Anda di halaman 1dari 4

1.

Berakhirnya Masa Kekuasaan Jepang di Indonesia


Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II, pada awal perang, memperoleh berbagai kemenangan
pada berbagai front pertempuran. Serangan Jepang secara mendadak mampu meluluhlantakan Pearl
Harbour yang merupakan pangkalan perang Amerika Serikat. Tujuannya ialah melumpuhkan
kekuatan Amerika Serikat yang dianggap berbahaya untuk menuju Asia Timur Raya. Akan tetapi
kemenangan-kemengangan Jepang itu tidak berlangsung lama.
Pada akhir tahun 1944, Jepang semakin terdesak, beberapa pusat pertahanan di Jepang termasuk
kepulauan saipan jatuh ke tangan Amerika Serikat. Terdesaknya pasukan Jepang diberbagai front
menjadi berita menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Jepang semakin terpuruk, semangat tempur
tentara dan persediaan senjata dan amunisi terus merosot dan banyak kapal perang yang hilang,
keadaan semakin diperburuk dengan perlawanan rakyat yang semakin menyala.
Keadaan tersebut berdampak bagi pemerintahan. Pada 17 Juli 1944 Jenderal Nideki Tojo diganti oleh
Jenderal Koniaki Koiso. Pada tanggal 7 september 1994 jenderal koiso memberikan janji
kemerdekaan kepada Indonesia dikemudian hari. Seiring berjalannya BPUPKI (Badan Penyelidikan
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekan Indonesia) pada tanggal 6 Agustus 1945 kota Hirosima dibom
atom oleh sekutu dan pada tanggal 7 Agustus 1945 dibubarkannya BPUPKI dan dibentuklah PPKI
(Panitia persiapan kemerdekana Indonesia) yang dipimpin oleh ir. Soekarno, Moh. Hatta dan Dr.
Rajiman Widyadiningrat.
Sebelumnya pada tanggal 26 Juli 1945, tiga pemimpin negara yang tergabung dalam sekutu
melaksanakan Konferensi di kota Postdam (Jerman) dan menghasilkan sebuah deklarasi mengenai
kekalahan Jepang, yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Postdam. Pemerintah Jepang juga
diberikan kesempatan untuk memilih mengakhiri perang kepada sekutu dengan cara menyerah tanpa
syarat atau memilih untuk penghancuran secara besar-besaran.
Namun, jepang menolak. Atas dasar sikap Jepang tersebut, Amerika kemudian menjatuhkan bom di
dua kota, yaitu Hiroshima (little boy) dan Nagasaki (Fat man). Akhirnya pada tanggal 14 Agustus
1945 Jepang menyerah kepada Sekutu dan berakhirnya juga masa pendudukan Jepang di Indonesia.
2. Peristiwa Rengasdengklok
Pada tanggal 14 Agustus 1945, Sutan Syahrir mendengar kabar dari radio bahwa Jepang menyerah
dari Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya. Sutan Syahrir segera menemui Soekarno dan Hatta untuk
menyampaikan kabar tersebut. Saat itu, Soekarno dan Hatta baru saja pulang dari Dalat, Vietnam, usai
bertemu dengan pemimpin militer tertinggi Jepang untuk kawasan Asia Tenggara, Marsekal Terauchi.
Kepada Sukarno-Hatta, Terauchi menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia.
Silang pendapat pun terjadi di antara ketiga tokoh bangsa itu. Sjahrir meminta agar kemerdekaan
segera dideklarasikan. Namun, Sukarno dan Hatta yang belum yakin dengan berita kekalahan Jepang,
keduanya justru memilih menunggu kepastian sembari menanti janji kemerdekaan dari Dai Nippon.
Untuk mengantisipasi itu, golongan muda melakukan penculikan supaya Soekarno dan Hatta tidak
terpengaruh oleh Jepang. Bahwa kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan
bangsa Indonesia semata, bukan pemberian dari Jepang. Sehari sesudah mendengar kabar kekalahan
Jepang melawan sekutu, golongan pemuda mengadakan suatu perundingan di Pegangsaan Timur
Jakarta, pada 15 Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan supaya pelaksanaan kemerdekaan
dilepaskan dari segala ikatan dan hubungan dengan perjanjian kemerdekaan dari Jepang.
Rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh ini kemudian menyepakati bahwa kemerdekaan Indonesia
adalah keputusan dari rakyat Indonesia, bukan Jepang. Malamnya, para golongan muda mengutus
Wikana dan Darwis untuk menemui Soekarno dan Hatta, mereka menuntut agar proklamasi
kemerdekaan dilakukan pada tanggal 16 Agustus 1945. Jika Soekarno-Hatta menolak, maka akan
terjadi sebuah pergolakan besar. Namun permintaan Wikana dan Darwis ditolak oleh Soekarno dan
Hatta. Soekarno tidak bisa melepas tanggung jawabnya sebagai ketua PPKI, sehingga ia harus
berunding terlebih dulu dengan badan buatan Jepang itu.
Wikana dan Darwis lantas kembali dan mengadakan rapat yang digelar di Jalan Cikini 71, Jakarta
dihadiri para golongan muda. Mereka pun memutuskan untuk membawa Soekarno dan Hatta ke
Rengasdengklok guna menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang. Peristiwa rengasdengklok
merupakan suatu peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda, yaitu Soekarni,
Wikana, Aidit, dan Chaerul Saleh dari perkumpulan Menteng 31 terhadap Soekarno dan Hatta.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03. 00 WIB.
Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang untuk didesak agar mempercepat
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan
tua. Penculikan terhadap dua tokoh golongan tua tersebut dikomandoi oleh Shodanco Singgih. Di
Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta kembali didesak oleh para pemuda untuk segera
memproklamirkan kemerdekaan. Dalam menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak
berubah pada pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chaerul dan kawan-kawan telah menyusun rencana
untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang sudah direncanakan tidak berhasil begitu saja, hal ini
karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan oleh Bung Karno dan Bung
Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di Lapangan IKADA atau di rumah Bung Karno, di Jl.
Pegangsaan Timur No. 56. Pada akhirnya, yang dipilihlah merupakan rumah Bung Karno karena di
Lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga
tentara-tentara Jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan para penonton saat terjadi
pembacaan teks proklamasi. Dipilihlah rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56.
Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong. Bendera Merah Putih sudah
dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto
dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun, sesampainya di
Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad
Soebardjo ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Ahmad
Soebardjo datang dan berusaha membujuk para pemuda untuk melepaskan dwitunggal. Akhirnya
mereka bersedia dengan jaminan oleh Soebardjo bahwa proklamasi akan terjadi esok hari.
3. Peristiwa Proklamasi
Malam itu juga setelah membujuk golongan muda, rombongan berangkat ke Jakarta, menuju rumah
Laksamana Maeda di Meiji Dori No. 1. Pada 17 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, naskah proklamasi
disusun oleh Soekarno, Hatta dan Soebardjo di ruang makan Maeda. Naskah sebanyak dua alinea
yang penuh dengan pemikiran tersebut lalu selesai dibuat 2 jam kemudian. Naskah kemudian
diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Tanpa waktu lama, Sayuti Melik didampingi BM Diah
lalu mengetik naskah proklamasi. Setelah itu, naskah diserahkan kembali kepada Soekarno untuk
ditandatangani.
17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, di halaman rumah Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56,
naskah proklamasi dibacakan dalam suasana khidmat. Setelah pembacaan teks proklamasi selesai,
Suhud dan Latief Hendraningrat mengibarkan bendera merah putih. Pada hari yang sama, Syahrudin
berhasil menyampaikan salinan teks Proklamasi kepada Waidan B. Palenewen, kemudian Waidan
memerintahkan operator radio yaitu F.Wuz untuk segera mengudarakan berita kemerdekaan
Indonesia. Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia juga disebarkan melalui media cetak, surat
kabar, pamflet, poster, coretan gerbong kereta api, dan coretan dinding kota. Selain disiarkan di radio
dan disebarkan di media cetak, berita Proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan
daerah yang menghadiri sidang PPKI.
4. Pembentukan Pemerintahan Pertama Indonesia
Satu hari setelah proklamasi didengungkan oleh Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepatnya
pada tanggal 18 Agustus 1945, para pendiri bangsa mulai membentuk pemerintahan secat kolektif
melalui PPKI. Suasana pembentukan pemerintahan awal masih dibawah bayang-bayang tentara
Jepang yang masih berjaga-jaga di Indonesia. Jepang yang semula berjanji akan memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia justru menjadi berbalik arah tunduk kepada Sekutu untuk
menyerahkan Indonesia kepada Sekutu dalam keadaan status quo.
Tanggal 18 Agustus 1945 di Gedung Chuo Sang In, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, PPKI mengadakan
sidang PPKI I dibuka dengan penyusunan UUD dan memilih Presiden serta Wakil Presiden mengikuti
rancangan yang telah disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan pada sidang ke
II, tanggal 10-16 Juli 1945. Yang Menghasilkan ketetapan UUD NRI 1945 sebagai landasan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden, dan Drs. Moh.Hatta
sebagai Wakil Presiden. Dan membentuk komite nasional (60 orang).
Pada sidang II PPKI, tanggal 19 Agustus 1945 menghasilkan pembagian provinsi di Indonesia,
pembentukan komite nasional daerah, dan pembentukan departemen dan menteri.

Sampai akhirnya sidang PPKI III pada tanggal 22 Agustus 1945 menghasilkan :
1. Pembentukan Komite Nasional Pusat
Jumlah anggota komite nasional pusat yang dilantik adalah 137 anggota, yang terdiri dari golongan
muda dan masyarakat Indonesia. Selain itu, hasil dari sidang komite nasional pusat ini adalah
ditunjuknya Kasman Singodimedjo sebagai ketuanya. Wakil dari komite nasional pusat ini ada tiga,
yaitu M. Sutardjo (wakil ketua pertama), Latuharhary (wakil ketua kedua), dan Adam Malik (wakil
ketua ketiga).
2. Dibentuknya Partai Nasional Indonesia (PNI)
3. Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR)

Anda mungkin juga menyukai