Anda di halaman 1dari 23

INDONESIA PADA

MASA ORDE BARU


A. Latar Belakang Kronologis Lahirnya
Pemerintahan Orde Baru
B. Berdirinya Pemerintah Orde Baru dan
Ciri Pokok dari Kebijakan-Kebijakan
yang Dihasilkannya
C. Menguatnya Peran Negara pada Masa
Orde Baru dan Dampaknya terhadap
Kehidupan Sosial Politik Masyarakat
D. Menguatnya Peran Negara dan
Perkembangan Kehidupan Masyarakat
pada Masa Orde Baru
Latar Belakang Kronologis
Lahirnya Pemerintahan
Orde Baru

o Surat Perintah 11 Maret 1966


(Supersemar)
o Proses Peralihan Kekuasaan
Politik Indonesia
Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar)
Terdapat ketidaksepakatan antara Presiden Soekarno
dan Mayjend Soeharto menyangkut penyelesaian
krisis politik yang terjadi di Indonesia pasca G.30
S/PKI.
11 Maret 1966, Presiden Soekarno ditemui Mayjen
Basoeki Rachmat, Brigjend M. Yusuf, Brigjend Amir
Machmud di Istana Bogor yang menghasilkan
Supersemar.
Setelah dikeluarkannya Supersemar, Mayjend
Soeharto kemudian membubarkan dan melarang PKI
beserta unsur-unsurnya, sekaligus menahan 15
anggota Kabinet yang dinilai telah terlibat peristiwa
G. 30 S/ PKI. Sejak saat inilah era Orde Baru dimulai.
Proses Peralihan Kekuasaan Politik Indonesia
Berdasarkan wewenang yang diamanahkan oleh Tap. MPRS
No. IX/ MPRS/ 1966, Maka Mayjend Soeharto kemudian
membentuk Kabinet Ampera yang diresmikan pada 28 Juli
1966.
Suasana semakin tegang dengan ditolaknya pidato
pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang berjudul
Nawaksara oleh Majelis Sidang Umum MPRS.
11 Februari 1967, Mayjend Soeharto mengirim konsep
tentang penyelesaian krisis politik kepada Presiden
Soekarno yang isinya tentang penyerahan kekuasaan
pemerintahan kepada Pengemban Supersemar. Akhirnya
konsep ini ditolak presiden.
Pada hari Kamis, 23 Februari 1967, dengan disaksikan oleh
Ketua Presidium dan anggota Kabinet Ampera, Presiden
Soekarno secara resmi menyerahkan kekuasaan
pemerintahannya kepada Mayjend Soeharto.
Berdirinya Pemerintah Orde
Baru dan Ciri Pokok dari
Kebijakan-Kebijakan yang
Dihasilkannya
Diangkatnya Mayjend Soeharto Menjadi
Presiden Republik Indonesia
Kebijakan-Kebijakan Ekonomi Era Orde
Baru
Kebijakan-Kebijakan Pembangunan Era
Orde Baru
Kebijakan Sosial-Politik Orde Baru
Diangkatnya Mayjend Soeharto
Menjadi Presiden Republik Indonesia
Melalui Tap MPRS Pada tanggal 27
No. XXXIII/ MPRS/ Maret 1968, MPRS
1967 tertanggal 12 kemudian
Maret 1967, MPRS mengangkat Letjend
yang diketuai oleh Soeharto sebagai
Jend A.H. Nasution Presiden Republik
mencabut mandat Indonesia
kekuasaan sebagaimana
pemerintahan terdapat dalam Tap.
Presiden Soekarno. MPRS No. XLIV/
MPRS/ 1968
Diangkatnya Mayjend Soeharto
Menjadi Presiden Republik Indonesia
Presiden Soeharto selanjutnya membentuk
Kabinet Ampera yang bertugas dalam
penciptaan stabilitas politik dan ekonomi
(Dwi Dharma) sebagai syarat mutlak
pembangunan nasional.
Kabinet Ampera empat program kerja utama
(Catur Karya) yaitu:
1. Memperbaiki kualitas kehidupan rakyat
2. Menggelar Pemilu secepatnya
3. Melaksanakan politik luar negeri bebas-aktif
4. Meneruskan perjuangan untuk menolak
imperialisme dan kolonialisme
Kebijakan-Kebijakan Ekonomi Era
Orde Baru
Dikeluarkannya Peraturan 3 Oktober 1966
tentang pokok-pokok regulasi dalam
menanggulangi krisis perekonomian
Indonesia.
Dikeluarkannya Peraturan 10 Februari 1967
tentang persoalan harga dan tarif.
Dikeluarkannya Peraturan 28 Juli 1967
tentang kewajiban pengusaha untuk
membantu sektor pajak dan ekspor.
Menerapkan UU No. 1 tahun 1967 tentang
penanaman Modal Asing.
Mengesahkan dan menerapkan UU No. 13
tahun 1967 tentang APBN 1968
Kebijakan-Kebijakan Ekonomi Era
Orde Baru
Orde Baru melakukan permintaan
pinjaman luar negeri, antara lain:
Tokyo Club (19-20 September 1966)
Paris Club
IGGI (Inter-Governmental Group for
Indonesia
Indonesia juga tergabung dalam lembaga
ekonomi internasional seperti: World
Bank (d/h IBRD), IMF, IDA, dan ADB.
Kebijakan-Kebijakan Pembangunan
Era Orde Baru
a. PELITA I (1 April 1969 31 Maret 1974)
b. PELITA II (1 April 1974 31 Maret 1979)
c. PELITA III (1 April 1979 31 Maret 1984)
d. PELITA IV (1 April 1984 31 Maret 1989)
e. PELITA V (1 April 1989 31 Maret 1994)
f. PELITA VI (1 April 1994 31 Maret 1999)
PELITA I
(1 April 1969 31 Maret 1974)

