Anda di halaman 1dari 17

1) Peristiwa proklamasi kemerdekaan

Pada 14 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Berita tersebut
dirahasiakan oleh tentara Jepang yang ada di Indonesia, tetapi para pemuda Indonesia
kemudian mengetahuinya melalui siaran radio BBC di Bandung pada 15 Agustus 1945. Pada
saat itu pula Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke tanah air dari Saigon, Vietnam
untuk memenuhi panggilan Panglima Mandala Asia Tenggara, Marsekal Terauchi.
Pada 15 Agustus pukul 8 malam, para pemuda di bawah pimpinan Chairul Saleh
berkumpul di ruang belakang Laboratorium Bakteriologi yang berada di Jalan Pegangsaan
Timur No. 13 Jakarta. Para pemuda bersepakat bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan
masalah rakyat Indonesia yang tidak bergantung kepada negara lain. Sedangkan golongan tua
berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan melalui revolusi secara
terorganisir karena mereka menginginkan membicarakan proklamasi kemerdekaan Indonesia
pada rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
Lain halnya dengan pendapat dari Drs. Moh Hatta dan Mr Ahmad Subardjo. Mereka
berpedapat bahwa masalah kemerdekaan Indonesia, baik datangnya dari pemerintah Jepang
atau hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidak perlu dipersoalkan, justru Sekutulah
yang menjadi persoalan karena mengalahan Jepang dalam Perang Pasifik dan mau merebut
kembali kekuasaan wilayah Indonesia.
Pada akhirnya terdapat perbedaan antara golongan tua dan golongan muda. Perbedaan
pendapat tersebut mendorong golongan muda untuk membawa Soekarno (bersama Fatmawati
dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta ke Rengasdengklok pada dini hari 16
Agustus 1945. Tujuan dilakukannya pengasingan tersebut adalah agar Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Dipilihnya Rengasdengklok karena berada jauh
dari jalan raya utama Jakarta-Cirebon dan di sana dapat dengan mudah mengawasi tentara
Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
Di Rengasdengklok Soekarno dan Hatta menempati rumah milik warga masyarakat
yang bernama Jo Ki Song keturunan Tionghoa. Golongan muda berusaha untuk menekan
kedua pemimpin bangsa tersebut. Tetapi karena kedua pemimpin tersebut berwibawa yang
tinggi, para pemuda merasa segan untuk mendekatinya apalagi untuk menekannya.
Ir. Soekarno menyatakan bersedia untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
setelah kembali ke Jakarta melalui pembicaraan dengan Sudancho Singgih. Maka Sudancho
Singgih kemudian kembali ke Jakarta untuk memberi tahu pernyataan Soekarno tersebut
kepada kawan-kawannya dan pemimpin pemuda. Pada saat itu juga di Jakarta golongan muda
(Wikana) dan golongan tua (Ahmad Soebardjo) melakukan perundingan. Hasil
perundingannya adalah bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan di
Jakarta. Selain itu, Laksamana Tadashi Maeda mengizinkan rumahnya untuk tempat
perundingan dan ia bersedia untuk menjamin keselamatan para pemimpin bangsa. Akhirnya
Soekarno dan Hatta dijemput dari Rengasdengklok.
Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dirumuskan oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan
Ahmad Soebardjo di rumah Laksamana Tadashi Maeda dini hari tanggal 17 Agustus 1945.
Pada saat perumusannya, Soekarno membuat konsep dan kemudian disempurnakan oleh
Hatta dan Ahmad Soebardjo. Setelah konsep selesai dan disepakati, Sayuti Melik kemudian
menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor
perwakilan AL Jerman milik Mayor Dr. Hermann Kandeler.
Pada awalnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan dibacakan di Lapangan Ikada. Tetapi
melihat jalan menuju ke Lapangan Ikada dijaga ketat oleh pasukan Jepang bersenjata
lengkap, akhirnya pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan di
kediaman Ir. Soekarno yaitu di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
Pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 (pertengahan bulan Ramadhan) pukul 10.00 dibacakanlah
Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan kemudian disambung dengan
pidato singkat tanpa teks. Bendera Merah Putih yang dijahit oleh Ibu Fatmawati dikibarkan
olah seorang prajurit PETA, Latief Hendraningrat yang dibantu oleh Soehoed. Setelah
bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya secara bersama-sama.
Bagi bangsa Indonesia kemerdekan merupakan hak untuk mengatur kehidupan berbngsa dan
bernegara sesua yang tercantum pada alenia pembukaan UUD 1945 ; mewujudkan bernegara
melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum,
mencerdasakan kehidupan bangsa dan ikut melakssnakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Makna kemerdekaan bagi bangsa indonesia dalam bidang :

a. Merdeka dalam bidang politik : Negara Indonesia memiliki kedaulatan rakyat yaitu
pengakau dari rakyat indonesia mengakaui adanya pemerintahan Indonesia sebagai
kekuasaan pemerintahan tertinggi.

