Anda di halaman 1dari 4

Nama : Raihan Ramadhan

NIM : 042368975

Tugas 1. Hukum Pajak dan Acara Perpajakan

Kode Mata Kuliah : HKUM4407

Artikel 1.

1. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal menyampaikan bahwa
“Pajak memegang peranan krusial di dalam APBN dalam kurun waktu beberapa tahun
belakangan ini. Hal ini tercermin dari kontribusi pajak yang semakin meningkat pada
sektor penerimaan negara. Namun demikian, di masa pandemi ini dimana aktivitas
ekonomi terdisrupsi cukup dahsyat, penerimaan pajak mengalami terkontraksi”, jelasnya.
Untuk menghindari perekonomian terkontraksi lebih dalam, Pemerintah mengeluarkan
beberapa kebijakan dan paket stimulus antara lain melalui perpajakan. Beberapa
kebijakan di sektor perpajakan antara lain berupa pemberian insentif bagi pekerja di
sektor yang terdampak langsung oleh pandemi melalui fasilitas pajak DTP PPh 21,
penurunan tarif PPh Badan, pembebasan PPh 22 Impor, pembebasan pajak impor alat
kesehatan dan vaksin. Dengan kebijakan stimulus ekonomi melalui perpajakan tersebut,
diharapkan dunia usaha dapat kembali menggeliat, iklim investasi kembali kondusif,
kesejahteraan masyarakat meningkat, dan UMKM dapat berkembang. Pada tahun 2020,
insentif pajak yang dikeluarkan oleh Pemerintah terbukti telah dimanfaatkan dan
membantu lebih dari 460 ribu Wajib Pajak. Hal tersebut menjadi bukti bahwa Pemerintah
merespon pandemi ini dengan sangat baik dari sisi ekonomi, sekaligus menunjukkan
bahwa Perpajakan berperan cukup sentral dalam pemulihan ekonomi di masa pandemi.
Di sisi lain, Indonesia masih terus mengalami tantangan dalam hal perpajakan antara lain
berupa rendahnya tax ratio dan kesulitan menggali potensi perpajakan. Untuk itu, perlu
dilakukan reformasi di bidang perpajakan secara menyeluruh salah satunya melalui
perluasan pengenaan cukai bagi produk-produk tertentu (contoh: minuman manis dalam
kemasan) dan pemberian insentif perpajakan bagi produk-produk ramah lingkungan.
2. Secara teoritis, kehadiran sistem perpajakan memiliki sejumlah fungsi penting dalam
sebuah negara terutama untuk mencapai target pembangunan. Peranan itu dijalankan
antara lain sebagai berikut:
a. Fungsi Anggaran (Budgeting)
Pemerintah suatu negara tentunya memiliki rencana pembangunan yang
diaktualisasikan dalam rencana jangka pendek maupun rencana jangka panjang.
b. Fungsi Mengatur (Regulated)
Pajak memiliki hubungan yang sangat erat dengan urusan negara terkait pendapatan
dan kas negara, karena itu, urusan perpajakan juga termasuk dalam rumpun kebijakan
fiskal di dalam konsep ekonomi negara. Kebijakan fiskal itu sendiri secara sederhana
diartikan sebagai langkah-langkah yang diterbitkan pemerintah dalam rangka
pengelolaan kas negara, termasuk didalamnya pendapatan, belanja dan pembiayaan
yang ada pada postur APBN.
c. Fungsi Stabilitas
Pajak bukan hanya menjalankan fungsi sebagai pengatur dan penyedia anggaran
pemerintah, dalam konteks yang lebih luas kehadiran sistem perpajakan menjadi
komponen untuk mencapai stabilitas ekonomi. Dalam suatu perekonomian, adanya
fenomena kenaikan harga yang signifikan dalam jangka waktu tertentu secara terus
menerus dikenal sebagai inflasi.
d. Fungsi Redistribusi
Negara berperan penting untuk menjamin kehidupan masyarakatnya, terutama
menjamin agar semua kelompok masyarakat dari berbagai lapisan ekonomi bisa
hidup terjamin. Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah harus mengelola rencana
pembangunan agar lebih berpihak pada kelompok ekonomi rentan. Karena berkaitan
dengan pembangunan, maka ini tentu tidak bisa lepas dari komponen APBN.
3. Menurut saya pendekatan fungsi pajak yang di utamakan dalam artikel adalah fungsi
stabilitas.Karena sebagai pengatur dan penyedia anggaran pemerintah, dalam konteks
yang lebih luas kehadiran sistem perpajakan menjadi komponen untuk mencapai
stabilitas ekonomi. Dalam suatu perekonomian, adanya fenomena kenaikan harga yang
signifikan dalam jangka waktu tertentu secara terus menerus dikenal sebagai inflasi.
Karena itu, pemerintah perlu mengendalikan inflasi agar tidak naik tajam. Sebaliknya,
jika ekonomi terus mengalami deflasi tentu menguntungkan bagi konsumen karena harga
barang-barang turun sehingga barang jadi lebih murah, namun tidak baik bagi produsen
dan pemerintah.
Produsen jadi makin sulit mendapat untuk karena harga semakin murah, yang selanjutnya
pemerintah juga makin sulit memperoleh sumber pendanaan atau penarikan pajak  dari
badan usaha karena bisnisnya berjalan lesu dan pendapatan berkurang. Karena itu,
pemerintah juga perlu mengatur agar deflasi tidak turun tajam dan membuat inflasi
berjalan normal.