Pelita I bertujuan untuk meningkatkan


taraf kehidupan masyarakat Indonesia
serta meletakkan dasar bagi
pembangunan dalam tahapan-tahapan
Repelita berikutnya.
Fokus pembangunan diarahkan pada
bidang pertanian, industri,
pertambangan, serta rehabilitasi dan
perluasan sarana dan prasarana sosial.
PELITA II
(1 April 1974 31 Maret 1979)
Tujuan Pelita II yaitu:
Tersedianya kebutuhan sandang dan papan yang
memadai.
Tersedianya bahan-bahan untuk perumahan, serta
fasilitas umum lainnya.
Terwujudnya sarana dan prasarana yang makin
terdistribusi secara merata dan sempurna.
Terwujudnya keadaan rakyat Indonesia yang lebih
baik di seluruh daerah.
Meluasnya ketersediaan lapangan kerja bagi
rakyat.
PELITA III
(1 April 1979 31 Maret 1984)
8 Jalur pemerataan yang menjadi standar
agenda kerja dalam Pelita III, yaitu:
1. Pemerataan kebutuhan pokok (pangan) rakyat
2. Pemerataan tingkat pencapaian pendidikan dasar
3. Pemerataan pendapatan
4. Pemerataan kesempatan kerja
5. Pemerataan kesempatan berusaha
6. Melibatkan Pemuda dan Perempuan dalam
pembangunan
7. Penyediaan dana bantuan pembangunan bagi
Daerah Tingkat I dan Tingkat II
8. Penyediaan kesempatan bagi rakyat untuk
memperoleh keadilan
PELITA IV
(1 April 1984 31 Maret 1989)

o Dalam masa Pelita IV, tercatat


berbagai keberhasilan yang dicapai
oleh pemerintah Orde Baru, misalnya
seperti:
Proyek Swasembada Beras
Program Keluarga Berencana (KB)
PELITA V
(1 April 1989 31 Maret 1994)
Pada Pelita V, pelaksanaan
pembangunan Indonesia mulai
menurun. Hal ini ditandai dengan
adanya:
Tidak meratanya distribusi pembangunan
Tingginya tingkat korupsi di dalam
pemerintahan Orde Baru
Makin meningkatnya angka hutang luar
negeri.
PELITA VI
(1 April 1994 31 Maret 1999)

