Peristiwa Rengasdengklok
Di setiap momen peringatan kemerdekaan Republik Indonesia, kita diingatkan lagi oleh satu
peristiwa yang mengawali proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yaitu Peristiwa
Rengasdengklok. Tanpa peristiwa itu, barangkali kita tidak akan merdeka seperti saat ini. Atau
kalau dengan bahasa yang agak bombastis Tidak ada kemerdekan tanpa Peristiwa
Rengasdengklok!. Lalu, apa itu peristiwa Rengasdengklok? Mengapa terjadi ? Siapa yang
terlibat ? Bagaimana hasilnya ?
Peristiwa Rengasdengklok dimulai dari pengamanan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda
(Soekarni, Wikana dan Chaerul Saleh dari perkumpulan Menteng 31) terhadap Soekarno dan
Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00. WIB, Soekarno dan
Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sampai dengan terjadinya kesepakatan antara
golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan
muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara
itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan.
Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota
PETA mendukung rencana tersebut.
Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik semakin jelas dengan dijatuhkannya bom atom oleh
Sekutu di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada tanggal 9 Agustus
1945. Akibat peristiwa tersebut, kekuatan Jepang makin lemah. Kepastian berita kekalahan
Jepang terjawab ketika tanggal 15 Agustus 1945 dini hari, Sekutu mengumumkan bahwa
Jepang sudah menyerah tanpa syarat dan perang telah berakhir.
Berita tersebut diterima melalui siaran radio di Jakarta oleh para pemuda yang termasuk orangorang Menteng Raya 31 seperti Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, Wikana, dan lainnya.
Penyerahan Jepang kepada Sekutu menghadapkan para pemimpin Indonesia pada masalah
yang cukup berat. Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan (vacuum of power). Jepang
masih tetap berkuasa atas Indonesia meskipun telah menyerah, sementara pasukan Sekutu yang
akan menggantikan mereka belum datang. Gunseikan telah mendapat perintah-perintah khusus
agar mempertahankan status quo sampai kedatangan pasukan Sekutu. Adanya kekosongan
kekuasaan menyebabkan munculnya konflik antara golongan muda dan golongan tua mengenai
masalah kemerdekaan Indonesia.
Golongan muda menginginkan agar proklamasi kemerdekaan segera dikumandangkan.
Mereka itu antara lain Sukarni, B.M Diah, Yusuf Kunto, Wikana, Sayuti Melik, Adam Malik,
dan Chaerul Saleh. Sedangkan golongan tua menginginkan proklamasi kemerdekaan harus
dirapatkan dulu dengan anggota PPKI. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr.
Ahmad Subardjo, Mr. Moh. Yamin, Dr. Buntaran, Dr. Syamsi dan Mr. Iwa Kusumasumantri.
Golongan muda kemudian mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di
Pegangsaan Timur, Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 20.00 WIB.
Rapat tersebut dipimpin oleh Chaerul Saleh yang menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan
golongan muda yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hal dan soal rakyat
Indonesia sendiri, tidak dapat digantungkan kepada bangsa lain. Segala ikatan, hubungan dan
janji kemerdekaan harus diputus, dan sebaliknya perlu mengadakan perundingan dengan Ir.
Soekarno dan Mohammad Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan dalam menyatakan
proklamasi.
Langkah selanjutnya malam itu juga sekitar jam 22.00 WIB Wikana dan Darwis mewakili
kelompok muda mendesak Soekarno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemer-dekaan
Indonesia secepatnya lepas dari Jepang.
Ternyata usaha tersebut gagal. Soekarno tetap tidak mau memproklamasikan kemerdekaan.
Kuatnya pendirian Ir. Soekarno untuk tidak memproklamasikan kemerdekaan sebelum rapat
PPKI menyebabkan golongan muda berpikir bahwa golongan tua mendapat pengaruh dari
Jepang.
Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di Jalan Cikini 71 Jakarta pada pukul 24.00
WIB menjelang tanggal 16 Agustus 1945. Mereka membawa Soekarno dan Hatta ke
Rengasdengklok. Rapat tersebut menghasilkan keputusan bahwa Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta harus diamankan dari pengaruh Jepang. Tujuan para pemuda mengamankan Soekarno
Hatta ke Rengasdengklok antara lain:
agar kedua tokoh tersebut tidak terpengaruh Jepang, dan
mendesak keduanya supaya segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari
segala ikatan dengan Jepang.
Thriller Peristiwa Rengasdengklok
Pada tanggal 16 Agustus 1945 pagi, Soekarno dan Hatta tidak dapat ditemukan di Jakarta.
Mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda, di antaranya Sukarni, Yusuf Kunto, dan
Syudanco Singgih, pada malam harinya ke garnisun PETA (Pembela Tanah Air) di
Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak sebelah Utara Karawang.
Pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan Soekarno Hatta, didasarkan pada
perhitungan militer. Antara anggota PETA Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat
hubungan erat sejak keduanya melakukan latihan bersama. Secara geografis, Rengasdengklok
letaknya terpencil, sehingga dapat dilakukan deteksi dengan mudah setiap gerakan tentara
Jepang yang menuju Rengasdengklok, baik dari arah Jakarta, Bandung, atau Jawa Tengah. Mr.
Ahmad Subardjo, seorang tokoh golongan tua merasa prihatin atas kondisi bangsanya dan
terpanggil untuk mengusahakan agar proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan secepat
mungkin. Untuk tercapainya maksud tersebut, Soekarno Hatta harus segera dibawa ke Jakarta.
Akhirnya Ahmad Subardjo, Sudiro, dan Yusuf Kunto segera menuju Rengasdengklok.
Rombongan tersebut tiba di Rengasdengklok pukul 17.30 WIB. Peranan Ahmad Subardjo
sangat penting dalam peristiwa kembalinya Soekarno Hatta ke Jakarta, sebab mampu
meyakinkan para pemuda bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan keesokan
harinya paling lambat pukul 12.00 WIB, nyawanya sebagai jaminan. Akhirnya Subeno sebagai
komandan kompi Peta setempat bersedia melepaskan Soekarno Hatta ke Jakarta.
Setelah sampai Jakarta pada pukul 23.00, rombongan meminta ijin kepada Jenderal Nishimura
untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Namun Nishimura menolak permintaan
tersebut dengan alasan bahwa Indonesia masih dalam status quo, artinya belum ada penyerahan
kekuasaan dari Jepang kepada Sekutu. Karena ditolak, maka usaha mempersiapkan proklamasi
dilakukan di rumah Laksamana Tadashi Maeda, seorang perwira Angkatan Laut Jepang.
Mengapa di rumah Maeda ? ada dua alasan :
1. Laksamana Maeda mendukung perjuangan Bangsa Indonesia
2. Faktor Keamanan : Hak prerogatif kekuasaan wilayah militer angkatan laut yang tidak
dapat diganggu gugat oleh angkatan Darat.
Laksamada Maeda
A. Peristiwa di Seputar Proklamasi
Perang Pasifik yang dikobarkan Jepang berakhir pada tanggal 15 Agustus 1945. Pada
tanggal tersebut Jepang menyerah tanpa syarat kepada pasukan Sekutu. Pasukan Jepang yang
ada di Indonesia berusaha merahasiakan kekalahannya itu. Tetapi para pemuda Indonesia yang
bekerja pada kantor berita Jepang mengetahui hal tersebut. Mereka memandang peristiwa itu
sebagai kesempatan untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Salah seorang di antara para pemuda itu kemudian menggagas diadakannya rapat guna
menyikapi informasi yang diketahuinya. Rapat bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 16
Jakarta (sekarang Jalan Proklamasi 16) dipimpin oleh Chairul Saleh. Setelah berbagai lontaran
pendapat mengemuka dalam rapat, para pemuda memutuskan agar kemerdekaan Indonesia
segera diproklamasikan. Keputusan rapat disampaikan kepada Ir. Soekarno seraya
mendesakkan agar Ir. Soekarno sesegera mungkin memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Ir. Soekarno dalam kedudukannya sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) bersikap hati-hati terhadap permintaan para pemuda tersebut. Menurutnya,
perlu diselenggarakan rapat PPKI untuk membahas hal itu.
Timbullah ketegangan antara pemuda dengan Ir. Soekarno. Ketegangan inilah yang
mendorong para pemuda mengambil insiatif membawa dengan paksa Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta ke Rengasdengklok (sebuah kecamatan yang terletak di Kabupaten Karawang Jawa
Barat) pada 16 Agustus 1945 pukul 04.00 dini hari WIB. Maksud para pemuda melakukan hal
demikian ialah mengamankan kedua tokoh tersebut dari pengaruh Jepang dan menekannya
agar mau sesegera mungkin memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta (selanjutnya disebut Soekarno-Hatta) berada di
Rengasdengklok selama seharian penuh. Pada sore harinya, tiba di Rengasdengklok Ahmad
Soebardjo dan Sudiro. Mereka berdua datang dari Jakarta dengan maksud meyakinkan para
pemuda agar melakukan perundingan mengenai proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jakarta
sekaligus membawa Soekarno-Hatta kembali ke sana. Para pemuda menyutujui usul tersebut.
Soekarno-Hatta pun dilepas pada sore hari tanggal 16 Agustus 1945. Sesampainya di Jakarta,
Soekarno-Hatta mengumpulkan anggota PPKI untuk membicarakan proklamasi kemerdekaan.
Pembicaraan dilaksanakan dikediaman Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jepang di Jakarta
Laksamana Maeda. Pembicaraan berlangsung semalam suntuk, diawali dengan pembahasan
umum. Kemudian Soekarno dan Hatta disertai dengan Mr.Ahmad Soebardjo, Sayuti Melik
memisahkan diri masuk ruangan makan untuk mengambil kesimpulan. Ir.Soekarno meminta
Mr.Ahmad Soebardjo dan Drs. Mohammad Hatta merumuskan kalimat proklamasi, sedangkan
Ir. Soekarno sendiri yang menuliskannya. Teks tersebut terdiri dari dua kalimat. Kalimat
pertama merupakan sumbangan pikiran Mr. Ahmad Soebardjo, sedangkan kalimat kedua
diusulkan oleh Drs. Mohammad Hatta.
Rumusan konsep tertulis tangan (tulisan Ir.Soekarno) adalah sebagai berikut:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-2 jang
mengenai kekoeasaan d.l.l. diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh
jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-45
Wakil-2 bangsa Indonesia
Setelah rumusan itu selesai, mereka menuju ke serambi muka yang biasanya
dipergunakan untuk menerima tamu oleh Laksamana Maeda, untuk menemui tokoh-tokoh
yang hadir. Ir.Soekarno kemudian membacakan konsep tersebut dan kemudian disarankan agar
yang hadir turut serta menandatanganinya bersama-sama. Chairul Saleh tidak setuju bila teks
itu ditandatangani oleh anggota-anggota PPKI, karena menurut anggapannya badan itu
bentukan pemerintah Jepang yang anggota-anggotanya diangkat oleh Jepang pada waktu itu.
Sukarni mengusulkan agar penandatanganan konsep itu cukup oleh dua orang saja yaitu Ir.
Soekarno dan Drs Mohammad Hatta. Usul itu disetujui oleh yang hadir. Selanjutnya teks
proklamasi oleh Ir.Soekarno diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik disertai beberapa
perubahan yang telah disetujui. Ada tiga perubahan pada naskah jadi yaitu kata tempoh diganti
dengan kata tempo. Wakil-wakil bangsa Indonesia menjadi atas nama bangsa Indonesia.
Begitu juga dengan penulisan tanggal dari Djakarta, 17-8-45 menjadi Djakarta, hari 17 boelan
8 tahoen 45. Naskah jadi itulah yang ditandatangani oleh kedua proklamator
Soekarno-Hatta. Lengkapnya berbunyi sebagai berikut:
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekann Indonesia. Hal-hal jang
mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l. diselenggarkan denagn tjara seksama dan
dalam tempo jang sesingkat-sesingkatnya.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 45
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta
(tandatangan Ir.Soekarno)
(tandatangan Drs.Mohammad Hatta)
Mengenai tempat dilangsungkannya pembacaan naskah Proklamasi, Ir.Soekarno
mengusulkannya agar dilakukan di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta. Hal
itu untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya bentrokan dengan tentara Jepang. Semula
Sukarni mengusulkan supaya pembacaan Proklamasi itu dilangsungkan di lapangan Ikada
(Ikada = Ikatan Atletik Djakarta; Lapang Monas sekarang). Saran Ir. Soekarno diterima.
Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah proklamasi kami:
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang
mengenai pemindahan Kekoeasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan tjara
seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Tingkah para pemuda yang demikian membuat cemas para pemimpin dari generasi
yang lebih tua. Mereka khawatir timbul rasa marah dari pasukan Jepang. Rasa cemas dan
khawatir itu kemudian menjadi perasaan lega. Beberapa pertemuan besar yang dihadiri oleh
ribuan massa rakyat seperti yang berlangsung di Surabaya tanggal 11 dan 17 September dan di
Jakarta pada tanggal 19 September, berlangsung aman. Para pemimpin mampu mengendalikan
massa.Tindakan kekerasan dapat dihindari.
B. Menyusun Kelengkapan Pemerintahan dan Negara
Sehari sesudah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, pada tanggal 18 Agustus
1945, Panitia Perasiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertamanya.
Dalam sidang tersebut dihasilkan tiga keputusan. Pertama, penetapan Undang-Undang Dasar
1945 yang didalamnya mengandung dasar negara Pancasila. Kedua, memilih Ir. Soekarno dan
Drs. Mohammad Hatta masing-masing sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia. Ketiga, ketetapan untuk membentuk sebuah Komite Nasional untuk membantu
Presiden selama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) belum terbentuk. Dengan demikian sejak tanggal 18 Agustus 1945 bangsa Indonesia
telah memperoleh landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Rapat PPKI selanjutnya dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 1945 dengan keputusan:
1) Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP); 2). Menyusun kementrian yang
terdiri dari 11 departemen yaitu, Depatemen Dalam Negeri, Luar Negeri, Kehakiman,
Keuangan, Kemakmuran, Kesehatan, Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan, Sosial,
Pertahanan, Perhubungan, dan Departemen Pekerjaan Umum. 3). Membagi wilayah Indonesia
ke dalam 8 propinsi dan dua daerah istimewa yang terdiri dari. Propinsi Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Borneo (Kalimantan), Maluku, Sulawesi, Sunda Kecil (Nusa Tenggara),
Sumatera, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Daerah Istimewa Surakarta.
Rapat PPKI dilanjutkan kembali pada tanggal 22 Agustus 1945. Dalam rapat ini
diputuskan tiga persoalan pokok yang pernah dibahas dalam rapat sebelumnya yaitu
pembentukan, 1) Komite Nasional Indonesia (KNI), 2). Partai Nasional Indonesia (PNI), dan
3). Badan Keamanan Rakyat (BKR). Komite Nasional adalah lembaga yang akan berfungsi
sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum diselenggarakannya Pemiliham Umum
(Pemilu). Komite tersebut disusun dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah. Dengan
pertimbangan politik, Partai Nasional Indonesia (PNI) dibatalkan dibentuk. Sedang Badan
Keamanan Rakyat (BKR) berhasil dibentuk meski mendapat reaksi dari para pemuda. BKR
selanjutnya berkembang dan berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara
Republik Indonesia (TRI), dan terakhir menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dengan
kelengkapan struktur pemerintahan yang demikian, keberadaan Indonesia seperti yang telah
diproklamasikan itu semakin kuat kedudukannya.
asing tersebut di wilayah Indonesia. Korban dari keadaan hiper inflasi itu ialah para petani.
