Anda di halaman 1dari 8

Penerapan Pajak Penghasilan Badan berdasarkan

Perubahan Regulasi Pajak UU HPP


Catherine Tiffany Tanaputra
Kelas F-Perpajakan / 34
1.1. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan
sumber daya alam, namun sumber pendapatan negara yang potensial tidak berasal
dari situ, melainkan dari sektor perpajakan. Dimana yang memberikan kontribusi
paling besar kepada penerimaan negara adalah pajak penghasilan badan. Hal ini
didukung dengan pernyataan dari kementerian keuangan yang mencatat bahwa
penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan mengalami pertumbuhan sebesar
132,4% hingga Juli 2022 lalu. Menurut Sri Mulyani, penerimaan PPh badan tersebut
dapat menjadi salah satu indikator pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid-19
dari sektor korporasi.
Oleh karena besarnya pengaruh PPh pada realisasi penerimaan pajak
negara, maka diperlukan adanya penyesuaian terhadap perkembangan dan
perubahan kondisi ekonomi di Indonesia. Sehingga, sangat wajar apabila terdapat
pembaruan dalam UU tentang pajak, seperti perubahan aturan lapisan dan tarif PPh
pasal 21 yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 atau dikenal
sebagai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 
Harapannya melalui perubahan tersebut, penerimaan pajak semakin
meningkat, diiringi dengan meningkatnya keadilan dalam sektor perpajakan,
sehingga kepatuhan pajak yang tercipta semakin tinggi pula. Selain itu, dengan
peraturan yang ada, tarif pajak pada perusahaan diharapkan dapat mencapai tingkat
keefisienan dan keefektifan. Maka dari itu, beberapa perusahaan atau badan harus
melakukan upaya manajemen untuk dapat mematuhi peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
1.2. Pembahasan
1.2.1. Pengertian Pajak Penghasilan Badan
Pajak Penghasilan badan adalah salah satu jenis pajak penghasilan yang
dikenakan atas penghasilan suatu badan atau perusahaan. Artinya, disini setiap
pengusaha yang memiliki badan usaha tidak dapat lepas dari kewajiban untuk
membayar pajak. Penghasilan yang dimaksud adalah setiap penambahan
kemampuan ekonomis yang diperoleh baik dari dalam maupun luar negeri. Dimana
kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak tersebut harus
dilaksanakan secara tepat waktu.
Sedangkan, pengertian badan itu sendiri dalam aturan pajak adalah
sekelompok orang atau modal yang bersatu dengan tujuan untuk melakukan usaha
maupun tidak melakukannya. Setiap badan usaha memiliki bidang usaha yang
berbeda, sehingga ketentuan pajak yang harus dilaksanakan pun berbeda-beda,
sesuai dengan jenis dan bidang usaha yang dimiliki, serta jenis penghasilan yang
diterima oleh suatu perusahaan Maka dari itu, setiap wajib pajak badan harus
memahami dengan cermat berbagai ketentuan yang ada terkait dengan tanggung
jawab dan kewajiban PPh badan.
Namun, karena penerapannya yang bergantung dari sumber-sumber usaha
yang telah digeluti tersebut sangatlah luas, maka harus dipahami secara teoritis dan
prakteknya.
1.2.2. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Badan
Subjek pajak dalam badan bisa juga disebut sebagai wajib pajak, yaitu badan
yang telah memenuhi kriteria secara subjektif dan objektif. Wajib pajak inilah yang
memiliki kewajiban untuk membayar pajak dalam suatu periode tertentu dan disetor
ke kas Negara. Bisa dibedakan menjadi subjek pajak badan dalam negeri dan luar
negeri. Yang termasuk dalam pengertian badan berdasarkan Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah PT, BUMN, BUMD,
BUMDes, Firma, Kongsi, Koperasi, dan lain sebagainya.
Sedangkan untuk objek pajak penghasilan badan adalah penghasilan atau
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak atau
badan itu sendiri, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dimana dalam hal ini
penghasilan tersebut dipakai untuk keperluan penambahan kekayaan atau konsumsi
bagi wajib pajak yang bersangkutan. Secara umum, objek PPh badan dibagi menjadi
dua jenis, yaitu:
a. Objek PPh tidak final, yaitu objek pajak yang pada akhir tahun harus dihitung
