Anda di halaman 1dari 5

Pengaruh Resolusi Jihad Tahun 1945 terhadap Semangat Mempertahankan

Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan Hak Asasi Manusia


Nama : Catherine Tiffany Tanaputra
NIM : 225030407111111
Kelas/No Presensi : C6R/33
Mata Kuliah : Kewarganegaraan
Fakultas/Prodi : Ilmu Administrasi/Perpajakan

A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah


Hak Asasi Manusia secara mendasar tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
alinea pertama “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Maknanya adalah bangsa Indonesia harus
lebih berani dalam memperjuangkan kemerdekaannya, tidak hanya secara individu
namun juga seluruh bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa di
dalamnya. Penjajahan harus ditentang karena tidaklah sesuai dengan hak asasi
manusia dan hanya akan menimbulkan penderitaan. Namun, pada kenyataannya
bahkan setelah Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal
17 Agustus 1945, masih saja ada musuh yang ingin kembali menguasai Indonesia.
Salah satunya adalah Peristiwa 10 November 1945, dimana terjadi
pertempuran dahsyat arek-arek Surabaya melawan tentara sekutu NICA (Netherlands-
Indies Civil Administration) dan sekutunya. Peristiwa tersebut dipicu oleh adanya
Resolusi Jihad yang memiliki pengaruh besar untuk memantik semangat juang
seluruh lapisan rakyat hingga pemimpin di Jawa Timur terutama di Surabaya dalam
berjuang mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari Belanda
dan pihak asing lainnya yang mencoba merongrong kembali kemerdekaan bangsa.
Dalam resolusi tersebut tercatat bahwa para santri juga turut berjuang memerdekakan
Indonesia, sehingga ditetapkannya Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 1945.
Berdasarkan pernyataan diatas, masalah yang dapat dirumuskan yaitu
“Bagaimana latar belakang dan apa implikasi dari Revolusi Jihad dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia?”
B. Data, Informasi, Teori, dan Analisa
Menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan
langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati,
sehingga tidak ada kekuasaan apa pun di dunia yang dapat mencabut hak tersebut.
Sedangkan dalam Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 dinyatakan bahwa Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan YME wajib dihormati dan dilindungi.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka kita sebagai individu dalam
masyarakat yang membentuk suku bangsa menjadi bangsa Indonesia yang satu, harus
berjuang memperoleh hak asasi kita tersebut. Namun, setelah kemerdekaan
diproklamasikan, perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan
kemerdekaanya belumlah usai. Dalam perjuangan perlawanan bangsa Indonesia
menghadapi kolonialisme, terdapat para ulama yang tidak hanya bertugas sebagai
penasihat kerohanian saja, namun seringkali bergerak sebagai pemegang pimpinan
perang. Dimana perang itu kemudian dapat diidentifikasikan sebagai Resolusi Jihad,
dimana apabila gugur dalam pertempuran maka akan dianggap sebagai mati syahid
dan pasti akan masuk surga.
Seruan Resolusi Jihad tersebut dilatarbelakangi oleh kedatangan tentara
Inggris ke Surabaya bersama NICA dan AFNEI yang membawa misi ingin
mengembalikan Indonesia kepada pemerintahan Belanda sebagai jajahannya. Pada
saat itu Bung Karno khawatir jika sampai terjadi peperangan secara matematis tidak
akan mungkin bisa mengalahkan sekutu, karena persenjataan mereka lebih lengkap
dan keahlian militernya lebih memadai. Sehingga atas saran dari Jenderal Besar
Sudirman, pada tanggal 21 Oktober 1945 seluruh delegasi Nahdlatul Ulama se-Jawa
dan Madura berkumpul dalam suatu rapat. Kemudian, pada tanggal 22 Oktober 1945,
rapat itu menghasilkan satu keputusan dalam bentuk resolusi yang kemudian diberi
nama Resolusi Jihad yang dimaksudkan untuk segera mendeklarasikan Perang atau
Jihad.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata “resolusi” dapat diartikan
sebagai keputusan atau kebulatan pendapat yang ditetapkan dalam rapat. Sedangkan
kata “jihad” menurut Badul Baqi Ramdhun artinya berjuang atau perjuangan yang
dilakukan dengan sungguh-sungguh. Resolusi Jihad dapat diartikan sebagai seruan
atau fatwa yang dikeluarkan Nahdlatul Ulama (NU) pada tanggal 22 Oktober 1945
yang ditulis oleh Pendiri NU sekaligus pendiri Pesantren Tebuireng Hadratusyaikh
KH. M. Hasyim Asy‟ari. NU sebagai organisasi keagamaan menyatakan pada saat
Indonesia merdeka dan mendapat gangguan dari musuh, maka Indonesia bisa
dikatakan sebagai negara perang (darul harb).
Resolusi ini kemudian disebarluaskan ke jaringan pesantren, komandan laskar
Hizbullah dan Sabililah di seluruh Jawa dan Madura, serta dimuat di sejumlah media
massa pergerakan. Sehingga seruan Jihad dapat membakar semangat seluruh lapisan
rakyat hingga pemimpin di Jawa Timur, terutama Surabaya agar mereka dapat
dengan tegas menolak kehadiran sekutu.
Ribuan santri dan kiyai dari seluruh Jawa Timur bergerak menuju Surabaya
untuk memompa semangat perlawanan rakyat ketika mengetahui 6000 tentara sekutu
telah mendarat di Pelabuhan Tanjung Perak dengan persenjataan lengkap. Hal
tersebut memicu terjadinya pertempuran yang hebat pada tanggal 27-29 Oktober
1945. Pertempuran yang terjadi akibat adanya seruan Resolusi Jihad yang dikeluarkan
oleh NU pada 22 Oktober 1945 tersebut berlangsung sengit dengan kesudahan sekitar
2300 orang meninggal termasuk Jenderal Mallaby. orang nomor 1 tentara Inggris.
Kematiannya merupakan pukulan sekaligus penghinaan yang setinggi-tingginya bagi
mereka, namun bagi bangsa Indonesia yang sudah bertekad lebih baik mati daripada
hidup dalam belenggu penjajahan, maka dengan segala kesiap-siagaan dan keberanian
akan menghadapi apapun nantinya yang bakal terjadi.
Dan benar terjadi demikian seperti yang di duga oleh para pemimpin
Surabaya, penerus Jenderal Mallaby, yaitu Jenderal Robert Manser
mengultimatumkan laskar pejuang dan tentara Indonesia agar menyerahkan senjata
kepada Inggris paling lambat 10 November 1945. Apabila tidak diserahkan, Inggris
mengancam akan membumi hanguskan Surabaya. Bagi rakyat Surabaya, menuruti
ancaman tersebut sama dengan menyerahkan seluruh pemerintahan republik di
Surabaya bersama segala alat keamanan dan pertahanannya. Oleh karena itu, ancaman
tersebut membuat komandan laskar dan para santri marah besar, Bung Tomo sowan
kepada Kyai Hasyim dan meminta izin untuk menyiarkan dan menyebarluaskan
pidato Resolusi Jihad melalui radio dengan mengucapkan takbir Allahu Akbar.
Resolusi Jihad itu memberikan dampak sosial masyarakat Surabaya untuk
melakukan perlawanan terhadap pihak sekutu yang ingin menghalangi kemerdekaan
Indonesia. Perlawanan rakyat Surabaya tidak hanya menggoncangkan seluruh
Indonesia, tetapi mulai juga menggoncangkan dunia, yang akhirnya melahirkan
ketegangan pada titik tertinggi dimana meletus peristiwa bersejarah 10 November
1945 di Surabaya. Menurut William H. Frederick (1989) pertempuran 10 November
diakui sebagai pertempuran paling nekat dan destruktif yang tiga minggu di antaranya
sangat mengerikan jauh di luar yang dibayangkan pihak Sekutu maupun Indonesia.
C. Kesimpulan
Awal mulanya resolusi jihad diserukan untuk merespons NICA (Netherlands
Indies Civil Administration) yang mencoba menjajah kembali Indonesia. KH Hasyim
Asy'ari bersama dengan ulama lainnya wakil-wakil dari cabang NU di seluruh Jawa
dan Madura berkumpul di Surabaya pada 21- 22 Oktober 1945, mendiskusikan dan
kemudian merumuskan Resolusi Jihad tersebut.
Implikasi dari lahirnya resolusi jihad Hasyim Asy'ari adalah mengobarkan
semangat para pejuang yang terdiri dari laskar santri dan Kyai serta rakyat Indonesia,
demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan oleh
Soekarno. Resolusi Jihad ini memberikan pengaruh kuat terhadap para laskar santri
dan juga rakyat kecil untuk rela medermakan darah dan nyawanya untuk membela
Negara Republik Indonesia, dimana hal ini menegaskan bukti besarnya rasa
nasionalisme warga pesantren, wujud kecintaan dan juga pengorbanan terhadap
Republik Indonesia.
Seruan Resolusi Jihad ini mendorong banyaknya pengikut NU yang kemudian
ikut serta dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Oleh karena itu,
pemerintah menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan, sedangkan 22 Oktober
sebagai Hari Santri Nasional untuk mengenang jasa kaum santri yang terlibat dalam
melawan kolonialisme di Tanah Air Indonesia. Semua ini bertujuan untuk
mempertahankan Hak Asasi Manusia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 Alinea pertama dan sebagai dasar kehidupan negara, Pancasila.