b. Merdeka dalam bidang Ekonomi : Negara Indonesia dapat mengatur perekonomian


sendiri sesua dalam UUD 1945 pasal 33.
c. Merdeka dalam bidang budaya : Negara Indonesia memiliki kebudayaan yang berasal
dari bangsa indonesia itu sednri.
d. Dalam hal pendidikan berbangsa Indonesia, dengan diproklamasikan kemerdekaan
Indonesia, maka kita perlu mempelajari pendidikan kewarganegaraan.
e. Dalam hal kehidupan sosial.
Dengan di diproklamasikan kemerdekaan Indonesia, maka kita selaku warga RI harus
menjunjung tinggi nilai-2 persatuan dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara

Sedangkan makna proklamasi yang terkandung dalam naskah proklamasi memiliki makna
bagi bangsa Indonesia yaitu :

a. Proklamasi merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia mengusir penjajah untuk


mendapatkan hak sebagai bangsa yang merdeka tidak ditindas bangsa , memiliki kedudukan
yang sederajat dengan bangsa lain didunia ini.

b. Proklamasi merupakan lahirnya negara Indonesia ini berarti bahwa hukum kolonial
(penjajah) sudah tidak berlaku lagi dan diganti dengan hukum Nasional Proklamasi
merupakan amanat pedndiritan rakyat untuk memwujudkan tujnan egara Indonesia sesuai
yang tercantum pada UUD 1945 yaitu : mewujudkan bernegara melindungi segenap bangsa
dan tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan
bangsa dan ikut melakssnakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian
abadi dan keadilan sosial.

c. Proklamasi merupakan jembatan emas bagi bangsa Indonesia untuk mengisi


kemerdekaan Indonesia, membentuk Negara yang merdeka berdaulat pemerintahan yang
diakui oleh rakyatnya sehinga dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur

2) Peristiwa pembentukan pemerintahan RI pada awal kemerdekaan dan maknanya bagi


kehidupan bangsa Indonesia masa kini

Dilihat dari hukum tata negara, Proklamasi Kemerdekaan 1945 berarti bahwa bangsa
Indonesia telah memutuskan ikatan dengan tatanan hukum sebelumnya. Tatanan Hindia
Belanda ataupun tatanan hukum pendudukan Jepang.  Dengan kata lain, bangsa Indonesia
mulai saat itu telah mendirikan tatanan hukum yang baru, yaitu tatanan hukum Indonesia. Di
dalamnya berisikan hukum Indonesia, yang ditentukan dan dilaksanakan sendiri oleh bangsa
Indonesia.

Sehari setelah proklamasi dikumandangkan, para pemimpin bekerja keras membentuk


lembaga pemerintahan sebagaimana layaknya suatu negara merdeka. PPKI kemudian
menyelenggarakan rapat pada 17 Agustus 1945. Atas inisiatif Soekarno dan Hatta, mereka
merencanakan menambah sembilan orang sebagai anggota baru yang terdiri dari para
pemuda, seperti Chairul Saleh dan Sukarni. Namun, para pemuda memutuskan untuk
meninggalkan tempat karena menganggap PPKI adalah bentukan Jepang.

1. Pengesahan UUD 1945 dan Pemilihan Presiden


Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan siding untuk pertama kalinya dengan
keputusan mengesahkan dan menetapkan UUD 1945 dan memilih Presiden dan Wakil
Presiden. Siding ini adalah kelanjutan sidang BPUPKI pada tanggal 10-16 Juli 1945 yang
membahas masalah Rancangan Undang-undang dasar. Pada waktu sidang PPKI membahas
Bab III rancangan UUD 1945, Otto Iskandardinata mengusulkan agar sekaligus memilih
presiden dan wakil presiden. Ia mengusulkan Soekarno menjadi presiden, dan Moh Hatta
sebagai wakil presiden. Ternyata ususl tersebut diterima secara bulat dan disambut dengan
upacara menyanyikan lagu Indonesia Raya sebanyak dua kali.
2. Pembentukan Lembaga-Lembaga Negara
Pada hari Minggu tanggal 19 Agustus 1945, PPKI melanjutkan sidangnya. Presiden Soekarno
menunjuk Mr. Ahmad Subarjo, Sutarjo Kartohadikusumo, dan Mr. Kasman untuk
membentuk panitia kecil dan rapat dipimpin oleh Otto Iskandardinata.
Tanggal 19 Agustus 1945 Soekarno, Moh. Hatta, Mr. Sartono, Suwirjo, Otto Iskandardinata,
Sukarjo Wirjopranoto, dr. Buntara, Mr.A.G Pringgodigdo, Sutarjo Kartohadikusumo,
berkumpul untuk membahas orang-orang yang akan diangkat menjadi anggota KNI (Komite
Nasional Indonesia Pusat). Komite ini bertugas untuk membantu MPR dan DPR.
Pada tanggal 22 Agustus 1945 rapat PPKI dilanjutkan. Dan menghasilakan keputusan sebagai
berikut:
a. KNI adalah badan yang akan berfungsi sebagai DPR sebelum pemilihan umum
diselenggarakan dan disusun dari tingkat pusat hingga daerah.
b. PNI dirancang menjadi partai tunggal negara republic Indonesia, namun dibatalkan.
c. BKR berfungsi sebagai penjaga keamanan akhirnya dibentuk dan diketuai oleh Kasman
Singodimedjo dan Suwirjo sebagai sekertaris.