Artikel 2.

1. Kementerian Keuangan sebagai otoritas fiskal di Indonesia juga harus menyeimbangkan


berbagai kepentingan dalam menyusun kebijakan pajak sebagai bagian dari program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang harus ditempuh pemerintah untuk mengatasi
keterpurukkan ekonomi Indonesia karena adanya wabah Covid-19. Tantangan utamanya
adalah menyeimbangkan kepentingan antara memperoleh penerimaan pajak sesuai
dengan yang ditetapkan dalam APBN dengan tetap memberikan insentif perpajakan
karena terjadinya pandemi secara tepat sasaran kepada wajib pajak yang terkenan
dampak buruk Covid-19.
Salah satu publikasi OECD yang diterbitkan Mei 2020 menyatakan bahwa sebagai respon
terhadap wabah Covid-19 dengan dampak buruk yang sedemikian luas maka setiap
jurisdiksi pemajakan harus mampu menyusun kebijakan pajak  yang adaptif.  Kebijakan
pajak selama pandemi seharusnya memperhatikan tiga aspek utama yaitu menjaga bisnis
tetap dapat berjalan, mempertahankan kesempatan kerja yang tersedia, dan menjaga
pendapatan rumah tangga. Dengan menggunakan publikasi tersebut
sebagai benchmark, kebijakan pajak yang disusun oleh Kemenkeu sebagai respon
terhadap terjadinya wabah Covid-19 dapat dikatakan telah berada di jalur yang
benar.Dari sisi pemberian insentif perpajakan yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor NOMOR 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak
Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang  kemudian karena berbagai
masukan disempurnakan dengan peraturan Nomor  86/PMK.03/2020. Total insentif
perpajakan yang diberikan pemerintah mencapai Rp123 triliun.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah melakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan
penerimaan pajak. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui reformasi peraturan
perundangundangan di bidang perpajakan dengan diberlakukannya self assesment system
dalam pemungutan pajak. Self Assessment System ini artinya bahwa wajib pajak
menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkannya sendiri besarnya hutang
pajak. Konsekuensi dari Self Assessment System, setiap wajib pajak yang memiliki
penghasilan wajib mendaftarkan diri sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Pemerintah dalam mengeluarkan suatu kebijakan tentunya memiliki tujuan dan harapan
yang baik untuk kedepannya. Kebijakan relaksasi ini tentunya diharapkan dapat
meningkatkan daya beli masyarakat dikarenakan meningkatknya penghasilan Wajib
Pajak (WP) dan tidak perlu membayar pajak yang sebelumnya menjadi suatu kewajiban
bagi WP. Apalagi, bila pembebasan penuh tersebut dilakukan pada PPh 21 dan PPh 25,
maka seluruh WP akan menerima penuh hasil usaha (baik upah kerja maupun hasil
dagang) mereka.Sistem pemungutan pajak merupakan sebuah mekanisme yang
digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak ke
negara.Di Indonesia, berlaku 3 jenis sistem pemungutan pajak, yakni:
a. Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan
penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang
bersangkutan.Dengan kata lain, wajib pajak merupakan pihak yang berperan aktif
dalam menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem administrasi online yang sudah dibuat
oleh pemerintah.Peran pemerintah dalam sistem pemungutan pajak ini adalah sebagai
pengawas dari para wajib pajak. Self assessment system diterapkan pada jenis pajak
pusat.
b. Official Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan
wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat
perpajakan sebagai pemungut pajak.Dalam sistem pemungutan pajak Official
Assessment, wajib pajak bersifat pasif dan pajak terutang baru ada setelah
dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.Sistem pemungutan pajak ini bisa
diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB) atau jenis pajak daerah
lainnya.Dalam pembayaran PBB, KPP merupakan pihak yang mengeluarkan surat
ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya.Jadi, wajib pajak tidak
perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup membayar PBB berdasarkan
Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP tempat objek
pajak terdaftar.
c. Withholding System, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib
pajak dan bukan juga aparat pajak/fiskus.Contoh Witholding
System adalah pemotongan penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara
instansi terkait. Jadi, karyawan tidak perlu lagi pergi ke KPP untuk membayarkan
pajak tersebut.Jenis pajak yang menggunakan withholding system di Indonesia adalah
PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN.
2. Tax avoidance adalah suatu usaha meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan
celah-celah ketentuan perpajakan suatu negara yang ada. Tax avoidance bisa jadi tidak
melanggar hukum, namun sebenarnya upaya ini bertentangan dengan tujuan dibuatnya
peraturan perundang-undangan. Tax evasion adalah suatu usaha untuk menghindari pajak
terutang dengan cara melanggar undang-undang perpajakan, misalnya wajib pajak tidak
melaporkan pendapatan yang sebenarnya.Peranan pajak sangat dominan terhadap
pendapatan Negara. Besar-kecilnya pajak akan menetukan kapasitas anggaran negara,
baik untuk pembiayaan anggaran rutin maupun pembangunan. Menurut Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1, ayat 1 menyatakan bahwa “pajak adalah kontribusi wajib
pajak kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”. Akan tetapi tidak banyak rakyat yang dapat merasakan apa yang telah mereka
keluarkan. Selain itu, dikatakan penerimaan pajak meningkat setiap tahunnya, tetapi
bentuk dari pengeluaran negara tersebut masih belum jelas dirasakan oleh masyarakat.
Apabila hal tersebut terus-menerus berlanjut, dikhawatirkan akan mengakibatkan
keengganan rakyat untuk membayar pajak bahkan akan cenderung menggelapkan pajak
(Pulungan, 2015). Terdapat perbedaan pandangan mengenai pajak antara pemerintah
dengan wajib pajak. Pemerintah sangat memerlukan penerimaan pajak untuk pembiayaan
penyelenggaraan negara dan pembangunan. Pajak merupakan sumber sumber penerimaan
terbesar bagi negara, sehingga pemerintah mengharapkan wajib pajak untuk patuh
membayar pajak dengan mengeluarkan peraturan-peraturan perpajakan. Di pihak lain,
wajib pajak memandang bahwa pembayaran pajak merubahan suatu beban yang nantinya
dapat mengurangi pendapatannya. Wajib pajak berusaha akan meminimalkan membayar
pajak dengan tujuan untuk memaksimalkan jumlah laba yang diterima. Ada beberapa
cara yang digunakan wajib pajak untuk meminimalkan beban pajaknya, yaitu: Tax
planning (perencanaan pajak), Tax avoidance (penghindaran pajak) dan Tax evasion
(penggelapan pajak). Tax planning adalah upaya wajib pajak untuk meminimalkan beban
pajak melalui skema yang memang telah jelas diatur dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan. Perencanaan pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu
dengan yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar
peraturan perpajakan (unlawful).

Anda mungkin juga menyukai