D. Daftar Pustaka
Ahmad, Jafar. (2022). Analisis Keberhasilan Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama (NU)
Dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia. Jurnal Ilmu Ushuluddin, Adab
dan Dakwah Vol. 4 No. 1. https://jurnalfuad.org/index.php/ishlah/article/view/176/93
Amri, Tamamul. (2018). SERUAN RESOLUSI JIHAD NAHDLATULULAMA (NU)
PADA MASA REVOLUSI DI SURABAYA TAHUN 1945-1949. Diploma atau S1
thesis, Universitas Islam Negeri "Sultan Maulana Hasanuddin" Banten.
http://repository.uinbanten.ac.id/2314/

BUKU AJAR PENDIDIKAN PANCASILA. (2019). Malang: Pusat Mata Kuliah


Pengembangan Kepribadian Universitas Brawijaya.
BUKU AJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. (2019). Malang: Pusat Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian Universitas Brawijaya.

Kaji, Gus. “Asal Usul Resolusi Jihad 22 Oktober 1945.” Tiktok, diunggah oleh
Ishaq.4hmad, 12 Oktober 2022. https://vt.tiktok.com/ZSRG3kPU9/
Kusnomo, Indarwanto. “268 RESOLUSI JIHAD MELAWAN JAN COX, 2022 10 22
19 36 44.” Youtube, diunggah oleh Kanal Hikmatologi, 22 Oktober 2022.
https://www.youtube.com/watch?v=DGvnwZpg9lQ

Anda mungkin juga menyukai