Anda di halaman 1dari 15

BUNG HATTA

LAHIR : Bukit tinggi 12 Agustus 1902


WAFAT : 14 Maret 1980

Salah satu proklamator kita, Bung Hatta, jika beliau masih hidup, tanggal 12 Agustus 2008
ini akan memasuki usia 106 tahun. Berprinsip Teguh Dua kali kejadian dimana terjadi
pertentangan antara bung Hatta dan bung Karno yg ternyata memberi dampak sangat besar
terhadap perjalanan bangsa ini, dimana dalam kedua hal tsb bung Hatta memilih utk
mengalah. Saat mundurnya bung Hatta desember 1956 , karena tak setuju dengan cara bung
Karno memimpin negara , serta perdebatan mereka sebelumnya saat Indonesia belum
merdeka. Sebelumya dalam buku sejarah ada dinyatakan bahwa belia berdua pernah berbeda
pendapat mengenai bagaimana bangsa ini hendak dibangun, bagaimana kemerdekaan hendak
diraih, beberapa tahun sebelum indonesia merdeka. Bung Karno bilang kita perlu bangsa
yang berani, revolusioner, penuh semangat utk meraih kemerdekaan, sedangkan bung Hatta
berpendapat bahwa kita perlu mencerdaskan, memberi pencerahan pada bangsa Indonesia utk
menyongsong kemerdekaan nya, intinya bung Hatta menyatakan pentingnya
pendidikan. Namun saat itu, bung Karno tetap bersikukuh dengan pendapatnya, dan dengan
gentleman nya , bung Hatta pun mengalah .... Bukti sejarah kemudian menyatakan , bahwa
apa yg dinyatakan bung Hatta benar adanya , memang benar pada masa kemerdekaan th 45,
bangsa yg bersemangat tinggi, revolusioner bisa meraih kemerdekaan, tapi untuk selanjutnya
mereka melupakan pendidikan / pencerdasan. Dari sejarah kita belajar, ada 2 ide besar bung
Hatta yg tak terwujud, karena ia mengalah pada bung Karno , dan sampai saat ini kemajuan
bangsa ini masih terbelenggu karena 2 hal tsb (pendidikan yg kurang dan demokrasi yg
kurang baik ) Berkarya Nyata Bung Hatta merupakan tokoh yang selalu berkarya nyata. Salah
satu karya monumental beliau adalah bentuk koperasi. Pemikiran ini dituangkan pada
pembentukkan koperasi pengusaha batik, yang akhirnya sukses sampai saat
ini. Koperasi tersebut berhasil mendorong kemajuan bagi pengusaha batik dan memberi
mereka kesempatan untuk memperluas usaha dengan ekspor. Karya-karya lainnya adalah
berbentuk tulisan. Dalam pembuangan pun, Hatta secara teratur menulis artikel-artikel untuk
surat kabar. Honorariumnya cukup untuk biaya hidup di Tanah Merah (Digoel-Papua) dan
dia dapat pula membantu kawan-kawannya. Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh buku-
bukunya yang khusus dibawa dari Jakarta sebanyak 16 peti.
TUANKU IMAM BONJOL

Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat, pada 1772. Ia merupakan anak dari
pasangan Bayanuddin dan Hamatun. Ayahnya adalah seorang alim ulama dari Sungai
Rimbang, Suliki. Sebagai anak seorang anak alim ulama, Imam Bonjol tentu dididik dan
dibesarkan dengan napas Islami.Sejak 1800 hingga 1802, Imam Bonjol menimba dan
mendalami ilmu-ilmu agama Islam di Aceh. Usai menuntaskan masa pendidikannya, ia pun
mendapat gelar Malin Basa, yakni gelar untuk tokoh yang dianggap besar atau mulia.
Sebelum berperang melawan pasukan Hindia-Belanda, Imam Bonjol terlebih berseteru
dengan kaum adat.Ketika itu, kaum Padri yang di dalamnya juga termasuk Imam Bonjol
hendak membersihkan dan memurnikan ajaran Islam yang cukup banyak diselewengkan.
Kala itu, kalangan ulama di Kerajaan Pagaruyung menghendaki Islam yang sesuai dengan
ahlus sunnah wal jamaah dan berpegang teguh pada Alquran serta sunah-sunah Rasulullah
SAW.Dalam proses perundingan dengan kaum adat, tidak didapatkan sebuah kesepakatan
yang dirasa adil untuk kedua belah pihak. Seiring dengan macetnya perundingan, kondisi pun
kian bergejolak. Hingga akhirnya, kaum Padri di bawah pimpinan Tuanku Pasaman
menyerang Pagaruyung pada 1815. Pertempuran pun pecah di Koto Tangah, dekat Batu
Sangkar.

Pada Februari 1821, kaum adat yang tengah digempur menjalin kerja sama dengan Hindia-
Belanda untuk membantunya melawan kaum Padri. Sebagai imbalannya, Hindia-Belanda
mendapatkan hak akses dan penguasaan atas wilayah Darek (pedalaman Minangkabau).
Salah satu tokoh yang menghadiri perjanjian dengan Hindia-Belanda kala itu adalah Sultan
Tangkal Alam Bagagar, anggota keluarga dinasti Kerajaan Pagaruyung.

Kendati disokong oleh kekuatan dan pasukan kolonial, dalam peperangan, kaum Padri tetap
sulit ditaklukkan. Oleh karena itu, Hindia-Belanda, melalui Gubernur Jenderal Johannes van
den Bosch mengajak pemimpin kaum Padri yang kala itu telah diamanahkan kepada Imam
Bonjol untuk berdamai. Tanda dari perjanjian damai tersebut adalah dengan menerbitkan
maklumat Perjanjian Masang pada 1824.

Namun, pemerintah Hindia-Belanda memang tidak sungguh-sungguh memiliki iktikad baik


dan ingin berdamai dengan kaum Padri. Hindia-Belanda melanggar kesepakatan damai yang
telah mereka buat dengan kaum Padri dengan menyerang Nagari Pandai Sikek.

Pada 1833 kondisi peperangan pun berubah. Kaum adat akhirnya bergabung dan bahu
membahu dengan kaum Padri melawan pasukan kolonial. Bersatunya kaum adat dan Padri ini
dimulai dengan adanya kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Puncak Pato di Tabek
Patah. Dari sana lahirlah sebuah konsenus adat basandi syarak, yakni adat berdasarkan
agama.
TENGKU UMAR
Sejarah Singkat:
Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh 11
Februari 1899) adalah pahlawan kemerdekaan
Indonesia yang berjuang dengan cara berpura-pura
bekerjasama dengan Belanda. Ia melawan Belanda
ketika telah mengumpulkan senjata dan uang yang
cukup banyak.

Auto Biografi:
Ia merupakan salah seorang pahlawan nasional yang pernah memimpin perang
gerilya di Aceh sejak tahun 1873 hingga tahun 1899. Kakek Teuku Umar adalah
keturunan Minangkabau, yaitu Datuk Makdum Sati yang pernah berjasa terhadap
Sultan Aceh. Datuk Makdum Sati mempunyai dua orang putra, yaitu Nantan Setia dan
Achmad Mahmud. Teuku Achmad Mahmud merupakan bapak Teuku Umar.
Ketika perang aceh meletus pada 1873 Teuku Umar ikut serta berjuang bersama
pejuang-pejuang Aceh lainnya, padahal umurnya baru menginjak19 tahun. Mulanya ia
berjuang di kampungnya sendiri yang kemudian dilanjukan ke Aceh Barat. Pada umur
ini, Teuku Umar juga sudah diangkat sebagai keuchik (kepala desa) di daerah Daya
Meulaboh.
Kepribadiaan Teuku Umar sejak kecil dikenal sebagai anak yang cerdas,
pemberani, dan kadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga
memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah dalam menghadapi seg ala persoalan.
Teuku Umar tidak pernah mendapakan pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu
menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas, dan pemberani.
Pernikahan Teuku Umar tidak sekali dilakukan. Ketika umurnya sudah
menginjak usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang
Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah lagi
dengan Nyak Malighai, puteri dari Panglima Sagi XXV Mukim. Sejak saat itu, ia mulai
menggunakan gelar Teuku. Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak
Dien, puteri pamannya. Sebenarnya Cut Nyak Dien sudah mempunyai suami (Teuku
Ibrahim Lamnga) tapi telah meninggal dunia pada Juni 1978 dalam peperangan
melawan Belanda di Gle Tarun. Setelah itu, Cut Nyak Dien bertemu dan jatuh c inta
dengan Teuku Umar. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan
terhadap pos-pos Belanda di Krueng. Hasil perkawinan keduanya adalah anak
perempuan bernama Cut Gambang yang lahir di tempat pengungsian karena orang
tuanya tengah berjuang dalam medan tempur.

Belanda sempat berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Satu tahun
kemudian (tahun 1884) pecah kembali perang di antara keduanya. Pada tahun 1893,
Teuku Umar kemudian mencari strategi bagaimana dirinya dapat memperoleh senjata
dari pihak musuh (Belanda). Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek (kaki
tangan) Belanda. Istrinya, Cut Nyak Dien pernah sempat bingung, malu, dan marah
atas keputusan suaminya itu. Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud
memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar
kemudian masuk dinas militer. Atas keterlibatan tersebut, pada 1 Januari 1894, Teuku
Umar sempat dianugerahi gelar Johan Pahlawan dan diizinkan untuk membentuk
legium pasukan sendiri yang berjumlah 250 tentara dengan senjata lengkap.
CUT NYAK DHIEN
“Pahlawan Nasional dari
Tanah Rencong”

Biografi Cut Nyak Dien – Aceh adalah daerah diamana


banyak terlahir pahlawan perempuan yang gigih,
tangguh dan pemberani yang tidak kenal kompromi
melawan kaum imperialis. Cut Nyak Dien ialah salah
satu dari perempuan berhati baja yang di usianya lanjut
masih dapat mencabut rencong dan berjuang melawan

pasukan Kolonial Belanda sampai akhirnya ia ditangkap dan dibuang.Cut Nyak Dien adalah
Pahlawan Nasional wanita Indonesia yang berasal dari Aceh. Cut Nyak Dien lahir pada tahun
1848 dari keluarga bangsawan yang

agamis di Aceh Besar. Dari garis ayahnya, Cut Nyak Dien merupakan keturunan langsung
Sultan Aceh.Ketika usianya menginjak 12 tahun, Cut Nyak Dien dinikahkan dengan Teuku
Cek Ibrahim Lamnga pada tahun 1862 yang juga berasal dari keluarga bangsawan. Pasangan
muda ini dikaruniai satu orang anak.Ketika Perang Aceh meluas pada tanggal 26 maret 1873,
ayah dan suami Cut Nyak Dien memimpin perang di garis depan, melawan Belanda yang
memiliki persenjataan lebih lengkap dan modern. Setelah bertahun-tahun melawan,
pasukannya terdesak dan memutuskan untuk mengungsi ke daerah yang lebih terpencil.
Semangat Cut Njak Dien untuk melawan pasukan kolonial Belanda mulai bangkit. Peristiwa
gugurnya Teuku Cek Ibrahim Lamnga dalam peperangan melawan Belanda pada tanggal 29
Juni 1878 di Sela Glee Tarun semakin menyulut kemarahan dan keteguhan wanita pemberani
ini terhadap kaum Kolonial tersebut. Biografi Cut Nyak Dien “Pahlawan Nasional dari Tanah
Rencong”Biografi Cut Nyak Dien – Aceh adalah daerah diamana banyak terlahir pahlawan
perempuan yang gigih, tangguh dan pemberani yang tidak kenal kompromi melawan kaum
imperialis. Cut Nyak Dien ialah salah satu dari perempuan berhati baja yang di usianya lanjut
masih dapat mencabut rencong dan berjuang melawan pasukan Kolonial Belanda sampai
akhirnya ia ditangkap dan dibuang.Cut Nyak Dien adalah Pahlawan Nasional wanita
Indonesia yang berasal dari Aceh. Cut Nyak Dien lahir pada tahun 1848 dari keluarga
bangsawan yang agamis di Aceh Besar. Dari garis ayahnya, Cut Nyak Dien merupakan
keturunan langsung Sultan Aceh.Ketika usianya menginjak 12 tahun, Cut Nyak Dien
dinikahkan dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga pada tahun 1862 yang juga berasal dari
keluarga bangsawan. Pasangan muda ini dikaruniai satu orang anak.Ketika Perang Aceh
meluas pada tanggal 26 maret 1873, ayah dan suami Cut Nyak Dien memimpin perang di
garis depan, melawan Belanda yang memiliki persenjataan lebih lengkap dan modern.
Setelah bertahun-tahun melawan, pasukannya terdesak dan memutuskan untuk mengungsi ke
daerah yang lebih terpencil.Perjuangan Cut Nyak DienPara pejuan aceh melawan kaum
imperalisSemangat Cut Njak Dien untuk melawan pasukan kolonial Belanda mulai bangkit.
Peristiwa gugurnya Teuku Cek Ibrahim Lamnga dalam peperangan melawan Belanda pada
tanggal 29 Juni 1878 di Sela Glee Tarun semakin menyulut kemarahan dan keteguhan wanita
pemberani ini terhadap kaum Kolonial tersebut.
PANGERAN DIPONEGORO

Pangeran Diponegoro adalah seorang bangsawan Keraton


Yogyakarta dari keturunan ayahnya, yaitu Sultan Hamengkubuwono III, terlahir di
lingkungan Keraton tidak membuat Pangeran Diponegoro hidup sebagai orang yang manja
dan terbuai dengan kekuasaan duniawi.Di bawah asuhan dari Neneknya Ratu Kedaton beliau
belajar ilmu agama serta hidup sederhana di sebuah desa terpencil, jauh dari hingar-bingar
Keraton Jogjakarta.Bergaul dengan rakyat jelata, membuat beliau belajar hidup dan
memahami setiap keluhan dan permasalahan yang dialami rakyat jelata secara
mandiri.Pangeran Diponegoro pun senantiasa menghormati para pemuka agama dan selalu
berhasrat untuk mendalami ilmu agama. Akan tetapi hidup di bawah tekanan penjajah
Belanda tidak langsung mudah.Pajak yang tinggi, serta perubahan secara besar-besaran
tatanan adat Jawa, membuat rakyat semakin menderita. Ditambah dengan kekalahan Inggris
dan peralihan jajahannya kepada Belanda, membuat rakyat Jawa khususnya semakin
menderita akibat kerja rodi yang dijalankan untuk membayar semua biaya perang
Belanda.Hal inilah yang menjadikan Pangeran Diponegoro tidak bisa diam berpangku tangan,
Beliau kumpulkan para pemuka agama juga pangeran-pangeran keraton yang memiliki tujuan
yang sama, yaitu mengusir Belanda dan mengembalikan tatanan jawa.Saat sudah diketahui
gerak geriknya, Belanda bergerak cepat dengan mengirimkan pasukannya, untuk menangkap
pasukan Pangeran Diponegoro.Kemudian terjadilah pertempuran pertama, pasukan pasukan
Pangeran Diponegoro mampu memutar balikkan keadaan, dan berhasil kabur ke Gua
Selarong karena tersesak.Pasukan Belanda memang tidak dapat menangkap Pangeran
Diponegoro, namun berhasil menghancurkan desa dengan membakarnya.Gua Selarong, 23
Juli 1825

Pangeran Diponegoro dan pasukan yang ikut berjuang, mengatur strategi malawan Belanda,
“kemarin kita sudah diserang, adat jawa sudah direndahkan, apakah kita tetap berpangku
tangan setelah melihat itu semua?” kira-kira itu yang disampaikan oleh Pangeran dalam
menyemangati para pejuang.
JENDRAL SOEDIRMAN

Sejarah singkat Sang Jenderal

Jenderal Besar Sudirman merupakan pahlawan yang


pernah untuk merebut kemerdekaan Republik Indonesia
dari tangan pejajahan. Saat usianya masih yang masih
relatif muda yaitu saat berumur 31 tahun sudah menjadi
seorang jenderal. Walaupun menderita sakit paru-paru
yang parah, ia tetap bergerilya melawan Belanda.

Sudirman merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini. Pribadinya teguh
pada prinsip dan keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan
bangsa di atas kepentingan pribadinya. Ia selalu konsisten dan konsekuen dalam membela
kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. Hal ini boleh dilihat ketika Agresi Militer II
Belanda. Ia yang dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad ikut terjun bergerilya
walaupun harus ditandu. Dalam keadaan sakit, ia memimpin dan memberi semangat pada
prajuritnya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya kenapa ia
disebutkan merupakan salah satu tokoh besar yang dilahirkan oleh revolusi negeri ini.
Kepribadian Sang Jenderal Besar
Berprinsip.
" … perjuangan kita harus didasarkan pada kesucian," demikian yang disampaikan Pak
Dirman dalam pidato pelantikan beliau menjadi Panglima Besar. Prinsip yang mencerminkan
sikap jujur, adil, dan dapat dipercaya tersebut beliau pegang teguh dalam setiap tindakan
yang beliau ambil. Misalnya saja, setelah menandatangani persetujuan gencatan senjata
dengan Belanda, Jendral Sudirman menghormati semua aspek yang telah disetujui kedua
belah pihak, walaupun perjanjian tersebut ternyata banyak merugikan negara Indonesia.
Dengan prinsipnya tersebut, beliau juga menenangkan pasukannya untuk mengambil sikap
bijaksana. Ternyata, pihak musuhlah yang lebih dulu melanggar gencatan senjata yang telah
disepakati, dengan melaksanakan Agresi II.
Mencintai rakyat.
Kecintaan Pak Dirman pada Rakyat telah terbentuk jauh sebelum beliau menjadi pemimpin
bangsa. Dengan pengetahuan, tenaga, kemampuan yang dimiliki, Soedirman muda yang
waktu itu sudah menjadi tokoh masyarakat setempat berupaya membantu rakyat tidak hanya
dalam bidang pendidikan (mengajar di sekolah rakyat), tapi juga dalam hal kepemimpinan
(melalui organisasi pandu yang beliau pimpin), dan ekonomi (melalui kegiatan koperasi yang
beliau rintis). Kecintaan pada rakyat terus berlanjut ketika beliau memasuki masa dinas
ketentaraan. Jendral Soedirman sadar bahwa rakyat pada awal berdirinya Republik Indonesia
banyak mengalami tekanan baik secara ekonomi, politik, maupun sosial. Beliau juga paham
bahwa Tentara Republik Indonesia tidak bisa berjuang sendirian untuk membangun bangsa.
Untuk itu Pak Dirman dan pasukan berjuang untuk dan bersama rakyat. Perjuangan rakyat
yang pada awalnya cenderung terkotak-kotak berdasarkan idealisme dan kedaerahan
dihimbau untuk bersatu melawan musuh yang ingin kembali bertakhta, sambil berupaya terus
membangun bangsa walaupun dengan sarana yang terbatas.
RA. KARTINI

