DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Mengetahui lebih dalam tentang perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia
PEMBAHASAN
Untuk mengenang jasa para pahlawan besar kita yang berjuang untuk kemerdekaan, mari kita
segarkan kembali sejarah awal proklamasi dan pembentukan pemerintahan Indonesia.
Dalam situasi seperti itu, merupakan peluang yang sangat baik bagi bangsa Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya. Tetapi para pemuda merasa kebingungan, karena Bung
Karno dan Bung Hatta sedang berada di Dalat (Vietnam) untuk memenuhi panggilan Jendral
Terauchi selaku panglima tentara Jepang diseluruh kawasan Asia Tenggara.
Perbedaan perspektif antara golongan tua dan golongan muda sekitar proklamasi.
Berita kekalahan Jepang terhadap Sekutu diketahui oleh kalangan pemuda bangsa Indonesia di
Bandung melalui berita siaran radio BBC (British Broadcasting Corporation) di London. Setelah
mengetahui Jepang menyerah kepada Sekutu, para pemuda segera menemui Bung Karno dan
Bung Hatta di jalan Pegangaan Timur No. 56 Jakarta (sekarang jalan Proklamasi, Jakarta).
Dalam pertemuan itu, Sutan Syahrir sebagai juru bicara para pemuda meminta agar Bung Karno
dan Bung Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia lepas dari campur tangan
Jepang. Bung Karno tidak menyetujui usul para pemuda karena proklamasi kemerdekaan perlu
dibicarakan dahulu dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Para pemuda menolak pendapat Bung Karno. Para pemuda tidak menginginkan kemerdekaan
Indonesia dianggap sebagai hadiah Jepang.
Para pemuda karena belum berhasil membujuk Bung Karno, pada tanggal 15 Agustus 1945,
pukul 20.00 WIB kembali mengadakan rapat di Lembaga Bakteriologi di jalan Pegangsaan
Timur, Jakarta (sekarang; Fakultas Kesehatan Mayarakat UI) dengan dipimpin oleh Chaerul
Saleh
Sesuai keputusan rapat, sekitar pukul 22.00 WIB, Wikana dan Darwis menemui Bung Karno
dikediamannya di jalan Pegangsaan Timur No, 56 Jakarta. Pada pertemuan tersebut Wikana
menyampaikan bahwa rapat telah menentukan kemerdekaan harus segera diproklamasikan oleh
Sukarno pada tanggal 16 gustus 1945. permintaan dan tuntutan golongan muda ditolak Bung
Karno, sebab masalah proklamasi kemerdekaan baru akan dibicarakan dalam rapat PPKI
tanggal 18 Agustus 1945.
Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda tidak putus asa atas penolakan itu. Mereka kemudian melaksanakan pertemuan
kembali di Asrama Baperpi, di jalan Cikini No.71 Jakarta. Rapat itu memutuskan bahwa Bung
Karno dan Bung Hatta harus dibawa keluar dari Jakarta agar tidak terpengaruh Jepang. Tugas
itu dilaksanakan oleh Syudanco Singgih (anggota Peta), Sukarni, dan Yusuf Kunto dari Jakarta.
Pada tanggal 16 Agustus pukul 04.00 WIB, Bung Karno dan Bung Hatta beserta Ibu Fatmawati
dan Guntur (putranya yang masih bayi) dibawa ke Rengasdengklok, kota kawedanan di pantai
utara kabupaten Karawang, Jawa Barat, tempat kedudukan Garnisun tentara Peta.
Di Rengasdengklok tersebut terjadi lagi dialog seru, antara pemuda yang diwakili Sukarni dan
Bung Karno. Bung Karno tetap pada pendiriannya tidak mau melangkah sendiri sebelum
membiarkannya dalam rapat PPKI.
Keberadaan Sukarno akhirnya diketahui dari Wikana. Ketika itu juga, Ahmad Subarjo datang ke
Rengasdengklok dan berhasil menyakini para pemuda bahwa Proklamasi akan diucapkan
keesokan harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 paling lambat pukul 12.00 WIB. Hal ini dapat
dikabulkan dengan jaminan nyawanya sebagai taruhannya. Akhirnya Syudanco Subeno
komandan kompi tentara Peta di Rengasdengklok bersedia melepaskan Sukarno – Hatta
kembali ke Jakarta.