Era Pelita VI merupakan masa kejatuhan


pemerintahan Orde Baru.
Angka hutang luar negeri yang semakin
tinggi membuat pemerintahan Orde Baru
kehilangan kepercayaan dari rakyat.
Pelita VI tidak tercapai, karena pada 21
Mei 1998, Presiden Soeharto turun dari
jabatan sebagai Presiden RI dan
pemerintahan Orde Baru pun berakhir.
Kebijakan Sosial-Politik Orde Baru
Partai Kristen Indonesia
FUSI PARTAI POLITIK (Parkindo)
Berdasarkan Partai Katolik
UU No. 3 Tahun 1975 Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia (IPKI)
Kelompok Partai Murba
Demokrasi
Pembangunan Nahdlatul Ulama (NU)
Partai Muslimin Indonesia
Kelompok (Parmusi)
Persatuan Partai Syarikat Islam Indonesia
(PSII)
Pembanguhan
Persatuan Tarbiyah Indonesia
(Perti)
Kelompok
Golongan Karya Organisasi Pemuda
Organisasi Tani dan Nelayan
Organisasi masyarakat
Organiasi Seniman
Menguatnya Peran Negara pada
Masa Orde Baru dan Dampaknya
terhadap Kehidupan Sosial
Politik Masyarakat
Militer di Zaman Orde
Baru
Golongan Karya
(GOLKAR) di Masa Orde
Baru
Eksistensi Dana Bantuan
& Hibah Luar Negeri
Militer di Zaman Orde Baru
Pembentukan Militer di Indonesia tidak berawal
dari pemerintahan sipil atau pemerintahan RI
yang sedang berkuasa, melainkan terbentuk
dengan sendirinya. (Salim Said)
Sejarah menguatnya peran militer di dalam
bidang pemerintahan serta sosial dan
kemasyarakatan dipicu oleh dua faktor utama:
1. Konsepsi Jalan Tengah yang dikeluarkan oleh
Jend. A.H. Nasution pada bulan November 1958
sebagai awal dari wacana dwi fungsi ABRI.
2. Momentum pembrantasan PKI pada pascatragedi
G. 30 S/ PKI.
Militer di Zaman Orde Baru
Kekutan Militer di dalam tubuh pemerintahan Orde
Baru memegang peranan yang sangat penting.
Mereka merupakan Think-Tank dari kebijakan-
kebijakan strategis yang dibuat oleh Soeharto.
Partisipasi Militer dalam pemerintahan Soeharto
dapat terlihat dari komposisi jumlah anggota kabinet
yang cukup signifikan serta pembentukan Aspri
(Asisten Presiden).
Kekuatan dwi fungsi ABRI yang menjadi dasar
legitimasi bagi militer untuk turut berpartisipasi di
dalam politik dan pemerintahan Orde Baru.
Golongan Karya (GOLKAR) di
Masa Orde Baru
Golkar didirikan pada tanggal 20 Oktober 1964
yang awalnya bernama Sekretariat Bersama
Golongan Karya (Sekber Golkar).
Setelah Soeharto naik menjadi presiden, Golkar
menjadi penaung kekuasaan selama 32 tahun.
Keterkaitan antara Soeharto dengan Golkar
dilatarbelakangi oleh kedekatan keduanya pada
masa penentangan komunis di periode awal
tahun 1960-an.
Menguatnya posisi Golkar di tubuh
pemerintahan dan politik Indonesiaselama Orde
Baru didukung pula oleh mengalar kuatnya
organisasi ini di tataran masyarakat.
Eksistensi Dana Bantuan & Hibah
Luar Negeri
Pembentukan Inter-Governmental Group on
Indonesia yang diketuai oleh Belanda bertujuan
untuk mengkoordinasi program pemberian dana
bantuan bagi Indonesia.
Untuk mengalokasikan dana-dana bantuan luar
negeri kepada program Rencana Pembangunan
Lima Tahun (Repelita) maka dibentuklah Bappenas
(Badan Perencanaan Pembangunan Nasional).
Strategi Soeharto dalam mengalokasikan dana
bantuan luar negeri untuk mensejahterakan
masyarakat Indonesia, di satu sisi mengandung
kebaikan, namun di sisi bantuan ini adalah beban
hutang yang harus dibayar jika telah jatuh tempo.
Menguatnya Peran Negara
dan Perkembangan
Kehidupan Masyarakat pada
Masa Orde Baru
Pada dasarnya, menguatnya peran negara di masa
Orde Baru yang ditentukan oleh 3 hal yaitu: Militer,
Golkar, dan hutang luar negeri. 3 hal ini memiliki efek
jangka pendek dan jangka panjang bagi Indonesia
Menguatnya posisi Golkar di masa pemerintahan Orde
Baru menunjukkan kuatnya peran pemerintah dalam
menentukan perkembangan kehidupan masyarakat.
Pancasila dijadikan sebagai satu-satunya azas
tunggal bagi seluruh pergerakan nasional.
Menguatnya peran negara juga tidak terlepas dari
strategi agrerasi yang diterapkan oleh Soeharto, yaitu
dengan menerapkan sistem reward and punishment
terhadap orang-orang yang mendukung dan
menentang kekuatan Orde Baru.

Anda mungkin juga menyukai