Anda di halaman 1dari 5

Perpajakan dan APBN di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.

Pajak memiliki fungsi-fungsi, antara lain :

- Sebagai anggaran atau penerimaan (budgeter)


Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang digunakan pemerintah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran. Pemerintah negara dari sektor perpajakan
ini dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri APBN. Dewasa ini
penerimaan dari sektor pajak menjadi tulang punggung penerimaan negara.
- Sebagai mengatur (regulerend)
Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial, ekonomi, maupun politik. Contohnya adalah
pengenaan bea masuk dan pajak penjualan atas barang mewah dan produk-produk
impor tertentu dalam rangka melindungi produk dalam negeri, pemberian insentif
pajak dalam rangka meningkatkan investasi, dan pengenaan pajak ekspor untuk
produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri.
- Sebagai Stabilitas
Pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-
kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga dengan tujuan
untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat melalui
pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.
- Sebagai Redistribusi Pendapatan
Penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan
pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Ada empat jenis tarif pajak, yaitu :


1. Tarif proporsional, dalam bentuk persentase tetap dari jumlah berapa pun yang
dikenakan pajak, sehingga jumlah pajak yang terhutang sebanding dengan jumlah
nilai yang dikenakan pajak.
2. Fixed-rate, dalam bentuk jumlah tetap untuk jumlah yang dikenakan pajak, sehingga
jumlah pajak terutang tetap.
3. Tarif progresif, persentase dari tarif yang digunakan lebih besar ketika jumlah pajak
lebih besar.
4. Kurs degresif, persentase dari tarif yang digunakan lebih kecil ketika jumlah yang
digunakan semakin kecil

Sistem pemungutan pajak suatu negara akan sangat berpengaruh terhadap optimalisasi
pemasukan dana ke kas negara. Indonesia menerapkan sistem-sistem berikut dalam pungutan
pajaknya :

1. Self Assessment System, yaitu suatu sistem perpajakan yang memberi kepercayaan
kepada Wajib Pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak
perpajakannya.
2. Official Assessment System, yaitu suatu sistem perpajakan di mana inisiatif untuk
memenuhi kewajiban perpajakan berada di pihak fiskus. Dalam sistem inilah fiskus
yang aktif mencari WP untuk di berikan NPWP sampai kepada penetapan jumlah
pajak terutang melaui penerbitan SKP (Surat Ketetapan Pajak).
3. Witholding Assessment System, yaitu sistem perpajakan dimana pihak ketiga
mendapat tugas dan kepercayaan untuk memotong atau memungut suatu persentase
pajak tertentu, terhadap jumlah pembayaran atau transaksi yang dilakukannya dengan
penerima pengahasilan, yaitu Wajib Pajak.

Pajak adalah sumber pendapatan negara yang sangat penting untuk pemerintahan dan
pembangunan nasional. Sehingga Pemerintah menempatkan kewajiban pajak sebagai salah
satu wujud dari kewajiban negara yang merupakan sarana pembiayaan negara dalam
pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan negara. Pentingnya dan peran strategis
sektor perpajakan dalam pelaksanaan pemerintahan dapat dilihat dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun yang disampaikan oleh pemerintah, yaitu
peningkatan persentase kontribusi pajak dari tahun ke tahun.

APBN dapat mengacu pada Pasal 23 Ayat 1 UUD 1945 (Perubahan), dimana dinyatakan
bahwa, ”Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan
negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Berdasarkan Pasal 3 Ayat 4 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, ditegaskan
bahwa APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa:

1. fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
4. fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi
dan efektivitas perekonomian.
5. fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Peran Akuntan Dalam Modernisasi Perpajakan di Indonesia dan Kontribusinya dalam
Meningkatkan APBN dari Sektor Pajak

Pendahuluan

Pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun ini sedang berupaya untuk terus
menemukan temuan-temuan baru agar dapat meningkatkan penerimaan atau pemasukan
negara dalam bidang apapun termasuk dalam bidang perpajakan. Salah satu yang sedang
diperjuangkan pemerintah untuk meningkat pemasukan negara yaitu dalam bidang
perpajakan. Pemerintah terus mencari dan menemukan cara-cara baru untuk meningkatkan
disiplin masyarakat dalam pajak atau istilah lainnya dalam dunia perpajakan yaitu kepatuhan
oleh wajib pajak. Dengan kesadaran masyarakat terhadap pajak, maka kepatuhan oleh wajib
pajak pun akan meningkat dan pendapatan dalam bidang perpajakan pun akan ikut
meningkat. Pada 2020, penerimaan pajak sebesar Rp 1.070 triliun, turun 19,7% dibandingkan
tahun sebelumnya. Penurunan tersebut disebabkan perlambatan ekonomi akibat pandemi
Covid-19. Sementara di sisi lain, negara masih mengharapkan pajak sebagai sumber utama
pendapatan. Berdasarkan APBN 2020, pajak berkontribusi besar terhadap pendapatan negara
sebesar 83,54% dari total pendapatan negara. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai, salah satu penyebab rendahnya
rasio penerimaan perpajakan (tax ratio) di Indonesia adalah masih rendahnya kepatuhan
penyampaian pajak (tax compliance). Menkeu mengakui, rumitnya peraturan di bidang
perpajakan menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Perlu
upaya ekstra, baik bagi pembayar pajak maupun pegawai pajak sendiri untuk memahami
peraturan-peraturan tersebut. Pemerintah terus berupaya melakukan reformasi berbagai
regulasi di bidang perpajakan. Maka dari itu sejak tahun 2002 Direktorat Jendral Pajak
melaksanakan modernisasi sistem administrasi perpajakan dengan tujuan untuk mencapai
tingkat kepatuhan sukarela wajib pajak yang tinggi, tingkat kepercayaan terhadap
administrasi perpajakan yang tinggi dan produktivitas aparatur perpajakan yang tinggi. Peran
akuntan yang juga memiliki keterkaitan erat dengan perpajakan diharapkan dapat
berkontribusi dalam modernisasi perpajakan di Indonesia.
Fitriasuri, & M. Titan Terizaghi. (2015). Akuntansi pada Pengusaha UKM Industri Kreatif:
Kesiapan SDM dalam Menghadapi Globalisasi. Jurnal Ilmiah MbiA, 14 (2), 75-84.

Ariffin, M. & Sitabuana, T. H. (2022). Sistem Perpajakan di indonesia. Serina IV Untar, Jakarta : 20
April 2022. Hal. 523-534

Anda mungkin juga menyukai