Golongan tua sesuai dengan perhitungan politiknya berpendapat bahwa Indonesia dapat
merdeka tanpa pertumpahan darah jika tetap bekerja sama dengan pemerintah Jepang. Untuk
itu mereka menggantungkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada rapat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Iinkai).
Persiapan pembentukan PPKI dilaksanakan pada tanggal 7 Agustus 1945, sesuai dengan
keputusan Jenderal Besar Terauchi, Panglima Tentara Umum Selatan (pemimpin semua
tentara Jepang di Asia Tenggara).
Berbeda dengan tokoh-tokoh senior berpengalaman atau golongan tua, dari pihak pemuda
yang dirapatkan dalam organisasi pemuda, golongan muda ingin agar proklamasi
kemerdekaan Indonesia tidak mengikuti apa yang disarankan oleh Jepang, mereka
menganggap Jepang hanya mengulur-ulur waktu. Para pemuda pun sudah menyadari bahwa
pihak Jepang sudah mengalami banyak kekalahan dalam perang di Asia Pasifik.
Perlu kalian ketahui anggota PPKI dijanjikan melakukan kegiatan berdasarkan kesanggupan
dan pendapat dari Indonesia sendiri. Hal-hal yang perlu diperhatikan para anggota meliputi :
Cita-cita Indonesia harus disesuaikan dengan bangsa Jepang yaitu semangat
HokkoIciu. Persamaan harus dilakukan karena Indonesia adalah anggota Lingkungan
Kemakmuran Bersama.
Syarat kedua agar mencapai kemerdekaan adalah menyelesaikan perang yang
berlangsung antara tentara Jepang dengan musuhnya pada perang di Asia Timur Raya.
Setelah anggota PPKI terbentuk, kemudian Ir. Soekarno ditunjuk menjadi ketua PPKI dan
Mohammad Hatta sebagai wakil serta Mr. Ahmad Subardjo sebagai penasehat. Hal menarik
dari pemilihan anggota adalah penambahan anggota tanpa diketahui oleh pihak Jepang.
Beberapa tokoh yang bergabung meliputi : Wiranantakusumah, Ki Hajar Dewantara, Mr.
Kasman Singodimedjo, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri dan Ahmad Subardjo.
Saat Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat kembali ke Jakarta
tepatnya pada tanggal 14, peristiwa mengerikan dan bersejarah di Jepang pun terjadi. Kota
Hiroshima dan Nagasaki di luluh lantahkan oleh pasukan Sekutu melalui bom Atom.
Ditambah serangan yang dilakukan oleh Uni Soviet terhadap Jepang atas aksi balas dendam
akibat peristiwa di Mancuria. setelah melakukan penyerbuan ke Mancuria.
Para tokoh-tokoh penting di Indonesia menduga bahwa kekalahan Jepang akan terjadi dalam
waktu singkat, sehingga Proklamasi Kemerdekaan harus segera dilaksanakan. Dalam hal ini
Drs. Moh Hatta berpendapat bahwa "soal kemerdekaan Indonesia datangnya dari pemerintah
Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidak lah menjadi soal, karena
Jepang toh sudah kalah. Kini kita menghadapi serikat yang berusaha akan mengembalikan
kekuasaan Belanda di Indonesia.
Tokoh golongan tua berpendapat bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilakukan
cara bertahap dan terorganisir. Langkah yang dilakukan oleh Ir. Soekarno dan Mohammad
Hatta yaitu membicarakan masalah pelaksanaan proklamasi pada rapat PPKI, agar proses
rapat tidak menyimpang dari ketentuan Jepang, rapat pun dilakukan pada keesokan harinya.
Desakan Sutan Sjahrir dilakukan langsung pada tanggal 15 Agustus 1945 dalam suatu
pertemuan dengan Drs. Moh Hatta dan Ir. Soekarno begitu kembali dari kota Dalat. Tokoh
golongan tua tersebut masih tetap ingin mengecek kebenaran berita tersebut dan tidak ingin
tergesa-gesa dalam pengambilan keputusan kemerdekaan Indonesia. Sebagai ketua, Ir.
Soekarno merasa bertanggung jawab terhadap badan yang sudah terbentuk dan ingin
membicarakannya terlebih dahulu dalam rapat PPKI.
Hasil rapat kemudian disampaikan oleh Darwis dan Wikana pada jam 22.00 WIB di rumah Ir.
Soekarno, tepatnya di Jalan Pegangsaan Timur (sekarang jalan Proklamasi) no. 56, Jakarta.
Tuntutan yang disampaikan adalah proklamasi kemerdekaan Indonesia harus segera
dilakukan tanpa bantuan dari Jepang.
Ketegangan disaksikan langsung oleh tokoh-tokoh nasional angkatan tua lain seperti Drs.
