KELOMPOK :
( 01 ) Abdul Malik Halim
( 09 ) Dewi Hanun Rozania
( 17 ) Kamelia Fatihatul J.
( 25 ) Ragil Santia Sakha’
( 33 ) Wahyu Putri Anatasya
Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan ridho-Nya karena kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Dalam pembuatan makalah ini banyak sekali para pihak yang membantu
dan berkontribusi terhadap pembuatan makalah ini. Selaku penulis kami
meminta maaf atas segala kesalahan yang ada di dalam pembukaan makalah.
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar dapat memotivasi
kami selaku pembuat makalah untuk menjadi lebih baik.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR............................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................................5
A. PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA............................................................................................5
B. PERTEMPURAN MEDAN AREA....................................................................................................................7
C. PERJANJIAN LINGGAJATI...........................................................................................................................10
D. PERJANJIAN RENVILLE...............................................................................................................................12
E. KONFERENSI MEJA BUNDAR.....................................................................................................................14
F. PENYERAHAN KEDAULATAN....................................................................................................................15
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................................17
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Revolusi dapat dilihat sebagai loncatan dua tahap, pertama, loncatan dari
penjajahan ke alam merdeka, dan kedua, loncatan dari masyarakat yang diwariskan
oleh zaman penjajahan dan perang kemerdekaan yang bertahun-tahun ke suatu
masyarakat Indonesia yang modern, adil, makmur dan mencerminkan kepribadian
kita dan yang mempunyai swadaya untuk perkembangan yang terus- menerus.
Kondisi politik, sosial ekonomis, kebudayaan, menyebabkan pengertian revolusi itu
erat hubungannya dengan kemerdekaan. Tidak ada kemerdekaan tanpa revolusi, dan
tidak ada revolusi tanpa kemerdekaan.
Pada masa kemerdekaan, di Indonesia terjadi suatu perubahan yang
fundamental dan dalam waktu yang singkat, perubahan dari bangsa yang terjajah
beralih menjadi bangsa yang merdeka. Dengan sendirinya terjadi juga perubahan
struktur dari pemerintahan selama penjajahan ke alam struktur pemerintahan yang
baru dari bangsa yang merdeka. Semua berlangsung dalam waktu yang amat singkat
B.Rumusan Masalah
1. Apa saja kejadian yang terjadi pada tahun 1945-1949?
2. Bagaimana kondisi bangsa Indonesia pada saat masa revolusi?
C.Tujuan Masalah
1. Mengetahui kejadian apa saja yang terjadi pada tahun 1945-1949
2. Mengetahui kondisi bangsa Indonesia pada saat masa revolusi
BAB II PEMBAHASAN
Tepat hari ini, tanggal 17 Agustus pada 1945 silam, Soekarno membacakan teks
proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peristiwa bersejarah tersebut dilakukan di depan
rumah Soekarno, di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat. Tentu saja, hal ini
disambut suka cita oleh bangsa Indonesia yang telah lama menantikan kemerdekaan.Di
balik pembacaan teks proklamasi tersebut, menyimpan sejarah panjang perjuangan
bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Sudah tidak terhitung berapa banyak
pahlawan yang gugur karena memperjuangkan bangsa Indonesia agar berdaulat dan
terbebas dari penjajah.Momentum pembacaan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia
ini tidak akan pernah terjadi tanpa serangkaian peristiwa yang melatarbelakanginya.
Soekarno/Hatta.
Pertempuran Medan Area merupakan peristiwa sejarah pada era revolusi fisik atau masa
perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Perang Medan Area ini terjadi di Medan, Sumatera Utara (dulu masih bernama Sumatera
Timur), beberapa bulan setelah proklamasi.
Pemicu pecahnya Pertempuran Medan Area ini adalah kedatangan pasukan Sekutu di
Sumatera Utara pada 9 Oktober 1945. Tujuan kehadiran Sekutu selaku pemenang Perang
Dunia II adalah mengurus tawanan dan melucuti senjata tentara Jepang di Indonesia.
