10 PAHLAWAN NASIONAL
INDONESIA
Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir
di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama
Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau
mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur,
Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu,
sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto
mempunyai anak Kartika.
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I, ejaan nama Soekarno diganti olehnya
sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah. Ia tetap
menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda
tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah.
Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
WAGE RUDOLF SUPRATMAN
Beberapa waktu lamanya ia bekerja pada sebuah perusahaan dagang. Dari Ujungpandang,
ia pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan. Pekerjaan itu tetap dilakukannya sewaktu
sudah tinggal di Jakarta. Dalam pada itu ia mulai tertarik kepada pergerakan nasional dan banyak
bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan. Rasa tidak senang terhadap penjajahan Belanda mulai
tumbuh dan akhirnya dituangkan dalam buku Perawan Desa. Buku itu disita dan dilarang beredar
oleh pemerintah Belanda.
Soepratman dipindahkan ke kota Singkang. Di situ tidak lama lalu minta berhenti dan
pulang ke Makassar lagi. Roekijem, sendiri sangat gemar akan sandiwara dan musik. Banyak
karangannya yang dipertunjukkan di mes militer. Selain itu Roekijem juga senang bermain biola,
kegemarannya ini yang membuat Soepratman juga senang main musik dan membaca-baca buku
musik
Ki Hajar Dewantara adalah tokoh nasional pendidikan. Ia terlahir dengan nama Raden
Mas Soewardi Soerjaningrat yang kemudian kita kenal sebagai Ki Hadjar Dewantara. Beliau
sendiri lahir di Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Mei 1889, Hari kelahirannya kemudian
diperingati setiap tahun oleh Bangsa Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Beliau sendiri
terlahir dari keluarga Bangsawan, ia merupakan anak dari GPH Soerjaningrat, yang merupakan
cucu dari Pakualam III. Terlahir sebagai bangsawan maka beliau berhak memperoleh pendidikan
untuk para kaum bangsawan.
Ia yakin suatu saat, pasti Indonesia akan sampai pada titik puncak keemasan. Seperti
peradaban-peradaban sebelumnya nusantara. Imajinasi itu dibangun. Dibubuhkan dalam sajak,
tulisan, dan teks-teks lain dengan apik. Memang sejak muda, Yamin sudah gemar menulis.
Sebuah keunggulan tokoh nasional zaman dulu, mereka menggoreskan penanya, disamping
mengelola birokrasi dan aktivismenya.
Maka tak heran, karya-karya bercita-rasa seni tingkat tinggi ditorehkannya. Karya-karya
dipahatnya seperti : ‘Kalau Dewa Tara Sudah Berkata’ (1932), ‘Ken Arok dan Ken Dedes’
(1934), ‘Gadjah Mada’ (1948), ‘Sapta Dharma’ (1948), dst. Dari sekian banyak buku-bukunya,
termasuk buku serius membahas tentang teori hukum, umpamanya ‘Proklamasi dan Konstitusi
Indonesia’ dan ‘Konstituante Indonesia dalam Gelanggang Demokrasi’, tak jarang diwarnai
ornamen kata-kata sastra di sudut-sudut kalimatnya. Dengan demikian, ia sebenarnya layak
disebut sebagai pujangga hukum.
JENDERAL SUDIRMAN
Jenderal Sudirman. Siapa yang tidak kenal beliau. Jenderal Sudirman adalah Panglima
Besar TNI yang pertama dan juga Pahlawan Nasional. Sudirman lahir di Bodas Karangjati,
Rembang, Purbalingga, 24 Januari 1916 dari psangan suami istri Karsid Kartowirodji dan
Siyem. Sejak masih bayi Sudirman sudah diadopsi oleh pamannya, Cokrosunaryo, Asisten
Wedana (Camat) Bodas Karangjati. Masa kanak-kanak dan masa remajanya dihabiskan di
Cilacap.
Sudirman mengikuti latihan Peta Angkatan ke dua di Bogor. Setelah selesai, ia diangkat
menjadi Daidanco (Komandan Batalyon) di Kroya, daerah Banyumas. Tiap-tiap kesatuan Peta
dipimpin oleh perwira Indonesia. Sedangkan orang Jepang yang ada dalam kesatuan itu hanya
bertindak sebagai pelatih. Hubungan antara Sudirman dengan pelatih tersebut, tidak selamanya
berjalan baik. Seringkali mereka bertindak diluar batas dan Sudirman pun pasti melancarkan
protes atas tindakan tersebut. Karena itu ia dicurigai dan dianggap sebagai orang yang
berbahaya.
Pada tangal 29 Januari 1950, Sudirman meninggal dunia di Magelang, Jawa Tengah,
karena sakit yang dideritanya. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara
di Semaki, Yogyakarta. Pada tahun 1997, Jenderal Sudirman mendapat gelar sebagai Jenderal
Besar Anumerta dengan pangkat bintang lima. Pada tanggal 10 Desember 1964, ia juga
ditetapkan juga Pahlawan Nasional Indonesia
SUTAN SYAHRIR
Sutan Syahrir lahir pada tanggal 5 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatra Barat. Tahun
1926 Sutan Syahrir masuk sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung yang pada waktu itu adalah
sekolah termahal di Indonesia dan di sekolah itu Ia bergabung dalam Himpunan Teater
Mahasiswa Indonesia.
Di himpunan itu ia pernah menjadi Penulis Sekenario, Sutradara dan menjadi Aktor.
Hasil dari Teater tersebut Ia pakai untuk membiayai sekolah yang Ia didirikan untuk rakyat yang
kurang mampu.
Sutan Syahrir pernah bersekolah ke negeri Belanda di Fakultas Hukum, Universitas Amsterdam
untuk lebih belajar sosialisme.
Demi mengenal dunia proletar dan organisasi pergerakannya, Sutan Syahrir pun bekerja pada
Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Internasional.
Ia juga aktif dalam Perhimpunan Indonesia yang ketika itu di pimpin Mohammad Hatta. Juni
1932 Sutan Syahrir menjadi ketua PNI Baru dan pada bulan Agustus 1932 Sutan Syahrir di bantu
Mohammad Hatta dalam memimpin PNI Baru.
Karena takut akan potensi Revolusioner PNI Baru, pada bulan Februari 1934 Belanda
menangkap, memenjarakan dan membuang Mohammad Hatta, Sutan Syahrir dan beberapa
pemimpin PNI Baru ke Boven-Digoel Irian Jaya dan dipindah ke Bandaneira (Pulau Banda).
Pada masa pendudukan Jepang Sutan Syahrir menyiapkan gerakan bawah tanah untuk merebut
kekuasaan dari tangan Jepang dan mendesak Ir.Soekarno dan Mohammad Hatta untuk
memproklamasikan kemerdekan pada tanggal 15 Agustus 1945 (yang akhirnya diproklamasikan
pada tanggal 17 Agustus 1945) karna Sutan Syahrir mendengar Jepang sudah menyerah.
Pada tahun 1948 Ia mendirikan Partai Sosialis Indonesia.
Dan akhirnya ia wafat pada tanggal 9 April 1966 dalam pengasingan sebagai tawanan
politik. Sutan Syahrir dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
MOHAMMAD HATTA
Februari 1922, ketika terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr.
Soetomo diganti oleh Dr. (H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di
Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902 – meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur
77 tahun) adalah pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia
mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden
Soekarno.
Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta
menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah seorang
proklamator kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1945, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI,
bersama Bung Karno yang menjadi presiden RI sehari setelah ia dan bung karno
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena peran tersebut maka keduanya disebut
Bapak Proklamator Indonesia.
CUT NYAK DHIEN
Cut Nyak Dien lahir pada tahun 1848 dari keluarga bangsawan Aceh. Dari garis ayahnya,
Cut Nyak Dien merupakan keturunan langsung Sultan Aceh. Ia menikah dengan Teuku Ibrahim
Lamnga pada usia masih belia tahun 1862 dan memiliki seorang anak laki-laki.
Ketika Perang Aceh meluas tahun 1873, Cut Nyak Dien memimpin perang di garis
depan, melawan Belanda yang mempunyai persenjataan lebih lengkap. Setelah bertahun-tahun
bertempur, pasukannya terdesak dan memutuskan untuk mengungsi ke daerah yang lebih
terpencil. Dalam pertempuran di Sela Glee Tarun, Teuku Ibrahim gugur.
Kendati demikian, Cut Nyak Dien melanjutkan perjuangan dengan semangat berapi-api.
Kebetulan saat upacara penguburan suaminya, ia bertemu dengan Teuku Umar yang kemudian
menjadi suami sekaligus rekan perjuangan.
Cut Nyak Dien berhasil ditangkap dan untuk menghindari pengaruhnya terhadap
masyarakat Aceh, ia diasingkan ke Pulau Jawa, tepatnya ke Sumedang, Jawa Barat. Di tempat
pengasingannya, Cut Nyak Dien yang sudah renta dan mengalami gangguan penglihatan,
mengajar agama. Ia tetap merahasiakan jati diri sampai akhir hayatnya.
Jendral TNI (Anumerta) Ahmad Yani adalah salah satu Pahlawan Revolusi yaitu
pahlawan yang gugur akibat adanya pemberontakan G 30 S/PKI. Beliau dilahirkan di Purworejo
pada tanggal 19 Juni 1922. Ketika SD, Beliau mengenyam pendidikan di HIS di daerah Bogor.
Beliau menamatkannya pada tahun 1935. Lalu beliau meneruskan SMP nya di MULO kelas B
Afd. Bogor hingga tahun 1938 yang kemudian diteruskan ke AMS bagian B Afd. Jakarta.
Namun di sekolah lanjutan ini beliau tak bisa menamatkannya (hanya sampai kelas 2) karena
Pemerintah Hindia Belanda mengumumkan sebuah milisi.
Ketika Indonesia dijajah Jepang yakni pada tahun 1942, Ahmad Yani mendaftar untuk
mengikuti pendidikan Heiho di Magelang, Jawa Tengah. Beliau lalu bergabung dengan PETA
(Pembela Tanah Air) daerah cabang Bogor.
Semasa perang kemerdekaan, Ahmad Yani juga banyak ikut andil. Jasa-jasanya adalah
seperti beliau berhasil menyita senjata Jepang yang berada di Magelang. Ketika TKR lahir,
beliau dijadikan Komandann TKR untuk wilayah Purworejo. Pada saat Belanda melancarkan
Agresi Militernya ke indonesia yang pertama, Ahmad Yani bersama pasukan berhasil
membendung serangan Belanda di daerah Pingit. Ketika Agresi yang ke dua, beliau juga
diorbitkan dengan diangkat menjadi Komandan Wehrkreise II untuk menjaga daerah Kedu.
PANGERAN DIPONEGORO
Berasal dari keluarga bangsawan, namun Pangeran Diponegoro lebih suka kehidupan yang lebih
dekat dengan rakyatnya. Kehidupannya banyak dihabiskan untuk mempelajari ilmu agama. Ia
tinggal di rumah eyang buyutnya di Tegalrejo.
Perang Diponegoro sangat merugikan pihak Belanda, diakibatkan karena banyak menelan biaya
dan banyak juga pasukan militer Belanda berguguran. Apabila dihitung, pemerintah Belanda
menghabiskan lebih dari 50 juta Gulden untuk keperluan perang. Sementara itu, jumlah pasukan
yang gugur lebih dari 15.000 tentara.
Oleh sebab itu, Belanda mengeluarkan perintah bagi siapa saja yang bisa menangkap Pangeran
Diponegoro akan mendapat imbalan yang cukup banyak, yaitu sekitar 50 ribu Gulden. Strategi
Belanda tersebut gagal menangkap pemimpin perang Jawa tersebut.
Akhirnya dengan alih-alih perundingan gencatan senjata dan perdamaian, Diponegoro menemui
Jenderal de Kock di Magelang, tepat pada tanggal 28 Maret 1830. Tanpa sepengetahuan
Pangeran Diponegoro, ternyata pihak Belanda telah menyiapkan pasukan untuk menyergap dan
menangkapnya.