ulang dan diperhitungkan kembali dengan kredit pajak yang telah dipotong
pihak lain.
b. Objek PPh final, yaitu objek PPh yang pajaknya telah selesai pada saat
dipotong, sehingga tidak dihitung kembali.
Sedangkan, berdasarkan sumbernya, penghasilan dapat dibedakan menjadi
tiga kategori, yaitu sebagai berikut:
a. Penghasilan dari usaha atau kegiatan / active income
b. Penghasilan dari modal / passive income
c. dan penghasilan lain-lain.
1.2.3. Jenis Pajak Penghasilan yang dikenakan pada Badan (PPh Badan)
Terdapat beberapa jenis pajak penghasilan badan atau PPh Badan yang
harus dibayar dan dilaporkan oleh Wajib Pajak Badan atau perusahaan, yaitu
sebagai berikut:
a. Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh 21 ini mengurus mengenai pemotongan dari hasil pekerjaan jasa
atau kegiatan dalam bentuk apapun yang diterima oleh Wajib Pajak dan
harus dibayarkan setiap bulannya. Penghasilan para karyawan langsung
dilakukan pemotongan
b. Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak penghasilan yang mengatur atas pemungutan pajak dari Wajib
Pajak yang dibebankan pada badan usaha tertentu karena melakukan
aktivitas perdagangan terkait dengan ekspor, impor, maupun re-impor.
c. Pajak Penghasilan Pasal 23
PPh 23 adalah pajak yang mengatur pemotongan pajak dari Wajib
pajak ketika terjadi transaski pembagian keuntungan saham, royalti,
penghargaa, dan sebagainya.
d. Pajak Penghasilan Pasal 25
Aturan mengenai bagaimana wajib pajak mengangsur kewajiban
pajak di muka, sehingga tidak memiliki beban utang pajak yang besar
yang harus dibayar saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan.
e. Pajak Penghasilan Pasal 26
Pasal ini mengatur pajak yang dikenakan atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia dan diterima Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
f. Pajak Penghasilan Pasal 29
Merupakan pajak penghasilan kurang bayar yang harus dibayarkan
oleh wajib pajak yang sudah tertulis dalam Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan.
1.2.3. Mekanisme Perhitungan PPh Badan
Untuk memahami mekanisme perhitungan PPh Badan, Wajib Pajak
Badan diwajibkan untuk mengadakan pembukuan agar mengetahui seberapa
besar Penghasilan Kena Pajak yang dikenakan. Ketentuan tersebut diatur
dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU
KUP) Pasal 28 Ayat (1). Berikut merupakan proses menghitung Penghasilan
Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan :
a. Menghitung penghasilan selama setahun
Wajib Pajak Badan harus menghitung seluruh penghasilannya yang
diperoleh dalam satu tahun pajak, kecuali penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak serta penghasilan yang telah dikenai PPh Final,
dua hal tersebut tidak perlu dimasukkan dalam perhitungan pajak
penghasilan.
b. Pengurangan penghasilan dari biaya-biaya pengeluaran
Langkah selanjutnya adalah dengan mengurangi penghasilan yang
telah dihitung di atas dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh
Wajib Pajak Badan. Baik biaya secara langsung maupun tidak langsung
yang berkaitan dengan kegiatan usaha.
c. Mengeluarkan biaya-biaya yang tidak dapat dikurangi
Langkah terakhir yaitu mengoreksi perhitungan yang telah dilakukan,
karena di Indonesia terdapat biaya-biaya yang tidak menjadi pengurang
pajak. Contohnya, pembagian laba/dividen, sisa hasil usaha koperasi,
biaya kepentingan pribadi pemegang saham, dan lain sebagainya. Maka,
Wajib Pajak Badan harus mengeluarkan biaya yang tidak dapat dikurangi
tersebut.
1.2.4. Perbedaan Tarif PPh Badan dengan UU HPP
Pada awal pandemi virus corona, pemerintah memang menetapkan
kebijakan fiskal untuk menghadapi risiko pandemi dengan mengeluarkan
perubahan tarif pajak penghasilan terbaru yang tercantum di dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020. Dimana tarif Wajib Pajak
Badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar 22% yang berlaku pada
Tahun Pajak 2020 dan Tahun Pajak 2021. Dan rencananya pada Tahun
Pajak 2022 tarif Wajib Pajak Badan turun menjadi sebesar 20%.