Gelar itu sendiri (Raden Ajeng) dipergunakan oleh Kartini


sebelum ia menikah, jika sudah menikah maka gelar
kebangsawanan yang dipergunakan adalah R.A (Raden Ayu)
menurut tradisi Jawa.Ayahnya bernama R.M. Sosroningrat,
putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV, seorang
bangsawan yang menjabat sebagai bupati jepara. Beliau ini
merupakan kakek

dari R.A Kartini. Ayahnya R.M. Sosroningrat merupakan orang yang terpandang sebab
posisinya kala itu sebagai bupati JeparaIbu kartini yang bernama M.A. Ngasirah, beliau ini
merupakan anak seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Kota Jepara. Menurut sejarah,
Kartini merupakan keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono VI. Bahkan ada yang
mengatakan bahwa garis keturunan ayahnya berasal dari kerajaan Majapahit.M.A. Ngasirah
sendiri bukan keturunan bangsawan, melainkan hanya rakyat biasa saja. Oleh karena itu
peraturan kolonial Belanda ketika itu mengharuskan seorang Bupati harus menikah dengan
bangsawan juga.Hingga akhirnya ayah Kartini kemudian mempersunting seorang wanita
bernama Raden Adjeng Woerjan yang merupakan seorang bangsawan keturunan langsung
dari Raja Madura ketika itu.Dalam Biografi R.A Kartini, diketahui ia memiliki saudara
berjumlah 10 orang yang terdiri dari saudara kandung dan saudara tiri.Beliau sendiri
merupakan anak kelima, namun ia merupakan anak perempuan tertua dari 11 bersaudara.
Sebagai seorang bangsawan, R.A Kartini juga berhak memperoleh pendidikan.Pendidikan
R.A KartiniMengenai riwayat pendidikan RA Kartini, Ayahnya menyekolahkan anaknya di
ELS (Europese Lagere School). Disinilah ia kemudian belajar Bahasa Belanda dan
bersekolah disana hingga ia berusia 12 tahun. Sebab ketika itu menurut kebiasaan ketika itu,
anak perempuan harus tinggal dirumah untuk ‘dipingit’.Pemikiran-Pemikiran R.A Kartini
Tentang Emansipasi WanitaMeskipun berada di rumah, R.A Kartini aktif dalam melakukan
korespondensi atau surat-menyurat dengan temannya yang berada di Belanda. Sebab beliau
juga fasih dalam berbahasa Belanda.Dari sinilah kemudian, Kartini mulai tertarik dengan
pola pikir perempuan Eropa yang ia baca dari surat kabar, majalah serta buku-buku yang ia
baca.Hingga kemudian ia mulai berpikir untuk berusaha memajukan perempuan pribumi.
Dalam pikirannya kedudukan wanita pribumi masih tertinggal jauh atau memiliki status
sosial yang cukup rendah kala itu.R.A Kartini banyak membaca surat kabar atau majalah-
majalah kebudayaan eropa yang menjadi langganannya yang berbahasa belanda.

Di usiannya yang ke 20, ia bahkan banyak membaca buku-buku karya Louis Coperus yang
berjudul De Stille Kraacht, karya Van Eeden, Augusta de Witt.

Ia juga membaca berbagai roman-roman beraliran feminis yang kesemuanya berbahasa


belanda. Selain itu ia juga membaca buku karya Multatuli yang berjudul Max Havelaar dan
Surat-Surat Cinta.
PATTIMURA

Pattimura Menurut Para Sejarawan

M. Sapija yang menulis buku mengenai Sejarah Perjuangan Pattimura


(1954), mengatakan bahwa Pattimura lahir di daerah bernama Hualoy,
Seram Selatan, ia menulis :…Bahwa pahlawan Pattimura tergolong
turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau
yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali
Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahualu.
Sahualu bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak
dalam sebuah teluk di Seram Selatan – M. Sapija (1954).

Kemudian sejarawan Prof. Mansyur Suryanegara punya pendapat lain dalam bukunya yang
berjudul Api Sejarah (2009) mengatakan bahwa nama asli Pattimura adalah Ahmad Lussy
atau dalam bahasa Maluku disebut sebagai Mat Lussy yang lahir di Hualoy, Seram
Selatan.Pattimura menurut Mansyur adalah seorang bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau,
yang ketika itu diperintah oleh Sultan Abdurrahman yang dikenal pula dengan nama Sultan
Kasimillah.Dalam bahasa Maluku disebutDari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M
Sapija, gelar Kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal menurut Sejarawan Prof. Mansyur
Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa
(makhluk agamis).Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal
pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu,
tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.Jiwa mereka
bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang.
Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci.Bila ia
melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah
pemimpin yang dianggap memiliki kharisma.Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-
temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara
genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya
sebutan “kapitan” yang melekat pada diri Pattimura itu bermula menurut Prof. Mansyur
Suryanegara.Perjuangan Pattimura Melawan BelandaSebelum melakukan perlawanan
terhadap VOC, Pattimura pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer
Inggris. Kata “Maluku” berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah
Raja-Raja. mengingat pada masa itu banyaknya kerajaanSebab Perang Pattimura (Perang
Maluku)Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda
dan kemudian Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente),
pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten).Belanda juga mengabaikan
Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di
Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur.Dan dalam
perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir
di Maluku. Maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk
memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer.Akan
tetapi dalam pratiknya pemindahan dinas militer ini dipaksakan Kedatangan kembali kolonial
KI HAJI DEWANTARA
Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei
1889 dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ki
Hajar Dewantara dibesarkan di lingkungan keluarga kraton
Yogyakarta. Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan
Tahun Caka, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berganti
nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, Ki
Hadjar Dewantara tidak lagi menggunakan gelar
kebangsawanan di depan namanya.Hal ini dimaksudkan supaya
Ki Hadjar Dewantara dapat bebas dekat dengan rakyat, baik
secara fisik

maupun hatinya. Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar
Belanda) dan kemudian melanjutkan sekolahnya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera)
tapi lantaran sakit, sekolahnya tersebut tidak bisa dia selesaikan.Wartawan yang HandalKi
Hadjar Dewantara kemudian bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain
Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan
Poesara. Pada masanya, Ki Hadjar Dewantara dikenal penulis handal. Tulisan-tulisannya
sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat
antikolonial bagi pembacanya.Selain bekerja sebagai seorang wartawan muda, Ki Hadjar
Dewantara juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, Ki
Hadjar Dewantara aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan
menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan
dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr.
Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo yang nantinya akan dikenal
sebagai Tiga Serangkai, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Indische Partij (partai politik
pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang
bertujuan mencapai Indonesia merdeka.Sangat Kritis Terhadap BelandaMereka berusaha
mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial
Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menolak
pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913 karena organisasi ini dianggap dapat
membangkitkan rasa nasionalism dan kesatuan rakyat untuk menentang pemerintah kolonial
Belanda.Semangatnya tidak berhenti sampai sini. Pada bulan November 1913, Ki Hadjar
Dewantara membentuk Komite Bumipoetra yang bertujuan untuk melancarkan kritik
terhadap Pemerintah Belanda. Salah satunya adalah dengan menerbitkan tulisan berjudul Als
Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook
Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga) di mana kedua tulisan
tersebut menjadi tulisan terkenal hingga saat ini. Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda
dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker.
RADEN DEWI SARTIKA
Raden Dewi Sartika adalah seorang tokoh wanita pelopor
pendidikan yang ada di Indonesia. Ia berjuang keras dalam
mewujudkan pendidikan yang layak bagi kaum wanita pada
saat itu, yang di mana pada saat itu wanita masih belum
mendapatkan pendidikan yang layak sehingga menyebabkan
kaum wanita pada saat itu sering dipandang remeh oleh kaum
laki-laki yang berpendidikan tinggi.

Dewi Sartika lahir pada tanggal 4 Desember di Bandung, Jawa Barat. Orang tuanya berasal
dari priyayi Sunda, yang bernama Raden Somanagara dan Raden Ayu Rajapermas. Ayahnya
merupakan pejuang kemerdekaan pada masa itu. Kedua orang tuanya bersikeras untuk
menyekolahkannya Sartika di Sekolah Belanda walaupun hal tersebut bertentangan dengan
budaya adat pada waktu itu.
Saat menjadi patih di Bandung, Raden Somanagara menentang Pemerintah Hindia-Belanda,
yang menyebabkan istrinya dibuang di Ternate. Dewi diasuh oleh pamannya yang merupakan
kakak dari ibunya, yang bernama Arya yang pada saat itu menjabat sebagai Patih di
Cicalengka. Ia diasuh oleh pamannya lantaran ayahnya meninggal dunia dan juga ibunya
yang telah diasingkan ke Ternate.
Dewi Sartika mendapatkan pengetahuan mengenai kebudayaan Sunda dari pamannya. Ia juga
berwawasan kebudayaan Barat yang didapatkannya dari seorang nyonya Asisten Residen
berkebangsaan Belanda. Ia menunjukkan potensinya dalam dunia pendidikan saat masih
kecil. Hal tersebut didukung oleh kegemarannya yang sering memperagakan praktik yang ia
terima di sekolah, belajar membaca-menulis, dan bahasa Belanda, yang ia ajarkan kepada
anak-anak pembantu di kepatihan, ia melakukannya sambil bermain di belakang gedung
kepatihan. Sederhana saja, alat yang ia gunakan adalah papan bilik kandang kereta, arang,
dan pecahan genting yang dijadikannya sebagai alat bantu belajar.
Anak-anak pembantu yang ada di Kepatihan mampu untuk membaca, menulis beberapa kata
dalam bahasa Belanda yang membuat masyarakat di Cicalengka gempar. Masyarakat di sana
kaget karena pada waktu itu belum ada anak (anak rakyat jelata) yang mempunyai
kemampuan seperti itu. Mereka memiliki kemampuan tersebut karena diajari oleh Dewi
Sartika.
Saat remaja, Dewi Sartika kembali ke Bandung dan tinggal bersama ibunya. Ia semakin yakin
untuk mewujudkan cita-citanya selama ini, yaitu mendirikan sebuah sekolah yang bertujuan
untuk memajukan pendidikan untuk kaum wanita. Cita-citanya tersebut sejalan dengan cita-
cita yang dimiliki oleh pamannya. Namun cita-citanya tersebut sulit untuk diwujudkan karena
hukum adat pada saat itu yang mengekang kaum wanita untuk berpendidikan.
Kegigihan dalam berusaha tidak akan pernah menghianati, hasilnya Dewi Sartika berhasil
mendidirikan sebuah sekolah yang dikhususkan untuk kaum wanita. Materi yang ia ajarkan
masih sedikit hanya meliputi: merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis, yang
bertujuan untuk membuat wanita mempunyai keterampilan.
Pada tanggal 16 Januari 1904, setelah berkonsultasi dengan Bupati R.A.A Martanagara, Dewi
Sartika membuka sebuah sekolah yang bernama Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama
yang ada di Hindia-Belanda. Sakolah Istri yang bertempat di ruangan pendopo kabupaten
Bandung, ia dibantu oleh dua saudara sepupunya, yaitu Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid dalam
mengajar. Murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang.
Dr. Cipto Mangunkusumo
Mangunkusumo berhasil menyekolahkan anak-anaknya pada
jenjang yang tinggi. Ketika menempuh pendidikan di STOVIA,
Cipto dinilai sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam, dan
rajin. Para guru menjuluki Cipto sebagai “een begaald
leerling” atau murid yang berbakat. Cipto juga dengan tegas
memperlihatkan sikapnya. Ia membuat tulisan-tulisan pedas
mengkritik Belanda di harian De locomotive dan Bataviaasch
Nieuwsblad sejak tahun 1907. Setelah lulus dari STOVIA,
beliau bekerja sebagai dokter pemerintah kolonial Belanda
yang ditugaskan di Demak. Sikapnya yang tetap kritis melalui
berbagai tulisan membuatnya kehilangan pekerjaan.

Cipto menyambut baik kehadiran Budi Utomo sebagai bentuk kesadaran pribumi akan
dirinya. Namun, Cipto menginginkan Budi Utomo sebagai organisasi politik yang harus
bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Hal ini menimbulkan
perbedaan antara dirinya dan pengurus BU lainnya. Cipto lalu mengundurkan diri dan
membuka praktek dokter di Solo, ia pun mendirikan R.A. Kartini Klub yang bertujuan
memperbaiki nasib rakyat.Ia kemudian bertemu Douwes Dekker dan bersama Suwardi
Suryaningrat mereka mendirikan Indische Partij pada tahun 1912. Cipto selanjutnya pindah
ke Bandung dan aktif menulis di harian De Express. Menjelang perayaan 100
tahun kemerdekaan Belanda dan Perancis, Cipto Mangunkusumo dan Suwardi mendirikan
Komite Bumiputera sebagai reaksi atas rencana Belanda merayakannya di Indonesia.Aksi
Komite Bumi Putera mencapai puncaknya pada 19 Juli 1913, ketika harian De Express
menerbitkan artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul “Ais ik Nederlands Was” (Andaikan
Saya Seorang Belanda). Cipto kemudian menulis artikel yang mendukung Suwardi keesokan
harinya. Akibatnya, 30 Juli 1913 Cipto Mangunkusumo dan Suwardi dipenjara. Melihat
kedua rekannya dipenjara, Douwes Dekker menulis artikel di De Express yang menyatakan
bahwa keduanya adalah pahlawan. Pada 18 Agustus 1913, Cipto Mangunkusumo bersama
Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker dibuang ke Belanda.Selama di Belanda, kehadiran
mereka membawa perubahan besar terhadap Indische Vereeniging, sebuah organisasi
mahasiswa Indonesia di Belanda yang semula bersifat social menjadi lebih politis. Konsep
Hindia bebas dari Belanda dan pembentukan sebuah negara Hindia yang diperintah rakyatnya
sendiri mulai dicanangkan oleh Indische Vereeniging. Oleh karena alasan kesehatan, pada
tahun 1914 Cipto Mangunkusumo diperbolehkan pulang kembali ke Jawa dan sejak saat itu
dia bergabung dengan Insulinde. Pada 9 Juni 1919 Insulinde mengubah nama menjadi
Nationaal-Indische Partij (NIP).Pada tahun 1918, Pemerintah Hindia Belanda membentuk
Volksraad (Dewan Rakyat). Cipto Mangunkusumo terpilih sebagai salah satu anggota oleh
gubernur jenderal Hindia Belanda mewakili tokoh yang kritis. Sebagai anggota Volksraad,
sikap Cipto Mangunkusumo tidak berubah. Melihat kenyataan itu, Pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1920 mengusir Cipto Mangunkusumo ke luar Jawa. Cipto kemudian
dibuang lagi ke Bandung dan dikenakan tahanan kota. Selama tinggal di Bandung, Cipto
Mangunkusumo kembali membuka praktek dokter dengan bersepeda ke kampung-kampung.
Di Bandung pula Cipto Mangunkusumo bertemu dengan kaum nasionalis yang lebih muda,
seperti Sukarno yang pada tahun 1923 membentuk Algemeene Studie Club. Pada tahun 1927
Algemeene Studie Club diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Meskipun Cipto
tidak menjadi anggota resmi dalam Algemeene Studie Club dan PNI, Cipto tetap diakui
sebagai penyumbang pemikiran bagi generasi muda, termasuk oleh Sukarno.
PANGERAN ANTA SARI

Perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda dimulai saat Belanda


mengangkat Sultan Tamjid sebagai Sultan Banjar. Peristiwa itu terjadi
pada tahun 1859. Padahal, yang seharusnya naik tahta adalah Pangeran
Hidayat. Sultan Tamid tidak disukai oleh rakyat karena ia terlalu
memihak kepada Belanda. Rakyat juga merasa Belanda terlalu jauh
ikut mengatur kepemimpinan di Kesultanan Banjar. Belanda semakin
gencar melalakukan siasat adu domba terhadap golongan-golongan
yang ada dalam istana. Akibatnnya, banyak golongan yang terpecah
belah dan bermusuhan.

Pangeran Antasari merasa prihatin dengan keadaan yang terjadi di Kesultanan Banjar. Ia pun
berusaha untuk membela hak Pangeran Hidayat. Ia bersekutu dengan kepala-kepala daerah
Hulu Sungai, Martapura, Barito, Pleihari, Kahayan, Kapuas dan lain-lain. Usaha Pangeran
Antasari untuk melakukan penyerangan terhadap Belanda juga didukung oleh semua rakyat
Banjar.

