Anda di halaman 1dari 21

JURNAL METODE PENELITIAN KUANTITATIF

ANALISIS PERENCANAAN PAJAK UNTUK PAJAK


PENGHASILAN PASAL 21
CV. METROPACK INDONESIA

BAB 1

Oleh :
Siti Ardiyanti
21AP1
21618015

SEKOLAH TINGGI EKONOMI


DHARMA AGUNG
Pendahuluan
Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam dan penghuninya Banyak Ada
perkembangan di Indonesia memberikan arti yang sangat penting kesejahteraan bagi
masyarakat. Untuk menciptakan kekayaan Dalam masyarakat, pemerintah harus memiliki
sumber daya pendanaan yang cukup. Satu Keuangan pembangunan di Indonesia berasal dari
daerah pajak. Taksi transfer kekayaan dari orang-orang Simpanan untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplus digunakan untuk tabungan public yang merupakan sumber
utama Pembiayaan investasi publik (Soemitro 2007, 11). Penerimaan pajak sudah cukup
Semakin besar pemerintah, semakin baik memberikan perhatian khusus dan mampu
mengelola lebih terkontrol Pembangunan dapat berjalan lancar. Tergantung jenis pajak yang
harus dibayar Masyarakat terdiri dari pajak pusat dan pajak Daerah.

Pajak penghasilan pasal 21 adalah salah satu pajak langsung pemerintah pusat atau pajak
negara yang berasal dari pendapatan masyarakat. Bagian 21 pajak penghasilan berlaku untuk
pendapatan yang baik yang diperoleh individu dan unit penghasil pendapatan di Indonesia
seperti upah, gaji, iuran, tunjangan dan pembayaran terkait lainnya dengan pekerjaan, jasa
atau aktivitas pembayar pajak nasional. Basis Pasal 21 UU Pengurangan adalah berdasarkan
ketentuan undang-undang Edisi 36 Tahun 2008 tentang perubahan pada hukum ke-7 tahun ini
1983 tentang pajak penghasilan dan peraturannya Dirjen Pajak No. PER- 32/PD/2015. hukum
keuangan Sistem pengaturan pendapatan pajak penghasilan yang memungut sendiri penilaian,
di mana wajib pajak menerima kepercayaan dan tanggung jawab penuh dari pemerintah
untuk menghitung, membayar dan jumlah pajak yang dinyatakan sendiri milik. Dengan
sistem ini, pemerintah Menantikan pelaksanaan pemungutan pajak pendapatan bisa pergi
dengan lebih mudah dan lancar .

Perusahaan pengurangan pajak berperan besar bagi pemerintah, namun tidak jarang
perusahaan pajak melanggar aturan. Masalah ini terjadi karena periksaan pajak perusahaan
untuk mengurangi biaya dan meningkatkan keuntungan. Tujuannya adalah agar pemotongan
pajak berjalan lancar dan menguntungkan bagi pemerintah dan bisnis. Perusahaan saat ini
perlu mengikuti aturan perpajakan dan menghindari penggelapan pajak agar tidak berdampak
negatif pada perusahaan. Pajak Item pendapatan 21 adalah sumber pendapatan utama
pemerintah yang dapat digunakan untuk kesehatan masyarakat Indonesia. Dengan perubahan
PTKP pada 1 Juli 2015, piutang Pasal 21 perhitungan pajak penghasilan Januari-Juni 2015
akan dilunasi dengan kelebihan pembayaran. Kelebihan itu akan digunakan sebagai
kompensasi untuk pembayaran pajak penghasilan Pasal 21 selanjutnya.

Peran pajak bagi negara Indonesia yang berfungsi sebagai bukti dari kas Negara. Karena
pajak bertindak sebagai regulator dalam kegiatan ekonomi pada saat itu akan datang. Jadi
fungsi pajak dibagi menjadi dua diantaranya : Jadikan pajak sebagai fungsi di mana Pajak
digunakan sebagai alat untuk pemasukan uang yang optimal ke kas negara menurut hukum
perpajakan terapkan dan harus bisa menghasilkan penerimaan yang kuat bidang pajak.

Perusahaan adalah sebuah organisasi didirikan oleh satu orang, sebuah kelompok orang lain
atau organisasi yang memiliki kegiatan Produksi dan distribusi terjamin dengan
menggabungkan berbagai elemen produksi, yaitu manusia, alam, dan modal. Yang dalam
produksi dan distribusi biasanya untuk manfaat dan berkembang bisnis sedang berlangsung
publik secara terus menerus keuntungan (benifit).

Setiap bisnis memiliki karyawan sebagai sumber utama ditampilkan oleh metadata
COREView, kutipan, dan artikel serupa di core.ac.uk powered by Majalah Online UIM
Pamekasan (Universitas Islam Madura) menjadi wajib pajak, pajak penghasilan (PPh) pasal
21: Tunjukkan jumlah pajak yang harus dibayar pendapatan menjadi kewajiban wajib pajak
harus membayarnya. Penghasilan yang dimaksud datang dalam bentuk gaji, upah, tunjangan
dan pembayaran lainnya dengan nama apapun berhubungan dengan pekerjaan, jasa atau
kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak swasta dalam negeri. Pajak PPH pasal 21
penghasilan sebenarnya dibayar oleh pemberi kerja pertama kali ditambahkan ke elemen gaji
dan tunjangan karyawan saat ini menerima uang (tunjangan PPh pasal 21 menghitung PPH
Pasal 21). Jadi untuk berbicara karyawan mendapatkan keringanan pajak lebih awal dan juga
menghitung PPh Pasal 21 hanya memotong dikembalikan oleh pemberi kerja. Pajak yang
berlaku untuk karyawan/pegawai adalah pajak penghasilan pasal 21. Hukum yang digunakan
untuk mengatur jumlah pajak, metode pembayaran dan pelaporan pajak adalah hukum nomor
36 tahun 2008 adalah perbaikan hukum Sebelumnya itu UU No 17 tahun 2000.