3. Pembentukan Lembaga Pemerintahan di Berbagai Daerah


Dalam konstitusi disebutkan bahwa bentuk negara Republik Indonesia sesuai dengan yang
tercantum di dalam pasal 1 ayat 1 UUD 1945 adalah negara kesatuan. Konsekuensi dari
dibentuk negara kesatuan adalah hanya ada satu pemerintahan (pusat) yang memiliki
kekuasaan dan wewenang untuk mengatur dan mengurus pemerintahan negara. Oleh karena
itu, pada sidang lanjutan PPKI tanggal 19 Agustus 1945 dibahas mengenai pembagian
wilayah Republik Indonesia menjadi 8 provinsi dengan wilayah seluruhnya meliputi wilayah
bekas kekuasaan atau daerah jajahan Hindia Belanda dari Sabang sampai Merauke.
Masing-masing provinsi diperintah oleh kepala daerah dengan jabatan Gubernur. Sesuai
dengan pasal 18 UUD 1945 bahwa seorang kepala daerah diberikan wewenang dalam
menyelenggarakan pemerintahannya sendiri namun tetap dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dalam membantu pemerintahannya, Gubernur diberi wewenang
membuat perangkat-perangkat pemerintahan dan aturan daerah sebagai pelengkap dalam
menjalankan tugas pemerintahan atasa daerah yang dikuasainya. Perangkat-perangkat daerah
tersebut mempunyai tugas dan wewenang yang telah diatur berdasarkan perundang-undangan
pusat.

3) Perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan melalui perang dan


diplomasi

Kehadiran pasukan Sekutu yang membawa orang-orang NICA pada tanggal 29 September
1945 sangat mencemaskan rakyat dan pemerintah RI. Keadaan ini semakin memanas ketika
NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang baru dilepaskan dari tahanan Jepang. Para
pejabat Republik Indonesia yang menerima kedatangan pasukan ini karena menghormati
tugas. Mereka menjadi sasaran teror dan percobaan pembunuhan. Oleh karena itu sikap
pasukan Sekutu yang tidak menghormati kedaulatan negara dan bangsa Indonesia ini
dihadapi dengan kekuatan senjata, oleh rakyat dan pemerintah. Di beberapa daerah muncul
perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan meliputi perjuangan fisik dan perjuangan
diplomasi.
1. Perjuangan Fisik (Perjuangan Bersenjata)
Perjuangan fisik yang dilakukan oleh bangsa Indonesiia dalam mempertahankan
kemerdekaan meliputi:

a. Pertempuran Surabaya

Pertempuran Surabaya tidak lepas kaitannya dengan peristiwa yang mendahuluinya, yaitu
usaha perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan Jepang yang dimulai tanggal 02
September 1945. Upaya perebutan kekuasaan dan senjata ini membangkitkan suatu
pergolakan, sehingga berubah menjadi situasi revolusi yang konfrontatif. Para pemuda
berhasil memiliki senjata dari para pemuka pemerintah menguasai pemuda, yang keduanya
siap menghadapi berbagai ancaman yang datang dari manapun.

Pada tanggal 25 Oktober 1945 Brigadir 49 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A W.S.
Mallaby mendarat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Brigadir ini merupakan bagian dari
Divisi India ke-23, dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas
melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan tawanan Sekutu. Pasukan ini berkekuatan 6000
personil di mana perwira-perwiranya kebanyakan orang-orang Inggris dan prajuritnya orang-
orang Gurkha dari Nepal yang telah berpengalaman perang. Rakyat dan pemerintah Jawa
Timur di bawah pimpinan Gubernur R.M.T.A Suryo semula enggan menerima kedatangan
Sekutu. Kemudian antara wakil-wakil pemerintah RI dan Birgjen AW.S. Mallaby
mengadakan pertemuan yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:

Inggris berjanji bahwa di antara tentara mereka tidak terdapat angkatan perang Belanda.
Kedua belah pihak akan bekerja sama untuk menjamin keamanan dan ketenteraman.
Akan segera dibentuk “Kontact Bureau” (kontrak biro) agar kerjasama dapat terlaksana
dengan sebaik-baiknya.
Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Kemudian pihak RI memperkenankan tentara Inggris memasuki kota, dengan syarat hanya
objek-objek yang sesuai dengan tugasnya yang boleh diduduki, seperti kamp-kamp tawanan.
Pihak Inggris juga menyatakan bahwa diantara tentara mereka tidak terdapat tentara Belanda.
Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata pihak Inggris mengingkari janjinya. Pada tanggal
26 Oktober 1945 malam satu peleton dari Field Security Section di bawah pimpinan kapten
Shaw, melakukan penyergapan ke penjara Kalisosok untuk membebaskan Koloner Huyier,
seorang kolonel angkatan laut Belanda dan kawan-kawannya.

