KELAS 11 IPS 2
1
2
Kata Pengantar
Puji Syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan yang
diberikanNya bagi kita, murid sekolah SMA Jembatan Budaya untuk membuat makalah ini.
Makalah dari Kelompok 2 Kelas 11 IPS 2 yang berjudul “Indonesia Merdeka” dengan isi
materi yang membahas seputar peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan, terbentuknya
pemerintahan dan negara kesatuan republik Indonesia, dan proklamator dan peran tokoh
kemerdekaan. Makalah ini dibuat agar murid-murid dapat mengerti tentang peristiwa
sekitar proklamasi kemerdekaan, terbentuknya pemerintahan dan negara kesatuan republik
Indonesia, dan proklamator dan peran tokoh kemerdekaan yang merupakan materi yang
akan dibahas pada pembelajaran sejarah Indonesia kelas 11 SMA Semester 2. Diharapkan
dengan adanya makalah ini, semua materi yang akan dijelaskan dapat dipahami dengan
baik oleh murid-murid.
Akhir kata, kita mengucapkan terima kasih kepada guru dan teman-teman atas
bimbingan dan perhatiannya, sekian Terima Kasih.
3
Daftar Isi
Judul……………………………………………………………………………… 1
Kata Pengantar………..………………………………………………………… 2
Daftar Isi…………………………………………………………………………. 3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………... 4
1.3 Tujuan………………………………………………………………. 4
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………….. 10
Daftar Pustaka………………………………………………………………….. 11
4
BAB 1
PENDAHULUAN
5
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui peristiwa yang terjadi sekitar proklamasi kemerdekaan.
2. Untuk mengetahui proses terbentuknya pemerintahan dan negara kesatuan Republik
Indonesia.
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang terlibat dalam proklamasi kemerdekaan.
6
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB,
Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian
didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sampai
dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan
Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi
akan dilaksanakan terutama setelah Jepang mengalami kekalahan dalam Perang
Pasifik.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah
pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chaerul dan kawan-kawan telah menyusun
rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak
berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan
oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945. Ada dua lokasi
7
pilihan untuk pembacaan teks proklamasi, yaitu Lapangan IKADA (yang sekarang
telah menjadi Lapangan Monas) atau rumah Bung Karno di Jl. Pegangsaan Timur
No. 56. Rumah Bung Karno akhirnya dipilih untuk menghindari kericuhan antara
penduduk dan tentara Jepang karena tentara-tentara Jepang sudah berjaga-jaga di
Lapangan IKADA setelah mendapat informasi ada sebuah acara yang akan
diselenggarakan dilokasi tersebut. Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok.
Awalnya, Bung Karno dan Bung Hatta ditempatkan di sebuah gubuk tua, pinggir
kali dekat sawah yang tak layak kondisinya. Atas usulan KH. Darip pejuang dari
Klender kepada Soekarni dan kawan-kawan, agar Bung Karno dan Bung Hatta
ditempatkan di tempat yang layak, maka dipilih lah rumah saudagar Tionghoa
bernama Djiaw Kie Siong. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang di
Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk
proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk
berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di
Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian
Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno,
Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan
Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan
Timur No. 56, rumah Bung Karno. Pada tanggal 16 Agustus tengah malam
rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi
dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh
Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang “dipinjam” (sebetulnya diambil) dari
kantor Kepala Perwakilan Kriegsmarine, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[3]
2. Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Perumusan teks proklamasi kemerdekaan semula direncanakan Soekarno-Hatta
sesuai dengan langkah yang ditetapkan oleh Jepang, tetapi sikap Soekarno-Hatta
berubah setelah bertemu dengan pemuka militer Jepang di Jakarta.
8
a. Pertemuan Soekarno-Hatta dengan Mayor Jenderal Nishimura
Perumusan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilakukan di rumah
Laksamana Muda Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol Nomor 1 (sekarang
Perpustakaan Nasional, Depdiknas). Laksamana Muda Tadashi Maeda adalah
seorang Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jepang di Jakarta tempat Ahmad
Subarjo bekerja sebagai stafnya. Sebelum ke rumah Laksamana Muda Maeda,
Soekarno-Hatta terlebih dahulu menemui Kepala Pemerintahan Umum
(Sumobuco) Mayor Jenderal Nishimura untuk menjajaki sikap Nishimura
mengenai rencana Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Soekarno-Hatta ditemani oleh Laksamana Muda Maeda bersama
Shegetada Nishijima, Tomegoro Yoshizumi, dan Miyoshi sebagai penerjemah.
Nishimura ternyata tidak berani mengizinkan adanya rapat PPKI dan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia karena takut disalahkan oleh Sekutu. Nishimura
bersikeras memelihara status quo di Indonesia sesuai dengan garis kebijakan
Sekutu. Nishimura melarang kegiatan dalam bentuk apa pun termasuk rapat
PPKI dan proklamasi kemerdekaan. Tidak adanya kesepahaman tersebut,
meyakinkan Soekarno-Hatta untuk melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia walaupun tidak disetujui oleh Jepang.
9
kemerdekaan terdiri dari dua kalimat, yaitu kalimat pertama merupakan
pernyataan kemauan bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri dan
pada kalimat kedua merupakan pernyataan mengenai pengalihan kekuasaan
(transfer of sovereignity).
Menjelang subuh naskah proklamasi berhasil diselesaikan, kemudian
Soekarno membuka pertemuan dengan peserta rapat. Naskah dibacakan di
hadapan peserta rapat di ruang depan sekitar pukul 04.00 WIB.
10
Pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor
56 Jakarta di rumah Soekarno (sekarang Gedung Perintis Kemerdekaan di Jalan
Proklamasi) diadakan persiapan untuk Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, massa telah memadati
halaman rumah Soekarno dengan berbaris secara teratur dan tertib. Keamanan
rumah Soekarno dijaga oleh pasukan Peta di bawah pimpinan Shodanco Latief
Hendraningrat dan Shodanco Arifin Abdurrahman. Persiapan upacara dipimpin oleh
Suwiryo, wali kota Jakarta.
Kurang lebih pukul 10.00 WIB, Drs. Moh. Hatta datang ke rumah Ir.
Soekarno. Keduanya kemudian keluar menuju ruang depan dengan langkah yang
tegap dan tegas, di depan pengeras suara atas nama bangsa Indonesia membacakan
teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Setelah pembacaan naskah proklamasi, acara dilanjutkan dengan
mengibarkan bendera Merah Putih di halaman rumah Ir. Soekarno. Bendera Merah
Putih tersebut adalah hasil jahitan Ibu Fatmawati Soekarno. Pengibar bendera
dilakukan oleh Suhud dan Latief Hendraningrat dengan disaksikan oleh segenap
hadirin dan diakhiri dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya ciptaan
W.R. Supratman.
Semua yang hadir dalam upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945 berdiri dengan khidmat dan tertib. Sebuah peristiwa besar
telah tercatat dalam perjalanan sejarah perjuangan Indonesia. Meskipun peristiwa
tersebut hanya berlangsung sekitar satu jam, telah membawa perubahan besar dalam
kehidupan bangsa Indonesia. Keberhasilan bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 memiliki arti penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
4. Penyebarluasan Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
a. Kegiatan Para Pemuda
Kelompok Sukarni yang bermarkas di Jalan Bogor (sekarang Jalan Dr. Saharjo)
pada dini hari tanggal 17 Agustus 1945 mengadakan rapat di Kepu (Kemayoran)
11
yang kemudian pindah ke Defensielijn van den Bosch (sekarang Jalan Bungur
Besar). Untuk mengatur cara penyebaran Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,
para pemuda memanfaatkan media komunikasi untuk menyebarluaskan berita
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Media komunikasi yang banyak digunakan
adalah pamflet dan surat kabar yang disebar di berbagai penjuru kota. Pamflet
dipasang di tempat yang strategis yang bisa dilihat banyak orang.
b. Kegiatan Kantor Berita Domei
Pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, wartawan Kantor Berita Domei
yang bernama Syahrudin menyampaikan salinan teks proklamasi kepada
Waidan B. Palenewen kepala bagian radio. Segera ia memerintahkan kepada
markonis (petugas telekomunikasi) yang bernama F. Wuz untuk menyiarkan
berita proklamasi. Pada saat penyiaran, tentara Jepang memerintahkan untuk
menghentikan siaran, tetapi Waidan B. Palenewen memerintahkan agar
penyiaran proklamasi tetap diteruskan.
Penyebarluasan penyiaran dihalangi oleh Jepang dengan menyegel
Kantor Berita Domei pada tanggal 20 Agustus 1945 dan para pegawainya
dilarang masuk kantor. Tindakan Jepang ini tidak menyurutkan tekad para
pegawai Kantor Berita Domei. Dengan bantuan sejumlah teknisi radio, para
pemuda membuat pemancar baru. Peralatan yang dibutuhkan diambil bagian
demi bagian dari Kantor Berita Domei. Sebagian dibawa ke rumah Waidan B.
Palenewen dan sebagian lagi dibawa ke Jalan Menteng Nomor 31. Akhirnya
berdirilah pemancar baru di Jalan Menteng Nomor 31 dengan kode panggilan
DJK I.
c. Penyebarluasan Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Surat kabar yang pertama menyiarkan berita tentang Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia adalah Tjahaja yang terbit di Bandung dan Soeara Asia
yang terbit di Surabaya. Penyambutan berita Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia oleh seluruh rakyat dibuktikan dengan pelucutan senjata pasukan
12
Jepang, pengambilalihan pucuk pimpinan, serta semangat terus berjuang untuk
merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Di samping melalui siaran radio, koran, dan selebaran-selebaran, berita
proklamasi kemerdekaan secara resmi dibawa oleh para utusan yang kebetulan
menghadiri sidang PPKI dan menyaksikan pelaksanaan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Utusan-utusan tersebut, seperti Teuku Mohammad
Hassan (Aceh), Sam Ratulangi (Sulawesi), Ketut Puja (Bali), dan A.A.
Hamidhan (Kalimantan).
5. Dukungan Spontan terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
a. Rapat Raksasa di Lapangan Ikada
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pertempuran dan bentrokan
antara pemuda Indonesia dan pasukan Jepang tidak dapat dihindarkan. Para
pemuda Indonesia ingin menegakkan kedaulatan Indonesia yang baru saja
merdeka, sedangkan penguasa militer Jepang ingin memelihara status quo sesuai
dengan perintah Sekutu.
Pada waktu itu yang berperan sebagai pelopor gerakan pemuda di
Jakarta adalah Komite van Actie Menteng 31. Komite van Actie Menteng 31
inilah yang memberikan gagasan untuk mengerahkan massa dalam suatu rapat
di lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta). Tujuan diadakan rapat raksasa di
lapangan Ikada adalah agar para pemimpin bangsa Indonesia dapat berbicara
langsung di hadapan rakyat Indonesia. Rakyat telah siap menunggu perintah dan
tugas-tugas selanjutnya dalam rangka mendukung dan mempertahankan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, dan para menteri pada
prinsipnya setuju dengan gagasan Komite van Actie Menteng 31 tersebut.
Namun, pemerintah tetap mempertimbangkan reaksi Jepang seandainya
mengetahui adanya rapat raksasa. Setelah itu, masalah rapat raksasa dibicarakan
dalam sidang kabinet yang berlangsung di rumah Presiden Soekarno pada
tanggal 19 September 1945. Dalam sidang ini tidak menghasilkan kesepakatan
13
sehingga sidang ditunda sampai pukul 10.00 WIB, kemudian sidang dilanjutkan
di lapangan Banteng. Dalam sidang di lapangan Banteng ini dihadiri juga oleh
para wakil pemuda dari Komite van Actie Menteng 31. Para pemuda tersebut
mendesak pemerintah agar rapat raksasa tetap dilangsungkan. Akhirnya sidang
me- mutuskan untuk tetap melangsungkan rapat raksasa.
Dengan dipelopori oleh Komite van Actie Menteng 31, rakyat Jakarta
membanjiri lapangan Ikada. Mereka siap mendengarkan pidato para pemimpin
bangsa Indonesia. Rapat raksasa di lapangan Ikada ini mengalami banyak
hambatan sebagai berikut.
1) Pada tanggal 16 Agustus 1945, Jepang mengeluarkan pernyataan yang
berisi me- larang pelaksanaan rapat-rapat.
2) Adanya pro dan kontra di kalangan para menteri, mengingat bahaya
yang ditimbulkan terhadap larangan dari Jepang tersebut.
3) Pada saat terlaksananya rapat, lapangan Ikada dijaga ketat dalam radius
satu kilometer oleh pasukan tank, pasukan pejalan kaki, dan tentara
Jepang yang dilengkapi dengan bayonet.
14
Akhirnya rapat raksasa berakhir dengan tertib tanpa adanya bentrokan.
Walaupun rapat raksasa di lapangan Ikada ini hanya berlangsung beberapa menit,
peristiwa ini memiliki makna yang besar. Makna tersebut sebagai berikut.
15
c) Proklamasi kemerdekaan merupakan puncak perjuangan rakyat
Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.
d) Dari segi hukum, proklamasi merupakan pernyataan yang berisi
keputusan bangsa Indonesia untuk menetapkan tatanan hukum nasional
(Indonesia) dan menghapuskan tatanan hukum kolonial.
e) Dari segi politik dan ideologi, proklamasi merupakan pernyataan bangsa
Indonesia yang lepas dari penjajahan dan membentuk negara Rupublik
Indonesia yang bebas, merdeka, dan berdaulat penuh.
16
tidak perlu. Dalam sidang PPKI ini menghasilkan keputusan yang penting bagi
pemerintahan negara Republik Indonesia yang baru berdiri. Hasil keputusan
tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Mengesahkan rancangan undang-undang dasar negara yang dibahas dalam
sidang BPUPKI menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia. Selanjutnya, undang- undang dasar itu lebih dikenal dengan
istilah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Dengan demikian, berarti
sehari setelah proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia telah memiliki
landasan negara yang merupakan landasan bagi jalannya pemerintahan.
Dalam Berita Republik Indonesia Tahun ke-2 Nomor 7 Tahun 1946 halaman
45-48 diumumkan pengesahan UUD 1945. Berikut sistematika UUD 1945
yang telah disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
1) Pembukaan (mukadimah) yang meliputi empat alinea.
2) Batang tubuh UUD yang merupakan isi dan terdiri dari 16 bab, 37
pasal, 4 pasal aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan.
3) Penjelasan UUD yang terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan
pasal demi pasal.
b. Memilih serta mengangkat presiden dan wakil presiden sebagai pelaksana
pemerintahan yang sah dari negara Republik Indonesia yang baru. Memilih
dan menetapkan Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai
wakil presiden. Pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara
aklamasi. Cara tersebut diusulkan oleh Otto Iskandardinata dengan
mengusulkan nama calon presiden dan calon wakil presiden, yaitu Soekarno
dan Mohammad Hatta dan ternyata usul tersebut diterima oleh para peserta
sidang PPKI. Pengangkatan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia
diiringi dengan lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh peserta sidang
secara spontan.
c. Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai lembaga yang membantu
presiden dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebelum terbentuknya Dewan
17
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
melalui pemilu.
Sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berjalan dengan lancar dan
berhasil membentuk serta mengesahkan UUD 1945, memilih serta mengangkat
presiden dan wakil presiden, serta membentuk KNI. Berarti sejak tanggal 18
Agustus 1945, tepatnya sehari setelah Indonesia merdeka, negara Republik
Indonesia telah memiliki sistem pemerintahan yang sah dan diakui oleh seluruh
rakyat Indonesia.
18
Kusuma Sumantri, Wiranata Kusumah, Dr. Amir, A.A. Hamidhan, Dr. Ratulangi,
dan Mr. I Gusti Ketut Puja. Dalam rapat ini ditetapkan pembagian delapan provinsi
beserta gubernur yang menjabatnya. Berikut pembagian wilayah Republik
Indonesia.
19
k. Departemen Keamanan Rakyat: Supriyadi
l. Departemen Pekerjaan Umum: Abikusno Cokrosuyoso
m. Menteri Negara: K.H. Wahid Hasyim, Dr. M. Amir, Mr. R.M. Sartono, Otto
Iskandardinata
Selain itu, dilantik pula para pejabat tinggi negara. Para pejabat tinggi
negara tersebut adalah sebagai berikut.
a. Ketua Mahkamah Agung: Dr. Kusumah Atmadja
b. Jaksa Agung: Gatot Tarunamiharja
c. Sekretaris Negara: A.G. Pringgodigdo
d. Juru Bicara Negara: Sukarjo Wiryopranoto
3. Pembentukan Badan-badan Negara
Di Jalan Gambir Selatan (sekarang Merdeka Selatan) Nomor 10 pada malam
hari tanggal 19 Agustus 1945 beberapa tokoh, seperti Presiden Soekamo, Wakil
Presiden Moh. Hatta, Mr. Sartono, Suwiryo, Otto Iskandardinata, Sukarjo
Wiryopranoto, dr. Buntaran, Mr. A.G. Pringgodigdo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan
dr. Tajuluddin berkumpul untuk membahas siapa saja yang akan diangkat sebagai
anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 memutuskan mengenai pembentukan
Komite Nasional seluruh Indonesia dengan pusatnya di Jakarta. Komite Nasional
dibentuk sebagai penjelmaan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia untuk
menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan kedaulatan rakyat.
Anggota KNIP diresmikan pada tanggal 29 Agustus 1945. Adapun
pelantikan tersebut di Gedung Kesenian Pasar Baru, Jakarta. Tokoh yang menjadi
ketua KNIP adalah Mr. Kasman Singodimejo dengan beberapa wakil yaitu Sutardjo
Kartohadikusumo, Mr. Latuharhary, dan Adam Malik.
Pada tanggal 16 Oktober 1945 diselenggarakan sidang KNIP di Gedung
Balai Muslimin Indonesia, Jakarta. Pemimpin sidang adalah Kasman Singodimejo.
Dalam sidang diusulkan kepada presiden agar KNIP diberi hak legislatif selama
DPR dan MPR belum terbentuk. Hal tersebut dirasa penting karena dalam rangka
20
menegakkan kewibawaan kehidupan kenegaraan. Syahrir dan Amir Syarifuddin
mengusulkan adanya BPKNIP (Badan Pekerja KNIP) untuk menghadapi suasana
genting. BPKNIP tersebut akan mengerjakan tugas-tugas operasional dari KNIP.
Berdasarkan usul-usul dalam sidang tersebut, wakil presiden selaku wakil
pemerintah mengeluarkan maklumat yang lazim disebut dengan Maklumat Wakil
Presiden Nomor X. Dengan adanya Maklumat Wakil Presiden Nomor X tersebut,
untuk sementara Indonesia sudah memiliki badan negara yang memiliki kekuasaan
legislatif. KNIP yang semula sebagai pembantu presiden dan merupakan wadah
pemusatan kehendak rakyat serta pengobar semangat perebutan kekuasaan dari
Jepang, setelah dikeluarkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X ini diharapkan
berperan sebagai MPR dan DPR, meskipun hanya bersifat sementara. Untuk
menjalankan kegiatannya telah dibentuk BPKNIP yang diketuai Sutan Syahrir.
4. Pembentukan Berbagai Partai Politik
Pada sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 juga memutuskan adanya
pembentukan partai politik nasional yang kemudian terbentuk PNI. Partai PNI ini
diharapkan sebagai wadah persatuan pembinaan politik bagi rakyat Indonesia,
BPKNIP mengusulkan perlu dibentuknya partai-partai politik yang kemudian
ditindaklanjuti oleh wakil presiden dengan maklumat pada tanggal 3 November
1945. Maklumat wakil presiden tersebut berisi sebagai berikut.
a. Pemerintah menghendaki adanya partai-partai politik, karena partai politik
itu dapat membuka jalan bagi semua aliran atau paham yang ada dalam
masyarakat.
b. Pemerintah berharap supaya partai-partai politik itu telah tersusun sebelum
dilaksana- kannya pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat pada bulan
Januari 1946.
21
Setelah dikeluarkan maklumat tersebut, berdirilah partai-partai politik.
Berikut partai- partai politik tersebut.
a. Masyumi
b. PKI (Partai Komunis Indonesia)
c. PBI (Partai Buruh Indonesia)
d. Partai Rakyat Jelata
e. Parkindo (Partai Kristen Indonesia)
f. PSI (Partai Sosialis Indonesia)
g. PRS (Partai Rakyat Sosialis)
h. PKRI (Partai Katolik Republik Indonesia)
i. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia
j. PNI (Partai Nasional Indonesia)
5. Pembentukan Organisasi Ketentaraan
Pada rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945, diusulkan kepada presiden
Republik Indonesia untuk membentuk panitia kecil yang bertugas membahas
pembentukan tentara kebangsaan. Usulan tersebut kemudian ditindaklanjuti
presiden dengan menugasi Abdulkadir, Kasman Singodimejo, dan Otto
Iskandardinata untuk menyiapkan pembentukan tentara kebangsaan.
Pada sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 memutuskan pembentukan
Badan Keamanan Rakyat (BKR). Badan ini ditetapkan sebagai bagian dari Badan
Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP). BPKKP ini merupakan induk
organisasi yang dibentuk dengan tujuan memelihara keselamatan masyarakat.
Presiden Soekamo mengumumkan pembentukan BKR pada tanggal 23
Agustus 1945. Tujuan pembentukan BKR adalah menghindari permusuhan dengan
kekuatan-kekuatan asing di Indonesia dan menjaga keamanan masing-masing
daerah. Anggota BKR adalah unsur-unsur dari Peta, heiho, Seinendan, keibodan,
dan mantan anggota Koninklijk Nederlands Indische Leger (KNIL) atau Tentara
Kerajaan Hindia Belanda. Berdirinya BKR ini ditindaklanjuti dengan pembentukan
22
BKR pusat dan BKR daerah. Pemimpin BKR pusat adalah Kaprawi (ketua umum),
Sutalaksana (ketua I), dan Latief Hendraningrat (ketua II). Adapun para pemimpin
BKR daerah antara lain Aruji Kartowinata (Jawa Barat), Sudirman (Jawa Tengah),
dan drg. Mustofa (Jawa Timur).
Dengan tidak jadi dibentuknya tentara kebangsaan mengundang kekecewaan
para anggota BKR. BKR pusat pada bulan September 1945 mengadakan koordinasi
dengan para mantan perwira KNIL. Mereka menemui Amir Syarifuddin (Menteri
Penerangan merangkap Menteri Keamanan Rakyat) untuk mendesak presiden agar
membentuk tentara kebangsaan. Pada awalnya desakan ini ditolak oleh presiden dan
wakil presiden. Namun, setelah mengalami tindakan provokasi pasukan Sekutu dan
Belanda yang mengancam keamanan negara serta perkembangan situasi yang
semakin membahayakan negara, pemerintah menyadari perlunya dibentuk tentara
kebangsaan. Pemerintah menugasi mantan anggota KNIL Mayor Urip Sumoharjo
untuk menyusun tentara kebangsaan. Pada tanggal 5 Oktober 1945, pemerintah
mengeluarkan maklumat yang meresmikan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat
(TKR).
Berdasarkan pada maklumat pemerintah tersebut, kemudian Urip Sumoharjo
mem- bentuk Markas Tertinggi TKR di Yogyakarta. Urip Sumoharjo menjabat
sebagai Kepala Staf Umum TKR dan sebagai Panglima TKR ditunjuk Supriyadi
(tokoh pahlawan Peta di Blitar). Oleh karena Supriyadi tidak pernah menduduki
jabatannya, dalam Konferensi TKR yang di- selenggarakan di Yogyakarta pada
tanggal 12 November 1945 terpilih Kolonel Sudirman (Komandan Divisi
V/Banyumas). Sebulan kemudian Sudirman dilantik sebagai Panglima Besar TKR
dengan pangkat jenderal dan Urip Sumoharjo menjadi Kepala Staf Umum TKR
dengan pangkat letnan jenderal.
Tugas utama Panglima Besar TKR adalah meninjau kembali struktur
organisasi, struktur kerja, dan landasan perjuangan TKR supaya diadakan
penyempurnaan lebih lanjut. Setelah itu, diadakan rapat dengan para panglima
divisi. Hasil rapat pimpinan itu pada tanggal 1 Januari 1946 menyebabkan
23
pemerintah mengubah nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara
Keselamatan Rakyat, Kementerian Keamanan Rakyat menjadi Kementerian
Pertahanan. Pada tanggal 26 Januari 1946, pemerintah mengeluarkan maklumat
untuk mengganti nama Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik
Indonesia (TRI).
Presiden mengeluarkan dekret pada tanggal 5 Mei 1947 untuk membentuk
Panitia Pembentukan Organisasi Tentara Nasional Indonesia dengan beranggotakan
21 orang. Panitia ini dipimpin oleh Presiden Soekarno. Pada tanggal 7 Juni 1947,
keluar sebuah penetapan presiden yang membentuk satu organisasi tentara bernama
Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai penyempurnaan dari TRI.
Dalam penetapan ini, antara lain diputuskan bahwa mulai tanggal 3 Juni
1947 secara resmi berdiri Tentara Nasional Indonesia dengan segenap anggota
angkatan perang yang ada sebagai inti kekuatan. Selain itu, anggota laskar-laskar
bersenjata, baik yang sudah bergabung maupun yang belum bergabung dalam biro
perjuangan dimasukkan serentak ke dalam Tentara Nasional Indonesia.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jenis-jenis belanja negara dibagi menjadi 9 jenis, yaitu belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, belanja bunga utang, belanja subsidi, belanja hibah,
belanja bantuan sosial, belanja lain-lain, dan transfer ke daerah.
Mekanisme penyusunan APBN terdiri dari 7 tahap. Persiapan dan
penyusunan rencana APBN (RAPBN) yang dibuat oleh pemerintah dalam bentuk
24
nota keuangan negara. Biasanya, tahap akhir dilakukan saat waktu pelaksanaan
APBN dalam satu tahun sudah selesai.
Pengaruh utama APBN terhadap perekonomian adalah meningkatkan
pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Daftar Pustaka
https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/02/145101669/jenis-jenis-belanja-negara?
page=all
https://www.pajak.com/pajak/fungsi-struktur-dan-mekanisme-penyusunan-apbn/
https://www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/kelas-11-tips-pintar/pengaruh-apbn-terhadap-
perekonomian-negara-2-18013/#:~:text=Secara%20umum%2C%20pengaruh%20APBN
%20terhadap,GNP%20dari%20tahun%20ke%20tahun.
25
26