Moh. Hatta, Dr. Buntara dll. Nampaknya perdebatan pendapat antara golongan tua dan muda
memuncak, dimana para pemuda tetap mendesak agar besoknya tanggal 16 Agustus 1945 itu
juga Proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan, sedangkan pemimpin golongan
tua masih tetap menekankan agar diadakan rapat terlebih dahulu melalui Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Peristiwa Rengasdengklok
Adanya perdebatan paham itu telah mendorong golongan pemuda untuk membawa Ir.
Soekarno dan Drs. Moh Hatta ke luar kota. Tindakan tersebut berdasarkan keputusan rapat
terakhir golongan muda pada pukul 00.30 waktu jawa jaman Jepang (pukul 24.00 WIB) di
Cikini Jakarta pada tanggal 16 Agusutus. Bersama Chaerul Saleh mereka telah bersepakat
untuk melaksanakan keputusan rapat pada saat itu, yaitu antara lain "menyingkirkan Ir.
Soekarno dan Mohammad Hatta agar segera di jauhkan keluar kota. Hal ini dilakukan agar
menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang.
Untuk menghindari kecurigaan dan tindakan Jepang, kemudian Shudanco Singgih ditunjuk
untuk melaksanakan tugas tersebut. Rencana berjalan lancar karena diperolehnya dukungan
berupa perlengkapan Pasukan Peta dari Cudanco Kasman Singodimedjo yang bertugas di
Bandung. Pada jam 04.00 Ir Soekarno dan Mohammad Hatta berhasil dibawa oleh kelompok
muda menuju Rengasdengklok yang merupakan kota kawedanan di sebelah timur Jakarta.
Rengasdengklok dipilih sebagai tempat pengamanan Hatta dan Soekarno karena perhitungan
militer, antara anggota Peta Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat hubungan yang
baik dan erat setelah melakukan latihan bersama. Faktor lain dipilihnya Rengasdengklok
adalah karena posisi/letaknya lumayan terpencil yakni 15 km ke dalam dari Kedunggede pada
Jl. raya Jakarta-Cirebon.
Dari hal ini pencegahan dan deteksi dapat dengan mudah dilaksanakan kepada setiap pasukan
Jepang yang akan datang ke lokasi ini baik dari arah Ibu Kota Jakarta, atau pun dari arah
Bandung Jabar atau dari arah Jateng. Karena pasti mereka melewati Kedunggede terlebih
dahulu dimana pasukan tentara Peta telah bersiap-siap untuk menahannya.
Seharian penuh Ir Soekarno dan Moh Hatta diasingkan di Rengasdengklok, pengasingan ini
dimaksudkan untuk membujuk dan menekan agar mereka segera melakukan tindakan terkait
dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia tanpa bantuan dari Jepang. Tetapi hal itu tidak
membuat kedua tokoh ini berubah pendirian, tokoh golongan tua ini mempunyai wibawa
yang begitu besar dan menyebabkan tekanan yang dilakukan terkesan enggan untuk
dilakukan.
Namun, pada pembicaraan yang berlangsung antara Soekarno dan Shodanco Singgih
(golongan muda), ia menganggap Soekarno menyatakan kesediaan untuk mengadakan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu segera setelah kembali ke Jakarta. Berdasarkan
anggapan itu Singgih pada hari itu juga pergi ke Jakarta. Ia menyampaikan apa yang
Soekarno sampaikan kepadanya terkait rencana Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Kemudian, terjadi sebuah kesepakatan antara Golongan Muda dan golongan Muda masing-
masing diwakili oleh Ahmad Soebardjo (G.Tua) dan Wikana (G. Muda) tercapai kata sepakat
bahwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia harus dilakukan di Jakarta, dimana
Laksamana Maeda menyediakan rumahnya sebagai tempat dilangsungkan perumusan teks
proklamasi. Dari kesepakatan ini kemudian Jusuf Kunto wakil Golongan Muda
mengantarkan Ahmad Soebardjo ke tempat pengasingan di rengasdengklok pada hari itu juga
untuk menjemput Ir Soekarno dan Moh Hatta.
Ahmad Soebardjo tiba di Rengasdengklok pada pukul 18.00 waktu Jawa jaman Jepang
(pukul 17.30 WIB). Di Rengasdengklok oleh Ahmad Subardjo diberi jaminan dengan taruhan
nyawa yaitu pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan segera dilakukan pada
tanggal 17 Agustus yakni keesokan hari-nya. Pelaksanaan paling lambat dilakukan pada
pukul 12 siang. Atas jaminan Ahmad Soebardjo, Subeno (komandan kompi PETA) bersedia
melepaskan Moh Hatta dan Ir Soekarno untuk kembali ke Jakarta saat itu juga.
Pertemuan ini menemui jalan buntu, antara Sukarno dan Hatta dengan Jendral Nishimura.
Pihak Ir Soekarno ingin melaksanakan rapat mengenai masalah Proklamasi Kemerdekaan
pada PPKI, karena rapat yang direncanakan sebelumnya pada tanggal 16 batal terlaksana.