Tindakan ini dilanjutkan dengan penyebaran pamflet yang berisi perintah agar rakyat
Surabaya menyerahkan senjata-senjata mereka. Rakyat Surabaya dan TKR bertekad untuk
mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan tidak akan menyerahkan senjata-senjata yang
diramas dari Jepang. Pemerintah RI mananyakan perihal tersebut kepada Mallaby. Akan
tetapi Mallaby mengaku tidak mengetahui perihal pamflet tersebut, tetapi ia berpendirian
bahwa sekalipun sudah ada perjanjian dengan pemerintah RI, ia akan melaksanakan segala
tindakan dengan isis pamflet tersebut. Sikap ini menghilangkan kepercayaan pemerintah RI
twerhadapnya. Pemerintah RI memerintahkan kepada para pemuda untuk siaga menghadapi
segala kemungkinan pihak Inggris mulai menyita kendaraan-kendaraan yang lewat.

Kontak senjata antara rakyat Surabaya melawan Inggris terjadi pada tanggal 27 Oktober
1945. Peristiwa meluas menjadi serangan umum terhadap kedudukan Inggris di seluruh kota
selama dua hari, dan pertempuran seru terjadi dibeberapa sektor, serta tank-tank mereka
berhasil dilumpuhkan. Pada tanggal 29 Oktober 1945, beberapa objek vitas dapat direbut
kembali oleh pemuda. Untuk menyelamatkan pasukannya dari bahaya kehancuran total,
pihak Inggris menghubungi Presiden Soekarno, dan meminta presiden untuk memerintahkan
pihak Indonesia menghentikan serangan. Pada keesokan harinya, tanggap 29 Oktober 1945
pukul 11.30, Presiden Soekarno bersama-sama dengan Mayor Jenderal D.C Hawtorn tiba di
Surabaya.

Presiden Soekarno didampingi oleh wakil presiden Drs. Moh. Hatta dan Mentri Penerangan
Amir Syarifuddin segera berunding dengan Mallaby. Perundingan menghasilkan keputusan
menghentikan kontak senjata. Perundingan dilanjutkan pada malam hari antara Presiden
Soekarno, wakil presiden RI di Surabaya, wakil pemuda, dan pihak Inggris yang didampingi
oleh Jenderal Howtorn. Perundingan yang dilaksanakan tersebut didapat suatu kesepakatan
yaitu eksistensi RI diakuai oleh Inggris dan cara-cara menghindari bentrokan sebjata diatur
sebagai berikut:

Surat-surat selebaran yang ditandatangani oleh Mayor Jenderal D.C Howtorn dinyatakan
tidak berlaku.
Inggris mengakui eksistensi TKR dari polisi.
Pasukan Inggris hanya bertugas menjaga kamp-kamp tawanan, dan penjagaan dilakukan
bersama TKR.
Untuk sementara waktu Tanjung Perak dijaga oleh TKR, polisi, dan tentara Inggris guna
menyelesaikan tugas menerima obat-obatan untuk tawanan perang.
Sementara itu, dibeberapa tempat masih terjadi pertempuran, sekalipun sudah diumumkan
gencatan senjata. Oleh karena itu, anggota dari Kontak Biro dari kedua belah pihak
mendatangi tenpat-tempat tersebut dengan maksud menghentikan pertempuran. Pada pukul
17.00 WIB pada tanggal 30 Oktober, seluruh anggota Kontak Biro pergi bersama-sama
menuju beberapa tempat. Tempat terakhir yaitu di gedung Bank International di Jembatan
Merah. Gedung ini masih diduduki oleh pasukan Inggris, dan pemuda-pemuda masih
mengepungnya. Setibanya di tempat tersebut terjadi insiden yaitu pemuda-pemuda menuntut
agat pasukan Mallaby menyerah, dan Mallaby tidak dapat menerima tuntutan tersebut. Tiba-
tiba terdengar tembakan gencar dari dalam gedung yang dilakukan oleh pasukan Inggris.
Pemuda-pemuda membalas serangan tersebut, dan di tengah-tengah keributan dan kekacauan
tersebut pada anggota Kontak Biro mencari perlindungan sendiri-sendiri. Mallaby menjadi
sasaran para pemuda, dia ditusuk dengan bayonet dan bambu runcing. Pengawal-pengawal
melarikan diri dan Mallaby terbunuh. Dengan terbunuhnya Mallaby, pihak Inggris menuntut
pertanggungjawaban kepada rakyat Surabaya.