Pada malam hari tanggal 16 Agustus 1945, rombongan yang membawa Sukarno-Hatta tiba di
Jakarta. Setelah singgah di rumah masing-masing, kemudian bersama rombongan lainnya
menuju rumah Laksamana Maeda (seorang kepala perwakilan AL Jepang di Jakarta), jalan
Imam Bonjol No.1 Jakarta (sekarang; Museum perumusan naskah proklamasi)
Malam itu juga segera diadakan musyawarah untuk membahas persiapan proklamasi
kemerdekaan, tokoh-tokoh yang hadir saat itu ialah; Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta, Achmad
Subarjo, para anggota PPKI dan para tokoh muda, seperti; Sukarni, Sayuti Melik dan B.M.Diah
dan lain-lain.
Saat setelah konsep naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia rampung disusun di rumah
Laksamana Maeda, Jl. Imam Bonjol no 1, Jakarta, Bung Hatta mengusulkan semua yang hadir
saat rapat dini hari itu ikut menandatangani teks proklamasi yang akan dibacakan pagi harinya.
Tetapi usul ditolak oleh Soekarni, seorang pemuda yang hadir. Rapat itu dihadiri Soekarno,
Hatta dan calon proklamator yang gagal: Achmad Soebardjo, Soekarni dan Sajuti Melik. "Huh,
diberi kesempatan membuat sejarah tidak mau", gerutu Bung Hatta karena usulnya ditolak.
Kalau saja usul Bung Hatta diterima, tentu Indonesia punya "lebih dari dua" proklamator.
Konsep teks proklamasi yang ditulis tangan Ir.Sukarno, segera dibacakan dihadapan hadirin
yang menunggu diruangan depan. Sukarno-Hatta mengusulkan agar yang menandatangi
naskah adalah semua yang hadir, namun Sukarni mengusulkan agar teks proklamasi
ditandatangani oleh Ir.Sukarno dan Mohammad Hattta atas nama bangsa Indonesia. Akhirnya
usul tersebut disetujui, kemudian konsep teks proklamasi diserahkan kepada Sayuti Melik untuk
diketik.
Sejak pagi hari Jum’at, tanggal 17 Agustus 1945, dirumah Ir.Sukarno, dilakukan persiapan untuk
menyambut Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Banyak tokoh Pergerakan Nasional seperti
Sukarno, Mohammad Hatta, B.M.Diah, Fatmawati, Ahmad Subarjo, Sayuti Melik, Dr.Buntaran
Martoatmojo, Mr.AA. Maramis, Mr.Latuharhary, Abi Kusno Cokrosuyoso, Anwar Cokroaminoto,
Harsono Cokroaminoto, Otto Iskandardinata, Ki Hajar Dewantara, Sam Ratulangie, KH. Mas
Mansur, Mr.Sartono, Pandu Kartawiguna, M.Tabrani, Dr.Mawardi dan A.G. Pringgodigdo beserta
rakyat berkumpul ditempat tersebut.
Tepat pukul 10.00 WIB, upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia dimulai. Sebelum
membacakan teks proklamasi, Ir.Sukarno menyampaikan pidato pendahuluan, lengkapnya
sebagai berikut:
Saudara-saudara sekalian !
Saja sudah minta saudara-saudara hadlir disini untuk menjaksikan satu peristiwa maha penting
dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berdjoang untuk
kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun ! Gelombangnja aksi kita untuk
mentjapai kemerdekaan kita itu ada naik dan ada turunnya, tetapi djiwa kita tetap menudju
kearah tjita-tjita.
Djuga di dalam djaman Djepang, usaha kita untuk mentjapai kemerdekaan nasional tidak henti-
henti. Didalam djaman Djepang ini, tampaknja sadja kita menjandarkan diri kepada mereka.
Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menjusun tenaga kita sendiri, tetap kita pertjaja kepada
kekuatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnja kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam
tangan kita sendiri. Hanja bangsa jang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat
berdiri dengan kuatnja. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musjawarat dengan pemuka-
pemuka rakjat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusjawaratan itu seia-sekata berpendapat,
bahwa sekaranglah datang saatnja untuk menjatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara ! Dengan ini kami njatakan kebulatan tekad itu. Dengarlah proklamasi
kami.
Pembacaan Proklamasi.
Disampaikan oleh Soekarno, kemudian dilanjutkan dengan pidato singkat berbunyi:
Demikianlah, saudara-saudara !
Kita sekarang telah merdeka!
Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah-air kita bangsa kita!
Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik
Indonesia, medeka kekal dan abadi.
Insya allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu!
Radio
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Syahrudin berhasil memasuki ruang siaran Radio Hoso Kanri
Kyoku (sekarang; Radio Republik Indonesia). Tepat pukul 19.00 WIB. Teks proklamasi
kemerdekaan berhasil disiarkan, M.Yusuf Ronodipuro, Bachtiar Lubis, dan Suprapto adalah
tokoh-tokoh yang berperan besar dalam menyiarkan berita proklamasi tersebut.
Surat kabar
Berita proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan melalui beberapa surat kabar. Surat kabar
yang pertama kali menyiarkan berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah
CAHAYA yang terbit di Bandung dan dan SOEARA ASIA yang terbit di Surabaya. Para pemuda
yang berjuang lewat pers antara lain Adam Malik, Sayuti Melik, Sutan Syahrir, B.M. Diah, Ki
Hajar Dewantara, Otto Iskandardinata, G.S.S.J. Ratulangi, Iwa Kusuma Sumantri, Sukoharjo
Wiryopranoto, Sumanang S.H, Manai Sophian dan Ali Hasyim.
Sarana lain
Selain melalui lembaga pemberitaan seperti radio dan surat kabar, berita proklamasi
kemerdekaan Indonesia juga disebarkan melalui pemasangan pamflet, poster, dan spanduk.
Sejumlah besar pamflet disebarkan keberbagai penjuru kota. Pamflet, poster dan spanduk
dipasang ditempat-tempat strategis. Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia juga menyebar
melalui coretan pada tembok-tembok dan gerbong-gerbong kereta api.
Kemudian pada tanggal 14 Juli 1945 BPUPKI menerima laporan panitia perancang UUD yang
dibacakan oleh Ir. Sukarno, yaitu pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan UUD dan batang
tubuh UUD. Akhirnya BPUPKI menerima rancangan undang-undang tersebut yang dikenal
dengan UUD 1945.
Pembentukan Departemen
Pada tanggal 2 September 1945 Presiden Sukarno berhasil menyusun cabinet RI pertama yang
terdiri atas 12 menteri departemen dan 4 menteri Negara yang susunannya sebagai berikut:
PPKI dalam sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945 menegakan perlunya pembentukan suatu
Komite Nasional untuk membantu pekerjaan presiden sebelum terbentuk MPR dan DPR. Maka
pada tanggal 22 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang di Gedung Kebaktian Rakyat Jawa
(sekarang; Gedung Joang 45) Jakarta.
Salah satu hasil keputusan sidang itu adalah terbentuknya Komite Nasional Indonesia (KNI).
Badan ini berfungsi sebagai DPR sebelum pemilu diselenggarakan.
Komite Nasional terdiri atas Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Komite Nasional
Indonesia Daerah yang ada di masing-masing provinsi. KNIP diresmikan dan anggotanya dilantik
pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta. Ketua KNIP pertama
ialah Mr. Kasman Singodimejo.
Untuk mewujudkan lembaga yang bertugas menjaga keamanan rakyat, pada tanggal 22 Agustus
1945 PPKI mengusulkan Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). BKR ditetapkan
sebagai bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) yang bertujuan untuk
memelihara keselamatan mayarakat dan merawat para korban perang, jadi, BKR pada awalnya
bukan merupakan kesatuan militer yang resmi.
Melihat perkembangan situasi yang semakin membahayakan Negara, maka pemerintah
memanggil mantan Mayor KNIL Urip Sumoharjo dari Yogyakarta ke Jakarta dan diberi tugas
membentuk tentara kebangsaan.