Anda di halaman 1dari 6

PERISTIWA RENGASDENGKLOK

Disusun Oleh:

Silvia Rahmi Nurhamidah


Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial
Universitas Indraprasta PGRI

Abstract
Independence is a desire for every people in a particular country, especially
in Indonesia. After being colonized for quite a long time, a sense of the spirit
of nationalism emerged, in which there was a desire for independence so that
they could build their own country whitout any restraints from outside
nations. With the Rengasdengklok incident, it shows the spirit of the young
people to immediately invite old groups to independent the Indonesian state.
This paper describes how the Rengasdengklok incident.
Key word : Rengasdengklok incident

Abstrak
Kemerdekaan merupakan suatu keinginan bagi setiap rakyat pada negara
tertentu, terutama di negara Indonesia. Setelah dijajah selama berabad-abad
yang cukup lama maka muncul suatu rasa jiwa nasionalisme, yang dimana
adanya suatu keinginan untuk merdeka agar bisa membangun negara sendiri
tanpa adanya suatu kekangan dari bangsa luar. Dengan adanya peristiwa
Rengasdengklok ini menunjukan jiwa semangat kaum muda untuk segera
mengajak golongan tua untuk memerdekan negara Indonesia ini. Tulisan ini
menjelaskan bagaimana peristiwa Rengasdengklok.
Kata kunci: Peristiwa Rengasdengklok

Pendahuluan:
Salah satu babagan penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia adalah Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Peristiwa itu menjadi tonggak penting bangsa Indonesia,

1
Peristiwa Rengasdengklok
karena dengan proklamasi tersebut bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan dirinya
sehingga sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia (Rinardi Haryono, 2017:143).
Sehingga peristiwa yang terjadi pada 17 Agustus 1945 itu bukan berdiri sendiri atau
tunggal melainkan puncak atau hasil dari usaha yang dilakukan dalam menjalani
peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia dalam melawan para penjajah yang datang.
Proklamasi merupakan serangkaian yang dianggap penting dalam perjuangan panjang
yang dilakukan oleh rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya.
Puncaknya perjuangan menuju proklamasi kemerdekaan Indonesia nampak digiatkan
oleh semua golongan baik dari golongan tua maupun golongan muda, semangat yang
diberikan para golongan tersebut sangat luar biasa untuk segera memerdekakan negara
Indonesia. Akan tetapi cara yang dilakukan dari kedua golongan ini berbeda-beda,
golongan tua melakukan kemerdekaan harus sesuai dengan perhitungan politiknya
sedangkan golongan muda harus sesegera mungkin untuk merdeka karena situasi yang
terjadi merupakan celah yang strategis untuk segera merdeka.

Pembahasan:
Dengan diumumkannya pembentukan PPKI pada tanggal 7 Agustus 1945, maka pada
saat yang sama Dokuritsu Jumbi Cosakai dibubarkan. Untuk melaksanakannya telah
dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan
segera setelah persiapannya selesai. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas
wilayah Hindia Belanda. Mungkin pelaksanaannya tidak dapat sekaligus untuk seluruh
Indonesia, melainkan demi bagian sesuai kondisi setempat. Dua puluh satu anggota telah
dipilih, tidak hanya terbatas pada wakil-wakil dari Jawa, tetapi juga dari berbagai Pulau
dan suku seperti berikut: 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatera, 2 wakil dari golongan
penduduk Cina. Yang ditunjuk sebagai ketua dalam PPKI adalah Ir. Sukarno, sedangkan
Drs. Moh. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketua. Sebagai penasehatnya ditunjuk Mr.Ahmad
Subardjo (Setiani Pebri Puspita, 2017:25).

Begitu soekarno dan Hatta pulang dari Dalat pada 14 Agustus 1945, Sjahrir memberitahu
mereka bahwa Jepang sudah meminta gencatan senjata. Sekali lagi ia mendesak mereka
untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Jepang saat itu menghadapi
pemboman AS atas Hirosyma dan Nagasaki, sedangkan Uni Soviyet menyatakan perang
terhadap Jepang dengan cara melakukan penyerbuannya ke Mancuria (Setiani Pebri

2
Peristiwa Rengasdengklok
Puspita, 2017:26). Dengan kekalahan Jepang ini, kemerdekaan Indonesia dapat segera
diproklamasikan, namun adanya perbedaan pendapat dari golongan tua dan golongan
muda menjadi suatu permasalahan. Ir. Soekarno dan Moh. Hatta berpendapat bahwa
kemerdekaan Indonesia itu tidak berasal dari kekalahan Jepang tetapi kita juga perlu suatu
revolusi yang terorganisir atau bisa dikatakan perlunya hitungan politik, sedangkan
golongan muda berpendapat bahwa kejadian itu menjadi suatu keuntungan untuk segera
memproklamasikan negara Indonesia.

Situasi yang berkembang di Indonesia, khususnya di Jakarta saat itu menegangkan.


Kelompok pemuda menuntut Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia yang terlepas dari pengaruh Jepang, sedangkan tokoh-tokoh tua dalam
BPUPKI-PPKI dengan motor Soekarno dan Hatta menginginkan proklamasi dapat
dilakukan sesuai dengan hasil keputusan rapat sidang PPKI tanggal 16 Agustus 1945
(Yuniarti, 2003: 37). Apalagi saat itu anggota PPKI sudah mulai berdatangan ke Jakarta.
Mereka takut terjadi pertumpahan darah. Sebaliknya, kelompok pemuda berpendapat
bahwa pertumpahan darah adalah risiko yang tidak bisa dihindari. Kemungkinan
pertumpahan darah dapat terjadi sebab Jepang diminta menjaga status quo di wilayah
yang diduduki, sehingga proklamasi bisa dianggap sebagai suatu pelanggaran (Sagimun
MD, 1989: 277).

Soekarno dan Hatta dengan tegas menolak permintaan itu, walaupun hal itu sempat
menimbulkan ketegangan ketika Wikana (wakil kelompok pemuda yang bertugas
menyampaikan hasil rapat kepada Soekarno) menyatakan akan terjadi pertumpahan darah
jika keinginan mereka tidak dilaksanakan (Poesponegoro & Notosusanto, 1992:80).
Mendengar ancaman itu Soekarno bukannya takut justru balik menggertak dengan
mempersilahkan para pemuda untuk membunuhnya saat itu juga. Soekarno juga
mengatakan bahwa dia tidak mau memproklamasikan kemerdekaan pada saat itu karena
masih terikat dengan kedudukannya sebagai Ketua PPKI, dan kemerdekaan perlu adanya
pertimbangan dari hitungan politiknya serta tidak bisa langsung di proklamasikan.
Gagalnya permintaan kelompok pemuda agar Soekarno dan Hatta memproklamasikan
kemerdekaan yang terlepas dari Jepang, segera mendorong mereka untuk mengadakan
rapat lagi. Dalam rapat itu diputuskan bahwa Soekarno dan Hatta harus disingkirkan ke
luar kota dengan tujuan menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang (Rihardi
Haryono, 2017:146).

3
Peristiwa Rengasdengklok
Rengasdengklok dipilih untuk mengamankan Sukarno-Hatta karena perhitungan militer.
Antara anggota Peta Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat hubungan erat sejak
mereka melakukan latihan bersama-sama. Selain itu Rengasdengklok letaknya terpencil
yakni 15 Km ke dalam dari Kedung-gede, Karawang pada Jalan raya Jakarta-Cirebon
(Setiani Pebri Puspita, 2017:27).
Rencana berjalan dengan lancar karena diperolehnya dukungan berupa perlengkapan
Tentara PETA dari Cudanco Latief Hendrayaningrat yang pada saat itu sedang
menggantikan Daidanco Kasman Singodimedjo yang bertugas ke 31 Bandung.
Demikianlah pada tanggal 15 agustus 1945 pukul 04.30 waktu jaman Jepang (pukul 04.00
WIB) Ir. Sukarno dan Drs. Moh.Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa keluar kota
menuju ke Rengasdengklok, sebuah kota kawedanan dari sebelah timur Jakarta. Sukarno
dan Hatta yang disertai ibu Fatmawati dan Guntur Sukarno Putra dibawa ke rumah
seorang warga keturunan Tionghoa bernama Jiauw Ki Song. Para pemuda berusaha
semaksimalkan mungkin untuk meyakinkan kedua tokoh tersebut agar berusaha
meyakinkan kedua tokoh tersebut agar segera memproklamasikan kemerdekaan tanpa
campur tangan tentara Jepang, karena situasi seperti ini menjadi suatu strategi yang tepat
untuk segera dimerdekannya Indonesia (Setiani Pebri Puspita, 2017:31).
Pada tanggal 16 Agustus 1945 pagi hari Soekarno dan Hatta sudah tidak ditemui di
Jakarta, dan kemudian pada malam harinya ternyata mereka sudah dibawa ke garnisun
Peta di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak ke utara dari jalan raya Cirebon,
dengan dalih untuk melindungi mereka dari meletusnya suatu pemberontakan Peta dan
Heiho (Ricklefs M.C, 1991:315).

Sesampainya di Rengasdengklok rombongan yang membawa Ir. Sukarno dan Drs. Moh.
Hatta langsung menuju ke markas kompi Cudanco Subeno. Disana berlangsung
pembicaraan antara Ir. Sukarno, Sukarni dan Singgih, sementara Drs. Moh. Hatta sedang
ke luar ruangan. Sukarni atas nama golongan pemuda mendesak kembali agar Ir. Sukarno
bersedia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Pembicaraan diantara mereka tidak
membawa hasil. Tetapi dalam pembicaraannya dengan Singgih, akhirnya Ir. Sukarno
bersedia untuk menyetujui desakan golongan pemuda yang diwakili oleh Singgih, supaya
proklamasi kemerdekaan diucapkan tanpa campur tangan pemerintah Jepang. Sementara
itu antara Mr. Ahmad Subardjo dengan Wikana terdapat sepakat bahwa proklamasi
kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta, di mana Laksamana Maeda bersedia akan

4
Peristiwa Rengasdengklok
menjamin keselamatan selama mereka berada di rumahnya. Di Rengasdengklok antara
golongan tua dan golongan muda tidak terjadi perundingan, hanya telah diberi jaminan
oleh Ahmad Subardjo dengan taruhan nyawa bahwa proklamasi kemerdekaan akan
diumumkan pada tanggal 17 agustus 1945.
Sehari penuh Sukarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk
menekan mereka berdua supaya segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas
dari setiap kaitan dengan Jepang, rupa-rupanya tidak terlaksana. Namun dalam suatu
pembicaraan berdua dengan Sukarno, Shodanco Singgih menganggap Sukarno
menyatakan kesediaannya untuk mengadakan proklamasi itu segera sesudah kembali ke
Jakarta. Berdasarkan anggapan itu Singgih pada tengah hari itu kembali ke Jakarta untuk
menyampaikan rencana Proklamasi itu kepada kawan-kawanya pemimpin pemuda.
Begitu kembali ke Jakarta pada 16 Agustus 1945 tengah malam, Hatta segera
menghubungi tangan kanannya panglima Angkatan perang Jepang dii Jawa. Menjadi
jelaslah bagi Hatta dan Sukarno bahwa revolusi damai mustahil terjadi dan bahwa cara-
cara proklamasi kemerdekaan yang disarankan oleh Sjahrir, Sukarni, Wikana, maupun
pemimpin gerakan bawah tanah lainnya merupakan satu-satunya cara untuk mencapai
kemerdekaan. Sesampainya di Jakarta pada jam 23.00 WIB rombongan menuju rumah
Laksamana Maeda di JL. Imam Bonjol No.1 (sekarang tempat kediaman resmi Duta
Besar Inggris) setelah Sukarno dan Hatta singgah di rumah masing-masing terlebih dulu.
Dan ditempat inilah naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia disusun (Setiani Pebri
Puspita, 2017:33).
Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta,
tepat pada hari Jum’at Legi pada pukul 10 pagi waktu Indonesia Barat (jam 11:30 waktu
Jepang), Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi
dengan khidmad dan sebelumnya diawali dengan pidato (Kaelan ,2016:39). Dan dengan
ini maka resmilah negara Indonesia Merdeka.

Kesimpulan:
Tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat terhadap sekutu, kemudian para
golongan muda melakukan pertemuan dibawah pimpinan Chairul Saleh pada tanggal 15
Agustus. Hasil keputusan dari pertemuan tersebut bahwa kemerdekaan Indonesia adalah
hak kemerdekaan bagi negara Indonesia tanpa adanya campur tangan dari bangsa atau

5
Peristiwa Rengasdengklok
negara lain, namun pendapat yang dikemukakan oleh golongan muda tersebut ditolak
oleh pihak golongan tua terutama oleh Soekarno dan Hatta karena mereka berpendapat
bahwa kemerdekaan Indonesia itu perlu adanya revolusi teorganisir atau bisa dikatakan
sesuai dengan hitungan politiknya. Dengan adanya perbedaan tersebut membuat
golongan muda membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok dengan tujuan untuk
menjauhi pengaruh dari Jepang terhadap Soekarno dan Hatta. Usaha yang dilakukan
golongan muda di Rengasdengklok tersebut tidak berhasil, dan proklamasi kemerdekaan
dilakukan di Jakarta sesuai dengan kesepakatan bersama yaitu pada tanggal 17 Agustus
1945.

Daftar Pustaka:
Kaelan, 2016. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma

Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah Nasional


Indonesia VI. Jakarta: Depdikbud RI.

Ricklefs M.C, 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Rinardi Haryono, 2017. Proklamasi 17 Agustus 1945: Revolusi Politik Bangsa Indonesia.
Online, dapat dilihat disitus:
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jscl/article/download/16170/pdf . Diakses
pada tanggal 08 April 2021

Sagimun MD. (1989). Peranan Pemuda, Dari Sumpah Pemuda Sampai Proklamasi.
Jakarta: Bina Aksara.

Setiani Pebri Puspita, 2017. Sejarah Indonesia Kontemporer Peristiwa Sejarah dalam
Narasi WARTOP. Online, dapat dilihat disitus:
http://repo.budiutomomalang.ac.id/50/1/PuspitaPebriSeptiani_BukuAjarWrtop.p
df . Diakses pada tanggal 08 April 2021

Yuniarti, Rini D. 2003. BPUPKI, PPKI, Proklamasi Kemerdekaan RI. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas.

6
Peristiwa Rengasdengklok

Anda mungkin juga menyukai