Pajak penghasilan merupakan salah satu penerimaan pajak yang digolongkan dalam
"budgetair", yaitu sumber keuangan bagi pemerintah untuk pengeluaran pajak penghasilan
yang diterima dari pegawai/pejabat negeri dan swasta dikenakan pajak penghasilan yang
ditentukan oleh undang-undang menerapkan. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36
Tahun 2008 menjelaskan hal tersebut setiap orang perseorangan yang memenuhi kriteria
paparan beban pajak wajib membayar pajak penghasilan, baik secara pribadi dalam konteks
individu maupun sejauh mana bisnis. Cv. Metropack merupakan salah satu perusahaan swasta
berpartisipasi dalam layanan yang badannya mengelola sebagian dari situs Adalah
perusahaan yang didirikan dan beroperasi di Jawa barat, khususnya kabupaet Bekasi,
perusahaan ini tidak terlepas dari kewajibannya kepada membayar pajak yang telah
ditentukan, termasuk pembayaran pajak penghasilannya. Cv metropack Mempunyai 300
karyawan dan 5 di antara penghasilan nya di atas PTKP. Pada uraian di atas penulis mengenai
bagaimana perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan PPh 21 yang di terapkan pada Cv.
Metropack dan sudah perusahaan tersebut melakukan kewajiban membayar pajak dengan
benar sesuai dengan ketetapan yang berlaku..

Kebutuhan negara yang meningkat setiap tahunnya terutama dalam hal pembangunan
nasional dan kesejahteraan perekonomian, menyebabkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) membutuhkan perencanaan yang baik. Tujuan disusunnya APBN untuk
menjadi panduan dalam mewujudkan serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam
penggunaan pengeluaran atau belanja negara dan mengoptimalkan penerimaan Negara
(Direktorat Penyusunan APBN, Direktorat Jenderal Anggaran, & Kementerian Keuangan,
2019).

Faktor penentu paling penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
adalah pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan. Dalam hal pendapatan negara,
pajak merupakan salah satu sumber dana terbesar APBN. Dalam data yang diunggah oleh
kementerian keuangan (2018 & 2019), untuk APBN tahun 2019 penerimaan dalam negeri
yang berasal dari pajak mencapai Rp. 1.786,4 triliun dan untuk APBN tahun 2018
penerimaan dalam negeri yang berasal dari pajak mencapai Rp. 1.618,1 triliun. Hal tersebut
sangat membuktikan bahwa pajak memang merupakan salah satu jenis pendapatan terbesar
negara dengan jumlah yang diharapkan akan meningkat setiap tahunnya.

Penghasilan dalam bentuk pajak tersebut adalah suatu tanggung jawab yang harus dibayar
oleh individu sesuai dengan aturan yang diatur dalam perundang-undangan yang kemudian
digunakan sebagai imbalan tidak langsung untuk membiayai kepentingan umum (Soemitro &
Sugiharti, 2014). Namun dalam pelaksanaan pemenuhan tanggung jawab pajak, terdapat
perbedaan kepentingan antara pemerintah dan individu yang wajib membayar pajak. Bagi
individu, pajak bagi perusahaan adalah beban yang akan mengurangi keuntungan bersih dan
akan cenderung untuk mengurangi pembayaran pajaknya. Di sisi lain, pemerintah pajak
adalah sumber penerimaan penting yang kemudian akan digunakan untuk membiayai
kebutuhan negara. Perusahaan juga tidak dapat menghindari pajak begitu saja karena pajak
dapat dikenakan secara langsung (direct tax) atau tidak langsung (indirect tax) melalui pihak
yang mengumpulkan atau memotong.

Maka dari itu, pajak sendiri telah diatur oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian
Keuangan. Seluruh regulasi perpajakan dalam dunia usaha akan berpengaruh dengan tujuan
utama perusahaan yaitu, untuk mendapatkan keuntungan (profit) maksimal dengan beban
pajak (tax incidence) sekecil mungkin, karena pajak merupakan salah satu faktor pengurang
keuntungan setelah pajak (after tax profit), tingkat pengembalian (rate of return), dan aliran
kas (cash flow). Faktor pendapatan yang diperoleh dan beban pajak yang akan dipenuhi
tersebut harus mematuhi regulasi perpajakan yang berlaku.

Salah satu metode untuk mengurangi beban pajak adalah dengan melakukan perencanaan
pajak (Tax Planning). Perencanaan pajak sendiri memiliki berbagai metode, baik dengan
menyesuaikan dengan ketentuan perpajakan (legal) yang sering disebut penghindaran pajak
(tax avoidance) maupun yang melanggar aturan (illegal) yang sering disebut penyelundupan
pajak (tax evasion). Dua hal tersebut memiliki arti yang sama tetapi memiliki konotasi yang
berbeda. Perencanaan pajak yang baik dan benar memiliki kesamaan dengan tax avoidance.
Jadi, perencanaan pajak bukan berarti wajib pajak melakukan penyelundupan pajak selama
yang dilakukan tidak melanggar aturan perpajakan.