Sebab petani merupakan produsen yang paling banyak menyimpan dan memiliki mata uang
Jepang.
Kas pemerintah pun kosong. Pajak dan bea masuk sangat kurang, sebaliknya
pengeluaran Negara semakin membesar. Suasana yang demikian diperparah oleh adanya
blokade laut oleh Belanda. Blokade ini menutup pintu keluar-masuk perdagangan Republik
Indonesia. Akibatnya barang-barang dagangan milik pemerintah Republik Indonesia tidak
dapat diekspor. Blokade ini dimulai sejak bulan November 1945.
Untuk mengatasi kerumitan persoalan ekonomi dan keuangan, pemerintah untuk
sementara waktu mengeluarkan penetapan mengenai berlakunya tiga mata uang di wilayah
Republik Indonesia. Ketiga mata uang itu ialah: Mata uang yang dikeluarkan oleh De Javasche
Bank (Bank Jawa) yakni bank milik pemerintah Hindia Belanda terdahulu, kemudian mata
uang pemerintah Hindia Belanda sendiri, dan mata uang pemerintah pendudukan Jepang.
Penetapan ini dikeluarkan pada tanggal 1 Oktober 1945.
Pada bulan Oktober 1946, barulah pemerintah mengeluarkan uang sendiri, yang
kemudian disebut dengan ORI (Oeang Republik Indonesia- Oe sama dengan U menurut ejaan
van Ophuyzen). Mata uangnya sendiri disebut rupiah. Selanjutnya untuk mengatur nilai tukar
ORI dengan valuta asing yang ada di Indonesia didirikan Bank Rakyat Indonesia. Menyusul
kemudian, pada tanggal 1 November 1946 pemerintah mendirikan Bank Negara Indonesia
yang diberi tugas melaksanakan koordinasi dalam pengurusan ekonomi dan keuangan.
Penataan sektor keuangan sebagaimana tersebut tidak serta merta mampu memperbaiki
keadaan ekonomi Republik Indonesia pada umumnya. Pendapatan pemerintah semakin tidak
sebanding dengan pengeluarannya. Hasil produksi perkebunan dan pertanian tidak dapat
diekspor secara normal karena blokade musuh. Keberlangsungan kehidupan perekonomian
Indonesia banyak bergantung pada para petani. Karena dukungan rakyat tanilah pemerintah
Republik Indonesia berhasil bertahan dalam suasana ekonomi yang sangat buruk. Dengan
produksi petani Pemerintah berhasil menanggulangi akibat blokade Belanda.
B. Perkembangan politik pada masa awal kemerdekaan sampai tahun 1950
1. Perjuangan dengan kekuatan senjata
Dalam Perang Pasifik, Jepang telah dikalahkan oleh pasukan gabungan (Sekutu) yang
terdiri dari pasukan Amerika, Australia, Inggris, dan Belanda. Sebagai negara yang kalah
perang, Jepang diberi tanggung jawab oleh pasukan sekutu untuk mempertahankan keadaan
di Indonesia seperti apa adanya (Status Quo). Tetapi, pada saat yang sama, rakyat Indonesia
telah memproklamasikan kemerdekaannya sekaligus siap membela dan mempertahankannya.
Pada tanggal 15 September 1945 pasukan tentara sekutu mendarat di Tanjung priuk
Jakarta. Mereka datang ke Indonesia dalam rangka melucuti senjata tentara Jepang.
Kedatangan mereka pada awalnya disambut baik oleh pemerintah RI. Sikap baik kemudian
berganti dengan kecurigaan. Pemerintah dan rakyat Indonesia mencium gelagat buruk karena
bersama kedatangan tentara sekutu tersebut turut serta tentara Belanda yang berusaha kembali
menancapkan kekuasaannya di Indonesia. Perasaan curiga terhadap keberadaan pasukan
sekutu di Indonesia semakin bertambah. Di berbagai daerah, pasukan itu sering melakukan
penekanan dan menakut-nakuti rakyat Indonesia dengan berbagai ancaman. Bahkan mereka
pun telah dengan terbuka mempersejatai orang Belanda yang berstatus tawanan perang.
Tindakan mereka menyinggung harga diri bangsa Indonesia dan dianggap tidak menghormati
kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, pasukan sekutu kerap mendapat
hadangan dan kesulitan dalam menjalankan tugasnya melucuti senjata tentara Jepang yang ada
di Indonesia. Bahkan, tidak jarang, penghadangan yang dilakukan rakyat Indonesia itu
mendorong terjadinya perang terbuka antara keduanya. Di antara perang terbuka yang paling
dahsyat terjadi di Sukabumi (Pertempuran Bojongkokosan), Bandung (Peristiwa Bandung
Lautan Api), Medan (Peristiwa Medan Area), Surabaya (Peristiwa tanggal 10 November 1945
di dikenang dan diperingati setiap tahun sebagai hari pahlawan).
2. Diplomasi sebagai Sarana Penyelesaiaan
Secara umum, kehadiran tentara sekutu telah membuat suasana menjadi tidak tentram
dan tenang. Berbagai pertempuran masih tetap berlangsung secara sporadis. Untuk itu pada
tanggal 1 Nopember 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat politik yang berisi:
1. Pemerintah menginginkan pengakuan terhadap adanya negara dan pemerintah Republik
Indonesia oleh pasukan sekutu dan Belanda.
2. Pemerintah berjanji akan mengembalikan semua milik asing atau memberi ganti rugi atas
milik asing yang telah dikuasai oleh pemerintah.
3. Pemerintah menginginkan berdiri partai-partai sebagai sarana pembantu perjuangan.
Seiring dengan itu, pasukan Ingggris sebagai wakil dari pasukan sekutu ingin segera
mengakhiri kesulitan dalam pelaksanaan tugasnya melucuti senjata tentara Jepang di
Indonesia. Sementara kesulitan bertambah sebab pemerintah Indonesia telah dengan terbuka
menginginkan adanya pengakuan atas kemerdekaan Indonesia baik dari pemerintah maupun
pasukan sekutu dan Belanda yang ada di Indoneia. Melihat kenyataan itu, diyakini bahwa
penyelesaian terbaik ialah melalui jalan perundingan atau diplomasi. Pasukan Inggris
menjajagi kemungkinan melakukan perundingan.
Pada tanggal 10 Pebruari 1946 dimulailah perundingan itu. Pasukan Inggris diwakili
oleh Sir Archibald Clark Kerr sementara pemerintah Belanda diwakili oleh Dr. H.J. van Mook.
Van Mook dalam perundingan itu mengajukan usulan yang isinya sama dengan pidato Ratu
Belanda pada tanggal 7 Desember 1942. Usulannya itu antara lain:
1. Indonesia akan dijadikan negara persemakmuran berbentuk federasi yang memiliki
pemerintahan sendiri di dalam lingkungan Kerajaan Belanda.
2. Masalah dalam negeri diurus oleh Indonesia sendiri sedang urusan luar negeri oleh
pemerintah Belanda.
3. Sebelum dibentuk persemakmuran, akan dibentuk pemerintahan peralihan selama 10 tahun.
4. Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Atas usulan wakil Belanda itu, pada tanggal 12 Maret 1946 pemerintah Indonesia yang
diwakili oleh Sutan Syahrir menyusun usulan balasan yang berisi:
1. Republik Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas
Hindia Belanda.
2. Pinjaman-pinjaman pemerintah Belanda sebelum tanggal 8 Maret 1942 menjadi
tanggungan pemerintah RI.
3. Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan pada masa tertentu, dan mengenai urusan
luar negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu badan federasi yang terdiri atas
orang-orang Indonesia dan Belanda.
4. Tentara Belanda segera ditarik dari Indonesia dan jika perlu diganti dengan Tentara
Republik Indonesia.
5. Pemerintah Belanda harus membantu pemerintah Indonesia untuk dapat diterima sebagai
anggota PBB.
6. Selama perundingan berlangsung semua aksi militer harus dihentikan dan pihak republik
akan melakukan pengawasan terhadap pengungsian tawanan-tawanan Belanda dan
Interniran lainnya.
Usulan Indonesia tersebut di atas ditolak oleh pemerintah Belanda. Padahal,
bersamaan dengan usulan itu, Indonesia memberi konsesi yang banyak menguntungkan
pemerintah Belanda.Setelah usulan Indonesia ditolak, van Mook secara pribadi mengajukan
usul untuk mengadakan kerja sama dalam rangka pembentukan negara federal yang bebas
dalam lingkungan Kerajaan Belanda.
Usulan tersebut oleh Sutan Syahrir dijawab dengan usulan lagi pada tanggal 27
Maret 1946. Isi usulan adalah:
1. Supaya pemerintah Belanda mengakui kedaulatan RI secara de facto atas Jawa dan
Sumatera.
2. Supaya RI dan Belanda bekerja sama dalam membentuk negara Republik Indonesia
Serikat (RIS).
3. Republik Indonesia Serikat bersama-sama dengan Belanda, Suriname, dan Curocao
menjadi peserta dalam suatu ikatan kenegaraan Belanda.
Berdasarkan beberapa usulan di atas, pemerintah Inggris memandang adanya titik
terang ke arah kerja sama Indonesia-Belanda. Clark Keer selaku wakil Inggris menggagas
pertemuan lebih lanjut dari kedua pemerintah. Kedua belah pihak pun setuju.
Pertemuan lanjutan diadakan di Hooge Value (Belanda) pada tanggal 14-25 April 1946.
Dalam pertemuan itu semua usulan Indonesia ditolak. Pihak Belanda hanya akan mengakui
kedaulatan Indonesia atas wlayah Jawa dan Madura saja dikurangi oleh daerah-daerah yang
diduduki oleh pasukan Belanda di Indonesia.Dengan ditolaknya semua usulan Indonesia maka
hubungan Indonesia menjadi terputus.
Pada tanggal 2 Mei 1946, van Mook atas nama pemerintah Belanda kembali
mengajukan usulan yang isinya sama dengan usulan pemerintah Belanda sebelumnya.
Pemerintah Indonesia menolak usulan tersebut.
Usul dan tawar menawar keinginan antara pemerintah Indonesia dengan Belanda di
atas, oleh kelompok yang anti diplomasi dianggap perbuatan yang tidak perlu. Menurut
pendirian mereka, Belanda sudah pasti tidak akan mengakui kedaulatan Indonesia. Menurut
kelompok ini, langkah terbaik menghadapi Belanda bukan harus melalui saluran diplomasi,
tetapi melalui konfrontasi yang total.
Dengan adanya perbedaan pendapat di antara bangsa Indonesia seperti tersebut, bagi
Belanda merupakan kesempatan untuk melakukan penekanan dengan cara mendatangkan lebih
banyak pasukannya ke Indonesia serta melakukan koferensi-konferensi di daerah lain di luar
Pulau Jawa. Konferensi itu ialah, Konferensi Malino pada tanggal 15-25 Juli 1946, Konferensi
Pangkal Pinang pada tanggal 10 Oktober 1946. Konferensi itu bermaksud memecah belah
wilayah Indonesia agar bangsa Indonesia menjadi lemah.
Pemerintah Inggris melihat suasana tersebut akan meruncingkan kembali hubungan
Indonesia dengan Belanda. Sebab dapat mendorong pecahnya pertempuran yang baru antara
tentara dan rakyat Indonesia melawan Belanda yang dibawa serta oleh Inggris seperti
pertempuran-pertempuran dahsyat sebelumnya. Berkaitan dengan itu Inggris kemudian
mengajukan permohonan untuk berunding dengan pemerintah Indonesia. Perundingan itu
menyangkut tiga hal yakni:
1. Masalah gerakan militer dan gencatan senjata
2. Masalah perang dan interniran
3. Masalah minoritas
Permohonan perundingan itu kemudian dibahas bersama oleh pemerintah Indonesia,
Inggris, Belanda, pada tanggal 9-14 Oktober 1946. Kesimpulan hasil pembahasan yang utama
ialah Indonesia, Inggris, dan Belanda menyetujui diadakannya gencatan senjata.
Dalam situasi yang masih panas, perundingan dilanjutkan. Pada tanggal 10 Nopember
1946 berlangsung pertemuan antara wakil-wakil pemerintah Indonesia di bawah pimpinan
Perdana Menteri Sutan Syahrir dengan wakil-wakil dari pemerintah Belanda dengan pimpinan
Prof. Schermerhorn. Pertemuan berlangsung sebelah selatan Cirebon tepatnya di daerah
Linggarjati (Perundingan Linggarjati). Pertemuan menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:
1). Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto
paling lambat tanggal 1 Januari 1949. 2). Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama
dalam membentuk Republik Indonesi Serikat (RIS), salah satu bagiannya adalah Republik
Indonesia. 3). RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang mendudukkan
Ratu Belanda sebagai ketua.
Atas berlangsungnya perundingan Linggarjati tersebut timbul pro dan kontra. Mereka
yang kontra dengan perundingan bersatu membentuk kelompok Barisan Republik Indonesia.
Setelah melalui proses pendekatan akan pentingnya pengakuan atas keberadaan Indonesia
maka akhirnya Perundingan Linggarjati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 oleh wakil
masing-masing negara.
Selesai perundingan timbul penafsiran atas pasal-pasal yang tertera dalam perjanjian.
Penafsiran itu misalnya, sebelum RIS terbentuk, Belanda yang berdaulat atas wilayah
Indonesia, sedang menurut Indonesia adalah sebaliknya. Indonesia yang harus berdaulat
sebelum Republik Indonesia terbentuk.
Perbedaan penafsiran ini menimbulkan ketegangan politik kedua belah pihak. Belanda
kemudian melakukan serangan-serangan untuk melemahkan posisi militer Indonesia serta
membentuk negara-negara boneka. Ketegangan pun meruncing ketika tanggal 29 Juni 1947,
Belanda mengajukan usul yang bersifat ultimatum supaya Republik Indonesia mengakui
kedaulatan Belanda di Indonesia.
Tindakan Belanda tersebut berarti telah menginjak-nginjak Persetujuan Linggarjati.
Belanda sudah tidak menghargai upaya perundingan damai yang telah dilakukan.
Tanpa diduga, pada tanggal20 Juli 1947 Belanda tiba-tiba menyerang Indonesia dengan
mengerahkan angkatan darat, laut, dan udaranya. Serangan yang dilakukan Belanda malam
hari itu oleh Belanda disebut sebagai tindakan polisional dan bukan tindakan militer. Rakyat
dan tentara Indonesia melayani serangan itu dengan menggunakan taktik perang gerilya. Taktik
tersebut menyebabkan Belanda menderita banyak kerugian.
Tindakan Belanda mendapat reaksi dari dunia internasional. Kementrian Luar Negeri
Inggris menyatakan kekecewaaannya atas ulah Belanda tersebut. Di Australia, para mahasiswa
berdemonstrasi di depan Kedutaan Besar Belanda memprotes tindakan Belanda pada
Indonesia. Lebih dari itu, pemerintah Australia mengusulkan kepada Dewan Keamanan PBB
untuk mengambil tindakan pada setiap usaha yang mengancam keamanan dan ketertiban
internasional. Sejumlah negara Asia menyatakan simpatiknya terhadap perjuangan rakyat
Indonesia dalam membela tanah airnya. Mereka pun memprotes tindakan Belanda serta
mengajukan usulan untuk mengambil tindakan penyelesaian oleh PBB.
Keadaan itu membuat kedudukan Indonesia secara politik makin kuat. Hal tersebut
sekaligus membuktikan bahwa keberadaan Indonesia sudah diakui oleh dunia internasional.
Perjuangan melalui saluran diplomasi menunjukkan hasilnya. Pada tanggal 31 Juli 1947, nasib
Indonesia dibicarakan dalam sidang Dewan Keamanan PBB.
Hasil sidang Dewam Keamanan PBB dibacakan pada tanggal 1 Agustus 1947. PBB
menyerukan agar Indonesia Belanda menghentikan kegiatan tembak menembak. Seruan ini
disambut oleh Panglima Tertinggi Angkatan Perang Indonesia dengan perintah agar tentara
Indonesia diam di tempat masing-masing dan menghentikn sikap permusuhan terhadap
Belanda.
Seruan Dewan Keamanan PBB di atas ditindak lanjuti dengan seruan berikutnya, yaitu:
1. Agar para konsul asing di Jakarta melaporkan tentang keadaan yang sesungguhnya yang
terjadi di Indonesia.
2. Agar dibentuk sebuah komisi yang terdiri dari tiga negara yang bertugas memberikan
perantaraan jasa-jasa baik dalam penyelesaian pertikaian Indonesia-Belanda.
Pada tanggal 1 Nopember 1947, Dewan Keamanan PBB mengusulkan supaya
Indonesia-Belanda melakukan perundingan dengan bantuan Komisi Tiga Negara (KTN).
Indonesia memutuskan untuk meminta Australia menjadi anggota KTN. Belanda menunjuk
Belgia. Selanjutnya, Australia dan Belgia menunjuk Amerika Serikat sebagai negara ketiga
dalam KTN. Komisi kemudian mengusulkan perundingan diselenggarakan di atas kapal
Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS Renville (Perjanjian Renville). Pada
tanggal 8 Desember 1947 perundingan berlangsung. Perundingan menghasilkan hal yang
semakin menyulitkan posisi Indonesia. Secara geografis wilayah Indonesia semakin sempit dan
dikurung oleh pasukan militer Belanda. Sementara itu Belanda melakukan blokade ekonomi
terhadap Indonesia. Perundinagn Renville pun mendapat reaksi keras dari berbagai golongan
masyarakat di Indonesia. Akibatnya, Kabinet Amir Syarifuddin jatuh dan bermunculan
kelompok-kelompok anti pemerintah.
Dalam suasana seperti itu, Belanda membentuk negara-negara boneka. Negara boneka
termaksud antara lain, Negara Indonesia Timur (1947), Negara Sumatera Timur (1947), Negara
Madura (1948), Negara Pasundan (1948), Negara Sumatera Selatan (1948), Negara Jawa
Timur (1948).
Sementara itu kelompok anti pemerintah, khususnya Partai Komunis Indonesia (PKI)
di bawah pimpinan Muso mengambil kesempatan itu untuk melakukan pengambilalihan
kekuasaan secara paksa (kudeta) atas pemerintahan Indonesia yang sah. Kudeta di awali di
Madiun pada tanggal 18 September 1948 yang ditandai dengan berdirinya Republik Soviet
Indonesia. Kudeta ini dapat ditumpas oleh pemerintah setelah dilakukan Gerakan Operasi
Militer yang dilancarkan oleh Angkatran perang RI. Madiun sebagai pusat gerakan PKI dapat
dikuasai tentara RI pada tanggal 30 September 1948.
Keadaaan Indonesia yang serba sulit dimanfaatkan Belanda untuk terus menekan
Indonesia. Belanda kembali melakukan aksi militer setelah Perjanjian Renville. Aksi militer
itu kita sebut sebagai Agresi Militer Belanda II. Dalam Agresi itu Belanda nberhasil menduduki
ibu kota RI, Yogyakarta. Para pemimpin Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
ditangkap dan dibuang ke Bangka. Dengan didudukinya Yogyakarta, Belanda mengira
pemerintahan RI telah berakhir. Padahal tidak. Para pemimpin Indonesia telah memperkirakan
segala sesuatunya. Sesaat sebelum Yogyakarta jatuh, telah dibentuk pemerintahan darurat yang
dijalankan Mr. Syafruddin Prawiranegara di Sumatera Barat. Selain itu, dibentuk pula
Komando Perang Gerilya yang dipimpin Jenderal Soedirman.
Dunia internasional kembali bereaksi atas tindakan militer Belanda di Indonesia. Di
New Delhi pada tanggal 23 Januari 1949 diadakan konferensi yang diikuti oleh 19 negara di
Asia. Konferensi memutuskan, 1). Pemimpin-pemimpinRI yang ditawan Belanda supaya
dikembalikan. 2). Tentara Belanda harus ditarik mundur dari Yogyakarta. Berkaitan dengan
hal tersebut, Dewan Keamanan PBB pada tanggal 28 Januari 1949 bersidang dengan
keputusan: 1). Penghentian operasi militer Belanda di Indonesia. 2). Pembesar-pembesar RI
harus dikembalikan lagi ke Yogyakarta. 3). Pengakuan kedaulatan Negara Indonesia Serikat.
Simpati yang mengalir dari dunia internasional terhadap nasib Indonesia, bagi Belanda
dirasakan sebagai tekanan. Belanda tidak bisa membohongi dunia lagi. Oleh karenanya dia
tidak bisa menolak ketika PBB membentuk UNCI (United NationComission for Indonesia).
UNCI merupakan komisi pengganti KTN yang mendesak Indonesia dan Belanda kembali ke
meja perundingan.
Perundingan Indonesia-Belanda di bawah UNCI dimulai pada tanggal 14 April 1949.
Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Moh. Roem sedang delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. van
Royen. Pada tanggal 7 Mei 1949 tercapailah kesepakatan yang kemudian disebut Persetujuan
Roem-Royen. Isi persetujuan itu adalah, delegasi Indonesia menyetujui untuk: 1).
Menghentikan Perang Gerilya. 2). Bekerjasama mengembalikan keamanan. Delegasi Belanda
menyetujui untuk: 1). Mengembalikan pemerintah RI ke Yogyakarta. 2). Menghentikan
operasi-operasi militer dan membebaskan pemimpin-pemimpin RI serta selekasnya
mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB).
Sebelum maju ke perundingan KMB diadakan Konferensi Inter-Indonesia. Konferensi
Inter-Indonesia adalah konferensi antar pemerintah Republik Indonesia dengan BFO
(Bijenkomst voor Federaal Overlag). BFO adalah semacam badan musyawarah negara-negara
bagian buatan Belanda atau negara boneka Belanda. Konferensi dimaksudkan untuk mencapai
kata sepakat mengenai pembentukan negara Indonesia Serikat sebagai bahan pembicaraan
dalam KMB di Den Haag, Belanda. Peserta Konferensi Inter Indonesia adalah wakil-wakil
pemerintah RI dan wakil-wakil negara bagian yang dipimpin oleh van Mook. Konferensi InterIndonesia melahirkan keputusan: 1). Negara Indonesia Serikat dinamakan Republik Indonesia
Serikat (RIS). 2). Bendera Kebangsaan ialah Sang Merah Putih. 3). Lagu Kebangsaan
Nasional ialah Indonesia Raya. 4). Bahasa Nasional ialah Bahasa Indonesia. 5). Hari
Nasional ialah tanggal 17 Agustus.
Dari keputusan-keputusan itu tergambar bahwa Republik Indonesia mempunyai
pengaruh yang besar terhadap negara-negara bagian tersebut yang terbukti dengan sebagian
besar keputusan adalah satu suara. Hal tersebut sekaligus cermin bahwa pendirian negaranegara bagian atau negara boneka sangat dipaksakan Belanda.
Dari tanggal 23 Agustus hingga 2 Nopember 1949 di Den Haag Belanda berlangsung
KMB. Indonesia diwakili oleh Drs. Moh. Hatta sebagai pemimpin delegasi. BFO diwakili
Sultan Hamid II dari Pontianak, sedangkan komisi PBB diwakili Herremans, Merle Cohran,
Critchley, dan Romanos. Setelah melalui perdebatan yang panjang, akhirnya KMB
memutuskan: 1). Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia yang sepenuhnya
tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada
Republik Indonesia Serikat (RIS), 2). Penyerahan kedaulatan itu akan dilakukan selambatlambatnya tanggal 30 Desember 1949. 3). Masalah Irian Barat akan dibicarakan kemudian
setelah satu tahun penyerahan kedaulatan. 4). Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan
diadakan hubungan Uni Indonesia-Nederland yang dikepalai oleh Ratu Belanda. 5). Kapalkapal perang Belanda akan ditarik kembali dari Indonesia dengan catatan bahwa beberapa
korvert akan diserahkan kepada RIS.
Dalam keputusan hasil KMB disebutkan bahwa Belanda menyerahkan kedaulatan atas
Indonesia kepada RIS. Pengertian penyerahan kedaulatan dalam kalimat tersebut tidak berarti
bahwa masa sebelum itu Indonesia tidak berdaulat. Indonesia sejak 17 Agustus 1945 adalah
negara yang berdaulat penuh. Dengan demikian kata penyerahan kedaulatan, bagi bangsa
Indonesia berarti pengakuan kedaulatan Indonesiaoleh Belanda.
Keputusan KMB kemudian ditandatangani pada tanggal 27 Desember 1949 oleh Ratu
Juliana dan Drs. Moh Hatta di Amsterdam, Belanda. Dalam waktu yang bersamaan di Jakarta,
tepatnya di Istana Merdeka, dilakukan hal yang serupa yakni ditandatanganinya keputusan
KMB oleh wakil pemerintah Belanda A.J.H. Lovink dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX
sebagai wakil pemerintah Indonesia disertai dengan penaikkan bendera Indonesia dan
penurunan bendera Belanda.
Penandatanganan keputusan KMB mengakhiri masa penjajahan Belanda di Indonesia
secara formal. Dan Mengakhiri suatu periode yang disebut Perang Kemerdekaan dalam sejarah
Indonesia.
3. Kembali ke Negara Kesatuan