangkan

produk UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) melalui media online

dengan cara membekali para pelaku usaha kecil di desa yang tergabung dalam

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) agar piawai melakukan bisnis e-commerce

(penjualan online) dan packaging (pengemasan). Meskipun pebisnis online di

Gresik sudah mulai banyak namun mayoritas pebisnis online tersebut belum

mengenal dan belum mengetahui bahwa terdapat kewajiban membayar pajak atas

transaksi jual beli online. Selain itu, mayoritas pengusaha bisnis online (e-

commerce) belum mendaftarkan usaha mereka secara resmi sehingga mereka

tidak memiliki NPWP dan bukti ijin usaha. Padahal, Direktorat Jenderal Pajak

telah menegaskan pemungutan pajak atas transaksi e-commerce dengan

menerbitkan Surat Edaran yakni SE-62/PJ/2013 dan SE-06/PJ/2015.

Penelitian ini dilakukan dengan mengerjakan tahapan-tahapan yang telah

disebutkan pada bagian sebelumnya. Penelitian menggunakan pendekatan

kualitatif fenomenologi yang bertujuan untuk memperoleh pemahaman dan

menggambarkan realitas komplek. Fokus penelitian ini adalah analisa penerapan

Pajak Penghasilan atas transaksi e-commerce di Kabupaten Gresik. Informan

yang dipilih dalam penelitian berjumlah 4 (empat) orang yang terdiri dari ; 2 (dua)
orang pelaku e-commerce sekaligus pemilik toko online. 1 (satu) orang praktisi

sekaligus bekerja sebagai kasie ekstensifikasi dan penyuluhan di Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) Gresik utara dan 1 (satu) orang akademis perpajakan e-

commerce.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pelaku e-commerce yang bernama

bapak Mohamat Solihin diperoleh informasi bahwa beliau tidak mengetahui

adanya peraturan tentang pajak e-comerce, namun sebagai masyarakat yang sadar

akan kewajiban pajak, beliau tetap membayarkan Pajak Penghasilan pribadi

seperti penyataannya dalam wawancara “Kami tidak mengetahui adanya

peraturan tentang pajak e-comerce, namun kami membayar pajak penghasilan atas

nama pribadi bukan atas nama toko”. Menurut peneliti ketidaktahuan tersebut

mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan ilmu perpajakan terlebih pendidikan

pelaku e-commerce hanya sebatas Sekolah Menengah Atas sehingga wajar jika

memiliki keterbatasan pengetahuan tentang perpajakan.

2. Solusi Masalah

Menurut Djuaniardi (2016) beberapa solusi yang dapat dilakukan dalam

membendung maraknya kegiatan e-commerce adalah:

1. Memperketat izin perdagangan serta izin pembukaan situs dalam rangka

berdagang di Indonesia, memonitor data pengiriman, serta memonitor transaksi

dan pengguna kartu kredit, perlunya adanya kewajiban bagi pelaku untuk

memastikan data transaksi di situs tetap ada sampai jangka waktu tertentu dan

perlu adanya ketentuan yang mengatur kewajiban pembayaran melalui satu

payment gateway nasional.


2. Membentuk badan pengawas yang bertugas untuk mengawasi lalu lintas

komunikasi melalui internet agar tidak menimbulkan terjadinya kejahatan di

dunia maya (cybercrime). Melakukan penerapan cyberlaw meskipun butuh waktu

lama, karena dari pihak otoritas setidaknya harus membentuk wadah baru serta

melatih orang - orangnya melalui pelatihan sehinnga bentuk promosi apapun yang

dilakukan di internet tentunya harus dikenai pajak.

3. Mencari data Wajib Pajak yang melakukan usaha secara e-commerce sebenarnya

bisa lebih mudah dan valid jika dibandingkan dengan melakukan sensus pajak

yang harus mendatangi ruko atau toko satu per satu. Hal yang dilakukan oleh

Direktorat Jenderal Pajak dapat mengecek secara langsung website atau situs e-

commerce sehingga dapat mengetahui siapa pelaku e-commerce tersebut,

ditambah lagi biasanya tercantum nomor rekening pihak penjual yang dapat

mempermudah untuk mengetahui siapa yang menerima penghasilan tersebut.

Oleh karena itu, dalam sistem self assessment ini keberadaan basis data

perpajakan yang lengkap dan akurat sangat penting bagi Direktorat Jenderal Pajak

(DJP). Data ini akan digunakan untuk membuktikan bahwa penghitungan,

penyetoran dan pelaporan pajak yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak sudah

benar. Apabila diketahui masih salah, maka data tersebut akan digunakan sebagai

dasar tindakan koreksi.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Situasi pandemi COVID-19 memberikan tantangan sekaligus peluang bagi

pemerintah untuk menjaga eksistensi UMKM. Tantangan diartikan, perlu adanya solusi

jangka pendek untuk membantu UMKM dan pekerja yang tergabung didalamnya.

