Latar Belakang
Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan agar proklamasi dilakukan
melalui PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui
PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang. Selain itu, hal tersebut dilakukan agar Soekarno dan Moh.
Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang sebenarnya
merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia, menjadi seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang.
Sebelumnya golongan pemuda telah mengadakan suatu perundingan di salah satu lembaga bakteriologi
di Pegangsaan Timur Jakarta, pada tanggal 15 Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan agar pelaksanaan
kemerdekaan dilepaskan segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang. Hasil keputusan
disampaikan kepada Ir. Soekarno pada malam harinya tetapi ditolak oleh Soekarno karena merasa bertanggung
jawab sebagai ketua PPKI.
Hatta yang hadir pada pertemuan ini turut bicara, “Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus
menghadapi Belanda yang akan berusaha kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju
dengan apa yang telah saya katakan, dan mengira bahwa saudara tela siap dan sanggup untuk
memprokalamsikan kemerdekaan, mengapa saudara tidak memproklamasikan itu sendiri? Mengapa
meminta Soekarno untuk melakukan hal itu?” Tanyanya.
Perdebatan berlangsung alot dan buntu, akhirnya Soekarno tidak bisa memutuskan sendiri dan melakukan
perundingan dengan tokoh lain seperti Mohammad Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto
dan Sudiro. Tidak lama kemudian Hatta menyampaikan keputusan bahwa mereka menolak usulan pemuda
dengan alasan perlunya perhitungan lebih cermat dan akan timbul banyak korban jiwa dan harta.
Raibnya Soekarno dan Hatta membuat Jakarta panik. Apalagi, pada hari tersebut ada rapat pertama PPKI.
Soebardjo yang pada malam sebelumnya turut hadir dalam perdebatan antara Golongan Muda dan
Golongan Tua berupaya mencari Soekarno. Ia berkeliling ke beberapa lokasi termasuk markas Jepang
namun tidak ada. Dia curiga para pemuda dibalik raibnya Soekarno dan Hatta. Segera ia menghubungi
Wikana. Dari Wikana, Soebardjo mendapat info bahwa Soekarno dan Hatta disekap di Rangasdengklok.
Pagi itu juga, Soebardjo menuju ke Rengasdengklok.
Pemuda bersikukuh tak mau melepaskan Soekarno-Hatta, kecuali ada jaminan kemerdekaan. Soebardjo
berkata, “Kalau Proklamasi tidak dilakukan, saya bersedia ditembak mati”. Setelah hampir seharian
disekap, pada pukul sepuluh malam Soekarno dan Hatta tiba di Jakarta dan segera menggelar rapat di
rumah Laksamana Tadashi Maeda. Setelah melalui perdebatan, teks proklamasi akhirnya selesai dibuat
habis subuh. Proklamasi yang awalnya akan dilangsungkan di lapangan IKADA, namun dengan
pertimbangan keamanan maka diputuskan dibacakan di rumah Soekarno, jalan pegangsaan Timur 56.
Nah, golongan tua selaku pihak yang memegang jabatan tinggi memang cenderung lebih
berhati-hati dan selektif dalam menentukan pergerakan arah. Hal ini bisa jadi karena beban
yang mereka bawa sudah terlalu besar, sehingga jika sampai salah langkah, maka bisa jadi
rakyat biasa yang menjadi korbannya. Oleh karena itu, golongan tua lebih waspada dalam
memilih hari proklamasi kemerdekaan.
Sementara itu, golongan muda dinilai lebih tanggap dalam merespon situasi. Mereka yang
masih memiliki semangat dan jiwa muda seakan tidak takut dalam mengambil berbagai
risiko, termasuk dalam menjalankan proklamasi kemerdekaan. Peristiwa Rengasdengklok
pada akhirnya mempercepat terselenggaranya proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Hal ini juga tidak bisa lepas dari kebijakan golongan tua yang setuju dengan pelaksanaan
proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Apabila pada masa itu tidak ada peristiwa Rengasdengklok, maka belum tentu proklamasi
kemerdekaan dapat terwujud. Mengingat, kesempatan tidak selalu datang dua kali, sehingga
17 Agustus 1945 adalah momen terbaik untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Terimakasih.
Catatan penting!
Golongan muda yaitu Sukarni, Chaerul Saleh, Yusuf Kunto, Dr. Muwardi, Shodanco Singgih,
Wikana, Sayuti Melik, Sudiro, BM Diah, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio,
Tokoh-tokoh yang sering disebut sebagai golongan tua adalah Soekarno dan Mohammad Hatta, para
anggota dan pengurus BPUPKI, dan PPKI.Subianto, Margono, Adam Malik, Armansyah.
Penculikan terhadap dua tokoh golongan tua tersebut dikomandoi oleh Shodanco Singgih. Di
Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta kembali didesak oleh para pemuda untuk segera
memproklamirkan kemerdekaan.