Pada 18 April 1859, Pangeran Antasari memimpin perang pertamanya melawan Belanda
dengan menyerang tambang batu bara di Pengaron. Perang ini kemudian dikenal dengan
nama Perang Banjar. Selain itu, Pangeran Antasari juga berhasil menyerang dan menguasai
kedudukan Belanda di Gunung Jabuk. Bersama pasukannya, ia juga berhasil menengelamkan
Kapal Onrust. Bahkan Letnan Van der Velde dan Letnan Bangert sebagai pemimpin dalam
kapal tersebut juga ikut tenggelam.

Pangeran Antasari berhasil mengerahkan dan mengobarkan semangat rakyat sehingga


Belanda merasa kewalahan. Karena hebatnya perlawanan pasukan Pangeran Antasari.
Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk berdamai. Akan tetapi, semua rayuan itu
ditolaknya. Pangeran Antasari tidak mau berkompromi dengan Belanda sedikitpun.

Pada tahun 1861, Belanda berhasil menangkap Pangeran Hidayat. Beliau lalu dibuang ke
Cianjur, Jawa Barat. Walaupun demikian, Pangeran Antasari tetap melanjutkan
perjuangannya. Ia mengambil alih pimpinan utama. Bahkan saat memasuki usia tua.
Pangeran Antasari tetap melanjutkan perjuangannya dengan berperang di wilayah
Kalimantan Selatan dan Tengah.

Sayangnya pada tahun 1862 terjadi wabah penyakit cacar di daerah Banjar. Padahal,
Pangeran Antasari dan pasukannya sedang menyiapkan serangan besar-besaran terhadap
Belanda. Wabah penyakit cacar ini menyerang dan melemahkan pasukan Banjar termasuk
Pangeran Antasari, pemimpinnya. Akhirnya, pada 11 Oktober 1862 beliau wafat. Makam
beliau sekarang berada di Taman Makam Perang Banjar, Banjarmasin Utara.
Sultan Hasanuddin

Dibawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, kerajaan Gowa mencapai puncak kejayaannya.


Beliau merupakan putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan
Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili VOC sedang
berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah.Dalam Biografi Sultan Hasanuddin, VOC
Belanda sedang berusahan melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah melihat Sultan
Hasanuddin dan kerajaan Gowa sebagai penghalang mereka. Orang Makassar dapat dengan
leluasa ke Maluku untuk membeli rempah-rempah. Hal inilah yang menyebabkan Belanda
tidak suka.Sejak pemerintahan Sultan Alauddin hingga Sultan Hasanuddin, Kerajaaan Gowa
tetap berpendirian sama, menolak keras monopoli perdagangan yang dilakukan oleh VOC
Belanda. Saat itu Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang
menguasai jalur perdagangan.Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis
Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil
menundukkan Gowa yang dikenal memiliki armada laut yang tangguh. dan juga pertahanan
yang kuat melalui benteng Somba Opu.Tak ada cara lain yang dapat ditempuh oleh Belanda
selain menghancurkan kerajaan Gowa yang dianggap mengganggu mereka. Di lain pihak,
setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-
kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni Belanda. Peperangan
antara VOC dan Kerajaan Gowa (Sultan Hasanuddin) dimulai pada tahun 1660.Sejarah
Sultan Hasanuddin dan Arung PalakkaSaat itu Belanda dibantu oleh Kerajaan Bone dibawah
pimpinan Arung Palakka yang merupakan kerajaan taklukan dari Kerajaan Gowa. Namun
armada kerajaan Gowa yang masih sangat kuat membuat Kerajaan Gowa tidak dapat
ditaklukkan.Pada peperangan tersebut, Panglima Bone, Tobala akhirnya tewas tetapi Arung
Palakka berhasil meloloskan diri bahkan kerajaan Gowa mencarinya hingga ke Buton. Perang
tersebut berakhir dengan perdamaian. Berbagai peperangan kemudian perdamaian
dilakukan.Akan tetapi, perjanjian damai tersebut tidak berlangsung lama karena Sultan
Hasanuddin yang merasa dirugikan kemudian menyerang dan merompak dua kapal Belanda ,
yaitu de Walvis dan Leeuwin. Belanda pun marah besar.Arung Palakka yang dari tahun 1663
berlayar dan menetap di Batavia menghindari kejaran kerajaan Gowa kemudian membantu
VOC dalam mengalahkan kerajaaan Gowa yang ketika itu dipimpin oleh Sang Ayam Jantan
dari Timur, Sultan HasanuddinVOC Belanda mengirimkan armada perangnya yang besar
yang dipimpin oleh Cornelis Speelman. Ia dibantu oleh Kapiten Jonker dan pasukan
bersenjatanya dari Maluku serta Arung Palakka, penguasa Kerajaan Bone yang ketika itu
mengirimkan 400 orang sehingga total pasukan berjumlah 1000 orang yang diangkut 21
kapal perang bertolak dari Batavia menuju kerajaan Gowa pada bulan November 1966.
UNTUNG SUROPATI

Dikisahkan Ratnawati Anhar dalam Untung Surapati (2012),


Moor mendapatkan bocah itu dari rekannya sesama perwira
kompeni, Kapten van Baber. Sejak usia 7 tahun, Untung
mengabdi kepada keluarga van Baber setelah ditebus dari
seorang penjual budak belian di Makassar (hlm. 18). Sekitar 3
tahun kemudian, Untung terpaksa dijual kepada Moor karena
van Baber harus sering berpindah-pindah tempat dinas. Untung
pun diboyong Moor ke kediamannya di Batavia. Tugasnya
adalah melayani putri kesayangan keluarga Belanda itu,
Suzanne, serta membersihkan seisi rumah sekaligus sebagai
tukang kebun.

Untung kerap terkagum-kagum setiap kali memandang kegagahan sang majikan dengan
seragam militernya. Ia kini punya cita-cita: menjadi seorang tentara seperti Tuan Moor.
Mimpi tersebut nantinya terwujud. Ia menjelma sebagai sosok prajurit pemberani. Si kecil
pembawa nasib mujur itu kelak tersohor dengan nama Untung Surapati dan termasuk salah
satu orang yang paling merepotkan VOC.
Menikahi Anak MajikanAnak lelaki yang oleh Moor diberi nama Untung itu ternyata
berasal dari Bali. Ia lahir pada 1660 dengan nama Surawiroaji. Ada yang menyebut
Surawiroaji berasal dari kalangan rakyat biasa. Namun, ada pula yang meyakininya masih
memiliki darah bangsawan, bahkan keturunan raja-raja. Tapi yang jelas, Surawiroaji melalui
masa kecilnya sebagai budak belian. Waktu itu memang masih ada perdagangan manusia di
Nusantara. Budak-budak diperjualbelikan untuk dipekerjakan di kebun, dijadikan pendayung
kapal, dan sebagainya.
Hingga akhirnya, pada 1670, Moor mendapatkan Surawiroaji, yang kemudian dipanggilnya
Untung, dan dibawanya pulang ke Batavia. Saban hari, Untung selalu melayani Suzanne,
putri terkasih Tuan Moor, selain mengerjakan tugas-tugas lain.
Tumbuh besar bersama, meskipun berbeda “kasta”, Suzanne dan Untung saling jatuh cinta.
Keduanya lantas menikah secara rahasia. Dikutip dari Betawi Queen of the East(2004) karya
Alwi Shahab, Tuan Moor yang akhirnya tahu pun murka. Moor, yang saat itu sudah menjadi
tokoh terhormat di pemerintahan, menginstruksikan aparat kolonial untuk menangkap Untung
(hlm. 111).
Untung segera dibekuk dan dipenjara di Stadhuis (kini gedung Museum Sejarah Jakarta).
Selama dibui, pemuda ini sering disiksa karena kelakuannya yang dianggap tak patut lantaran
berani-beraninya mencintai, apalagi menikahi, seorang putri pejabat tinggi, orang Belanda
pula.
Doker soetomo

Sutomo atau lebih dikenal dengan sebutan Bung Tomo atau


Pak Tom,beliau lahir pada 30 Juli 1888 di Desa
Ngepah,Kabupaten Nganjuk,Jawa Timur.Ia terlahir dengan
nama Soebroto.Soebroto adalah anak dari Raden Suwaji
seorang bangsawan yang menjabat sebagai wedana atau camat
di Maospati,Madiun.

 Masa Kecil SutomoSejak kecil Soebroto telah diasuh oleh kakek dan
neneknya.Kakeknya yang bernama Raden Ngabehi Singowijoyo sangat sayang
kepadanya begitu pula dengan neneknya.Meskipun begitu,Soebroto tidak terlalu
memanjakan dirinya kepada kakek dan neneknya.Saat usia kecil Soebroto memiliki
sifat yang baik dan sopan kepada masyarakat terutama kepada orang tuanya.Pada usia
yang menginjak masa anak-anak Soebroto dititipkan kepada pamannya yang bernama
Arjodipuro di Bangil.Ditempat ini Soebroto didaftarkan sekolah oleh pamannya di
sekolah dasar Belanda,yaitu Europeesche Lagere School (ELS).Namun pada saat itu
Soebroto tidak diterima di sekolah.Pada keesokan harinya pamannya kembali
membawa Soebroto untuk menemui kepala sekolah untuk menyampaikan
keinginannya yaitu untuk memasukkan keponakannya tersebut namun dengan nama
Sutomo.Dengan nama tersebut Soebroto berhasil diterima di Europeesche Lagere
School (ELS).Sejak saat itu pula(1896),Soebroto berganti nama menjadi Sutomo yang
sekarang dikenal sebagai pahlawan nasional.Sutomo dan orang tuanya pun tidak
keberatan dengan nama itu.Disekolah,Sutomo termasuk siswa yang pandai sehingga
disegani oleh temannya baik anak Indonesia maupun anak-anak Belanda.Bahkan
guru-guru Belanda juga sayang kepadanya.Selain pintar di pelajaran akademik,beliau
juga gemar berolahraga.

 Masa Muda Sutomo Setelah menyelesaikan pelajarannya di sekolah dasar,Sutomo


bermaksud untuk melanjutkan sekolah dokter di Jakarta(STOVIA).Keinginan Sutomo
pun mendapat dukungan penuh oleh orangtuanya.Saat usia 15 tahun,pada 10 Januari
1903, Sutomo dengan 13 teman lainnya yang berasal dari berbagai daerah di
Indonesia mendaftarkan dirinya di STOVIA.Di antara teman dekatnya terdapat nama
Gunawan Mangunkusumo,Gumbreg,Soeradji,Mohammad
Saleh dan M.Sulaiman.Saat menuntut ilmu di STOVIA ,Sutomo mendapatkan cobaan
yang berat,pada 28 juli 1907 ia mendapat telegram yang memberitakan bahwa
ayahnya meninggal dunia.Kejadian ini membawa perubahan yang besar pada sikap
dan pemikiran di kemudian hari,sehingga Sutomo bertemu dengan dr Wahidin
Sudirohusodo.Beliau seorang pensiunan dokter yang memiliki cita-cita untuk
mendirikan suatu badan yang menyelenggarakan dana pendidikan bagi anak-anak
yang tidak mampu.

 Bertemunya Sutomo dengan Tokoh Pergerakan Nasional Pada tahun 1907,dr


Wahidin pergi ke Banten.Dalam perjalanannya beliau sempat singgah dan menemui
siswa-siswa STOVIA di Jakarta.Di tempat ini ia bertemu dengan Sutomo,lalu beliau
mesnceritakan cita-cita yang mulia itu.Bagi Sutomo pribadi pertemuannya ini
membawa pengaruh yang sangat besar terhadap sikap ,pemikirannyadan
memantapkan cita-citanya untuk membela rakyat kecil.

Anda mungkin juga menyukai