PERIODE 1850-1933
Kelompok 1
Adelia Ziadatu Rizqillah
04 KE POLITIK ETIS
DARI MAX HAVELAAR
02 BACAAN LIAR
05 BALAI PUSTAKA
1908-1930
SASTRA MELAYU
Sejarah Sastra Melayu
Kebudayaan Melayu, sebagaimana kebudayaan Jawa, memperoleh pengaruh yang sangat kuat dari India
kira-kira semenjak abad ke-5 M hingga abad ke-14 M. Namun pencapaian keduanya cenderung berbeda.
Braginsky dalam bukunya, Sejarah Sastra Melayu dalam abad 7-19, terjemahan Hersri Setiawan,
menyatakan bahwa dasar tradisi kebudayaan Melayu adalah sastra.
Ketika orang Melayu mulai mengenal agama Hindu dan Buddha yang berasal dari India, mereka turut
mengadopsi bahasa dan aksara yang digunakan di dalam dua agama tersebut. Kemudian mereka
mengintegrasikannya dengan bahasa asli, dan mulai menciptakan karya-karya tertulis berdasarkan
kaidah-kaidah yang terserap. Tujuannya tentu agar perasaan dan pikiran mereka yang tercurahkan dalam
karya bahasa, memiliki kemungkinan lebih besar untuk kekal.
Islam Sebagai Awal Penggerak
Perubahan Bentuk Kesusastraan Melayu
Islam sebagai pemilah bagi dua zaman besar kesusasteraan Melayu yang berbeda, yaitu Sastra melayu Rendah
dan Tinggi, memiliki peran dan alasan yang cukup kuat. Namun, pada dasarnya Islam adalah daya gerak yang
telah mentransformasi seluruh kebudayaan Melayu, terutama kesusastraanya, menjadi gejala peradaban yang
berkembang pesat dan menyebar luas.
Setelah melewati fase peralihan dari pengaruh India ke Islam (Masa Peralihan atau Masa transisi), kesusastraan
Melayu pun mencapai masa keemasannya.
Sastra Melayu Tionghoa
• Di Indonesia sastra Melayu-Cina tumbuh dan berkembang
sebelum muncul sastra Indonesia modern akhir abad ke-19. Nio
Joe Lan menyebutnya dengan sastra Indonesia Tionghoa. Pada
kurun awal perkembangannya, terbit karya-karya terjemahan
sastra Cina dan Eropa yang dikerjakan oleh Lie Kim Hok.
● Pada abad ke 19 penerbit – penerbit Eropa menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu dengan
tulisan latin yang terbit di Jawa dengan judul Soerat Chabar Betawie (1858).
● Awal abad 20 an diketahui surat kabar Medan Prijaji dari Bandung yang memuat cerita – cerita
bersambung berbentuk roman
● Peran penting berkaitan dengan perkembangan sastra surat kabar dilakukan oleh tiga jurnalis
terkenal, yakni F.H Wiggers, H. Kommer, dan F. Pangemanan.
SASTRA KORAN
● Dalam sastra koran atau surat kabar juga terdapat tulisan non fiksi R.M Tirtoadhisuryo, atau
lebih tepatnya tulisan yang membahas tentang politik.
● Pada saat itu juga muncul buku-buku bacaan kecil yang biasa dimuat di dalam surat kabar
secara bersambung yang diproduksi oleh institusi-institusi pergerakan
● Rinkes, Direktur Balai Pustaka menyatakan surat kabar harian maupun mingguan isinya sering
kali provokatif, menyerang pemerintah kolonial.
● Memasuki masa pujangga baru dalam dasawarsa 1930-an selain penerbitan buku, dan majalah
khusus seperti Majalah Pujangga Baru, Wasita, dan Pusara mulai ikut mengambil peran
bersama surat kabar (Pewarta Deli dan Suara Indonesia)
● Memanfaatkan majalah dan surat kabar merupakan sebuah tonggak pemikiran kebudayaan
Indonesia modern dibangun melalui sebuah polemic panjang yang kemudian dikenal sebagai
polemic kebudayaan, terjadi pada tahun 1935-1936.
Max Havelar Ke Politik Etis
• Novel Karya Multatuli (1860)
• Karya sastra yang dianggap memiliki ketegasan
dan keberanian dalam mengungkap kekejaman
Belanda
• Beredar di banyak negara termasuk di negara
Belanda sendiri
• Penilaian terhadap kedudukan Belanda
Tujuan
Multatuli atau Edward Douwes Dekker menulis Max Havelaar
bertujuan untuk memprotes kebijakan kolonial. Namun, tulisan ini juga
memiliki tujuan lain, yaitu untuk mencari rehabilitasi sebagai cara
pengunduran dirinya dari layanan pemerintah. Dari tulisan ini,
masyarakat Eropa mulai menyadari bahwa kekayaan yang mereka dapat
merupakan hasil penderitaan di bagian lain dunia. Kesadaran ini
kemudian membentuk motivasi kebijakan etis yang baru, di mana
pemerintah kolonial Belanda berusaha untuk membayar hutang mereka
kepada rakyat kolonial. Pembayaran hutang ini dilakukan dengan
memberikan pendidikan kepada beberapa kelas pribumi, umumnya
anggota pelit yang setia kepada pemerintah kolonial.
Dampak
Balai Pustaka merupakan trasnformasi dari KBR (Komisi Bacaan Rakyat) pada 22
September 1917, yang diharapkan bisa menjadi fasilitas bagi sekolah-sekolah, serta
membagikan manfaat merata bagi seluruh penduduk yang didasarkan pada moral dan
kultural dari bacaan.
Alasan Didirikannya
Balai Pustaka
Kesadaran Pemerintah Kolonial bahwa harus ada
fasilitas pendukung di luar sekolah.