UU PPh (Perppu 1/2020 jo. UU 2/2020) UU HPP


Tahun Pajak Tarif Tahun Pajak Tarif
Tahun 2020 dan 2021 22%
Tahun 2022 20% Tahun 2022 dst. 22%

Namun, pemerintah mengurungkan rencana penurunan tarif pajak


penghasilan badan menjadi 20% yang sebelumnya direncanakan. Alasan
pembatalan penurunan tarif tersebut dikarenakan kondisi perekonomian
Indonesia yang kian pulih dan juga analisis pemerintah bahwa tarih PPh
Badan sebesar 22% sudah menggambarkan tingkat yang cukup kompetitif.
Maka dari itu, berdasarkan perubahan Pasal 17 ayat (1) huruf b UU HPP, di
tahun 2022 ini pemerintah kembali menetapkan kebijakan perubahan tarif
Pajak Penghasilan Badan di Indonesia bagi Wajib Pajak Badan, menjadi 22
persen.

Wajib Pajak UU KUP UU HPP


Badan Wajib Pajak Badan Wajib Pajak Badan Dalam
Dalam Negeri dan Negeri dan bentuk usaha tetap
bentuk usaha tetap sebesar 22% yang mulai berlaku
sebesar 25% sejak tahun 2022.

Perubahan regulasi pajak yang diatur dalam Undang-Undang


Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tersebut, sudah disahkan oleh
DPR RI pada tanggal 7 Oktober 2021 dan diresmikan oleh Presiden Joko
Widodo menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 pada 29 Oktober 2021, dan mulai
berlaku pada tahun 2022. Perubahan atau revisi dari UU KUP (Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan) menjadi UU HPP (Harmonisasi Peraturan
Perpajakan) ini memiliki tujuan untuk meningkatkan pemulihan ekonomi
negara atau mengoptimalkan penerimaan negara dengan
mempertimbangkan asas keadilan. Hal tersebut juga sudah diperkirakan dari
sisi demografi di Indonesia, dimana dalam dua puluh tahun mendatang,
terdapat 52% usia produktif, 75% hidup di perkotaan, dan 80% penghasilan
menengah. Maka dari itu roda perekonomian nasional juga perlu ditingkatkan
agar Indonesia memiliki pendapatan per kapita yang lebih tinggi.

1.2.5. Penerapan Pajak Penghasilan Badan (PPh) di Indonesia

Sumber:https://home.rpmg/xx/en/home/services/tax/tax-tools-and-resources/tax-rates-online/corporate-tax-
rates-table.html
Menurut teori Laffer Curve, pada puncak sebuah grafik terdapat
sebuah titik tarif tertentu dimana sebuah negara dapat menerima pendapatan
pajak secara maksimal. Apabila tarif pajak ditetapkan lebih besar daripada
titik tersebut, maka pendapatan dari sektor perpajakan akan semakin
menurun. Hal tersebut dikarenakan pada titik tertentu masyarakat mulai
cenderung melakukan kegiatan untuk meminimalkan beban pajak, baik
dengan cara yang sesuai dengan aturan/ tax avoidance, maupun dengan
melawan peraturan yang ada / tax evasion.

