Anda di halaman 1dari 12

INDONESIA DALAM

PERCATURAN REGIONAL
DAN GLOBAL

A.
A.Politik
Politik Luar
Luar Negeri
Negeri Indonesia
Indonesia
B.
B. Peran
Peran Aktif
Aktif Indonesia
Indonesia di
di Dunia
Dunia
Internasional
Internasional
Politik Luar Negeri Indonesia
Rumusan Sifat Politik
Luar Negeri Indonesia
1.Bebas Aktif
2.Anti-Kolonialisme
3.Orientasi pada
kepentingan Nasional
4.Demokratis
4 Pilar Utama Politik Luar Negeri
Indonesia Pada Masa Orde Lama
Undang-Undang Dasar 1945
Manifesto Politik Republik Indonesia yang
dijadikan GBHN berdasarkan pada Tap. MPRS
No.1/ MPRS/1/1960
Pedoman Pelaksanaan Manifesto Politik Republik
Indonesia, yang berasal dari Amanat Presiden
tanggal 17 Agustus 1960 yang dikenal dengan
nama Jalannya Revolusi Kita.
Garis-Garis Besar Politik Luar Negeri RI, yang
berasal dari pidato Presiden Soekarno di depan
Sidang Umum PBB tanggal 30 September 1960
yang berjudul To Build the World New.
Politik Luar Negeri Orde Lama
Presiden Soekarno mengembangkan konsep
bahwa pembagian blok di dalam konstelasi
global saat itu terbagi menjadi dua bagian,
yaitu:
Oldefos (Old Emerging Forces)
Nefos (New Emerging Forces)
Terjadinya politik konfrontasi terhadap
Malaysia, Singapura, dan Inggris pada masa
Orde Lama tidak memurnikan sikap politik
luar negeri Indonesia yang bebas-aktif.
Indonesia kala itu juga lebih condong untuk
memihak negara-negara yang berhaluan
Komunis dengan adanya poros Jakarta
Phnompenh Peking Hanoi Pyongyang.
Normalisasi Hubungan Luar Negeri
Penyelesaian konfrontasi dengan Malaysia
dilaksanakan melalui Persetujuan Bangkok (29 Mei
1 Juni 1966) antara Menlu Malaysia Tun Abdul
Razak dengan Menlu Indonesia Adam Malik.
Pakta persetujuan normalisasi hubungan
ditandatangani pada tanggal 11 Agustus 1966, lalu
dilanjutkan dengan pembukaan hubungan
diplomatik tanggal 31 Agustus 1967.
Proses normalisasi hubungan dengan Singapura
dilaksanakan pada tanggal 2 Juni 1966 yang
ditandai dengan pengakuan secara resmi terhadap
negara Singapura.
Pembukaan hubungan diplomatik dengn Singapura
dilakukan tanggal 7 September 1966.
4 Ketetapan Pelaksanaan Politik Luar
Negeri Orde baru

Tap. MPRS No. XII/MPRS/1966


Tentang penegasan kembali landasan
kebijaksanaan politik luar negeri RI.
Tap. MPRS No. XXIII/MPRS/1966
Tentang pembaharuan kebijaksanaan landasan
ekonomi, keuangan, dan pembangunan.
Tap. MPRS No. IX/MPRS/1968
Tentang tugas pokok kabinet pembangunan.
Tap. MPR No. IV/MPR/1973
Tentang GBHN
Peran Aktif Indonesia di
Dunia Internasional

Pengiriman
Pasukan Garuda
Konferensi Asia
Afrika di Bandung
Deklarasi Juanda
Pengiriman Pasukan Garuda
(KONGA) Letkol.
Kontingen Pasukan
Garuda I
Hartoyo
Letkol. Suhadi Suromihardjo
Mesir 27 Nopember 1956
September 1957

Kontingen Pasukan Kolonel Priatna Kongo September 1960


Garuda II Letkol. Solichin Mei 1961
Kontingen Pasukan Brigjend. Kemal Idris Kongo Mei 1961 akhir
Garuda III Kol. Sabirin Mochtar 1963

Kontingen Pasukan Brigjend. Wijogo Vietnam 1973


Garuda IV
Kontingen Pasukan Brigjend. Harsojo Vietnam 1974
Garuda V
Kontingen Pasukan Kol. Rudini Mesir
Garuda VI
Kontingen Pasukan Brigjend. Soekemi Soemantri Vietnam 1974 1975
Garuda VII Mayjend. Kharis Suhud
Kontingen Pasukan Timur September 1974
Garuda VIII Tengah Oktober 1979
Konferensi Asia Afrika di
Bandung
28 April 2 Mei 1954, diadakan Konferensi Kolombo
yang diprakarsai dan dikuti oleh lima negara
(Indonesia, India, Birma, Pakistan, dan Srilangka.
25 September 1954, Terjadi pertemuan Indonesia dan
India di New Delhi dalam mengupayakan pertemuan
seluruh pemimpin Asia-Afrika.
28-31 Desember 1954, diadakan Konferensi Bogor
sebagai persiapan Konferensi Asia Afrika.
18-25 April 1955, diadakan Konferensi Asia Afrika
yang dihadiri oleh 24 negara ditambah 5 negara
sponsor.
Tujuan pokok Konferensi Asia Afrika adalah untuk
meningkatkan kerjasama dan hubungan baik antarnegara
Asia Afrika, memperhatikan masalah sosial, ekonomi,
budaya, dan maalah khusus yang dihadapi oleh masing-
masing negara.
Pokok Konferensi Asia Afrika
Pembicaraan menghasilkan
dalam KAA : keputusan yang disebut
Dasa Sila Bandung.
Kerjasama ekonomi
Keputusan ini
Kerjasama budaya merupakan landasan
HAM dan hak semangat dan kebulatan
menentukan nasib sendiri tekad bangsa Asia
Masalah bangsa-bangsa Afrika untuk
mewujudkan kehidupan
yang belum merdeka yang baik dan
Perdamaian dunia dan perdamaian dunia.
kerjasama internasional
Deklarasi Djuanda
Pada tanggal 13 Desember 1957, pemerintah
menetapkan Deklarasi Djuanda mengenai batas laut
teritorial Indonesia. Hal didasari oleh pertimbangan
sebagai berikut:
a. Bentuk geografi wilayah Indonesia yang terdiri
atas ribuan pulau.
b. Keutuhan teritorial dan perlindungan kekayaan
Indonesia harus dianggap sebagai satu kesatuan
utuh yang bulat.
Ketentuan batas laut teritorial tersebut dituangkan
ke dalam UU No. 4/ PRP/ 1960 dan dalam Lembaran
Negara No. 20/ 1960 tanggal 18 Februari 1960.
Penetapan batas perairan nasional menggunakan
prinsip Archipelago atau Wawasan Nusantara.
1. Perairan Indonesia adalah laut wilayah
beserta perairan pedalaman Indonesia
atau perairan nusantara.
2. Laut wilayah Indonesia adalah jalur laut
selebar 12 mil laut dari pulau-pulau
terluar.
3. Bila ada selat yang lebarnya tidak
melebihi 24 mil laut, maka garis batas laut
ditarik di tengah-tengah selat.
4. Perairan pedalaman Indonesia atau
perairan nusantara adalah semua perairan
yang terletak pada sisi dalam garis dasar.
5. Hak lintas laut damai kendaraan air asing
diakui dan dijamin sepanjang tidak
mengganggu atau bertentangan dengan
keselamatan dan keamanan wilayah
negara negara dan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai