Anda di halaman 1dari 9

Tugas Sejarah

Nama : Kadek Ayu Fitri Aryanti


Kelas : XI PMIA 1
No. Absen : 16
Sekolah : SMAN 5 Denpasar
Peristiwa Sekitar Proklamasi Kemerdekaan

1. Peristiwa Rengasdengklok

Latar belakang Rengasdengklok


Peristiwa Rengasdengklok sepertinya sudah terlupakan dari sejarah panjang bangsa tercinta.
Tanpa peristiwa rengasdengklok, sejarah Indonesia mungkin tidak akan seperti sekarang.
Kemeredekaan bisa jadi diraih dengan cara berbeda, pada tanggal yang berbeda pula. Bisa jadi,
kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari sang penjajah, Jepang. Bisa jadi pula bangsa Indonesia
hingga kini menjadi negara boneka yang harus banyak melakukan kompromi demi negara mantan
penjajah. Bicara tentang Peristiwa Rengasdengklok berarti membongkar kembali memori tentang
sejarah. Yang dimaksud disini tentu saja masa penjajahan Jepang yang singkat namun mengerikan.
Masa yang gelap itu seperti menemukan setitik cahaya diujung kegelapan tatkala Jepang akhirnya
mulai menjajikan kemerdekaan.

Rengasdengklok membalik sejarah 180 derajat. Bila skenario awal tetap dijalankan
Indonesia akan memproleh kemerdekaan yang sudah disiapkan bersama-sama dengan Jepang.
Pembentukan BPUPKI dan PPKI merupakan rangkaian dari proses tersebut. Pada tanggal 6 dan 9
Agustus 1945, sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima dan Nagasaki oleh Sekutu yang
mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang. Hancurnya kedua kota andalan Jepang itu
membuat Jepang tidak berdaya dan kemudian menyerah tanpa syarat kepada pasukan sekutu pada
tanggal 14 agustus 1945. Menyerahnya pasukan jepang kepada pasukan sekutu mengakibatkan
terjadinya kekosongan kekuasaan diwilayah Indonesia, karena pasukan sekutu yang ditugaskan
untuk menerima kekuasaan atas wilayah Indonesia dari tangan Jepang belum tiba di Indonesia.
Sementara itu, pemerintah pendudukan Jepang diwilayah Indonesia sudah tidak menjalankan
tugasnya lagi sebagai penguasa wilayah Indonesia, sejak tanggal 14 agustus 1945.
Penyebab utama munculnya peristiwa Rengasdengklok adalah adanya perbedaan sikap
antara golongan tua dan golongan pemuda. Perbedaan tersebut mengenai kapan saat yang tepat
untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Perbedaan ini muncul sebagai reaksi kekalahan
Jepang melawan sekutu. Setelah mendengar berita kekalahan Jepang dari siaran radio luar negeri,
pada malam harinya Sultan Syahrir menyampaikan berita kekalahan Jepang tersebut kepada Moh.
Hatta. Syahrir juga menanyakan mengenai kemerdekaan Indonesia sehubungan dengan kekalahan
Jepang tersebut. Keadaan ini merupakan peluang yang sangat baik bagi bangsa Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya. Para pemuda yang telah mendengar berita tentang
kekalahan pasukan Jepang dari pasukan sekutu merasa kebingungan, karena para pemimpin
bangsa Indonesia yang sangat diharapkan seperti Bung Karno dan Bung Hatta sedang berada di
Vietnam untuk memenuhi panggilan panglima pasukan Jepang untuk wilayah Asia Tenggara yaitu
Marsekal Terauchi. Mereka baru kembali ke Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1945 dan
menemukan Indonesia tanpa memiliki pemerintahan. Pada 15 Agustus pukul 8 malam, para
pemuda di bawah pimpinan Chairul Saleh berkumpul di Ruang Belakang Laboratorium
Bakteriologi yang berada di Jalan Pegangsaan Timur No. 13 Jakarta. Para pemuda bersepakat
bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan masalah rakyat Indonesia yang tidak bergantung
kepada negara lain. Sedangkan golongan tua berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia harus
dilaksanakan melalui revolusi secara terorganisir karena mereka menginginkan membicarakan
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Lain halnya dengan
pendapat dari Drs. Moh Hatta dan Mr Ahmad Subardjo. Mereka berpendapat bahwa masalah
kemerdekaan Indonesia, baik datangnya dari pemerintah Jepang atau hasil perjuangan bangsa
Indonesia sendiri tidak perlu dipersoalkan, justru Sekutulah yang menjadi persoalan karena
mengalahan Jepang dalam Perang Pasifik dan mau merebut kembali kekuasaan wilayah Indonesia.

Pada akhirnya terdapat perbedaan antara golongan tua dan golongan muda. Perbedaan
pendapat tersebut mendorong golongan muda untuk membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan
Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta ke Rengasdengklok pada dini hari 16 Agustus 1945.
Tujuan dilakukannya pengasingan tersebut adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak
terpengaruh oleh Jepang. Dipilihnya Rengasdengklok karena berada jauh dari Jalan Raya Utama
Jakarta-Cirebon dan di sana dapat dengan mudah mengawasi tentara Jepang yang hendak datang
ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
Di Rengasdengklok Soekarno dan Hatta menempati rumah milik warga masyarakat yang bernama
Jo Ki Song keturunan Tionghoa. Golongan muda berusaha untuk menekan kedua pemimpin
bangsa tersebut. Tetapi karena kedua pemimpin tersebut berwibawa yang tinggi, para pemuda
merasa segan untuk mendekatinya apalagi untuk menekannya. Ir. Soekarno menyatakan bersedia
untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah kembali ke Jakarta melalui pembicaraan
dengan Sudancho Singgih. Maka Sudancho Singgih kemudian kembali ke Jakarta untuk memberi
tahu pernyataan Soekarno tersebut kepada kawan-kawannya dan pemimpin pemuda. Pada saat itu
juga di Jakarta golongan muda (Wikana) dan golongan tua (Ahmad Soebardjo) melakukan
perundingan. Hasil perundingannya adalah bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus
dilaksanakan di Jakarta. Selain itu, Laksamana Tadashi Maeda mengizinkan rumahnya untuk
tempat perundingan dan ia bersedia untuk menjamin keselamatan para pemimpin bangsa.
Akhirnya Soekarno dan Hatta dijemput dari Rengasdengklok dan tiba di Jakarta pada pukul
17.30 WIB. Untuk mengenang peristiwa pengamanan Bung Karno dan Bung Hatta oleh golongan
muda, di Rengasdengklok tepatnya di markas bekas kompi Peta dibangun Monumen
Rengasdengklok.

2. Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Sekitar pukul 20.00 WIB, rombongan Bung Karno dan Bung Hatta telah kembali ke
Jakarta. Mereka tiba dengan selamat. Setibanya di Jakarta, para pemuda sibuk mencari tempat
pertemuan yang aman untuk membahas proklamasi. Atas usaha Mr. Achmad Soebardjo,
diperolehlah tempat yang aman untuk mengadakan pertemuan yaitu rumah Laksamana Maeda.

Laksamana Muda Maeda adalah Wakil Komandan Angkatan Laut Jepang. Ia banyak
menaruh simpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Rumah itu terletak di Jalan Imam Bonjol
No. I Jakarta Pusat. Dipilihnya rumah Laksamana Maeda, antara lain agar pembicaraan tentang
proklamasi kemerdekaan berjalan aman dari gangguan tentara Jepang. Sejak berita menghilangnya
Bung Karno dan Bung Hatta, memang mereka sibuk mencari kedua tokoh bangsa Indonesia
tersebut. Di rumah Laksamana Maeda berkumpul tokoh-tokoh pemuda dan beberapa orang
anggota PPKI. Sebelum pertemuan dimulai, Bung Karno dan Bung Hatta mendatangi Jenderal
Nisyimura. Maksudnya untuk menjajaki sikap dan garis kebijaksanaan Penglima Tentara Jepang
terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ternyata, sikapnya tidak menghendaki adanya
pengalihan kekuasaan. Berdasarkan kenyataan itu, Bung Karno dan Bung Hatta kemudian
memutuskan untuk mewujudkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tanpa perlu berhubungan
lagi dengan Jepang.

Kedua tokoh bangsa Indonesia itu kembali menuju rumah Laksamana Maeda. Ir. Soekarno
segera memimpin perumusan teks proklamasi. Ketika pembahasan naskah proklamasi
berlangsung, Laksamana Maeda mengundurkan diri. Ia pergi ke ruang belajarnya di lantai dua.
Sementara itu, kepercayaan Jenderal Nisyimura, Miyosi, bersama tiga orang tokoh pemuda, yaitu
Soekarni, Soediro, dan B.M. Diah menyaksikan Bung Karno dan Bung Hatta merumuskan naskah
proklamasi. Yang lainnya menunggu di serambi depan.

Teks proklamasi ditulis tangan oleh Ir. Soekarno. Setelah rumusan teks proklamasi selesai
dibuat, tepat pukul 04.30 waktu Jepang atau 04.00 WIB, mereka menuju serambi muka menemui
tokoh-tokoh lainnya. Ir. Soekarno kemudian membacakan konsep proklamasi. Ia kemudian
menyarankan agar semua yang hadir turut serta menandatanginya. Dalam kesempatan itu,
Soekarni menyerankan agar yang menandatangi naskah proklamasi itu cukup dua orang atau Bung
Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia. Usul Soekarni tersebut disetujui oleh yang
hadir.

Setelah dilakukan beberapa perubahan redaksi, Ir. Soekarno meminta Sayoeti Melik untuk
mengetik konsep proklamasi itu. Ada tiga perubahan redaksi pada naskah proklamasi yang
disetujui. Pertama, tempoh diganti dengan tempo. Kedua, wakil bangsa Indonesia diganti dengan
atas nama bangsa Indonesia. Ketiga, cara menulis tanggal Djakarta 17-8-05 diganti menjadi
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Naskah hasil ketikan Sayoeti Melik kemudian ditandatangani
oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Dalam kesempatan itu, dibahas tentang tempat dan pelaksanaan upacara proklamasi
kemerdekaan. Soekarni kembali mengusulkan agar pembacaan proklamasi itu dilangsungkan di
lapangan IKADA. Namun, Ir. Soekarno menyarankan agar upacara proklamasi kemerdekaan
dilakukan di rumah kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Saran Ir. Soekarno tersebut
disetujui oleh yang hadir. Kemudian disepakati, bahwa pembacaan proklamasi akan dilaksanakan
di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB.

3. Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Hari Jumat di bulan Ramadhan, pukul 05.00 pagi, fajar 17 Agustus 1945 memancar di ufuk
timur. Embun pagi masih menggelantung di tepian daun. Para pemimpin bangsa dan para tokoh
pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda, dengan diliputi kebanggaan setelah merumuskan
teks Proklamasi hingga dinihari. Mereka, telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan
bangsa Indonesia hari itu di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada pukul
10.00 pagi. Bung Hatta sempat berpesan kepada para pemuda yang bekerja pada pers dan kantor-
kantor berita, untuk memperbanyak naskah proklamasi dan menyebarkannya ke seluruh dunia.

Menjelang pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan, suasana di Jalan Pegangsaan Timur 56


cukup sibuk. Wakil Walikota, Soewirjo, memerintahkan kepada Mr. Wilopo untuk
mempersiapkan peralatan yang diperlukan seperti mikrofon dan beberapa pengeras suara.
Sedangkan Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud untuk mempersiapkan satu tiang bendera.
Karena situasi yang tegang, Suhud tidak ingat bahwa di depan rumah Soekarno itu, masih ada dua
tiang bendera dari besi yang tidak digunakan. Malahan ia mencari sebatang bambu yang berada di
belakang rumah. Bambu itu dibersihkan dan diberi tali. Lalu ditanam beberapa langkah saja dari
teras rumah. Bendera yang dijahit dengan tangan oleh Nyonya Fatmawati Soekarno sudah
disiapkan. Bentuk dan ukuran bendera itu tidak standar, karena kainnya berukuran tidak sempurna.
Memang, kain itu awalnya tidak disiapkan untuk bendera.

Sementara itu, rakyat yang telah mengetahui akan dilaksanakan Proklamasi Kemerdekaan
telah berkumpul. Rumah Soekarno telah dipadati oleh sejumlah massa pemuda dan rakyat yang
berbaris teratur. Beberapa orang tampak gelisah, khawatir akan adanya pengacauan dari pihak
Jepang. Matahari semakin tinggi, Proklamasi belum juga dimulai. Waktu itu Soekarno terserang
sakit, malamnya panas dingin terus menerus dan baru tidur setelah selesai merumuskan teks
Proklamasi. Para undangan telah banyak berdatangan, rakyat yang telah menunggu sejak pagi,
mulai tidak sabar lagi. Mereka yang diliputi suasana tegang berkeinginan keras agar Proklamasi
segera dilakukan. Para pemuda yang tidak sabar, mulai mendesak Bung Karno untuk segera
membacakan teks Proklamasi. Namun, Bung Karno tidak mau membacakan teks Proklamasi tanpa
kehadiran Mohammad Hatta. Lima menit sebelum acara dimulai, Mohammad Hatta datang dengan
pakaian putih-putih dan langsung menuju kamar Soekarno. Sambil menyambut kedatangan
Mohammad Hatta, Bung Karno bangkit dari tempat tidurnya, lalu berpakaian. Ia juga mengenakan
stelan putih-putih. Kemudian keduanya menuju tempat upacara.
Marwati Djoened Poesponegoro melukiskan upacara pembacaan teks Proklamasi itu.
Upacara itu berlangsung sederhana saja. Tanpa protokol. Latief Hendraningrat, salah seorang
anggota PETA, segera memberi aba-aba kepada seluruh barisan pemuda yang telah menunggu
sejak pagi untuk berdiri. Serentak semua berdiri tegak dengan sikap sempurna. Latief kemudian
mempersilahkan Soekarno dan Mohammad Hatta maju beberapa langkah mendekati mikrofon.
Dengan suara mantap dan jelas, Soekarno mengucapkan pidato pendahuluan singkat sebelum
membacakan teks proklamasi.

Pembacaan Teks Proklamasi Indonesia

Saudara-saudara sekalian ! saya telah minta saudara hadir di sini, untuk menyaksikan suatu
peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah
berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun. Gelombangnya aksi
kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya ada turunnya. Tetapi jiwa kita tetap menuju
ke arah cita-cita. Juga di dalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional
tidak berhenti. Di dalam jaman Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka.
Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri. Tetap kita percaya pada kekuatan
sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita
di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri,
akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan
pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia , permusyawaratan itu seia-sekata
berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah Proklamasi
kami

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia . Hal-hal yang mengenai
pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya.

Jakarta , 17 Agustus 1945

Atas nama bangsa Indonesia

Soekarno/Hatta.

Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi
yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara
Merdeka. Negara Republik Indonesia merdeka, kekal, dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati
kemerdekaan kita itu.

Acara, dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. Soekarno dan Hatta maju
beberapa langkah menuruni anak tangga terakhir dari serambi muka, lebih kurang dua meter di
depan tiang. Ketika S. K. Trimurti diminta maju untuk mengibarkan bendera, dia menolak: lebih
baik seorang prajurit , katanya. Tanpa ada yang menyuruh, Latief Hendraningrat yang berseragam
PETA berwarna hijau dekil maju ke dekat tiang bendera. S. Suhud mengambil bendera dari atas
baki yang telah disediakan dan mengikatnya pada tali dibantu oleh Latief Hendraningrat.

Pengibaran Sang Saka Merah Putih

Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa ada yang memimpin, para hadirin dengan
spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera dikerek dengan lambat sekali, untuk
menyesuaikan dengan irama lagu Indonesia Raya yang cukup panjang. Seusai pengibaran bendera,
dilanjutkan dengan pidato sambutan dari Walikota Soewirjo dan dr. Muwardi.
Setelah upacara pembacaan Proklamasi Kemerdekaan, Lasmidjah Hardi mengemukakan
bahwa ada sepasukan barisan pelopor yang berjumlah kurang lebih 100 orang di bawah pimpinan
S. Brata, memasuki halaman rumah Soekarno. Mereka datang terlambat. Dengan suara lantang
penuh kecewa S. Brata meminta agar Bung Karno membacakan Proklamasi sekali lagi. Mendengar
teriakan itu Bung Karno tidak sampai hati, ia keluar dari kamarnya. Di depan corong mikrofon ia
menjelaskan bahwa Proklamasi hanya diucapkan satu kali dan berlaku untuk selama-lamanya.
Mendengar keterangan itu Brata belum merasa puas, ia meminta agar Bung Karno memberi
amanat singkat. Kali ini permintaannya dipenuhi. Selesai upacara itu rakyat masih belum mau
beranjak, beberapa anggota Barisan Pelopor masih duduk-duduk bergerombol di depan kamar
Bung Karno.

Sebuah peristiwa besar telah tercatat dalam perjalanan sejarah perjuangan Indonesia.
Meskipun peristiwa tersebut hanya berlangsung sekitar satu jam, namun telah membawa
perubahan besar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Keberhasilan bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 memiliki arti penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Anda mungkin juga menyukai