Peluang diartikan, solusi jangka pendek perlu dilanjutkan dengan solusi jangka panjang

apalagi jika dikaitkan dengan era industri 4.0 yang mensyaratkan ketersediaan teknologi

digital untuk mendukung aktivitas ekonomi.. Segala aktivitas masyarakat khususnya pada

bidang perekonomian telah melibatkan media digital ini. Sebagai contoh masyarakat saat

ini lebih nyaman berbelanja melalui online dibandingkan harus ke pasar atau pusat

perbelanjaan. Hal ini tentunya mendorong tumbuhnya aplikasi pedagangan online dan

pedagang atau UMKM yang berdagang melalui aplikasi online. Dalam hal ini perlunya

kesadaran wajib pajak dalam suatu keadaan dimana wajib pajak mengerti atau

mengetahui hak dan kewajiban perpajakannya. Kesadaran wajib pajak atas besarnya

peranan yang diemban sektor perpajakan sebagai sumber pembiayaan negara sangat

diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak.


5.2 Saran

Dari permasalahan yang dihadapi Kantor Pelayanan Pajak saat ini yaitu aspek

perpajakan UMKM, kesadaran pajak, insentif pajak dan pajak atas transaksi. Banyak

masyarakat hanya mengetahui peraturan perpajakan tetapi tidk sepenuhnya memahami

maksud yang terkandung di dalamnya, sehingga masyarakat cenderung mengabaikan

peraturan dan tidak takut terhadap sanksi yang akan diterima. Sedangkan, banyak pula

masyarakat yang mengetahui dan memahami peraturan perpajakan tetapi mereka tetap

melakukan penghindaran pajak. Maka pengetahuan dan pemahaman dalam perpajakan

merupakan kunci utama dalam proses dimana wajib pajak memahami tentang perpajakan

kemudian menerapkan pengetahuan tersebut untuk membayar pajak Pengetahuan pajak

merupakan pengetahuan mengenai konsep ketentuan umum dibidang perpajakan, jenis

pajak yang berlaku mulai dari subjek pajak, objek pajak, tarif, perhitungan pelaporan

pajak. Pengetahuan pajak adalah informasi pajak yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak

sebagai dasar untuk bertindak, mengambi keputusan, dan untuk menempuh arah atau

strategi tertentu yang berkenaan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban di bidang

perpajakan. Maka pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan merupakan

proses dimana wajib pajak memahami tentang perpajakan kemudian menerapkan

pengetahuan tersebut untuk membayar pajak.


DAFTAR PUSTAKA

Andreas, D. (2017, Juli 18). tirto.id. Diambil kembali dari delapan strategi kemenkeu
tingkatkan penerimaan pajak: https://tirto.id/delapan-strategi-menkeutingkatkan-
penerimaan-pajak-csXZ
Djuniardi, Iwan. 2016. Aspek Perpajakan Transaksi E-Commerce. Makalah disampaikan
pada Paparan Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan. 2017. “45 Pelaku UKM Gresik Ikuti
Start BDS Pajak”. http://www.pajak.go.id/news/45-pelaku-ukm-gresik-ikuti-start-
bds-pajak. Diakses pada 6 September 2017.
Melalui www.pajak.go.id, diakses tanggal 9 September 2020
https://www.cermati.com/artikel/pengertian-pajak-fungsi-dan-jenis-jenisnya
https://www.pajak.go.id/id/struktur-organisasi
https://www.depkop.go.id,di akses pada tanggal 15 september 2020
Prihantari, G. A. P. E. D., & Supadmi, N. L. (2015). Dampak Implementasi PP Nomor 46
Tahun 2013 Ditinjau dari Perilaku Kepatuhan Pajak. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana
OECD. “SME Policy Responses.” Diakses 23 April 2020. https://read.oecd-
ilibrary.org/view/?ref=119_119680-di6h3qgi4x&title=Covid-
19_SME_Policy_Responses.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. “Perkembangan Data Usaha Mikro,
Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2017-2018.” Diakses 23
April 2020.
https://www.online-pajak.com/tentang-pajakpay/pajak-ukm-umkm-apa-saja-pajak-yang-
harus-dibayarkan
Rahman, Riska. “37,000 SMEs hit by COVID-19 crisis as government prepares aid.” The
Jakarta Post. 16 April 2020.
https://www.thejakartapost.com/news/2020/04/16/37000-smes-hit-by-covid-19-
crisis-as-government-prepares-aid.html.
Setyabudi, M. (2017). Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Pengetahuan Perpajakan, Sanksi
Pajak dan PPh Final (Implementasi PP Nomor 46 Tahun 2013) Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rahayu, Siti, 2017. Perpajakan Indonesia: Konsep & Aspek Formal Yogyakarta.
Prakoso, Aryo. 2016. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia . Repository Unej.ac.id
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-insentif-pajak-dan-contohnya/

Anda mungkin juga menyukai