OLEH :
KELOMPOK 5
DELVI DILLA
DINDA DINANTI
KELAS : X AP-1
Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,Tuhan pencipta alam semesta
yang menjadikan bumi dan isinya dengan begitu sempurna. Tuhan yang menjadikan setiap apa
yang ada dibumi sebagai penjelajahan bagi kaum yang berfikir. Dan sungguh berkat
limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini demi
memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia Kelas X AP-1 tentang Sistem Kepercayaan.
Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.
Diantaranya Orang tua yang telah membiayai dan memenuhi fasilitas selama kami
menyelesaikan makalah ini, ibu Ernawati selaku guru Sejarah Indonesia kami yang telah
memberi kami arahan dan bimbingan untuk menyelesaikan tugas makalah ini dan tidak lupa
dari dukungan teman-teman semua. Oleh karena itu kami mengucapakan banyak terimakasih.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan,
sehingga dengan segala kerendahan hati kami mengharapakan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi lebih baiknya kinerja kami yang akan mendatang.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan informasi yang
bermanfaat bagi semua pihak.
PENYUSUN
i
DAFTAR ISI
ii
BAB ISI
Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan
agama Hindu -Budha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut
dapat dilihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di
Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara
tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India
Sejak masa praaksara, orang-orang di Kepulauan Indonesia sudah mengenal simbol-
simbol yang bermakna filosofis. Sebagai contoh, kalau ada orang meninggal, di dalam
1
kuburnya disertakan benda-benda. Di antara benda-benda itu ada lukisan seorang naik
perahu, ini memberikan makna bahwa orang yang sudah meninggal rohnya akan melanjutkan
perjalanan ke tempat tujuan yang membahagiakan yaitu alam baka. Masyarakat waktu itu
sudah percaya adanya kehidupan sesudah mati, yakni sebagai roh halus. Oleh karena itu, roh
nenek moyang dipuja oleh orang yang masih hidup (animisme).
Setelah masuknya pengaruh India kepercayaan terhadap roh halus tidak punah.
Misalnya dapat dilihat pada fungsi candi. Fungsi candi atau kuil di India adalah sebagai
tempat pemujaan. Di Indonesia, di samping sebagai tempat pemujaan, candi juga sebagai
makam raja atau untuk menyimpan abu jenazah raja yang telah meninggal. Itulah sebabnya
peripih tempat penyimpanan abu jenazah raja didirikan patung raja dalam bentuk mirip dewa
yang dipujanya. Ini jelas merupakan perpaduan antara fungsi candi di India dengan tradisi
pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang di Indonesia.
Bentuk bangunan lingga dan yoni juga merupakan tempat pemujaan terutama bagi orang-
orang Hindu penganut Syiwaisme. Lingga adalah lambang Dewa Syiwa. Secara filosofis
lingga dan yoni adalah lambang kesuburan dan lambang kemakmuran. Lingga lambang laki-
laki dan yoni lambang perempuan.
2
Sarkofagus atau Kubur Peti Batu
3
kemakmuran kehidupannya. Di daerah pedalaman atau pertanian ada upacara persembahan
kepada kekuatan yang dianggap sebagai pemberi berkah terhadap hasil pertanian.
Orang punya suatu pandangan bahwa hidup tidak berhenti setelah kematian.Orang
meninggal pasti dianggap pergi ke tempat yang lebih baik.Inti kepercayaan pada roh nenek
moyang terus berkembang dari zaman ke zaman dan secara umum dilakukan tiap masyarakat
dunia. Pada orang meninggal ada sesuatu yang pergi,sesuatu itu disebut roh. Penguburan
kerangka dalam goa termasuk penghormatan terakhir pada orang meninggal.Berdasarkan
hasil peninggalan budaya,sejak masa bercocok tanam berupa bangunan megalithicum dengan
fungsi sebagai tempat pemujaan kepada roh nenek moyang. Disamping itu ditemukan bekal
kubur.Pemberian bekal dimaksudkan sebagai bekal menuju alam lain.Jadi pengaruh Hindu
Budha berpengaruh dalam masyarakat Indonesia.
Animisme merupakan kepercayaan masyarakat pada suatu benda yang memilki ruh
atau jiwa. Awal munculnya di dasari oleh pengalaman dari masyarakat.Misal,pada daerah
terdapat batu besar.Masyarakat yang lewat disamping batu mendengar orang minta
tolong,memanggil-manggil,dll.Peristiwa itu terus berkembang dan masyarakat percaya bahwa
batu besar itu punya jiwa atau ruh. Disamping itu,muncul kepercayaan terhadap benda pusaka
yang dipandang punya jiwa atau ruh,sehingga benda tersebut dianggap dapat memberi
petunjuk tentang berbagai hal. Kepercayaan ini masih berkembang hingga sekarang.Bahkan
tidak hanya masyarakat desa melainkan masyarakat kota.Selain itu benda-benda yang
dipercaya punya roh yaitu,bangunan gedung tua,candi,pohon besar
4
3. Kepercayaan bersifat Dinamisme
Kepercayaan ini memilki perkembangan yang tidak jauh berbeda dari Animisme.
Dinamisme merupakan kepercayaan bahwa tiap benda punya kekuatan gaib.Sejak
berkembang kepercayaan terhadap nenek moyang pada masa bercocok tanam,maka
kepercayaan bersifat dinamisme.Kepercayaan ini didasari pengalaman dari masyarakat
bersangkutan. Pengalaman berkembang turun-temurun dari generasi ke generasi hingga
sekarang.Contoh,Batu cincin di nilai memiliki kekuatan untuk melemahkan lawan.Sehingga
bila batu itu dipakai,lawannya tidak sanggup mengahadapinya. Selain itu benda pusaka
seperti keris atau tombak dipandang memiliki kekuatan gaib untuk memohon turunnya hujan.
Bila keris itu ditancapkan dengan ujung menghadap atas akan mendapat hujan. Kepercayaan
ini mengalami perkembangan dan bahkan hingga sekarang tetap dipercaya oleh masyarakat.
Kehidupan religi pada masyarakat Indonesia mulai terlihat pada masa kehidupan
prasejarah Indonesia. Hal itu ditemukan pada masa mesolithikum yang di buktikan dengan
ditemukannya lukisan-lukisan pada dinding-dinding gua, yang menggambarkan suatu
pengalaman, perjuangan dan harapan hidup. Lukisan-lukisan itu dibuat dengan cara
menggoreskan pada dinding-dinding karang atau gua, atau dengan mempergunakan bahan-
5
bahan cat yang berwarna, merah, hitam atau putih. Sumber inspirasi dari lukisan-lukisan ini
adalah cara hidup mereka yang serba tergantung pada lingkungan alamnya, yaitu hidup
berburu dan mengumpulkan makanan. Dengan demikian lukisan-lukisan tadi
menggambarkan kehidupan sosial ekonomis dan alam kepercayaan masyarakat pada masa itu
yang barang kali pada masa itu telah berkelompok di gua-gua atau di tepi pantai, dan jumlah
hampir sama dengan jumlah kelompok pada masa hidup berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat sederhana.Cap tangan dan latar belakang cat merah. Mungkin mengandung
arti kekuatan atau simbol kekuatan perlindungan untuk mencegah roh jahat dan cap-cap
tangan yang jari-jarinya tidak lengkap, di anggap sebagai tanda adat berkabung.
Menurut Roger dan Galis yang menyelidiki lukisan-lukisan di Irian Jaya, Lukisan-
lukisan itu bertalian dengan upacara-upacara penghormatan nenek moyang, upacara
kesuburan, inisiasi dan mungkin juga untuk keperluan ilmu dukun, untuk meminta hujan dan
kesuburan, atau memperingati suatu kejadian yang penting.
Beberapa lukisan lainya yang ternyata lebih berkembang pada tradisi yang lebih
kemudian dan artinya menjadi lebih terang juga. Diantaranya adalah lukisan-lukisan kadal
seperti yang terdapat dipulau seram dan irian jaya, yang mungkin mengandung arti lambang
kekuatan magis, yaitu dianggap sebagai penjelmaan roh nenek moyang atau kepala suku.
Kepercayaan kepada kadal atau atau binatang melata di kalangan suku-suku bangsa di
Indonesia mulai berkembang kemudian seperti terbukti dari temuan Sarkofagus di Bali.
Masyarakat bercocok tanam memiliki ciri khas yang sesuai dengan perkembangan
penemuan-penemuan barunya. Timbulnya anggapan bahwa tanah merupakan salah satu
unsure penting dalam kehidupan. Nilai-nilai hidup makin berkembang dan manusia pada
waktu itu sudah tidak lagi menggantungkan hidupnya pada alam tetapi sudah mengetahui dan
menguasai alam lingkungan serta aktif membuat perubahan-perubahan. Salah satu segi yang
paling menonjol dalam masyarakat adalah sikap terhadap alam kehidupan sesudah mati.
Kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat orang meninggal, sangat
memengaruhi kehidupan manusia.Roh dianggap mempunyai kehidupan di alamnya tersendiri
sesudah orang meninggal.
Upacara yang paling mencolok adalah upacara pada waktu penguburan terutama bagi
orang-orang yang dianggap terkemuka oleh masyarakat. Pelaksanaan penguburan
dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung, di tempat yang sering dihubungkan
dengan asal usul anggota masyarakat atau tempat-tempat yang sudah dianggap sebagai
tempat tinggal arwah nenek moyang. Orang mati biasanya dibekali dengan macam-macam
barang keperluan sehari-hari seperti perhiasan, periuk, dan lain-lain yang dikubur secara
6
bersama-sama dengan maksud agar perjalanannya ke dunia arwah dan kehidupan selanjutnya
akan terjamin sebaik-baiknya. Jika tempat-tempat tersebut terlalu jauh atau sukar dicapai,
maka cukup dikuburkan di suatu tempat dengan meletakkan badannya di arahkan pada
tempat yang dituju. Tujuannya adalah agar rohnya tidak tersesat dalam perjalanan menuju
tempat arwah nenek moyang atau tempat asal mereka. Kematian dipandang untuk membawa
perubahan esensial dalam kedudukan, keadaan maupun sifat seseorang. Seseorang
bermartabat rendah akan rendah juga kedudukannya di alam akhirat. Biasanya hanya orang-
orang terkemuka atau yang pernah berjasa dalam masyarakat sajalah yang akan mencapai
tempat khusus di alam baka. Tetapi di pihak lain, jasa, amal kebaikan, yaitu bekal untuk
mendapatkan tempat khusus di alam akhirat dapat diperoleh dengan mengadakan pesta-pesta
tertentu yang mencapai titik puncaknya dengan mendirikan bangunan batu-batu besar.
Menempatkannya di dalam tempat yang berbentuk dari susunan batu besar seperti peti kubur
batu, bilik batu, sarkofagus, dan sebagainya. Baik yang diukir maupun dilukis dengan
berbagai lambang kematian, merupakan tindakan yang akan saling menguntungkan kedua
belah pihak yaitu yang mati dan yang ditinggalkan. Jadi batu-batu besar ini menjadi lambang
bagi manusia berbudi baik. Gagasan hidup di alam akhirat berisi keistimewaan yang belum
atau yang sudah didapatkan di dunia fana, hanya akan dapat dicapai di alam akhirat
berdasarkan perbuatan-perbuatan amal yang pernah dilakukan selama hidup manusia di dunia
fana ditambah dengan besarnya upaya penyelenggaraan upacara kematian yang pernah
dilaksanakan.
Berlangsungnya tradisi tersebut sejalan dengan masuknya pengaruh Hindi-Buddha
dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat telah menjalankan tradisinya yang sudah
berlangsung secara turun temurun. Ajaran-ajaran Hindu-Buddha yang disampaikan pada
masyarakat telah memiliki banyak kesamaan konsep kepercayaan yang mereka jalankan
sehari-hari. Dengan masuknya pengaruh sistem kepercayaan Hindu-Buddha ke dalam
kehidupan masyarakat ternyata tidak sepenuhnya masyarakat meninggalkan begitu saja
tradisi yang mereka jalankan. Dengan adanya hal demikian, sistem kepercayaan masyarakat
zaman prasejarah disebabkan oleh pedagang, hingga zaman Hindu-Buddha telah terjadi pola
keberlangsungan yang tidak saling menghilangkan unsur-unsur pokok dalam kehidupan
religinya.
7
1.5 Barang-barang Peninggalan Sistem Kepercayaan Zaman Pra-Aksara
1. Menhir adalah tiang atau tugu batu yang berfungsi sebagai prasasti dan
melambangkan kehormatan arwah nenek moyang.
3. Peti Kubur Batu adalah lempeng batu besar berbentuk kotak persegi panjang
berfungsi sebagai peti jenazah.
8
4. Sarkofagus, adalah batu besar yang di pahat berbentuk mangkuk terdiri dari dua
keeping yang ditangkupkan menjadi satu. Berfungsi sebagai peti jenazah.
5. Waruga, adalah peti kubur batu berukuran kecil, berbentuk kubus dan memiliki tutup
9
DAFTAR PUSTAKA
https://togapardede.wordpress.com/2013/02/20/wujud-akulturasi-kebudayaan-hindu-budha-
dengan-kebudayaan-indonesia/
http://www.gurusejarah.com/2015/01/akulturasi-kebudayaan-nusantara-dan.html
http://mutaqinzaelaw.blogspot.co.id/2011/01/kontinuitas-sistem-kepercayaan.html
http://www.habibullahurl.com/2015/03/akulturasi-kebudayaan-nusantara-dan-hindu-
budha.html
http://economyscience.blogspot.co.id/2012/08/sistem-kepercayaan-awal-masyarakat.html
http://sejarah-pancamarga.blogspot.co.id/2012/01/sistem-kepercayaan-awal-masyrakat.html
10