Pada tanggal 9 November 1945 Mayor Jenderal E.C. Mansergh sebagai pengganti Mallaby
mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia di Surabaya. Ultimatum itu isinya agar
seluruh rakyat Surabaya beserta pemimpin-pemimpinnya menyerahkan diri dengan
senjatanya, mengibarkan bendera putih, dan dengan tangan di atas kepala berbaris satu-satu.
Jika pada pukul 06.00 ultimatum itu tidak diindahkan maka Inggris akan mengerahkan
seluruh kekuatan darat, laut dan udara. Ultimatum ini dirasakan sebagai penghinaan terhadap
martabat bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai tetapi lebih
cinta kemerdekaan. Oleh karena itu rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut secara resmi
melalui pernyataan Gubernur Suryo. Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah
pertempuran pada tanggal 10 Nopember 1945. Melalui siaran radio yang dipancarkan dari Jl.
Mawar No.4 Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek Surabaya. Kontak senjata
pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00. Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Jenderal
Mansergh mengerahkan satu Divisi infantri sebanyak 10.000 – 15.000 orang dibantu
tembakan dari laut oleh kapal perang penjelajah “Sussex” serta pesawat tempur “Mosquito”
dan “Thunderbolt”.
Dalam pertempuran di Surabaya ini seluruh unsur kekuatan rakyat bahu membahu, baik dari
TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, BBI, PTKR maupun TKR laut di bawah
Komandan Pertahanan Kota, Soengkono. Pertempuran yang berlangsung sampai akhir
November 1945 ini rakyat Surabaya berhasil mempertahankan kota Surabaya dari gempuran
Inggris walaupun jatuh korban yang banyak dari pihak Indonesia. Oleh karena itu setiap
tanggal 10 November bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Hal ini sebagai
penghargaan atas jasa para pahlawan di Surabaya yang mempertahankan tanah air Indonesia
dari kekuasaan asing.

b. Pertempuran Ambarawa
Kedatangan Sekutu di Semarang tanggal 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigadir
lenderal Bethel semula diterima dengan baik oleh rakyat karena akan mengurus tawanan
perang. Akan tetapi, secara diam-diam mereka diboncengi NICA dan mempersenjatai para
bekas tawanan perang di Ambarawa dan Magelang. Setelah terjadi insiden di Magelang
antara TKR dengan tentara Sekutu maka pada tanggal 2 November 1945 Presiden Soekarno
dan Brigadir Jendral Bethel mengadakan perundingan gencatan senjata.

Peristiwa Ambarawa
Pada tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa
dengan naungan pesawat P-51 Mustang. Gerakan ini segera dikejar resimen Kedu Tengah di
bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini dan meletuslah pertempuran Ambarawa, karena
penarikan pasukan sekutu juga diikuti dengan bumi hangus desa-desa yang dilaluinya.
Pasukan Angkatan Muda di bawah Pimpinan Sastrodihardjo yang diperkuat pasukan
gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta menghadang Sekutu di desa Lambu. Dalam
pertempuran di Ambarawa ini gugurlah Letnan Kolonel Isdiman, Komandan Resimen
Banyumas. Dengan gugurnya Letnan Kolonel Isdiman, komando pasukan dipegang oleh
Kolonel Soedirman, Panglima Divisi di Purwokerto. Kolonel Soedirman mengkoordinir
komandan-komandan sektor untuk menyusun strategi penyerangan terhadap musuh. Pada
saat itu pasukan Sekutu sudah terjepit dan bertahan disebuah benteng kuno Fort Willem I,
sedangkan pasukan TKR terus bertambah dengan kedatangannya laskar-laskar dan pasukan
lain, seperti Laskar Hasbullah, Laskar Banteng, Barisan Pelopor, Soereng Koeresno, Soereng
Koeren Tai, Laskar Rakyat Mlati dan Laskar Rakyat Sleman.
Tanggal 11 Desember 1945, Soedirman mengumpulkan pimpinan pasukan-pasukan tersebut
untuk membicarakan taktik serangan pamungkas. Taktik yang dipakai adalah penjepitan dari
dua arah atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan sebagai “Taktik Supit Urang” (Taktik Capit
Udang). Penyerangan akan difokuskan di Magelang dan Ambarawa, dan menutup semua
akses kecuali ke Semarang. Pasukan TKR divisi V dari Purwokerto akan bergerak menyerang
Magelang dibantu TKR dan laskar dari Yogyakarta dari arah berbeda. Serangan ini untuk
menutup akses dari Ambarawa menuju Yogyakarta.

Sementara itu, TKR dari daerah Pati dan Kedu akan bergerak mengamankan akses
Ambarawa – Semarang, sedangkan dari arah Timur pasukan TKR Salatiga dan TKR laskar
dari Surakarta bergerak menuju Ambarawa untuk menutup akses Ambarawa – Surakarta.
Pemutusan akses tersebut juga untuk menutup bantuan logistik dan pasukan Sekutu dari kota-
kota tersebut. Serangan serentak tersebut direncanakan pada subuh tanggal 12 Desember
dengan dipimpin langsung oleh Kolonel Soedirman. Usai sholat subuh rentetan tembakan
mitraliur menggema tiada henti. Setelah beberapa waktu datang kabar pasukan TKR dari Pati
dan Kendal berhasil mengamankan Semarang- Ambarawa. Namun, tidak demikian dengan
pertempuran di dalam kota, terutama di sekitar benteng Fort Willem I yang menjadi basis
utama pasukan Sekutu.

Pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR berhasil mengepung musuh yang bertahan di
benteng Willem, yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa. Selama 4 hari 4 malam kota
Ambarawa di kepung. Karena merasa terjepit maka pada tanggal 15 Desember 1945 pasukan
Sekutu meninggalkan Ambarawa menuju ke Semarang.
c. Pertempuran Medan Area dan Sekitarnya

Berita Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal
ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang. Berita tersebut
dibawa oleh Mr. Teuku M. Hassan yang diangkat menjadi Gubernur Sumatra. Ia ditugaskan
oleh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Sumatera dengan
membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan
Sekutu mendarat di Sumatera Utara di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly.
Serdadu Belanda dan NICA ikut membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih
pemerintahan. Pasukan Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku
M. Hassan. Para bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya
insiden di beberapa tempat.

Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR
Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatera Timur
terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal 18 Oktober 1945
Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar
menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada
tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries
Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Bagaimana sikap para pemuda kita?
Mereka dengan gigih membalas setiap aksi yang dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada
tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu melancarkan serangan militer secara besar-
besaran dengan menggunakan pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan
Inggris berhasil mendesak pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR,
Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau pasukan
Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan membentuk Lasykar Rakyat Medan Area.

Medan
Sumber: https://www.google.com/search?q=perjuangan+bangsa+indonesia+dalam+
mempertahankan+kemerdekaan&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj_
hv6hmI7NAhXJGpQKHW5fCGIQ_AUIBygB#imgrc=8uf9VYG6UY_ehM%3A

Daerah-daerah sekitar Medan juga terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang, Sekutu, dan
Belanda. Di Padang dan Bukittinggi pertempuran berlangsung sejak bulan November 1945.
Sementara itu dalam waktu yang sama di Aceh terjadi pertempuran melawan Sekutu. Dalam
pertempuran ini Sekutu memanfaatkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi
perlawanan rakyat sehingga pecah pertempuran yang dikenal dengan peristiwa Krueng Panjol
Bireuen. Pertempuran di sekitar Langsa/Kuala Simpang Aceh semakin sengit ketika pihak
rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku Nyak Arif. Dalam pertempuran ini pejuang
kita berhasil mengusir Jepang. Dengan demikian di seluruh Sumatera rakyat bersama
pemerintah membela dan mempertahankan kemerdekaan.

d. Pertempuran Padang dan Sekitarnya

Di Pelabuhan Teluk Bayur pasukan Inggris mendarat dibawah pimpinan Brigadier


Hutchinson, dua hari kemudian 13 Oktober 1945 ia mengadakan pertemuan dengan
Pemerintah RI Sumatra Barat. Tujuannya sama seperti Sekutu yang datang didaerah lain,
mereka juga ingin meminjam kantor residen yang akan digunakan sebagai kantornya.
Indonesia yang masih mencari pengakuan dari negara lain menafsirkan bahwa permintaan
tersebut adalah pengakuan de facto dari Inggris untuk Indonesia. Lagi-lagi Inggris tidak dapat
memegang perjanjian tersebut, buktinya banyak rumah rakyat yang di obrak-abrik hanya
untuk mencari senjata. Pasukan Belandapun mendapat perlindungan dari Inggris hingga
Belanda berani melakukan langkah-langkah, salah satunya adalah memukuli seorang kepala
sekolah, hal ini adalah pemicu serangan yang dilakukan tanggal 17 November 1945. Insiden
bertambah luas yang terjadi pada 5 Desember 1945, apalagi hal tersebut dengan terbunuhnya
beberapa anggota Inggris, sehingga Inggris melakukan serentetan balasan pada TKR yang
juga menyebabkan beberapa anggotanya tewas.

Pertempuran yang besar terjadi pada tanggal 21 Februari 1946, akhirnya mereka dapat
menghancurkan pos pertahanan Inggris dan membongkar gudang senjata. Tapi setelah itu,
Inggris membalasnya pada tanggal 14 Juni 1946 dengan menyerang Batu Busuak, TRI pun
juga melancarkan serangan terhadap kedudukan Inggris 7-9 Juli 1946 dan akhirnya
Inggrispun meninggalkan Simpang Haru yang merupakan tempat penyerangan selama tiga
hari tersebut.Serangan masih tetap berlanjut dan mereka masih tetap bertahan meskipun
tujuan utama mereka telah terlaksan, hal itu karena Inggris menunggu kesiapan Belanda
untuk mengambil alih kedudukan mereka. 28 November 1946 merupakan serah terima
pasukan Inggris dengan Belanda dan esok harinya Inggrispun meningglakan Padang.