Sumber:https://home.rpmg/xx/en/home/services/tax/tax-tools-and-resources/tax-rates-online/corporate-tax-
rates-table.html

Di Indonesia, tarif pajak penghasilan yang berlaku sebesar 22%


masuk ke dalam rata-rata tarid pajak penghasilan negara-negara yang
berada di wilayah Asia dan berada di posisi tengah negara-negara secara
global. Dan apabila dibandingkan dengan beberapa negara maju, seperti
Singapura, Jepang, dan Australia, ataupun negara tetangga seperti Kamboja
dan Malaysia, tarif pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia termasuk
dalam posisi tengah tarif pajak negara tersebut.
1.3. Kesimpulan

Seiring dengan perkembangan dan perubahan kondisi ekonomi di Indonesia,


aturan perpajakan dapat berubah secara cepat dan dalam jangka waktu yang
singkat. Hal tersebut mendorong Wajib Pajak untuk lebih aware dengan aturan
perpajakan yang ada dan yang terbaru untuk dapat menentukan kebijakan yang
nantinya membuahkan hasil paling optimal. Dalam hal ini, Wajib Pajak memerlukan
perencanaan dan pertimbangan yang matang agar dapat menjalankan badan
usahanya secara nyaman, sekaligus melaksanakan kewajiban perpajakannya secara
patuh. 
Kebijakan fiskal terhadap penerimaan negara untuk menjaga pertumbuhan
ekonomi yang dikeluarkan oleh Pemerintah yakni dengan adanya perubahan
regulasi pajak yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan (UU HPP), dimana tarif Pajak Penghasilan Badan di Indonesia bagi
Wajib Pajak Badan di tahun 2022 menjadi 22 persen membawa dampak yang baik.
Hal tersebut didukung dengan pernyataan kementerian keuangan, bahwa pajak
penghasilan badan yang memberikan kontribusi paling besar kepada penerimaan
negara. Oleh sebab itu, tarif pajak sebesar 22% yang berlaku di Indonesia dapat
dikatakan dan dinilai masih dapat berkompetisi dari persaingan regional dan global.

Daftar Pustaka

Budihardjo, Otto; Risandy Meda Nurjanah (2021, 21 Desember). Masih Tetap, Tarif Pajak
Penghasilan Badan 22% untuk Tahun Pajak 2022. Dikutip 8 November 2022 dari MUC
Surabaya:https://www.konsultanpajaksurabaya.com/masih-tetap-tarif-pajak-penghasilan-
badan-22-untuk-tahun-pajak-2022

Dinanti, Dinda. 2022. “Penerapan Pajak Penghasilan Badan Berdasarkan Undang-Undang


Nomor 28 Tahun 2007 dan Harmonisasi Perpajakan” dalam Journal of Financial Economics
& Investment Vol. 2 No.3

Fitriya (2021, 19 Oktober). Penting! Deret Poin Perubahan Regulasi Pajak di UU HPP.
Dikutip 8 November 2022 dari Klik Pajak https://klikpajak.id/blog/uu-hpp/

Fitriya (2022, 29 Agustus). PPh Badan: Ketahui Jenis, Tarif, Hitung, Bayar, dan Lapor Pajak.
Dikutip 8 November 2022 dari Klik Pajak https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-badan-
jenis-tarif-hitung-dan-lapor-pajak/

Kurniati, Dian (2022, 11 Agustus). PPh Badan Tumbuh 132,4% Hingga Juli 2022, Begini
Kata Sri Mulyani. Dikutip 8 November 2022 dari DTC News PPh Badan Tumbuh 132,4%
Hingga Juli 2022, Begini Kata Sri Mulyani (ddtc.co.id)

Komala, Hana (2022, 28 Januari). Ringkasan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan


Perpajakan (UU HPP). Dikutip 8 November 2022 dari Pajak Startup Ringkasan Undang-
Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) – Pajak Startup

Nurhidayah, Hilda (2022, Maret). PPh Penyumpang Pajak Terbesar dari Tahun ke Tahun.
Dikutip 8 November 2022 dari Pajak PPh Badan Tumbuh 132,4% Hingga Juli 2022, Begini
Kata Sri Mulyani (ddtc.co.id)
Susanto, Alfin Bryan Garin; Indrawarti Yuhertiana. 2021. “Menguak Efek Penurunan Tarif
Pajak Penghasilan di Masa Pandemi Covid-19” dalam Jurnal Ilmiah Komputerisasi
Akuntansi Vol.14 No 2

Anda mungkin juga menyukai