“Catatan dari Cerita Rakyat Bandung : Asal Usul Nama Bandung adalah
Bandung merupakan tempat penyelenggaraan ktt asia afrika untuk
pertama kali pada Tanggal 18 April 1955.”
Asal Muasal dan Sejarah Bandung
Oleh Vanni Hadiani, Sumber berita dari Berbagai Sumber
Hari ini merupakan hari jadi Kota Bandung yang ke-208. Pada 25 September 1810, Gubernur Jenderal,
Herman Willem Daendels mengeluarkan surat keputusan tentang pembangunan sarana dan prasarana.
Kota Bandung mulai dijadikan sebagai kawasan permukiman sejak pemerintahan kolonial Hindia
Belanda. Kemudian hari peristiwa ini diabadikan sebagai hari jadi kota Bandung.
Kota Bandung secara geografis memang terlihat dikelilingi oleh pegunungan, dan ini menunjukkan
bahwa pada masa lalu kota Bandung memang merupakan sebuah telaga atau danau. Tahun 1896
Bandung belum ditetapkan menjadi kota dengam data penduduk sebanyak 29.382 orang, sekitar 1.250
orang berkebangsaan Eropa, mayoritas orang Belanda.
Pada 1 April 1906, Kota Bandung secara resmi mendapat status gemeente (kota) dari Gubernur Jenderal
J.B. van Heutsz dengan luas wilayah sekitar 900 ha. Tahun 1949, bertambah menjadi 8.000 ha.
Pada masa perang kemerdekaan, 24 Maret 1946, sebagian kota ini di bakar oleh para pejuang
kemerdekaan sebagai strategi perang. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api dan
diabadikan dalam lagu Halo-Halo Bandung. Kemudian, Kota Bandung ditinggalkan oleh sebagian
penduduknya yang mengungsi ke daerah lain.
Ada juga sejarah kata "bandung" dalam bahasa Indonesia, identik dengan kata "banding" berarti
berdampingan.
Ngabanding (Sunda) berarti berdampingan atau berdekatan. Sedangkan, berdasarkan filosofi Sunda, kata
"bandung" berasal dari kalimat "Nga-Bandung-an Banda Indung," yang merupakan kalimat sakral dan
luhur karena mengandung nilai ajaran Sunda. Kata Bandung mempunyai nilai filosofis sebagai alam
tempat segala makhluk hidup maupun benda mati yang lahir dan tinggal di Ibu Pertiwi yang
keberadaanya disaksikan oleh yang Maha Kuasa.
Tuan Jacob mendapat masukan dari Meneer Schenk agar menyediakan ‘kembang-kembang’ berupa
"noni cantik" Indo-Belanda dari wilayah perkebunan Pasir Malang untuk menghibur para pengusaha gula
tersebut.
Kongres tersebut dikatakan sukses besar. Dari mulut peserta kongres itu kemudian keluar istilah dalam
bahasa Belanda De Bloem der Indische Bergsteden atau ‘bunganya’ kota pegunungan di Hindia Belanda.
Dari situ muncul julukan kota Bandung sebagai kota kembang.
Adapun Kota Bandung dijuluki Parisj Van Java. Pada buku Otobiografi Entin Supriatin, berjudul Deritapun
Dapat Ditaklukan, disebutkan Bandung dikenal dengan sebutan Parijs Van Java atau Paris-nya Pulau Jawa.
Istilah Parijs van Java muncul karena pada waktu itu di Jalan Braga, terdapat banyak toko yang menjual
barang-barang produksi Paris, terutama toko pakaian. Toko yang terkenal diantaranya adalah toko mode
dan pakaian, Modemagazinj ‘au bon Marche’ yang menjual gaun wanita mode Paris.
Selain itu, terdapat restoran makanan khas Paris Maison Bogerijen yang menjadi tempat santap para
pejabat dan pengusaha Hindia Belanda atau Eropa. Muncullah julukan lain bagi kota Bandung sebagai
Parijs van Java.
Sebutan Bandung Lautan Api juga sering disebut-sebut sebagai julukan untuk Kota Bandung. Pada Maret
1946, dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk mengukir sejarah dengan membakar rumah
dan harta benda mereka, meninggalkan kota Bandung menuju pegunungan di selatan. Bandung sengaja
dibakar oleh Tentara Republik Indonesia (TRI) dan rakyat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat
menggunakannya lagi.
Bandung Lautan Api kemudian menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembakaran itu.
Almarhum Jenderal Besar A.H Nasution teringat saat melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang
Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, untuk
memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum
Inggris.
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang
wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari
bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung
yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi
judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul
berita diperpendek menjadi Bandoeng Laoetan Api.
Kini julukan Bandung Lautan Api digunakan sebagai nama stadion bertaraf internasional di kawasan
Gedebage, wilayah timur kota Bandung: Stadion Gelanggang Olahraga Bandung Lautan Api (GBLA).***
Permainan Tradisional Engklek
Engklek adalah permainan anak tradisional yang populer di Indonesia, khususnya
di masyarakat pedesaan. Permainan ini dapat ditemukan di berbagai wilayah di
Indonesia, baik di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Di setiap
daerahnya dikenal dengan nama yang berbeda. Permainan Sunda manda biasanya
dimainkan oleh anak-anak, dengan dua sampai lima orang peserta. Di Jawa,
permainan ini disebut engklek dan biasanya dimainkan oleh anak-anak
perempuan.
Permainan engklek ini sangat baik untuk anak – anak dikarenakan anak akan
belajar bersosialisasi dan juga baik untuk kesehatan karena permainan ini cukup
banyak gerakan sehingga mengurangi peningkatan obesitas pada anak.
Jumlah Pemain:
Jumlah pemain dalam permainan ini adalah dua sampai lima orang.
Peralatan:
Gacuk/pecahan genting
Permainan Engklek
Cara Bermain:
Para pemain harus melompat dengan menggunakan satu kaki di setiap kotak-
kotak / petak-petak yang telah digambarkan sebelumnya di tanah.
Untuk dapat bermain, setiap anak harus mempunyaigacuk yang biasanya berupa
pecahan genting / kreweng, keramik lantai, ataupun batu yang datar.
Gacuk dilempar ke salah satu petak yang tergambar di tanah, petak dengan gacuk
yang sudah berada diatasnya tidak boleh diinjak/ditempati oleh setiap pemain,
jadi para pemain harus melompat ke petak berikutnya dengan satu kaki
mengelilingi petak-petak yang ada.
Manfaat yang diperoleh dari permainan engklek ini antara lain adalah:
Dapat menjadi lebih kreatif. Permainan tradisional biasanya dibuat langsung oleh
para pemainnya. Mereka menggunakan barang-barang, benda-benda, atau
tumbuhan yang ada di sekitar para pemain. Hal itu mendorong mereka untuk
lebih kreatif menciptakan alat-alat permainan.
Tradisi lompat batu berasal dari suku Nias. Suku Nias berasal dari Pulau Nias, yang
terletak di sebelah barat Pulau Sumatera. Lompat batu atau yang dikenal dengan
nama “Fahombo Batu” merupakan ciri khas masyarakat Nias.
Tradisi melompati batu hanya dilakukan oleh kaum laki-laki, khususnya pemuda.
Mereka harus melompati susunan batu setinggi 2 meter dengan ketebalan 40 cm.
Tradisi ini bertujuan untuk menunjukkan kekuatan dan ketangkasan para pemuda
yang melakukannya.
Seseorang yang berhasil melakukan tradisi ini dianggap hebat, baik bagi dirinya,
maupun keluarga dan masyarakat di desa itu.