Padang

Sumber: https://www.google.com/search?q=perjuangan+bangsa+indonesia+dalam+
mempertahankan+kemerdekaan&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj_
hv6hmI7NAhXJGpQKHW5fCGIQ_AUIBygB#imgrc=8uf9VYG6UY_ehM%3A

e. Pertempuran Bandung Lautan Api

Pristiwa Bandung Lautan Api merupakan kisah nyata heroik yang dilakukan oleh tentara
republik Indonesia (TRI) bekerja sama dengan para pemuda pejuang kota Kembang demi
mempertahankan wilayah mereka dari masuknya kembali Belanda yang berkomplot dengan
tentara Sekutu. Pada tanggal 12 Oktober 1945 di bawah pimpinan Brigadir Mac Donald
pasukan Inggris tiba di Bandung. Sejak awal hubungan antara mereka dengan Pemerintah RI
sudah bersitegang, orang-orang Belandapun yang baru di bebaskan sudah memperlihatkan
sikap yang tidak baik. Akibatnya, bentrokan bersenjatapun tidak dapat diingkari lagi. Tanggal
24 November 1945 TKR dan badan perjuangan lainnya melancarkan serangan terhadap
kedudukan Inggris, tiga hari kemudian Mac Donald menyampaikan ultimatum agar para
penduduk mengosongkan Bandung Utara. Jawaban dari ultimatum tersebut adalah berdirinya
pos-pos gerilya di berbagai tempat, sehingga selama bulan Desember terjadi beberapa
pertempuran. Inggris masih tetap berusaha merebut apa yang dimiliki bangsa Indonesia,
pertempuran juga terjadi ketika Inggris ingin membebaskan interniran Belanda dari kamp-
kamp interniran.

Selama berlangsungnya pertempuran, banyak serdadu India yang menjadi bagian Inggris,
melakukan desersi dan bergabung dengan pasukan Indonesia. Pihak Inggris akhirnya
meminta kepada panglima devisi tiga agar pasuka India tersebut diserahkan kepada mereka.
Kegagalan bangsa Indonesia dalam melakukan serangan maupun penyelesaian menyebabkan
Inggris bermain di tingkat atas. Tanggal 23 Maret 1946 mereka memberikan ultimatum
kepada Perdana Menteri Sutan Sjahrir agar bangsa Indonesia meningglkan Bandung, tetapi
hal itu ditolak secara tegas karena hal tersebut dirasa tidak mungkin. 23 Maret 1946 dengan
alasan untuk menyelamatkan TRI dari kehancuran, Sjahrir mendesak Nasution agar
ultimatum tersebut dipenuhi, karena dirasa TRI belum mampu menghadapi pasukan Inggris.
Akhirnya sekali lagi Nasution menghubungi Inggris agar batas waktu tersebut diperpanjang
tetapi hasilnya Inggris tetap menolak dan sebaliknya Nasutionpun juga menolak tawaran
Inggris untuk meminjamkan truk untuk mengangkut pasukan Indonesia.

Pertemuan antara Nasution dan para komandan TRI, para pemimpin laskar dan aparat
pemerintahan mencapai kesepakatan yaitu akan membumi hanguskan Bandung sebelum
tempat itu ditinggalkan. Akhirnya tempat pertama yang dibumi hsnguskan adalah Bank
Rakyat, dan dilanjutkan di tempat penting lainya. Selain itu anggota TRI juga membakar
asrama mereka sendiri, akhirnya 24 Maret 1946 semua orang meninggalkan Bandung yang
saat itu sudah menjadi lautan api.

bandung

Sumber: https://www.google.com/search?q=perjuangan+bangsa+indonesia+dalam+
mempertahankan+kemerdekaan&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj_
hv6hmI7NAhXJGpQKHW5fCGIQ_AUIBygB#imgrc=8uf9VYG6UY_ehM%3A

2. Perjuangan Diplomasi (Perundingan)


Perjuangan diplomasi (perundingan) yang dilakukan oleh bangsa Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan adalah sebagai berikut:

a. Perundingan Hooge Veluwe

Sebelum diadakan perjanjian antara Belanda dengan Republik Indonesia di Belanda.


Sebelumnya telah ada dialog antara keduanya yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 10
Februari – 12 Maret 1946. Dalam perundingan ini pihak Indonesia yang diwakilkan oleh
Sutan Syahrir berhasil mencapai titik perundingan dengan diakuinya kedaulatan Republik
Indonesia secara de facto terdiri dari Jawa dan Sumatra oleh Belanda dengan wakilnya Van
Mook disertai penengah dari Inggris A. Clark Kerr dan Lord Killearn. Namun perundingan
ini mengalami permasalahan di tingkat pejabat Belanda di Den Haag, pejabat di Den Haag
cenderung mengabaikan hasil perundingan yang diadakan di Jakarta ini.

Usaha untuk terus mencapai kedaulatan telah diupacayakan oleh pemerintah Republik
Indonesia. Pemerintah Indonesia mengirim perwakilannya untuk berunding dengan
pemerintah Belanda di Den Haag agar Belanda segera mengakui kedaulatan Republik
Indonesia. Dalam perundingan ini wakil-wakil Indonesia diwakilkan oleh; Mr. Soewandi
(menteri kehakiman), Dr Soedarsono (ayah MenHanKam Juwono Soedarsono yang saat itu
menjabat menteri dalam negeri), dan Mr Abdul Karim Pringgodigdo dan dipihak Belanda
yang dimpimpin langsung Perdana menteri Schermerhorn. Dalam delegasi ini terdapat Dr
Drees (menteri sosial), J.Logeman (menteri urusan seberang), J.H.van Roijen (menteri luar
negeri) dan Dr van Mook (selaku letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda).

