BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali. Sidang pertama berlangsung antara 29 Mei
– 1 Juni 1945 membahas rumusan dasar negara.
Sidang kedua berlangsung tanggal 10 – 16 Juli 1945 membahas batang tubuh UUD negara
Indonesia merdeka.
Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945
dan sebagai gantinya dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau
Dokuritsu Junbi Inkai). PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno. Sementara itu, keadaan Jepang
semakin terjepit setelah dua kota di Jepang dibom atom oleh Sekutu. Pada tanggal 6 Agustus
1945 sebuah bom atom yang dijuluki little boy dijatuhkan di kota Hiroshima dan
menewaskan 129.558 orang. Kemudian pada tanggal 9 Agustus 1945 kota Nagasaki dibom
atom oleh Sekutu. Akibat kedua kota tersebut dibom, Jepang menjadi tidak berdaya sehingga
pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
BPUPKI mengadakan sidang dua kali yaitu sidang pertama tanggal 29 Mei – 1 Juli 1945 dan
sidang kedua tanggal 10 – 16 Juli 1945. Pada sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei –
1 Juni 1945, ternyata ada tiga pembicara yang mencoba secara khusus membicarakan
mengenai dasar negara. Ketiga pembicara tersebut adalah Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr.
Mr. Supomo, dan Ir. Soekarno.
Pada masa reses itu, diselenggarakan sidang tidak resmi yang membahas rancangan
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang dihadiri oleh 38 anggota BPUPKI.
Pada sidang BPUPKI II tanggal 10 – 16 Juli 1945, dibahas tentang rancangan undang-undang
dasar (UUD) yang diserahkan kepada sebuah panitia. Panitia ini bernama Panitia Perancang
UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini menyetujui Piagam Jakarta sebagai inti
pembukaan UUD. Selain itu juga dibentuk panitia kecil Perancang UUD 1945 yang diketuai
oleh Supomo. Anggota Panitia kecil adalah Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, A.A. Maramis,
R.B. Singgih, Sukiman, dan Agus Salim. Berikut ini hasil kerja panitia kecil yang dilaporkan
tanggal 14 Juli 1945.
Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil
kerja panitia kecil perancang UUD tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD
yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok
yaitu: a. pernyataan Indonesia merdeka b. pembukaan UUD c. batang tubuh UUD
Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia
pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya
diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta
PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Peristiwa Rengasdengklok terjadi dikarenakan adanya perbedaan pendapat antara golongan muda
dan tua tentang masalah kapan dilaksanakannya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kejadian
tersebut berlangsung tepatnya pada tanggal 16 Agustus 1945. Golongan muda membawa Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke rengasdengklok dengan tujuan untuk mengamankan keduanya dari
intervensi pihak luar. Daaerah Rengasdengklok dipilih karena menurut perhitungan militer, tempat
tersebut jauh dari jalan raya Jakarta-Cirebon. Di samping itu, mereka dengan mudah dapat
mengawasi tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok dari arah Bandung maupun
Jakarta.
Berdasarkan pernyataan Soekarno itu, pada tengah hari Shodanco Singgih kembali ke Jakarta untuk
menyampaikan berita proklamasi kemerdekaan yang akan disampaikan oleh Soekarno kepada
kawan-kawannya dan para pemimpin pemuda. Sementara itu, di Jakarta sedang terjadi perundingan
antara Achmad Subardjo (mewakili golongan tua) dengan Wikana (mewakili golongan muda). Dari
perundingan itu tercapai kata sepakat, bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus
dilaksanakan di Jakarta. Di samping itu, Laksamana Tadashi Maeda mengizinkan rumah kediamannya
dijadikan sebagai tempat perundingan dan bahkan ia bersedia menjamin keselamatan para
pemimpin bangsa Indonesia itu.
Berdasarkan kesepakatan antara golongan pemuda dengan Laksamana Tadashi Maeda itu, Jusuf
Kunto bersedia mengantarkan Achmad Subardjo dan sekretaris pribadinya pergi menjemput
Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Sebelum berangkat ke Rengasdengidok, Achmad Subardjo
memberikan jaminan dengan taruhan nyawanya bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan
dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan
itu, komandan kompi Peta Cudanco Subeno bersedia melepas Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
beserta rombongan untuk kembali ke Jakarta. Rombongan tersebut tiba di Jakarta pada pukul 17.30
WIB. Itulah sejarah singkat peristiwa Rengasdengklok yang terjadi sebelum proklamasi
kemerdekaan.
d. Pada 6 dan 9 Agustus 1945, pasukan udara Sekutu menjatuhkan bom masing-
masing di kota Nagasaki dan Hiroshima. Hal ini mendorong Jepang untuk segera
mengambil keputusan penting.
f. Pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu akibat
dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
2. Peristiwa Rengasdengklok
Penyerahan Jepang kepada Sekutu menyebabkan reaksi yang berbeda di antara para
tokoh pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Para anggota PPKI, seperti
Soekarno dan Hatta tetap menginginkan proklamasi dilakukan sesuai mekanisme
PPKI.