Perencanaan mandiri merupakan fungsi utama dari manajemen berupa tindakan atau strategi
yang akan diterapkan untuk mencapai target perusahaan. Perencanaan perpajakan menjadi
salah satu langkah awal dalam manajemen perpajakan (manajemen pajak). Manajemen
perpajakan merupakan salah satu alat untuk memenuhi tanggung jawab perpajakan dengan
benar dan jumlah pajak yang dibayar dapat dikurangi secara sah (Suandy, 2017).

Pada fase perencanaan pajak dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan
perpajakan agar dapat memilih jenis tindakan pengurangan pajak yang akan dilakukan. Selain
itu, sistem pengenaan pajak yang berlaku saat ini menggunakan self assessment di mana
wajib pajak dapat menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang akan dibayarkan yang
akan mempermudah wajib pajak dalam merencanakan pajaknya.

Perencanaan pengaturan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan beragam sesuai dengan
pajak yang dikenakan, antara lain perencanaan pengaturan pajak yang dapat dilakukan adalah
untuk pajak penghasilan pasal 21. Dalam PPh pasal 21 terdapat tiga opsi metode perhitungan
pajak yaitu, metode bruto (pajak PPh pasal 21 ditanggung oleh karyawan), metode neto
(pajak PPh pasal 21 ditanggung oleh perusahaan), dan metode gross up (berupa pemberian
tunjangan pajak) (Pohan, 2014).

Cv Metropack merupakan perusahaan menengah yang berorientasi keuntungan dan bergerak


pada bidang packaging, masih membutuhkan perencanaan pajak terutama untuk pajak
penghasilan (PPh) Pasal 21. Perencanaan pajak ini akan difokuskan kepada karyawan tetap
perusahaan. Beberapa penelitian yang membahas tentang perencanaan pajak (tax planning)
untuk pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 menghasilkan hasil yang sesuai dengan tujuan
perencanaan pajak. Sehingga dilakukannya perencanaan pajak pada Cv Metropack selain
dapat mengurangi pajak, perusahaan dapat memilih metode perhitungan PPh pasal 21 yang
sesuai dengan tetap mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku.

Berdasarkan kesepakatan PPh pasal 21 terhadap karyawan permanen dan karyawan tidak
permanen CV Metropack , pada CV Metropack karyawan akan mendapatkan tunjangan
apabila Prestasi mencapai sasaran, akan tetapi untuk tunjangan itu tidak setiap bulan
mendapatkannya melainkan 3 bulan sekali apabila mencapai sasaran. Dan untuk
permasalahan pada CV Metropack adalah tunjangan karyawan tidak dipotong pajak
penghasilan, sehingga penerimaan Negara untuk pajak penghasilan menjadi menurun.

Pajak merupakan salah satu alat penting dalam pendapatan negara untuk mendanai
pengeluaran pemerintah. Menurut Suandy (2013:1), pengeluaran ini dapat berupa
pengeluaran rutin dan pengeluaran investasi untuk membiayai pengeluaran terkait
pembangunan negara. Berdasarkan Salinan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
95//PJ/2015 mengenai Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2015-2019 dalam
rangka optimalisasi pemeriksaan untuk mengurangi praktik transfer pricing, penghindaran
pajak, penggelapan pajak dalam rangka pencocokan data yang berfokus pada sektor-sektor
unggulan dari masing-masing Kantor Wilayah (Kanwil) (Husain & Alang, 2019). Praktik-
praktik ini merupakan bagian dari perencanaan pajak perusahaan. Di sisi lain, pajak menjadi
beban yang akan mengurangi laba bersih bagi perusahaan (Prawasti, 2014). Tujuan mencari
keuntungan (profit-oriented) yang maksimal atau sebesar-besarnya tentu menjadi keinginan
perusahaan sebagai entitas bisnis.

Pajak Penghasilan yang menjadi komponen utama perusahaan, di mana keberadaan informasi
pajak dalam laporan keuangan memiliki administrasi tersendiri sebagaimana diatur dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 46 tentang Akuntansi Pajak
Penghasilan. Pajak penghasilan yang dimaksud perusahaan ini sangat banyak jenisnya yaitu
PPh Pasal 21, 22, 23, 24, 25, 26 dan berujung pada Pasal 28/29. Sebagai praktisi atau
akuntan, tentunya akan memerhatikan perhitungan perencanaan Pajak Penghasilan
(selanjutnya disebut 'PPh'). Praktik-praktik perencanaan pajak dapat dilakukan pada objek
PPh Pasal 21 atas karyawannya dalam pelaksanaan analisis dan perhitungannya memiliki 3
(tiga) metode antara lain: (1) Metode Bruto yaitu karyawan menanggung sendiri beban
pajaknya; (2) Basis Bersih yaitu perusahaan menanggung beban pajak karyawan dalam
bentuk manfaat dalam bentuk barang; (3) Metode tunjangan pajak diberikan secara tetap
(flat) maupun metode Gross Up.