Pihak Indonesia menegaskan kepada Nishimura bahwa pelaksanaan Kemerdekaan Indonesia
telah diserahkan PPKI yang ditunjuk langsung oleh Jenderal Besar Terauchi.
Berdasarkan ketentuan kebijakan, Nishimura tetap melarang Ir Soekarno dan Moh Hatta
mengadakan rapat pada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengenai persiapan
proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Maka kemudian Soekarno dan Hatta menyimpulkan
pihak Jepang tidak mendukung mengenai kemerdekaan Indonesia dan tidak akan
membicarakannya lagi dengan pemerintah Jepang. Akan tetapi mereka berharap pemerintah
Jepang tidak menghalangi proses Proklamasi yang dilakukan atas inisiatif rakyat Indonesia
Setelah melakukan pertemuan dengan Nishimura, Ir Soekarno dan Moh Hatta kemudian
kembali kerumah Laksamana Maeda. Rumah Laksamana Jepang itu dianggap tempat yang
aman dari tindakan pemerintah militer yang di Jawa dipegang oleh Angkatan Darat.
Kedudukan Maeda sebagai Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah kekuasaan
Angkatan Darat memungkinkan berhubungan dengan Mr. Ahmad Subardjo dan sejumlah
pemuda Indonesia yang bekerja pada kantornya. Berdasarkan hubungan baik itu rumah
Maeda dijadikan tempat pertemuan antara berbagai golongan Pergerakan Nasional baik
golongan tua dan golongan pemuda.
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-2 jang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan
dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17 - 8 - '05
Wakil-2 bangsa Indonesia
Kalimat pertama adalah saran dari Mister Subardjo yang di kutip dari rumusan "Dokuritsu
Junbi Kosakai". Kemudian kalimat paling akhir merupakan hasil pemikiran
Mohammad Hatta. Beliau beranggapan bahwa kalimat pertama hanya "pernyataan dari
sebuah kemauan" bangsa Indonesia untuk menentukan nasib bangsannya sendiri. Dari hal ini,
ia berpendapat perlunya ditambahkan pernyataan terkait peralihan kekuasaan pemerintahan.
Maka dihasilkan lah rumusan kalimat terakhir dari naskah Proklamasi tersebut.
Soekarno kemudian menyuruh semua yang hadir untuk menandatangani konsep proklamasi
tersebut atas nama wakil bangsa Indonesia. Saran dari Ir Soekarno diperkuat oleh pendapat
dari Mohammad Hatta yaitu mencontoh Amerika dengan Declaration of Independence.
Usulan dari kedua tokoh itu ditentang oleh Golongan Muda hal ini disebabkan Golongan Tua
ikut menandatangani naskah tersebut. Golongan Muda menganggap Golongan Tua hanya
sebagai "Budak-budak pemerintah Jepang'. Kemudian tokoh dari golongan muda yakni
sukarni menyarankan agar supaya naskah Proklamasi ditandatangani oleh 2 orang saja yaitu
Ir Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Bukankah mereka berdua yang pada masa itu di mana-mana dikenal sebagai pemimpin utama
bangsa Indonesia? Dengan disetujuinya usulan Sukarni itu oleh hadirin, maka Ir Soekarno
meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik bersih naskah itu berdasarkan naskah tulisan
tangan Soekarno, disertai dengan perubahan yang sudah disetujui bersama.
Teks Proklamasi Otentik
Sayuti Melik segera mengetik naskah bersih daripada rumusan Proklamasi. Ada tiga
perubahan yang terdapat pada naskah bersih itu, yakni kata "tempoh" diganti menjadi
"tempo" sedangkan "wakil-wakil bangsa Indonesia" pada bagian akhir diganti "Atas nama
Bangsa Indonesia". Demikian pula terjadi perubahan pada cara menulis tanggal, yaitu
"Djakarta, 17-8-05" menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen '05". Dengan perubahan
tersebut maka naskah proklamasi yang telah diketik kemudian segera ditandatangani oelh Ir
Soekarno dan Moh Hatta di rumah itu juga. Naskah Proklamasi setelah mengalami perubahan
:
Proklamasi
(tandatangan Soekarno)
(tandatangan Hatta)
Tetapi kemudian Ir Soekarno menganggap bahwa lapangan ini merupakan lapangan umum
yang dapat menimbulkan masalah dengan pihak militer Jepang. Karena itu ia mengusulkan
supaya upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan di rumahnya yakni di Jl.
pegangsaan Timur Nomor 56. Usulan yang diberikan Ir Soekarno akhinya dapat disetujui
bersama dan pembacaan naskah Proklamasi berlangsung ditempat itu pada hari
Jum'at tanggal 17 Agustus 1945 tepat pukul 10.30 waktu Jawa jaman Jepang (pukul 10.00
WIB) di tengah-tengah bulan Puasa.