a. Golongan Tua
Mereka yang dicap sebagai golongan tua adalah para anggota PPKI yang diwakili
oleh Soekarno dan Hatta. Mereka adalah kelompok konservatif yang menghendaki
pelaksanaan proklamasi harus melalui PPKI sesuai dengan prosedur maklumat
Jepang pada 24 Agustus 1945. Alasan mereka adalah meskipun Jepang telah kalah,
kekuatan militernya di Indonesia harus diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang
tidak diinginkan. Kembalinya Tentara Belanda ke Indonesia dianggap lebih
berbahaya daripada sekadar masalah waktu pelaksanaan proklamasi itu sendiri.
b. Golongan Muda
Menanggapi sikap konservatif golongan tua, golongan muda yang diwakili oleh para
anggota PETA dan mahasiswa merasa kecewa. Mereka tidak setuju terhadap sikap
golongan tua dan menganggap bahwa PPKI adalah bentukan Jepang. Oleh karena
itu, mereka menolak jika proklamasi dilaksanakan melalui PPKI. Sebaliknya, mereka
menghendaki terlaksananya proklamasi kemerdekaan dengan kekuatan sendiri,
terbebas dari pengaruh Jepang. Sutan Syahrir termasuk tokoh pertama yang
mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia.
Sikap golongan muda secara resmi diputuskan dalam rapat yang diselenggarakan di
Pegangsaan Timur Jakarta pada 15 Agustus 1945. Hadir dalam rapat ini Chairul
Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Armansyah, dan
Wikana. Rapat yang dipimpin Chairul Saleh ini memutuskan bahwa kemerdekaan
Indonesia adalah hak dan masalah rakyat Indonesia sendiri, bukan
menggantungkan kepada pihak lain.
Keputusan rapat kemudian disampaikan oleh Darwis dan Wikana pada Soekarno
dan Hatta di Pegangsaan Timur No.56 Jakarta. Mereka mendesak agar Proklamasi
Kemerdekaan segera dikumandangkan pada 16 Agustus 1945. Jika tidak diumumkan
pada tanggal tersebut, golongan pemuda menyatakan bahwa akan
terjadi pertumpahan darah. Namun, Soekarno tetap bersikap keras
pada pendiriannya bahwa proklamasi harus dilaksanakan melalui PPKI. Oleh karena
itu, PPKI harus segera menyelenggarakan rapat. Pro kontra yang mencapai titik
puncak inilah yang telah mengantarkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok.
Di tengah suasana pro dan kontra, golongan pemuda memutuskan untuk membawa
Soekarno dan Hatta ke luar Jakarta. Pilihan ini diambil berdasarkan kesepakatan
rapat terakhir golongan pemuda pada 16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi, Cikini,
Jakarta. Tujuannya untuk menjauhkan Soekarno Hatta dari pengaruh Jepang.
Di Jakarta, dialog antara golongan muda yang diwakili oleh Wikana dan golongan
tua Ahmad Subardjo mencapai kata sepakat. Proklamasi Kemerdekaan harus
dilaksanakan di Jakarta dan diumumkan pada 17 Agustus 1945. Golongan pemuda
kemudian mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Subardjo ke
Rengasdengklok dalam rangka menjemput Soekarno dan Hatta.
Hal ini dilakukan karena pertemuan Soekarno dengan Mayjen Nishimura dalam
rangka membahas Proklamasi Kemerdekaan yang akan dilaksanakan pada 17
Agustus 1945 tidak membuahkan hasil. Soekarno baru sadar bahwa berbicara
dengan penjajah tidak ada gunanya. Nishimura melarang Soekarno dan Hatta
untuk melaksanakan rapat PPKI dalam rangka melaksanakan
Proklamasi Kemerdekaan.
Pertemuan di rumah Laksamana Maeda dianggap tempat yang aman dari ancaman
tindakan militer Jepang karena Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung Angkatan
Laut di daerah kekuasaan Angkatan Darat. Di kediaman Maeda itulah rumusan teks
proklamasi disusun. Hadir dalam pertemuan itu Sukarni, Mbah Diro, dan B.M.Diah
dari golongan pemuda yang menyaksikan perumusan teks proklamasi. Semula
golongan pemuda menyodorkan teks proklamasi yang keras nadanya dan karena itu
rapat tidak menyetujui.
Berdasarkan pembicaraan antara Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo, diperoleh
rumusan teks proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno yang berbunyi:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., diselenggarakan dengan
tjara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Djakarta, 17-8-‘05
Setelah teks proklamasi selesai disusun, muncul permasalahan tentang siapa yang
harus menandatangani teks tersebut. Hatta mengusulkan agar teks proklamasi itu
ditandatangani oleh seluruh yang hadir sebagai wakil bangsa Indonesia. Namun, dari
golongan muda Sukarni mengajukan usul bahwa teks proklamasi tidak
perlu ditandatangani oleh semua yang hadir, tetapi cukup oleh Soekarno dan Hatta
atas nama bangsa Indonesia. Soekarno yang nantinya membacakan teks proklamasi
tersebut.
Usul tersebut didasari bahwa Soekarno dan Hatta merupakan dwitunggal yang
pengaruhnya cukup besar di mata rakyat Indonesia. Usul Sukarni kemudian
diterima dan Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik
naskah proklamasi tersebut, disertai perubahan-perubahan yang disetujui bersama.
Terdapat tiga perubahan pada naskah tersebut dari yang semula berupa tulisan
tangan Soekarno, dengan naskah yang telah diketik oleh Sayuti Melik. Perubahan-
perubahan itu adalah sebagai berikut.