Ternyata, Sekutu diboncengi oleh pasukan Belanda yang saat itu memakai nama Netherland
Indies Civil Administration (NICA). Belanda rupanya ingin kembali menguasai wilayah
Indonesia yang dulu beratus-ratus tahun mereka duduki. Rakyat dan kaum pejuang di
Sumatera Utara, khususnya di Medan, tentu tidak tinggal diam melihat gelagat buruk
tersebut. Maka, terjadilah konflik bersenjata yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran
Medan Area.
Kronologi Peristiwa Perang Medan Area
Sukarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia telah menyatakan
proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Kabar gembira tersebut
baru sampai ke rakyat Medan 10 hari berselang atau pada 27 Agustus 1945.
Namun, kedatangan pasukan Sekutu yang disertai oleh NICA atau balatentara
Belanda membuat rakyat dan kaum pejuang di Sumatera Utara merasa terusik.
Ahmad Tahir dalam Bunga Rampai Perjuangan dan Pengorbanan (1995:90)
mengisahkan, di Medan, Belanda mulai menunjukkan pergerakan yang
mencurigakan. NICA mengumpulkan para mantan serdadu Belanda di Medan untuk
membentuk kembali kekuatan militer mereka.
Para pemuda di Medan pun segera mengambil sikap. Dimotori oleh Ahmad Tahir
yang pernah bergabung dengan tentara sukarela (gyugun) pada masa pendudukan
Jepang, dibentuklah Barisan Pemuda sebagai tindakan antisipasi.
Barisan Pemuda di Medan punya ciri khas, yakni mengenakan lencana merah-putih.
Tanggal 13 Oktober 1945, tentara Belanda menginjak-injak lencana kebanggaan
tersebut. Insiden inilah yang memicu pecahnya perang di Medan.
Dalam peristiwa yang disebut Pertempuran Medan Area itu, pihak republik berhasil
melumpuhkan hampir 100 orang serdadu Belanda. Hal ini membuat militer Belanda
murka dan menetapkan sejumlah aturan.
Ditegaskan oleh Belanda bahwa rakyat Indonesia di Medan tidak boleh membawa
senjata. Mereka yang masih membawa senjata diwajibkan menyerahkannya kepada
pihak Belanda atau Sekutu.
Tentu saja, rakyat Medan tidak mematuhi aturan tersebut. Petrik Matanasi dalam
“Sejarah Pertempuran Medan Area” menuliskan, tanggal 1 Desember 1945, Sekutu
menetapkan beberapa garis batas di beberapa titik kota Medan.
Simbol pembatas ini adalah papan-papan yang di dalamnya terdapat tulisan Fixed
Boundaries Medan Area. Penyebutan ‘Medan Area’ sebagai nama pertempuran ini
diklaim berawal dari papan tersebut.
Konflik kian membara. Terjadilah peperangan lagi pada 10 Desember 1945. Pasukan
RI di bawah komando Abdul Karim meladeni tentara Sekutu atau Belanda di Deli
Tua.
Di Kota Medan, Sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran. Tercatat
dalam Sejarah Nasional Indonesia VI (1984) karya Marwati Djoened Poesponegoro
dan kawan-kawan, kaum rakyat pejuang di Medan meladeni serbuan tersebut. Perang
yang terjadi membuat jatuhnya banyak korban dari kedua belah pihak.
Buku Republik Indonesia: Sumatera Utara (1953), mencatat, kala itu Kota Medan
digempur peperangan, situasi kacau-balau, para prajurit Sekutu melakukan berbagai
tindakan keji yang membuat rakyat Medan kian murka.
“Selanjutnya seorang perwira Inggris diculik oleh pemuda, beberapa truk berhasil
dihancurkan. Dengan peristiwa ini TED Kelly kembali mengancam para pemuda
[Republik] agar menyerahkan senjata mereka,” tulis penyusun buku Sejarah Nasional
Indonesia VI (1984) karya Marwati Djoened Poesponegoro.
Aksi-aksi bersenjata itu lalu dikenal sebagai Pertempuran Medan Area. Setelah itu,
Medan terbagi dua. Sisi timur yang dekat laut dikuasai Sekutu, sementara sisi bimur
yang ke arah pedalaman Sumatra Utara dikuasai Republik. Jalan kereta api dari Pulo
Brayan ke Medan jadi pembatasnya.
Pada bulan April 1946, pemerintah RI di dalam kota Medan terus didesak militer-
militer asing itu hingga akhirnya Gubernur Sumatra, Walikota Medan, dan petinggi
TKR menyingkir ke Pematang Siantar. Setelah itu, Medan menjadi salah satu kota
penting bagi NICA dan menjadi ibu kota Negara Sumatra Timur.
Sekutu dan NICA akhirnya berhasil menduduki Kota Medan pada April 1946.
Pusat perjuangan rakyat Medan pun terpaksa digeser ke Pematang Siantar.
Kendati begitu, masih terjadi perlawanan, termasuk pada 10 Agustus 1946 di
Tebingtinggi.
Para komandan pasukan RI yang berjuang di Medan kemudian bertemu dan
membentuk satuan komando bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan
Area. Tanggal 19 Agustus 1946, dibentuk Barisan Pemuda Indonesia (BPI) di
Kabanjahe.
Dikutip dari artikel “Terbentuknya TKR di Tanah Karo” dalam
laman Pemerintah Kabupaten Karo, BPI menjadi salah satu unsur pembentuk
Badan Keselamatan Rakyat (BKR) yang merupakan cikal-bakal Tentara
Nasional Indonesia (TNI).Laskar-laskar rakyat di berbagai daerah di Sumatera
Utara terus melancarkan perlawanan terhadap Sekutu dan NICA meskipun Kota
Medan telah diduduki.Tak hanya di Sumatera Utara, gelora perlawanan juga
terjadi di berbagai daerah lain di Sumatera, seperti Padang, Bukittinggi, Aceh,
dan lainnya
C. PERJANJIAN LINGGAJATI
( 15 November 1946 )
Hasil perundingan
Hasil perundingan di Linggarjati selesai pada 15 November 1946 di Istana Merdeka, dan
ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947.
Isi Perjanjian Linggarjati, Sebagai berikut :
o Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan
yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura.
o Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
o Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat
(RIS).
o Dalam bentuk RIS, Indonesia harus tergabung dalam persemakmuran Indonesia-
Belanda di bawah kerajaan Belanda.
D. PERJANJIAN RENVILLE
( 17 Januari 1948 )
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang terjadi pada
tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika
Serikat sebagai tempat netral USS Renville, yang berlabuh di Jakarta.[1] Perundingan
dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara, yang terdiri
dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Perjanjian ini diadakan untuk menyelesaikan
perselisihan atas Perjanjian Linggarjati tahun 1946. Perjanjian ini berisi batas antara wilayah
Indonesia dengan Belanda yang disebut Garis Van Mook.
Latar belakang
Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengeluarkan resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia. Gubernur Jendral
Van Mook dari Belanda memerintahkan gencatan senjata pada tanggal 5 Agustus. Pada
25 Agustus, Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang diusulkan Amerika Serikat
bahwa Dewan Keamanan akan menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda secara damai
dengan membentuk Komisi Tiga Negara yang terdiri dari Belgia yang dipilih oleh
Belanda, Australia yang dipilih oleh Indonesia, dan Amerika Serikat yang disetujui kedua
belah pihak.
Pada 29 Agustus 1947, Belanda memproklamirkan garis Van Mook yang membatasi
wilayah Indonesia dan Belanda. Republik Indonesia menjadi tinggal sepertiga Pulau Jawa
dan kebanyakan pulau di Sumatra, tetapi Indonesia tidak mendapatwilayah utama
penghasil makanan. Blokade oleh Belanda juga mencegah masuknya persenjataan,
makanan dan pakaian menuju ke wilayah Indonesia.
Genjatan Senjata dan Negara yang Terlibat
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan
gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tetapi pertempuran terus
terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan
sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang
terjadi antara karawang dan bekasi. Delegasi Indonesia terdiri dari ketua : Perdana Menteri
Amir Sjarifuddin, wakil : Mr. Ali Sastroamidjojo dan Agus Salim, anggota : Dr. Leimena,
Mr. Latuharhary, dan Kolonel T.B. Simatupang. Delegasi Belanda dipimpin oleh Raden
Abdul Kadir Widjojoatmodjo.
Isi perjanjian dan dampaknya
Setelah disepakati pada 17 Januari 1948 perjanjian Renville memuat beberapa
persetujuan, yaitu:[2]
1. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian
wilayah Republik Indonesia.
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan
daerah pendudukan Belanda.
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan
di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Berakhirnya agresi militer Belanda I dan disetujuinya perjanjian Renville mengubah arah
perpolitikan Indonesia. Golongan kiri yang selama awal kemerdekaan ditempatkan dalam
struktur pemerintahan mulai tersingkir. Tersingkirnya golongan kiri merupakan cikal bakal
terjadinya pemberontakan PKI di Madiun pada 18 September 1948 ditengah konflik yang
masih terjadi antara pihak Belanda dan Republik. Perjanjian Renville mengurangi wilayah
kekuasaan Indonesia yang telah diakui secara de facto sangat merugikan pihak Indonesia.
Wilayah-wilayah penghasil kebutuhan pokok telah dikuasai oleh pihak Belanda
menyebabkan perekonomian Indonesia memburuk terlebih ketika Belanda melakukan
blokade-blokade ekonomi. Pemblokadean ekonomi merupakan salah satu taktik pihak
Belanda untuk melemahkan Indonesia.[3]
Perjanjian ini juga mengakibatkan TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantong di
wilayah pendudukan Belanda di Jawa Barat dan Jawa Timur. Kondisi ini melahirkan
peristiwa Long March Siliwangi, sebuah perjalanan panjang para tentara Divisi Siliwangi dari
Jawa Barat ke Jawa Tengah dan Yogyakarta. Dampak dari peristiwa ini melahirkan sebuah
pemberontakan oleh Kartosuwiryo dan pasukannya yang tidak ingin keluar dari Jawa Barat
yang saat itu berada di kekuasaan Belanda untuk mendirikan Negara Islam Indonesia.
E. KONFERENSI MEJA BUNDAR
( 2 November 1949 )
Peristiwa ini menjadi salah satu langkah diplomatik Indonesia dalam upaya
mempertahankan kemerdekaan dari serangan-serangan Belanda. Beberapa kali Belanda
melakukan kekerasan untuk meredam kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, aksi Belanda itu
justru mendapat kecaman keras dari dunia internasional.
Konferensi Meja Bundar (KMB) dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus sampai 2
November 1949 di Den Haag (Belanda). KMB digelar setelah Belanda dan Indonesia
melewati beberapa jalur diplomasi sebelumnya. Beberapa jalur diplomasi yang dilakukan
oleh Belanda dan Indonesia diantaranya perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, juga
perjanjian Roem-Roijen. Dalam rangka mempercepat penyerahan kedaulatan, pemerintah
Indonesia yang kala itu diasingkan di Bangka, bersedia mengikuti KMB. Pada tanggal 2
November 1949, persetujuan KMB berhasil ditandatangani.
Proklamasi kemerdekaan yang dibacakan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta pada
17 Agustus 1945 tidak serta-merta membuat Belanda mengakui kedaulatan Republik
Indonesia.
Indonesia masih harus mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan,
baik melalui perjuangan di medan tempur maupun negosiasi di meja perundingan.Empat
tahun setelah proklamasi, Belanda akhirnya mengakui dan sepenuhnya menyerahkan
kedaulatan kepada Indonesia.
Tepatnya 27 Desember 1949, dilaksanakan upacara penyerahan kedaulatan Belanda
kepada Indonesia di Amsterdam dan di Jakarta. Di Istana Dam, Amsterdam, penyerahan
kedaulatan ditandai dengan penandatanganan dokumen oleh Ratu Juliana dan Perdana
Menteri Mohammad Hatta. Dokumen itu berisi, antara lain, pernyataan menerima seluruh
hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) dan Piagam Penyerahan Kedaulatan dari Kerajaan
Belanda kepada Republik Indonesia Serikat. Pada tanggal yang sama, di Istana Rijswijk,
Jakarta (sekarang Istana Negara) diadakan upacara penurunan bendera Belanda dan diganti
dengan bendera Merah Putih.
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan
Situasi masa revolusi dan kondisi dunia internasional membentuk para pemimpin
sentral Republik Indonesia terpecah mengenai berbagai aspek dari pandangan dan persepsi
mengenai Republik Indonesia dan dunia. Perpecahan ini menjadi batu penghalang bagi
pimpinan pemerintahan dalam melawan kembalinya penjajahan Belanda. Munculnya oposisi
domestik yang mengakibatkan jatuhnya kabinet dan persaingan elit politik yang terpecah
dalam garis politik dan ideologi menjadi peluang Belanda untuk melicinkan tujuannya.
Semenjak tahun 1946 pimpinan tertinggi pemerintahan dipegang oleh pasangan Sutan Syahrir
dengan Mr. Amir Syarifuddin dan pasangan Ir. Sukarno dengan Drs. Mohammad Hatta yang
mendukung politik diplomasi Sutan Syahrir. Sebaliknya politik diplomasi ini ditentang oleh
kelompok Tan Malaka dengan Jemderal Sudirman yang condong kepada garis politik keras.
Maka pada proses diplomasi pertama dengan Belanda mengenai Persetujuan Linggarjati
pasangan Tan Malaka dengan Jenderal Sudirman menjadi oposisi terhadap kebijakan Sutan
Syahrir.
Setelah Agresi Militer Belanda II berakhir, pemimpin Republik Indonesia
melanjutkan kembali perundingan dengan Belanda. Belanda duduk bersama dengan Republik
Indonesia untuk membentuk Negara Indonesia Serikat dalam Konferensi Meja Bundar. Salah
satu keputusannya adalah Republik Indonesia akan menjadi Negara Bagian disamping 14
Negara Bagian lain bentukan Belanda. Tanggal 27 Desember 1949 Pemerintah Bellanda
menyerahkan kedaulatan kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Dengan berjalannya
waktu negara boneka buatan Belanda membubarkan diri atau dibubarkan oleh rakyatnya.
Pada tanggal 17 Agustus 1950 dinyatakan berdirinya kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
B. Saran
Melihat permasalahan yang ada seperti di atas, maka peneliti mempunyai beberapa
saran, yaitu:
1. Bagi para bangsawan ataupun keturunan bangsawan Kesultanan Serdang peneliti
menyarankan agar tetap selalu melestarikan kebudayaan Serdang dan peninggalan yang
masih ada. Mengenai kehidupan sosial yang sekarang ini telah dibina dengan baik, sebaiknya
terus dijaga agar tetap terjalin hubungan silaturahmi yang baik dengan masyarakat.
2. Bagi para pembaca, peneliti sarankan untuk melihat budaya Melayu Serdang. Hal itu
dikarenakan budaya Serdang merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia,
dan sampai sekarang masih dapat kita lestarikan bersama
DAFTAR PUSTAKA
https://www.its.ac.id/news/2022/08/25/kilas-balik-kronologi-proklamasi-kemerdekaan-ri/
http://pojokiklim.menlhk.go.id/read/proklamasi-kemerdekaan-indonesia
https://mediaindonesia.com/humaniora/529470/sejarah-pertempuran-medan-area
https://tirto.id/pertempuran-medan-area-sejarah-kronologi-dan-akhir-perang-gbnU
https://www.gramedia.com/literasi/perjanjian-linggarjati/
https://www.kompas.com/skola/read/2022/08/27/143000169/latar-belakang-perjanjian-
linggarjati-dan-isinya?page=all#:~:text=KOMPAS.com%20%2D%20Perundingan
%20Linggarjati%20adalah,negara%20pada%2025%20Maret%201947.
https://kesbangpol.kulonprogokab.go.id/detil/675/perjanjian-renville-upaya-belanda-untuk-
menguasai-negara-indonesia
https://regional.kompas.com/read/2022/01/23/181239178/perjanjian-renville-isi-tokoh-latar-
belakang-dan-dampaknya-bagi-kedaulatan?page=all
https://www.kompas.com/skola/read/2022/08/31/120000969/konferensi-meja-bundar-kmb---
latar-belakang-hasil-dan-tokohnya?page=all
https://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Meja_Bundar
https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/20/160000679/penyerahan-kedaulatan-
indonesia?page=all
https://www.elshinta.com/news/254694/2021/12/27/27-desember-1949-penyerahan-
kedaulatan-ri-oleh-belanda