Manfaat dari perencanaan pajak ini dapat digunakan oleh perusahaan sebagai strategi
pertimbangan untuk mengatur aliran dana (likuiditas) serta pengurangan pajak perusahaan
dan (Pohan, 2017, hal. 44). Kepentingan tersebut di atas serta kondisi perusahaan, membuat
manajemen mencari cara agar keduanya dapat dicapai. Salah satu cara yang dapat digunakan
adalah dengan perencanaan pajak (tax planning) (Endriati, Hidayati, & Junaidi, 2017).
Perencanaan pajak ini digunakan oleh hampir setiap perusahaan dalam melakukan
manajemen pajak, seperti yang dilakukan CV Metropack Indonesia " untuk memperoleh
pendapatan (revenue) sebanyak mungkin dan mengurangi biaya (expense) sekecil mungkin.
Manfaat profitabilitas ini yang diharapkan oleh CV Metropack Indonesia karena beban pajak
badan maupun beban pajak Pasal 21 yang ditanggung oleh perusahaan cukup besar sehingga
diperlukan adanya perencanaan pajak yang merupakan bagian dari strategi perusahaan.
Berdasarkan data Pada tahun 2016 dan tahun 2017 mengalami peningkatan Beban Pajak Kini
(Pajak Penghasilan Badan) dari tahun 2016 ke tahun 2017 yaitu dari 6 miliar menjadi 26
miliar dan di tahun 2018 menurun menjadi 13 miliar sedangkan Beban Pajak PPh Pasal 21
tahun 2016 sebesar 10 miliar, tahun 2017 sebesar Rp 8 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp 8
miliar.

Pajak adalah salah satu bentuk dari partisipasi warga negara sebagai wajib pajak yang secara
langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang akan digunakan untuk
membiayai segala kebutuhan negara dan pembangunan nasional. Bagi negara, pajak
merupakan sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai negara baik
pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Dari segi ekonomi, pajak merupakan
transfer sumber daya dari perusahaan ke sektor publik. Transfer sumber daya tersebut akan
mempengaruhi daya beli atau kemampuan belanja perusahaan. Pembangunan nasional
merupakan kegiatan yang berkelanjutan dengan tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Pembangunan ini dapat berjalan dengan lancar jika ada sumber dana
yang mendukung pelaksanaannya. Menurut APBN, sumber pendapatan terbesar adalah sektor
pajak, meskipun masih ada sektor lain seperti minyak dan gas bumi serta bantuan luar negeri.
Hal ini terbukti ketika negara kita mengalami krisis, pemasukan dari sektor pajak ternyata
terus meningkat dibandingkan dengan sektor lainnya. Salah satu jenis pajak penghasilan yang
menggunakan Withholding System adalah Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21. PPh pasal 21
merupakan pajak yang harus dibayar atas penghasilan yang menjadi kewajiban wajib pajak.
Penghasilan yang dimaksud meliputi gaji, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya
yang terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri. Undang-undang yang mengatur besarnya tarif pajak, tata cara
pembayaran, dan pelaporan pajak adalah Undang-Undang No.36 tahun 2008 yang merupakan
penyempurnaan dari undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang No.17 tahun 2000,
yang berlaku mulai tanggal.

Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan


pembangunan nasional di bidang kesehatan, pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan
pembangunan fasilitas umum. Dalam meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan
nasional tersebut pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang diperlukan. Hal ini
disebabkan pajak sebagai sumber pemasukan negara yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran pemerintah dan pembangunan nasional. Dalam pelaksanaannya pemerintah
mendorong masyarakat agar ikut berpartisipasi secara aktif dalam program pemenuhan hak
dan kewajiban perpajakan. Wajib Pajak harus dapat memahami tata cara pemenuhan
kewajiban perpajakan yang diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Hal
ini sejalan dengan system perpajakan Indonesia yang menganut sistem penilaian diri.

Salah satu bentuk penerapan sistem penilaian diri adalah terkait dengan pemenuhan
kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 21 atau yang lebih dikenal dengan PPh Pasal 21 di mana
wajib pajak diberikan kebebasan untuk menghitung dan menentukan sendiri jumlah pajak
penghasilan pasal 21 yang harus dibayarkan. Dalam pelaksanaannya, PPh Pasal 21 termasuk
dalam kategori sistem potong pungut, hal ini karena dalam proses pemungutannya melibatkan
pihak ketiga yaitu pemberi kerja untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut
pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus
menyetorkannya ke kas negara.

pihak-pihak pemberi kerja yang harus memangkas atau mengenakan PPh Pasal 21 adalah
bendaharawan (badan pemerintah), wajib pajak domestik, penyelenggara aktivitas, bentuk
usaha permanen, perwakilan perusahaan asing lain, dan wajib pajak individu tertentu yang
ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pihak yang menerima pendapatan yang dipotong PPh
Pasal 21 adalah wajib pajak domestik (WPDN) dan bentuk usaha permanen (BUT). Menurut
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016, Pajak Penghasilan Pasal 21
adalah pajak atas pendapatan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan jasa, dan
aktivitas yang dilakukan oleh individu subyek pajak domestik.

Modifikasi terhadap peraturan perpajakan yang sering dilakukan oleh kepala Pajak
menunjukkan betapa dinamisnya peraturan perpajakan dan ini dapat mempengaruhi hasil
perhitungan pajak. Terkait dengan PPh Pasal 21, hal yang sering mengalami perubahan
adalah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Ini dapat dibuktikan dalam periode tahun
2015 hingga 2016 terjadi setidaknya 2 kali perubahan PTKP yaitu untuk PTKP tahun 2015
dan 2016 pada awalnya mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor :
PER-32/PJ/2015 namun pada pertengahan tahun 2016 terdapat perubahan PTKP melalui
Peraturan Menteri Keuangan Nomor101/PMK.010/2016 dan 102/PMK.010/2016 serta
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER 16/PJ/2016 yang berlaku surut sejak Januari
2016. Perubahan PTKP yang terjadi di pertengahan tahun dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan dalam menghitung PPh Pasal 21 jika pihak perusahaan tidak segera melakukan
penyesuaian, sehingga ini dapat menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran PPh Pasal 21
kepada negara dan kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 kepada karyawan. Berikut Perubahan
PTKP sebagaimana telah dijelaskan pada peraturan perpajakan yaitu PER 32/PJ/2015 dan
PER 16/PJ/2016:
Selain dari masalah perubahan PTKP itu sendiri, perusahaan sering kali melakukan kesalahan
dalam melakukan penghitungan PPh 21, yang disebabkan kurang terampilnya karyawan
bagian pajak perusahaan yang menangani PPh Pasal 21 dalam melakukan perhitungan, akibat
tidak sampainya informasi dan kurangnya pemahaman yang benar terhadap teknis
perhitungan PPh Pasal 21, sehingga perhitungan pajak menjadi tidak benar yaitu tidak sesuai
dengan ketentuan perpajakan yang berlaku yang dapat menimbulkan risiko terjadinya sanksi
perpajakan sebagai akibat karena tidak lapor, terlambat lapor dan setor dan kurang bayar.
Terkait teknis menghitung PPh Pasal 21 sangat diperlukan keahlian khusus untuk
menghindari terjadinya kesalahan dalam menghitung pajak, mengingat banyaknya teknis
perhitungan PPh Pasal 21, hal ini dikarenakan teknis perhitungan PPh Pasal 21 tidak semata-
mata dilihat dari jenis penghasilannya, namun juga dilihat dari karakteristik penghasilan serta
subjek penerima penghasilan. Semakin beragam jenis karakteristik maupun subjek penerima
penghasilan pada suatu perusahaan maka akan sangat semakin beragam teknis perhitungan
PPh Pasal 21 sebagai contoh di Rumah sakit. Dalam Rumah Sakit terdapat berbagai macam
karyawan, seperti dokter sebagai tenaga ahli, perawat, karyawan bagian administrasi,

Selain dari masalah perubahan PTKP itu sendiri, perusahaan sering kali melakukan kesalahan
dalam melakukan perhitungan PPh 21, yang disebabkan kurang terampilnya karyawan bagian
pajak perusahaan yang menangani PPh Pasal 21 dalam melakukan perhitungan, akibat tidak
sampainya informasi dan kurangnya pemahaman yang benar terhadap teknis perhitungan PPh
Pasal 21, sehingga perhitungan pajak menjadi tidak benar yaitu tidak sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku yang dapat menimbulkan risiko terjadinya sanksi perpajakan sebagai
akibat karena tidak lapor, terlambat lapor dan setor dan kurang bayar. Terkait teknis
menghitung PPh Pasal 21 sangat diperlukan keterampilan khusus untuk menghindari
terjadinya kesalahan dalam menghitung pajak, mengingat banyaknya teknis perhitungan PPh
Pasal 21, hal ini dikarenakan teknis perhitungan PPh Pasal 21 tidak semata-mata dilihat dari
jenis penghasilannya, namun juga dilihat dari karakteristik penghasilan serta penerima
penghasilan. Semakin beragam jenis karakteristik maupun penerima penghasilan pada suatu
perusahaan maka akan sangat semakin beragam teknis perhitungan PPh Pajak Penghasilan
Pasal 21 merupakan salah satu pajak langsung yang dipungut oleh pemerintah pusat atau
merupakan pajak negara yang berasal dari pendapatan rakyat. Pajak Penghasilan Pasal 21
dikenakan atas pendapatan baik yang diperoleh individu maupun badan yang memperoleh
pendapatan di Indonesia seperti gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan wajib pajak dalam negeri.
Dasar hukum pemotongan PPh pasal 21 adalah berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat Atas Undang-Undang Nomor 7
Perusahaan sebagai pengurang pajak memiliki peran yang sangat penting bagi pemerintah.
Mengingat saat ini banyak perusahaan yang melakukan pengurangan pajak tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini disebabkan perusahaan menganggap pajak sebagai
beban sehingga perusahaan akan meminimalisasi beban tersebut untuk mengoptimalkan
keuntungan. Oleh karena itu, untuk kelancaran pengurangan pajak diperlukan kerja sama
yang baik antara pemerintah dengan perusahaan. Dalam era sekarang ini banyak perusahaan
yang berusaha untuk mengurangi jumlah pajaknya atau menghindari pajaknya, maka
diharapkan kepada perusahaan untuk terus mengikuti peraturan pajak yang ada dan dapat
menghindari pelanggaran hukum yang nantinya akan berdampak negatif terhadap perusahaan
itu sendiri. Pajak Penghasilan Pasal 21 ini adalah salah satu sumber pendapatan terbesar bagi
pemerintah, oleh karena itu harus dikelola dengan baik agar dapat digunakan untuk
kesejahteraan rakyat Indonesia. Dengan adanya perubahan PTKP pada 1 Juli 2015,
mengakibatkan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terhitung sejak Januari sampai
dengan Juni 2015 mengalami kelebihan pembayaran. Kelebihan ini akan menjadi kompensasi
untuk pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 pada periode berikutnya.

Dari berbagai jenis pajak yang disebutkan di atas, penerimaan pajak yang terbesar didapatkan
dari pajak penghasilan. Hal ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik, yang mana pada tahun
2020 pemerintah mendapat penerimaan sebesar Rp 1.698,6 triliun. Penerimaan negara
sebagian berasal dari pajak sebesar Rp 1.404,5 triliun. Sisanya sebesar Rp 294,1 triliun
didapatkan dari penerimaan negara yang bukan pajak serta Rp 0,1 triliun dari hibah.
Berdasarkan seluruh penerimaan pajak, tercatat penyumbang penerimaan negara yang
terbesar didapatkan dari pajak penghasilan, yaitu sebesar Rp 670,3 triliun. Pajak penghasilan
adalah pajak yang dikenakan kepada individu atau perusahaan atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap
peningkatan kemampuan ekonomi yang berasal dari dalam maupun luar negeri yang dapat
digunakan untuk konsumsi atau untuk meningkatkan kekayaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun.

Permasalahan

Berdasarkan konteks permasalahan di atas kita dapat menentukan bahwa masalahm relevan
dalam penelitian ini belum perencanaan pajak untuk pajak penghasilan (PPh) pasal 21 untuk
tetap masuk pencarian akan memiliki beberapa pilihan cara penghitungan pajak penghasilan
(PPh) Pasal 21 bagi perusahaan untuk memilih Perencanaan pajak mana yang benar?
perusahaan dan dapat mengurangi pajak CV Metropack Indonesia.

Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah dan pertayaan penelitian, maka tujuan dari penelitian ini :

1. Uraian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Staf tetap sebagai Cv. Metropack Indonesi
2. Uraian rencana pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pegawai tetap benar untuk Cv
Metrpack Indonesia yang cocok dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Akuntansi

Smith dan Skousen (2009: 3) menjelaskan bahwa akuntansi sebagai aktivitas jasa, yang
berfungsi untuk menyediakan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan,
mengenai entitas yang dipandang akan bermanfaat untuk pengambilan keputusan dalam
menetapkan pilihan yang tetap diantaranya alternatif tindakan. Sadeli (2010: 2)
mendefinisikan akuntansi adalah proses mengidentifikasikan, mengukur dan melaporkan
informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil keputusan yang tepat bagi
pemakai informasi tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
akuntansi merupakan suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan
menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga dapat
digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan
suatu keputusan serta tujuan lainnya.

Pajak

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak warganya. Oleh karena itu
warga harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena
memperoleh jaminan perlindungan tersebut. Salah satu ahli pajak yang berasal dari Eropa,
Sommerfeld, Anderson & Brock (Sari, 2013: 35). Pajak adalah suatu pengalihan sumber daya
dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib
dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dulu, tanpa mendapat imbalan
yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas- tugasnya untuk
menjalankan pemerintahan. Sedangkan menurut ahli pajak dari Indonesia Soemitro
(Mardiasmo, 2011: 01) Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-undang
yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Konsep Pajak

Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan pajak
adalah partisipasi yang wajib kepada negara yang terutang oleh individu atau organisasi yang
bersifat memaksa berdasarkan peraturan dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Menurut
Mardiasmo (2011: 1), pajak adalah yang memudahkan pemahamannya untuk pengambilan
suatu keputusan serta tujuan lainnya kontribusi rakyat kepada kas negara berdasarkan
Peraturan (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Konsep akuntansi pajak.

Muljono (2010:2) mengatakan bahwa akuntansi pajak adalah bidang akuntansi terkait dengan
perhitungan pajak, yang mengacu pada peraturan, undang-undang hukum dan peraturan
perpajakan. Prinsip-prinsip yang diakui dalam Akuntansi pajak meliputi: satuan hitung, daya
tahan, harga komunikasi yang obyektif, koheren dan konservatif. Menurut Trisnawati
(2007:5) Akuntansi pajak adalah akuntansi yang diterapkan secara ketat sesuai dengan
peraturan Tarif. Akuntansi pajak adalah bagian dari akuntansi bisnis. Akuntan Pajak tidak
standar seperti akuntansi perusahaan yang ditentukan dalam standar Akuntansi Keuangan
(SAK). Akuntan pajak hanya bertugas mencatat Transaksi terkait pajak .

Pemahaman Mengenai Landasan Penerapan Pajak

Apa itu Landasan Penerapan Pajak (LPP)? Adalah landasan penerapan pajak yang diperoleh
dari pendapatan yang dikenai pajak dari wajib pajak penerima pendapatan. Apa saja LPP bagi
para wajib pajak PPh 21? Berikut landasan penerapan dan pemotongan PPh Pasal 21:

1. Pendapatan yang Dikenai Pajak (PDP), yang berlaku bagi:


a. Karyawan tetap
b. Penerima pensiun berkala
c. Karyawan tidak tetap yang pendapatannya dibayar secara bulanan atau jumlah
kumulatif pendapatan yang diterima dalam satu bulan kalender telah melebihi
Rp4.500.000
2. Bukan karyawan yang menerima imbalan berkelanjutan
a. Jumlah pendapatan yang melebihi Rp450.000 sehari, yang berlaku bagi
karyawan tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang menerima upah harian, upah
mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang pendapatan kumulatif
yang diterima dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp4.500.000.
b. Landasan penerapan dan pemotongan PPh 21 selanjutnya adalah 50% dari
jumlah pendapatan bruto yang berlaku bagi bukan karyawan sebagaimana
dimaksud dalam. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015
Pasal 3 poin c yang menerima pembayaran yang tidak berkelanjutan.
c. Total pendapatan kasar yang berlaku bagi penerima pendapatan selain
penerima pendapatan di atas.

Kriteria pemungutan pajak

Menurut Mardiasmo (2011:2) agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, pemungutan pajak harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Pemungutan pajak harus adil (kriteria keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu
mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil
dalam peraturan perundang-undangan di antaranya mengenakan pajak secara umum,
merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. pelaksanaannya yaitu
dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan. Penundaan
dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis pertimbangan pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (kriteria yuridis)Di Indonesia,
pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum
untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (kriteria ekonomis) Pemungutan tidak boleh
mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan sehingga tidak
menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (kriteria finansial) Sesuai fungsi budgetair, biaya
pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil
pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan
memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Kriteria ini telah dipenuhi undang-undang perpajakan yang baru.

Pengelompokan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:5) pengelompokan pajak adalah sebagai berikut:

1. Menurut Golongannya.
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : pajak
penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang ain. Contoh : pajak pertambahan nilai.
2. Menurut sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya
dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : pajak
penghasilan.
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: pajak pertambahan nilai dan
pajak penjualan barang mewah.
3. Menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh: pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, dan bea materai.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Sistem pengenaan pajak

Menurut Mardiasmo (2011:6) sistem pengenaan pajak adalah sebagai berikut:

1. Sistem Penilaian Resmi adalah suatu sistem pengenaan yang memberi wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar oleh
Wajib Pajak.
2. Sistem Penilaian Diri adalah suatu sistem pengenaan pajak yang memberi wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang harus dibayar.
3. Sistem Penahanan adalah suatu sistem pengenaan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak.

PPh Pasal 21

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas
penghasilan berupa pendapatan, bayaran, penghargaan, tunjangan dan pengeluaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apa pun terkait dengan pekerjaan atau jabatan, layanan dan
aktivitas yang dilakukan oleh individu. Subyek pajak dalam negeri, sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Objek Pajak PPh Pasal 21

Pendapatan yang dipotong PPh pasal 21 adalah :

1. Pendapatan yang diterima atau diperoleh pegawai permanen, baik dalam bentuk
pendapatan yang teratur maupun tidak teratur.
2. Pendapatan yang diterima atau dperoleh penerima pensiun secara rutin berupa uang
pensiun atau pendapatan serupa.
3. Pendapatan terkait dengan pemutusan hubungan kerja dan pendapatan terkait dengan
pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain serupa.
4. Pendapatan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
5. Penggajian kepada non-pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee dan
penggajian terkait dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan.
6. Penggajian kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun dan penggajian serupa dengan nama apapun.
7. Penerimaan dalam bentuk barang atau pelayanan lainnya dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang diberikan oleh :
a. Bukan Wajib Pajak.
b. Wajib Pajak yang dianggap Pajak Penghasilan yang bersifat final, atau
c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Pengahasilan berdasarkan norma
perhitungan khusus.
Pendapatan sebagaimana tersebut di atas yang diterima atau diperoleh individu Subjek Pajak
dalam negeri merupakan pendapatan yang dipotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
Sedangkan apabila diterima.

Pajak penghasilan

Definisi atau pengertian pajak menurut Mardiasmo (2011:188) adalah : pajak penghasilan
PPh pasal 21 adalah pajak penghasilan berupa pendapatan, penghasilan, imbalan, tambahan,
dan pembayaran lain dengan nama dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, layanan, dan kegiatan yang dilakukan oleh individu. Subjek pajak dalam negeri,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan.

Wajib pajak penghasilan

Menurut Mardiasmo (2011:191) penerima penghasilan yang dipotong PPh 21 adalah orang
pribadi yang merupakan :

1. Karyawan.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan tua, atau
jaminan tua, termasuk ahli warisnya.
3. Bukan karyawan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa atau aktivitas, antara lain meliputi:
a. Profesional yang melakukan pekerjaan independen, yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
b. Musisi, pembawa acara, penyanyi, pelawak, selebriti film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, model foto, peragawan/peragawati, aktor,
penari, pematung, pelukis, dan seniman lainnya.
4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
partisipasinya dalam suatu kegiatan antara lain meliputi:
a. Peserta kompetisi dalam segala bidang, antara lain: kompetisi olah raga, seni,
keterampilan, ilmu pengetahuan, teknologi dan kompetisi lainnya.
b. Peserta pertemuan, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.

Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Bagian 21

Direktorat Jenderal Pajak telah menerbitkan Aturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-
31/PJ/2009 tentang panduan teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak
Penghasilan Bagian 21 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan individu. Aturan
tersebut merupakan petunjuk pelaksanaan dari Menteri Keuangan-252/PMK.03/2008, tentang
petunjuk pemotongan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan
individu. Untuk menghitung Pajak Penghasilan Bagian 21, terlebih dahulu diketahui dasar
pengenaan pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Badan Usaha Tetap, yang menjadi
dasar pengenaan pajaknya adalah Penghasilan Kena Pajak. Pajak penghasilan bagi Wajib

Pajak dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak sesuai
dalam Undang- Undang Pajak Penghasilan Bagian 17 didasarkan pada tarif Progresif, yaitu
tarif yang didasarkan pada lapisan Penghasilan Kena Pajak, yang artinya persentase tarif yang
digunakan semakin besar jika jumlah yang dikenakan pajak semakin besar. Adapun tarif
Bagian 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu :

Tabel 1. Daftar Tarif Pajak Penghasilan

Lapisan Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif


I s.d Rp 50.000.000 5%
II Di atas Rp 50.000.000 s.d Rp 250.000.000 15%
III Di atas Rp 250.000.000 s.d Rp 500.000.000 25%
IV Di atas Rp 500.000.000 50%
Sumber : Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2008.

Penghasilan Tidak Kena Pajak

paling banyak 3 orang untuk setiap keluargaDenda pajak Pendapatan Tidak Terkena Pajak
(PTKP) yang merupakan komponen penting dalam perhitungan PPh 21 adalah jumlah nilai
pendapatan bruto bagi wajib pajak yang tidak dikenai pajak. Sesuai dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 dan PMK No. 101/PMK.010/2016, berikut ini
tarif PTKP terkini yang perlu Anda ketahui:

1. Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 4.500.000 per bulan untuk diri Wajib Pajak individu
2. Rp 4.500.000,- per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk Wajib Pajak
yang menikah
3. Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan untuk istri yang penghasilannya
digabungkan dengan penghasilan suami
4. Rp 4.500.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk setiap anggota
keluarga darah dan keluarga tiri dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya,
Batasan PTKP tersebut tidak berlaku untuk:
1. Pendapatan bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp4.500.000 per bulan; atau
2. Pendapatan dimaksud dibayar secara bulanan
3. Pendapatan berupa honorarium
4. Komisi yang dibayarkan kepada penjual barang dan petugas dinas luar
asuransi.

Selain itu, menurut peraturan PTKP bagi karyawan atau wajib pajak wanita yang bekerja
pada satu pemberi kerja, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:

1. Bagi karyawan kawin, tarif PTKP terbaru adalah sebesar PTKP untuk dirinya
sendiri;
2. Bagi karyawan tidak kawin, tarif PTKP terbaru adalah sebesar PTKP untuk
dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya
sepenuhnya.
3. Bagi karyawan kawin yang suaminya tidak menerima atau memperoleh
pendapatan dan menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah
(kecamatan), maka tarif PTKP. Terbaru adalah PTKP untuk dirinya sendiri
ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungannya sepenuhnya.

Perencanaan Pajak

Menurut Pohan (2013), perencanaan pajak merupakan proses pengorganisasian usaha wajib
pajak sedemikian rupa dengan memanfaatkan berbagai macam celah didapat ditempuh sesuai
dengan ketentuan perpajakan (lubang hukum), sehingga perusahaan dapat membayar pajak
dengan jumlah serendah mungkin. Secara umum tujuan dari perencanaan pajak menurut
(Suandy, 2017) adalah untuk:

1. Maksimalkan laba setelah pajak.


2. Minimalkan beban pajak yang menjadi kewajiban.
3. Minimalkan kejutan pajak (tax surprise) jika dilakukan pemeriksaan pajak oleh fiskus.
4. Penuhi kewajiban pajak secara benar, tepat, efisien, dan tetap sesuai dengan peraturan
perpajakan yang berlaku. Adapun manfaat dari dilaksanakan perencanaan pajak untuk
wajib pajak menurut Pohan (2013), yaitu
a. Penghematan kas keluar karena beban pajak yang dikeluarkan lebih minim.
b. Mengatur aliran kas masuk dan kas keluar (cash flow) sehingga manajemen
dapat menyusun anggaran kas dengan lebih akurat.

Penyetoran PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 yang dikurangi oleh pemotong PPh Pasal 21 untuk setiap periodem pajak harus
disetor ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

Pelapor PPh Pasal 21

Pemotong pajak harus melaporkan pembayaran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar paling lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya dengan menggunakan
Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21. Untuk PPh Badan, pelaporan PPh Pasal 21
menggunakan Surat Pemberitahuan Tahunan 1771.

Pencatatan PPh Pasal 21

Pencatatan adalah pengumpulan informasi yang dikumpulkan secara rutin tentang peredaran
atau penerimaan bruto dan/atau pendapatan bruto sebagai dasar untuk menghitung total pajak
yang harus dibayar, termasuk pendapatan yang tidak termasuk dalam objek pajak dan/atau
yang dikenakan pajak yang tidak dapat dikurangi.

SPT Badan

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Perusahaan terdiri dari Induk SPT dan lampiran yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Rekonsiliasi Fiskal

Rekonsiliasi fiscal dilakukan oleh wajib pajak karena terdapat perbedaan penghitungan,
khususnya keuntungan menurut akuntansi (komersial) dengan keuntungan menurut
perpajakan (fiskal). Laporan komersial berdasarkan prinsip yang berlaku umum yaitu Standar
Akuntansi Keuangan (SAK), sedangkan untuk kepentingan fiskal laporan keuangan disusun
berdasarkan peraturan perpajakan (Undang-undang Pajak Penghasilan disingkat UU PPh)
(Siti Resmi 2014, 399).
Bab 3

METODE PENELITIAN

Jenis informasi yang digunakan dalam penelitian ini, yakni penelitian deskriptif kuantitatif
yang merupakan informasi yang disajikan dalam bentuk angka-angka atau bilangan yang
dapat dihitung dan dapat dibandingkan dari satu informasi dengan informasi lainnya.
Informasi-informasi tersebut berupa daftar upah pekerja dan perhitungan Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 21. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan informasi pada Puskesmas
Palengaan Pamekasan. Banyaknya jumlah pegawai dan lebih dari satu jenis pegawai yang
bekerja di puskesmas memunculkan kompleksitas pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21
yang menarik untuk dikaji lebih mendalam terutama untuk pekerja yang memperoleh
penghasilan tidak teratur pada Puskesmas Pamekasan.

Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di CV metropack Indonesia, Waktu penelitian ini berlangsung pada
Bulan Juni 2023.

Daftar Pustaka

(241-Article Text-631-1-10-20191116, t.t.; 11137-Article Text-4996-1-10-20210918, t.t.; 11137-Article


Text-4996-1-10-20210918 (1), t.t.; Fitra Prisuna, 2021; Gita Hapsari dkk., t.t.; Hardianto, t.t.; Hasan
Ma’ruf & Supatminingsih, t.t.; Malia & Jasilah, t.t.; Rizal Satria & Fatmawati, t.t.; Trisakti, 2017a,
2017b)(Gita Hapsari dkk., t.t.; Malia & Jasilah, t.t.; Rizal Satria & Fatmawati, t.t.; Trisakti, 2017b)

Anda mungkin juga menyukai