Perundingan dilaksanakan di Hooge Veluwe pada tanggal 14-24 April 1946 dan berlangsung
sangat alot sebab delegasi Belanda ini mengabaikan perundingan yang telah disepakati
sebelumnya di Jakarta. Perundingan Hooge Veluwe membahas pokok permasalahan adalah
sebagai berikut:

Substansi konsep perjanjian atau protokol sebagai bentuk kesepakatan penyelesaian


persengketaan yang akan dihasilkan nantinya oleh perundingan Hoge Veluwe,
Pengertian yang diajukan dalam konsep protokol Belanda seperti Persemakmuran
(Gemeenebest); negara merdeka (Vrij-staat),
Pengertian struktur negara berdasarkan federasi,
Pengertian mengenai batas wilayah kekuasaan de facto RI, yang hanya meliputi pulau Jawa.
Pihak Belanda terus bersikeras untuk menolak hasil perundingan sebelumnya di Jakarta (Van
Mook – Syahrir) dengan alasan pemerintah Belanda saat itu karena untuk dapat menerima
hasil perundingan di Indonesia, Undang-undang Dasar Belanda harus berubah dahulu. Ini
akan makan waktu lama. Padahal Belanda sedang menghadapi pemilihan umum yang tidak
beberapa lama lagi akan berlangsung.

b. Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati dilakukan pada tanggal 10-15 November 1946 di Linggarjati, dekat
Cirebon. Perjanjian tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris. Pada
tanggal 7 Oktober 1946 Lord Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil pemerintah
Indonesia dan Belanda ke meja perundingan yang berlangsung di rumah kediaman Konsul
Jenderal Inggris di Jakarta. Dalam perundingan ini masalah gencatan senjata yang tidak
mencapai kesepakatan akhirnya dibahas lebih lanjut oleh panitia yang dipimpin oleh Lord
Killearn. Hasil kesepakatan di bidang militer sebagai berikut:

Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar
kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
Dibentuk sebuah Komisi bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis
pelaksanaan gencatan senjata.
Hasil Perundingan Linggarjati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk
(sekarang Istana Merdeka) Jakarta, yang isinya adalah sebagai berikut:

Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatra, Jawa dan Madura.
Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia
Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu bagiannya adalah Republik
Indonesia.
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia – Belanda
dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani tanggal 15 November 1946 mendapat tentangan
dari partai-partai politik yang ada di Indonesia. Sementara itu, pemerintah mengeluarkan
Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946 tentang penambahan anggota KNIP untuk partai besar
dan wakil dari daerah luar Jawa. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan susunan KNIP.
Ternyata tentangan itu masih tetap ada, bahkan presiden dan wakil presiden mengancam akan
mengundurkan diri apabila usaha-usaha untuk memperoleh persetujuan itu ditolak.

Akhirnya, KNIP mengesahkan perjanjian Linggarjati pada tanggal 25 Februari 1947,


bertempat di Istana Negara Jakarta. Persetujuan itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret
1947. Apabila ditinjau dari luas wilayah, kekuasaan Republik Indonesia menjadi semakin
sempit, namun bila dipandang dari segi politik intemasional kedudukan Republik Indonesia
bertambah kuat. Hal ini disebabkan karena pemerintah Inggris, Amerika Serikat, serta
beberapa negara-negara Arab telah memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan dan
kedaulatan Republik Indonesia.

Persetujuan itu sangat sulit terlaksana, karena pihak Belanda menafsirkan lain. Bahkan
dijadikan sebagai alasan oleh pihak Belanda untuk mengadakan Agresi Militer I pada tanggal
21 Juli 1947. Bersamaan dengan Agresi Militer I yang dilakukan oleh pihak Belanda,
Republik Indonesia mengirim utusan ke sidang PBB dengan tujuan agar posisi Indonesia di
dunia internasional semakin bertambah kuat. Utusan itu terdiri dari Sutan Svahrir, H. Agus
Salim, Sudjatmoko, dan Dr. Sumitro Djojohadikusumo.

Kehadiran utusan tersebut menarik perhatian peserta sidang PBB, oleh karena itu Dewan
Keamanan PBB memerintahkan agar dilaksanakan gencatan senjata dengan mengirim komisi
jasa baik (goodwill commission) dengan beranggotakan tiga negara. Indonesia mengusulkan
Australia, Belanda mengusulkan Belgia, dan kedua negara yang diusulkan itu menunjuk
Amerika Serikat sebagai anggota ketiga. Richard C. Kirby dari A.ustralia, Paul van Zeeland
dari Belgia, dan Frank Graham dari Amerika Serikat. Di Indonesia, ketiga anggota itu
terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi ini menjadi perantara dalam
perundingan berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai