Anda di halaman 1dari 16

 

1
 

2
 

Paket Hapalan Sejarah (2)


Menyambut Kemerdekaan Dan Setelah Kemerdekaan

Detik – Detik Kemerdekaan Indonesia


Setelah melalui berbagai proses panjang dan penuh sejarah, Indonesia akhirnya menyatakan
kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Sejak tahun 1942, Indonesia menjadi bagian dari daerah
 jajahan Jepang. Pada tahun 1944-1945, Jepang yang saat itu sedang perang melawan sekutu, mulai
terdesak dan mengumumkan akan membentuk badan untuk menyelidiki kemungkinan Indonesia
merdeka pada 1 maret 1945. Kemudian ada 29 april 1945, dibentuklah Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Coosakai   yang diketuai oleh Dr.
Radjiman Wedyodiningrat. BPUPKI bersidang dua kali yaitu pada 29 Mei  – 1 Juni 1945 dan 10  – 17
Juli 1945.
Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, sekutu menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Pada 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan, kemudian dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakilnya Moh. Hatta.
Ketua PPKI, wakilnya dipanggil ke Dalat, Vietnam untuk bertemu Jenderal Terauchi Hisaichi yang
menjanjikan kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945.
Tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Hal ini didengar oleh
golongan muda sehingga golongan muda mendesak golongan tua untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia sesegera mungkin apalagi melihat status quo saat itu. Golongan tua
menolak karena ingin memastikan hal tersebut, dan ingin menuruti tanggal yang telah disepakati
dengan Jepang sebelumnya untuk menghindari pertumpahan darah dengan pihak manapun.
Namun, golongan muda ingin kemerdekaan Indonesia sebagai sesuatu yang diperjuangkan oleh
bangsa bukan hadiah pemberian Jepang atau pihak lain.
Perdebatan itu berujung pada sebuah peristiwa yang dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok.
Pada 15 Agustus 1945 terjadi perdebatan serius antara Chaerul Saleh, Wikana, dan Sukarni dengan
Ir. Soekarno dan Moh. Hatta. Tidak puas dengan hasil perdebatan tersebut, golongan muda pun
menculik Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok, kota kecil dekat Karawang, dengan
tujuam supaya kedua tokoh ini terlepas dari pengaruh Jepang pada 16 Agustus 1945.
Sementara itu di Jakarta, Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua berunding dengan Wikana
dari golongan muda. Mr. Ahmad Soebardjo kemudian menjemput Ir. Soekarno dan Moh. Hatta
setelah sebelumnya memberikan Jaminan bahwa kemerdekaan paling lambat akan diproklamasikan
tanggal 17 Agustus 1945 jam 12 siang.
Rombongan Soekarno-Hatta tiba di Jakarta sekitar pukul 23.00 dan langsung menuju kediaman
Laksana Muda Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol nomor 1. Teks proklamasi disusun oleh Ir.
Soekarno, Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Soebardjo dan disaksikan oleh Miyoshi (orang kepercayaan
Nishimura), Sukarni, B.M Diah, dan Sudiro. Kalimat pertama merupakan usulan Mr. Ahmad
Soebardjo dan kalimat kedua merupakan usulan M. Hatta. Hasil rumusan teks proklamasi diketik
oleh Sajuti Melik dan atas usul Sukarni teks proklamasi ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan M.
Hatta.
Proklamasi dilaksanakan tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 di Jalan Pengangsaan Timur no 56
yg merupakan rumah Soekarno.

3
 

Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI melaksanakan rapat dan menghasilkan dua keputusan
penting. Pertama mengesahkan dan menetapkan UUD 1945 dan yang kedua mengangkat Soekarno
sebagai Presiden dan M. Hatta sebagai wakil presiden.

Pembentukan Kelengkapan Kenegaraan


PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 mengadakan sidang dan mengambil tiga keputusan penting,
yaitu:
1.  Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945;
2.  Mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden dan Moh. Hatta sebagai wakil presiden;
3.  Membentuk Komite Nasional untuk membantu pekerjaan Presiden sebelum terbentuknya
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Rancangan UUD hasil sidang BPUPKI kemudian dijadikan bahan sidang PPKI pada 18 Agustus
1945. Atas usul Drs. Moh. Hatta dilakukan penyempurnaan sila pertama Pancasila dan Rancangan
UUD 1945. Sila pertama Pancasila yang semula berbunyi “Ke-Tuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Pada siding PPKI tersebut, Otto Iskandardinata menyarankan memilih presiden dan wakil
presiden kemudian mengusulkan Bung Karno sebagai presiden dan Bung Hatta sebagai wakil
presiden. Usulan tersebut diterima sehingga presiden wakil presiden langsung dilantik saat itu juga.
Dalam sidang hari kedua pada tanggal 19 Agustus 1945, PPKI mengambil dua buah keputusan lagi:
1.  Penetapan 12 Kementerian dalam lingkungan Pemerintah, yaitu Kementerian-kementerian
Dalam Negeri, Luar Negeri, Kehakiman, Keuangan, Kemakmuran, Kesehatan, Pengajaran, Sosial,
Pertahanan, Penerangan, Perhubungan, dan Pekerjaan Umum.
2.  Pembagian daerah Republik Indonesia dalam 8 propinsi dan gubernurnya sebagai berikut:
Sumatera : Mr. Teuku Mohammad Hasan

Jawa Barat : Sutardjo Kartohadikusumo

Jawa Tengah : Raden Pandji Suroso

Jawa Timur : R.A. Suryo

Sunda Kecil : Mr. I Gusti Ketut Pudja

Maluku : Mr. J. Latuharhary

Sulawesi : Dr. G. S. J. Ratulangi

Kalimantan : Ir. Pangeran Mohamad Nur

Pada 22 Agustus 1945, PPKI mengambil keputusan membentuk Komite Nasional, Partai
Nasional Indonesia, dan Badan Keamanan Rakyat.
KNIP diresmikan dan angota-anggotanya dilantik tanggal 29 Agustus 1945.
Partai Nasional Indonesia pada waktu itu dimaksudkan sebagai satu-satunya partai politik di
Indonesia. Namun dengan maklumat tanggal 31 Agustus diputuskan bahwa gerakan Partai Nasional
Indonesia ditunda dan segala kegiatan dicurahkan ke dalam Komite Nasional. Semenjak itu gagasan
satu partai ini tidak pernah dihidupkan lagi.
Badan Kemanan Rakyat (BKR) ditetapkan sebagai bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban
Perang yang merupakan induk organisasi yang ditunjukkan untuk memelihara keselamatan
masyarakat. Pembentukan BKR dan bukan tentara dimaksudkan agar tidak membangkitkan

4
 

permusuhan dari kekuatan-kekuatan asing yang pada waktu itu ada di Indonesia. Ke dalam BKR
itulah terhimpun bekas anggota-anggota PETA, Heiho, Keisatsutai, Seinendan, Keibodan, dan lain-
lain.
Pada tanggal 16 Oktober 1945, Wakil Presiden mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden X yang
menyatakan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
Negara sebelum MPR dan DPR terbentuk. Pada 3 November 1945, keluarlah maklumat pemerintah
yang ditandatangani wakil presiden yang berisi tentang pembentukan partai-partai politik. Partai
politik ini bertujuan untuk mengatur semua aliran paham yang ada di dalam masyarakat.

Respon Rakyat dan Daerah terhadap Pembentukan Negara dan


Pemerintahan Indonesia
Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia disebarkan oleh F.Wuz, seorang markonis, oleh Radio
Domei. Waidan B. Panalewen memerintahkan agar berita tersebut disiarkan tiga kali, namun baru
dua kali disiarkan, pihak Jepang memerintahkan berita tersebut berhenti disiarkan. Namun, Waidan
B. Panalewen memerintahkan F. Wuz terus menyiarkannya hingga akhirnya kantor berita Domei
disegel.
Dengan disegelnya kantor Berita Domei, para pemuda berinisiatif membuat pemancar baru
dengan kode panggilan DJK I sehingga berita kemerdekaan dapat terus disiarkan. Usaha penyebaran
berita proklamasi juga tidak terbatas melalui radio, namun juga melalui pers dan surat selebaran.
Hampir seluruh Harian di Jawa dalam penerbitannya 20 Agustus memuat proklamasi dan Undang-
Undang Negara Republik Indonesia. Demikianlah berita proklamasi kemerdekaan tersiar ke seluruh
tanah air.
Di Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono IX menyatakan “Negeri Ngayogyakarto Hadiningrat”
yang bersifat kerajaan sebagai Daerah Istimewa dalam Negara Republik Indonesia.
Sementara itu, di Jakarta, pada tanggal 19 September 1945 diselenggarakan rapat raksasa di
lapangan Ikada untuk menyambut proklamasi kemerdekaan. Rakyat membanjiri lapangan rapat,
sekalipun bala tentara Jepang melakukan penjagaan keras. Sebelumnya pimpinan tentara Jepang
telah melarang penyelenggaraan rapat tersebut. Suasana hangat dan mencekam ketika rakyat
berhadapan dengan tentara Jepang yang berjaga-jaga. Presiden Soekarno pun tidak jadi berpidato
dan hanya menyampaikan beberapa pesan singkat antara lain meminta supaya rakyat percaya pada
pimpinan dan pulang dengan tenang. Hal ini dilakukan agar bentrokan antara rakyat Indonesia dan
tentara Jepang tidak terjadi.
Pada hari yang sama, yaitu 19 September 1945, di Surabaya terjadi suatu peristiwa yang
kemudian terkenal sebagai “Insiden Bendera”. Insiden berpangkal pada tindakan beberapa orang
Belanda yang mengibarkan bendera merah putih pada tiang diatas Hotel Yamato, Tunjungan.
Tindakan tersebut menimbulkan amarah rakyat yang kemudian menyerbu hotel untuk menurunkan
bendera tersebut, merobek bagian yang berwana biru dan mengibarkannya kembali sebagai
bendera Merah Putih.

Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia


Kekuatan asing berikutnya yang harus dihadapi oleh Republik Indonesia adalah pasukan-
pasukan sekutu yang ditugaskan untuk menduduki wilayah Indonesia dan melucuti tentara Jepang.
Yang melaksanakan tugas ini adalah Komando Asia Tenggara dibawah pimpinan Laksaman Lord Louis
Mountbatten. Untuk melaksanakan tugas ini, Mountbatten membentuk suatu komando khusus yang

5
 

diberi nama Allied Forces Netherlands East Indones (AFNEI) dibawah Letnan Jenderal Sir Philip
Christison.
Kedatangan sekutu semula disambut dengan sikap terbuka oleh pihak Indonesia. Akan tetapi
setelah diketahui bahwa pasukan Sekutu datang dengan membawa orang-orang NICA yang hendak
menegakkan kembali kekuasaan kolonial Hindia-Belanda, sikap Indonesia berubah menjadi curiga
dan kemudian bermusuhan. Apalagi setelah NICA mempersenjatai bekas KNIL yang dilepaskan dari
tahanan Jepang dan mulai memancing kerusuhan dan melakukan provokasi.
Pendaratan sekutu yang disertai NICA disertai bentrokan-bentrokan yang tak terhindarkan
membuat suasana menjadi genting sehingga Pemerintah pada 5 Oktober 1945 mengeluarkan
maklumat untuk membuat Tentara Keamanan Rakyat dengan Soeprijadi (pemimpin perlawanan
PETA di Blitar) sebagai pimpinannya. Namun Soeprijadi tidak pernah datang, dan tidak diketahui
kabar dan nasibnya sehingga pada 18 Desember 1945 jabatan Pemimpin Tertinggi TKR diiisi oleh
Jenderal Soedirman.
Pertempuran Lima Hari di Semarang
Peristiwa dimulai pada tanggal 14 Oktober 1945, ketika kurang lebih 400 orang Veteran AL
Jepang akan dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring menjadi pabrik senjata,
memberontak waktu dipindahkan ke Semarang. Pertempuran berlangsung lima hari dan baru
berhenti setelah pimpinan TKR berunding dengan pimpinan pasukan Jepang.
Pertempuran Surabaya
Pasa 25 Oktober 1945, tentara AFNEI dibawah komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby
mendarat di Surabaya dan pada 27 Oktober 1945 mereka menyerbu penjara Republik untuk
membebaskan perwira sekutu yang ditawan Republik. Pada tanggal 28 Oktober 1945, pos sekutu di
seluruh Surabaya diserang Indonesia. Dalam sebuah insiden yang belum terungkapkan dengan jelas,
Brigadir Jenderal Mallaby ditemukan tewas. Sekutu kemudian mengeluarkan ultimatum supaya
semua orang Indonesia harus melapor dan meletakkan senjata paling lambat tanggal 10 November
1945. Ultimatum ini tidak dihiraukan sehingga pecahlah perang Surabaya pada 10 November 1945.
Bung Tomo adalah salah satu pemimpin perjuangan rakyat Surabaya. Untuk memperingati
perjuangan rakyat Surabaya, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa diawali dengan mendaratnya tentara Sekutu dibawah pimpinan
Brigadir Jenderal Bethel di Semarang pada 20 Oktober 1945. Pada 21 November 1945, sekutu
mundur ke Ambarawa. Insiden bersenjata antara rakyat dan tentara Ambarawa meluas menjadi
pertempuran. Setelah pertempuran sengit berlangsung, pada 12 Desember 1945, pasukan Indonesia
melancarkan serangan serentak. Setelah betempur selama empat hari akhirnya pasukan Indonesia
berhasil menghalau tentara Inggris dari Ambarawa.
Pertempuran Medan Area
Pasukan sekutu yang diboncengi oleh serdadu Belanda dan NICA dibawah pimpinan Brigadir
Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Medan pada 9 Oktober 1945. Pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi
pertempuran pertama antara para pemuda dan pasukan Belanda yang merupakan awal perjuangan
bersenjata yang dikenal sebagai pertempuran Medan Area. Tanggal 10 Desember 1945 tentara
sekutu melancarkan gerakan besar-besaran dengan mengikutsertakan pesawat tempurnya.
Pertempuran ini memakan banyak korban dari kedua belah pihak.
Bandung Lautan Api

6
 

Pada waktu tentara sekutu memasuki kota Bandung pada Oktober 1945, para pemuda sedang
dalam perjuangan melaksanakan pemindahan kekuasaan dan perebutan senjata serta peralatan
perang dari tangan tentara Jepang. Tanggal 21 November 1945, sekutu mengeluarkan ultimatum
agar kota Bandung bagian utara selambat-lambatnya dikosongkan oleh pihak Indonesia pada 29
November 1945, namun ultimatum ini tidak dipedulikan oleh Indonesia. Pada 23 Maret 1946, sekutu
kembali mengeluarkan ultimatum agar TRI mengosongkan seluruh kota Bandung. Pemerintah
Republik Indonesia memerintahkan TRI mengosongkan kota Bandung, namun markas TRI di Yogya
menginstruksikan agar Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya TRI Bandung mematuhi perintah dari
Pemerintah RI namun sambil menyerang kedudukan sekutu dan membumihanguskan kota Bandung
bagian Selatan.
Perundingan Indonesia-Belanda
Perundingan ini diprakarsai oleh Lord Killearn pada 7 Oktober 1946. Pihak Belanda diwakili oleh
komisi dibawah pimpinan Prof. Schermehorn dan delegasi Indonesia diketuai oleh PM Sutan Sjahrir.
Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata.
Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati dipimpin oleh Lord Killearn pada 10-15 November 1946 di Linggarjati,
Jawa Barat. Persetujuan ini ditandatangani pada 25 Maret 1947. Dari pihak Indonesia, delegasi
diketuai oleh Sutan Sjahrir dan dari pihak Belanda adalah Prof. Schermerchorn. Isi perundingan ini
adalah:
1. Belanda mengakui wilayah kekuasaan Indonesia: Sumatra, Jawa dan Madura.
2. Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat.
3. Republik Indonesia serikat dan Belanda akan membentuk uni Indonesia-Belanda dengan Ratu
Belanda selaku ketuanya.
Puputan Margarana
Pada 2 dan 3 Maret 1946 Belanda mendaratkan kurang lebih 2000 tentara di Bali. Menurut
perjanjian Linggarjati, Bali tidak termasuk ke dalam wilayah RI, sementara itu Belanda
mengusahakan berdirinya negara boneka di Indonesia bagian timur. Letkol I Gusti Ngurah Rai
dibujuk Belanda untuk bekerja sama namun ia menolaknya. Pada 18 November 1946, Ngurah Rai
menyerang Belanda, namun karena kekuatan yang tidak seimbang, pasukan Ngurah Rai dapat
dikalahkan dalam puputan Margarana.
Peristiwa Westerling di Makasar
Pada bulan Desember 1946, Belanda mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Kapten Raymon
Westerling ke Sulawesi Selatan. Sejak kedatangannya pada 7-25 Desember 1946, pasukan
Westerling membunuh beribu-ribu rakyat dengan tujuan membersihkan Sulawesi Selatan dari
pejuang Indonesia dan mematikan perlawanan terhadap pembentukan Negara Indonesia Timur.
Gerakan pembersihan yang dilakukan oleh Westerling dilakukan setelah terjadi pertempuran dengan
pasukan “Harimau Indonesia” dibawah pimpinan Walter Mongsidi di Barombong. 
Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang
Pasukan Sekutu mendarat di Palembang pada 12 Oktober 1945 dibawah pimpinan Letnan
Kolonel Carmichael. Ketika Belanda menuntut Palembang dikosongkan dan pemuda menolak
tuntutan tersebut, pertempuran meletus. Untuk mengulur waktu, Belanda mengajak berunding.
Ketika perundingan berlangsung pada 1 Januari 1947, pertempuran meletus kembali. Pertempuran
berlangsung lima hari lima malam, korban berjatuhan di kedua belah pihak. Pada 6 Januari 1947,
akhirnya dicapai persetujuan gencatan senjata.

7
 

 Agresi Militer Belanda Pertama


Perselisihan akibat perbedaan penafsiran perjanjian Linggarjati memuncak. Belanda menuntut
agar segera diadakan gendarmerie  bersama namun ditolak oleh Indonesia. Tanggal 21 Juli 1947
Belanda melancarkan serangan terhadap daerah-daerah Republik. TNI menggunakan teknik perang
gerilya dalam melawan Belanda. Akhirnya kekuasaan dan gerakan Belanda berhasil dibatasi hanya di
kota-kota besar dan jalan-jalan raya, sedangkan diluar itu menjadi kekuasaan TNI. Agresi Belanda ini
mendatangkan reaksi keras dari luar negeri. Dewan Keamanan PBB memerintahkan keduabelah
pihak melakukan gerncatan senjata.
Perundingan Renville
Untuk mengawasi penghentian tembak menembak, Dewan Kemanan PBB membentuk Komisi
Tiga Negara yang terdiri dari Australia, Belgia, dan Amerika Serikat. Dalam usaha menyelesaikan
sengketa, KTN mengadakan perundingan pada 8 Desember 1947 diatas sebuah kapal pengangkut
pasukan Angkatan Luar Amerika Serikat “USS Renville”. Delegasi dari Indonesia dipimpin oleh Mr.
Amir Sjarifuddin sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang
Indonesia yang memihak Belanda. Perjanjian Renville ditandatangani 17 Januari 1948.

 Agresi Militer Belanda Kedua dan Serangan Umum 1 Maret 1949


Pada 18 Desember 1948, Dr. Beel memberitahukan kepada delegasi RI dan KTN bahwa Belanda
tidak lagi mengakui dan terikat pada persetujuan Renville. Pada 19 Desember 1948, agresi militer
kedua dilancarkan Belanda. Serangan langsung ditujuakan ke Ibukota Republik Indonesia,
Yogyakarta. Presiden, Wakil Presiden dan beberapa pejabat lainnya ditawan Belanda. Dalam sidang
kabinet yang sempat diadakan hari itu diambil keputusan untuk memberikan mandat pada Mr.
Sjarifuddin Prawiranegara untuk membuat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Jika Mr.
Sjarifuddin Prawiranegara tidak berhasil, maka mandat diberika pada Mr. A.A. Maramis, L.N. Palar
dan Dr. Sudarsono yang sedang berada di India. Seluruh kekuatan TNI yang masih ada di Yogyakarta,
diperintahkan ke luar kota untuk bergerilya dipimpin oleh Jenderal Sudirman. Letnan Kolonel
Soeharto kemudian mengadakan serangan ke Yogyakarta dan berhasil menduduki kota Yogyakarta
selama enam jam. Serangan ini memberikan motivasi kepada TNI dan rakyat yang sedang berjuang
dan menunjukkan pada dunia Internasional bahwa TNI dan pemerintah Yogyakarta masih ada.
Peristiwa agresi ini menimbulkan simpati kepada Indonesia dari dunia Internasional sehingga India
dan Birma memprakarsai Konferensi Asia di New Delhi pada 20-23 Januari 1949. Konferensi ini
menghasilkan resolusi yang intinya meminta Belanda menarik mundur pasukannya dan
mengembalikan pemerintahan ke Indonesia.
Perjanjian Roem-Royen
Untuk membantu penyelesaian sengketa Indonesia-Belanda, UNCI akhirnya membawa kedua
pihak ke meja perundingan. Delegasi dari Indonesia diketuai oleh Mr. Moh. Roem dan delegasi dari
Belanda diketuai oleh Dr. Van Royen. Perundingan dilakukan pada 17 April-7 Mei 1949.

Konferensi Meja Bundar


Konferensi Meja Bundar dilaksanakan di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus-2 November 1949.
Hasil utamanya adalah Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat
selambat-lambatnya akhir bulan Desember 1949. Masalah irian Barat ditunda penyelesaiannya
selama satu tahun.

8
 

Pada 17 Desember 1949, Ir. Soekarno dilantik menjadi presiden RIS dan sebagai pejabat
presiden RI diangkat Mr. Assaat. RI kemudian menjadi negara bagian RIS. Pengakuan kedaulatan RIS
dilakukan di Belanda dan di Indonesia. Di Belanda pengakuan dilakukan oleh Ratu Belanda
Wilhemina kepada Drs. Moh. Hatta dan di Indonesia pengakuan kedaulatan dilakukan oleh Mr.
Loving kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Disintegrasi Nasional
Peristiwa 3 Juli
Pada 3 Juli 1946, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. Iwa Koesoema Soemantri dan Jenderal Mayor
Soedarsono mencoba memaksa presiden menandatangani konsep susunan Pemerintahan baru.
Presiden menolak permintaan dan paksaan tersebut dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa
tersebut ditangkap.
Konferensi Malino
Konferensi Malino diselenggarakan tanggal 15-25 Juli 1946 atas prakasa Dr. H. J. Van Mook.
Konferensi ini membahas rencana pembentukan negara-negara di wilayah Indonesia yang akan
menjadi bagian-bagian dari suatu negara federal.
Pemberontakan PKI/ Peristiwa Madiun
PKI/FDR melakukan pengkhianatan dan pemberontakan terhadap Republik Indonesia. Sejak
kedatangan Musso, tokoh komunis yang lama berada di Moskow, PKI mendaptkan jalan baru dan
melakukan terror. Pada 18 September 1948, PKI merebut kota Madiun dan memproklamasikan
berdirinya “Soviet Republik Indonesia”. Selain di Madiun, PKI juga berhasil membentuk
pemerintahan baru di Pati. Untuk mengatasi pemberontakan ini, Pemerintah bertindak cepat.
Operasi penumpasan dipimpin oleh Kolonel A.H. Nasution. Dalam operasi ini, Musso berhasil
ditembak mati sedangkan Amir Sjarifuddin dan tokoh lainnya dapat ditangkap dan dijatuhi hukuman
mati.
Proklamasi Negara Islam Indonesia
Pada 7 agustus 1949, Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara
Islam Indonesia di suatu desa di kabupaten Tasikmalaya. Ketika Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah
akibat pelaksanaan perjanjian Renville, Kartosuwiryo lebih leluasa melaksanakan geraknya. Pada
waktu pasukan Siliwangi kembali dari Jawa Tengah untuk melakukan perang gerilya Agresi Militer
Belanda II, mereka menjumpai kesatuan bersenjata yang menamakan dirinya Darul Islam/ Tentara
Islam Indonesia (DI/TII) yang menghalangi TNI kembali ke Jawa Barat. Pertempuran antara TNI divisi
Siliwangi dan DI/TII pun tak dapat dihindarkan. Gerakan ini ditumpas dengan operasi pagar betis.
DI/ TII di Jawa Tengah
Pemimpinnya adalah Amir Fatah. Gerakan ini bergabung dengan gerakan DI/TII Kartosuwiryo di
Jawa Barat. Proklamasi Negara Islam Indonesia di Jawa Tengah berlangsung pada 23 Agustus 1949 di
Tegal. Untuk menumpas gerakan ini, pada Januari 1950, pemerintah membentuk komando operasi
yang disebut Gerakan Benteng Negara.
DI/TII di Kalimantan Selatan
Gerakan ini dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Melalui operasi militer yang dimulai tahun 1959, gerakan
ini berhasil ditumpas.
DI/TII di Sulawesi Selatan

9
 

Pimpinan gerakan ini adalah Kahar Mudzakar. Pada tahun 1951, ia menyatakan Sulawesi
Selatan adalah bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo. Pemberontakan
ini berakhir setelah Kahar Mudzakar tertembak mati pada Februari 1965.
DI/TII di Aceh
Gerakan ini dipimpin oleh Daud Beureuh. Gerakan ini berawal dari kekecewaan diubahnya
Daerah Istimewa Aceh menjadi keresidenan dibawah provinsi Sumatra Utara. Pada 20 September
1953, Daud Beureuh menyatakan Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah
pimpinan Kartosuwiryo. Penumpasan gerakan ini dilakukan melalui pendekatan sosial budaya.
Peristiwa APRA di Bandung
Pembentukan APRIS menimbulkan ketegangan-ketegangan yang mengakibatkan pertumpahan
darah. Di Bandung, suatu kelompok menamakan dirinya ‘Angkatan Perang Ratu Adil’ dan
memberikan ultimatum pada pemerintah RIS dan Negara Pasundan agar mereka diakui sebagai
Tentara Pasundan. Pagi hari 23 Januari 1950, APRA dibawah pimpinan Kapten Raymond Westerling
melakukan serangan terhadap kota Bandung. Operasi penumpasan terhadap APRA segera dilakukan
oleh TNI.
Peristiwa Andi Azis di Makassar
Pemberontakan Andi Azis terjadi tanggal 5 April 1950 di Makassar. Andi Azis menuntut pasukan
APRIS bekas KNIL saja lah yang bertanggung jawab atas keamanan di daerah Negara Indonesia
Timur. Penumpasan pemberontakan ini dilakukan pasukan ekspedisi dibawah pimpinan Kolonel Alex
Kawilarang. Meskipun Andi Azis telah menyerahkan diri bulan April namun pertempuran masih
terjadi hingga Agustus.
Peristiwa Republik Maluku Selatan
Di Ambon tanggal 25 April 1950 diumumkan berdirinya Republik Maluku Selatan yang terlepas
dari NIT dan RIS dibawah pimpinan Soumokil. Pemerintah pusat berusaha menyelesaikan
pemberontakan ini secara damai namun tidak membuahkan hasil sehingga dibentuklah pasukan
ekspedisi dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang untuk menumpasnya.
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuaangan Rakyat Semesta (PRRI/
Permesta)
Gerakan separatisme ini bermula dari ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat dan anggapan
pembangunan hanya terjadi di pulau Jawa. Pada 15 Februari 1958, Ahmad Husein
mempermaklumkan berdirinya PRRI dengan Sjarifuddin Prawiranegara sebagai Perdana Menterinya.
Setelah jalan perundingan tidak berhasil, pemerintah menjalankan beberapa operasi militer: Operasi
Tegas, Operasi 17 Agustus, Operasi Sapta Marga, Operasi Sadar, dan Operasi Merdeka. Pada 29 Mei
1946 akhirnya gerakan ini menyerahkan diri.

Demokrasi Liberal
Menurut hasil KMB, Indonesia menjadi negara serikat yang terdiri dari negaa bagian namun
rakyat tidak puas dan usaha untuk kembali ke negara kesatuan dilancarkan dimana-mana. Untuk
menanggapi keinginan rakyat, pada rapat parlemen dan senat RIS pada 15 Agustus 1950, Indonesia
kembali ke negara kesatuan. 
Kehidupan Politik Masa Demokrasi Liberal

10
 

Sistem pemerintahan parlementer sesuai UUDS 1950 tidak membawa kestabilan politik, hal
tersebut dibuktikan dengan kabinet yang silih berganti.
Kabinet Periode Alasan Jatuh Keterangan
Natsir September 1950  – Maret Kegagalan penyelesaian Zaken Kabinet
1951 masalah Irian Barat
Sukiman April 1951  –  Februari Penandatanganan
1952 persetujuan bantuan
ekonomi dan persenjataan
dari AS
Wilopo April 1952 – Juni 1953 Gerakan provinsialisme dan Zaken Kabinet
separatisme; peristiwa 17
Oktober 1952
Ali Juli 1953 – Juli 1955 Munculnya gerakan DI/TII; Konferensi Asia Afrika
Sostroamidjojo memburuknya situasi
I ekonomi
Burhanudin Agustus 1955  –  Maret Kekecewaan pegawai Pemilu Pertama
Harahap 1956 kementerian yang
mengalami mutasi
Ali Maret 1956  –  Maret Pertikaian antaretnis Titik tolak periode
Sostroamidjojo 1957  planning and
II investment ; pembatalan
hasil KMB
Karya/ April 1957 – Juli 1959 Gerakan separatisme, krisis Hasil : Deklarasi
Djuanda ekonomi, dan peristiwa Djuanda, Dewan
cikini Nasional, Musyawarah
Nasional

Pemilu Pertama 1955


Pemilu ini diselenggarakan untuk memilih anggota DPR dan Konstituante. Pemilu pertama ini
diikuti 39 partai politik dan 13 kontestan perorangan. Hasil suara terbanyak yaitu Partai Nasional
Indonesia, Masyumi, Nadhatul Ulama, dan Partai Komunis Indonesia.

Demokrasi Terpimpin
Konstituante yang diserahi tugas membentuk undang-undang dasar baru tidak kunjung
melaksanakan fungsi konstitutionalnya ditambah situasi politik, ekonomi serta aksi pemberontakan
mengancam disintegrasi bangsa sehingga keaadan ini membuat Presiden Soekarno menggunakan
kekuasaannya untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit ini berisi tiga poin penting:
1. Memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945
2. Membubarkan Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Sejak dekrit presiden dikeluarkan, Indonesia memasuki masa pemerintahan dengan sistem
demokrasi terpimpin yaitu suatu sistem demokrasi yang langsung dipimpin oleh presiden. Berikut
adalah beberapa hal yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin.
Manipol Usdek

11
 

Dalam memperingati HUT RI ke-14 pada 17 Agustus 1959, presiden Soekarno menyampaikan
pidato yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato ini kemudian dikenal sebagai
Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) yang berintikan Undang-Undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia
(USDEK). Manipol Usdek kemudian ditetapkan sebagai GBHN dalam Perpres No 1 tahun 1960 yang
diperkuat oleh Tap MPR No 1/MPRS/1960.
Pembubaran DPR Hasil Pemilu 1955
Melalui Perpres No 3 Tahun 1960, Presiden membubarkan DPR hasil pemilu karena perselisihan
tentang penetapan APBN untuk periode 1961. Kemudian Presiden Soekarno membentuk DPR-
Gotong Royong yang keanggotannya dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Pembubaran Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia
Presiden Soekarno membubarkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia. Hal ini
membatasi ruang gerak politik rakyat juga memperbesar kesempatan PKI memperluas pengaruhnya.
Pembentukan MPRS
MPRS yang dibentuk oleh presiden Soekarno dalam sidang pertamanya pada 10 November-7
Desember 1960 menghasilkan 3 keputusan:
1. TAP MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Indonesia sebagai GBHN.
2. TAP MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta
Berencana Tahap Pertama 1961-1969.
3. Mengangkat Presiden Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan Mandataris MPRS.
Perjuangan Pembebasan Irian Barat.
Dalam rangka pembebasan Irian Barat, Presiden Soekarno mengeluarkan komando yang dikenal
sebagai Tri Komando Rakyat (TRIKORA) pada 19 Desember 1961, yang berisi 3 poin sebagai berikut.
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan
bangsa.
Langkah pertama Trikora dalah membentuk komando operasi militer yang diberi nama
Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Beberapa operasi militer dilakukan seperti Operasi
Banteng di Fak Fak, Operasi Naga di Merauke, Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana dan Merauke, dan
Operasi Jayawijaya. Dalam pembebasan Irian Barat, Komandor Yos Sodarso gugur dalam peristiwa
laut Aru pada 15 Januari 1962.
Pada 15 Agustus 1962, Indoensia dan Belanda menandatangai persetujuan New York yang
menyatakan bahwa selambat-lambatnya Belanda akan menyerahkan Irian Barat pada pemerintahan
sementara PBB, UNTEA pada 1 Oktober 1962 dan selambat-lambatnya 1 Mei 1963, pemerintahan RI
akan menerima Irian Barat dari UNTEA(pemerintahan sementara PBB). Persetujuan ini dapat
terlaksana berawal dari usul Ellsworth Bunker.
Pada 14 Februari 1963, diselenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat yang hasilnya rakyat Irian
Barat ingin bergabung dengan Indonesia. Pada 1 Mei 1963, Irian Barat secara resmi menjadi bagian
dari Indonesia.
Jatuhnya Orde Lama
Pada masa Demokrasi Terpimpin, PKI memiliki pengaruh politik yang besar. Pelaksanaan ide
Nasionalis, Agama dan Komunisme (Nasakom) yang memudahkan PKI memperluas pengaruhnya ke
masyarakat. Pada akhir 1963, sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak” dilancarkan PKI dan

12
 

pendukungnya dengan mengambil alih tanah perkebunan milik pemerintah. Contoh aksi sepihak
yang dilakukan PKI adalah Peristiwa Jengkol (15 November 1961), Peristiwa Indramayu (15 Oktober
1964), Peristiwa Boyolali (November 1964), Peristiwa Kaniogoro (13 Januari 1965), dan Peristiwa
Bandar Betsi ( 14 Mei 1965).
Pengaruh PKI pun terasa di kalangan seniman dan intelektual dengan berdirinya Lekra. Hal ini
menimbulkan reaksi dari kelompok anti PKI yang mengeluarkan pernyataan Manifesto Kebudayaan
(Manikebu). Namun kemudian Manikebu dilarang oleh pemerintah pada Mei 1964. Pada September
1964, pemerintah juga membubarkan Partai Murba yang garis politiknya berseberangan dengan PKI.
Pada 14 Januari 1965, Ketua CC PKI, Dipa Nusantara Aidit menuntut pemerintah
mempersenjatai kaum buruh dan tani yang dikenal dengan angkatan kelima.
Ditengah situasi politik yang memanas, PKI menyatakan bahwa dalam tubuh TNI AD ada sebuah
Dewan Jenderal yang bertugas menilai kebijaksanaan Presiden. Akhirnya, sekelompok pasukan
dibawah pimpinan Letnan Kolonel Untung melakukan aksi bersenjata. Mereka menculik dan
membunuh perwira tinggi Angkatan Darat, yaitu Letan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal R
Suprapto, Mayor Jenderal harjono Mas Tirtodarmo, Mayor Jenderal Suwondo Parman, Brigadir
Jenderal Donald Izacus Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. Disamping itu gugur
pula Letnan Satu Piere Andreas Tendean dan Brigadir Polisis Sasuit Tubun dan Ade Irma Suryani
Nasution. Sementara itu di Yogyakarta gugur pula dua perwira TNI-AD yaitu Kolonel Katamso dan
Letnan Kolonel Sugiyono. Mereka yang gugur pada peristiwa ini diangkat sebagai Pahlawan Revolusi.
Pada 2 Oktober 1965, markas pemberontak dikuasai dan gerakan itu ditumpas. Tokoh G 30 S
ditangkap dan diajukan ke pengadilan.
Peristiwa G 30 S menjadi suatu momentum peralihan kekuasaan orde lama ke orde baru.
Setelah persitiwa G30S, masyarakat menuntut agar pelaku G 30 S diadili namun sikap pemerintahan
kurang tegas. Hal tersebut menimbulkan ketidakpuasan sehingga menimbulkan demonstrasi yang
dilakukan olej Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI),
Kesatuan AKsi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), Kesatuan Aksi Guru
Indonesia (KAGI). Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI),
Kesatuan Aksi Pengemudi Becak Indonesia (KAPBI).
Pada 10 Januari 1966, dipelopori KAMI dan KAPPI, kesatuan aksi yang tergabung dalam Front
Pancasila turun ke jalan melakukan demonstrasi dan mengajukan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura),
yaitu:
1. Pembubaran PKI,
2. Pembersihan kabinet dari unsur-unsur gerakan Gerakan 30 September,
3. Penurunan harga/ perbaikan ekonomi.
Menghadapi situasi ini, Presiden Soekarno pada 15 Januari 1966 mengadakan sidang kabinet
Dwikora dan menyatakan kesediaannya memberikan penyelesaian politik. Hal ini dilakukan presiden
Soekarno dengan mengubah Kabinet Dwikora menjadi Kabinet Dwikora yang disempurnakan atau
kabinet 100 menteri. Namun hal ini tidak memberikan kepuasan pada masyarakat karena menteri-
menteri tersebut banyak yang memihak PKI.
Pada 11 Maret 1966, Presiden Soekarno kemudian memberikan mandat pada Letjen Soeharto
untuk memulihkan kondisi yang dikenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
Berdasarkan Supersemar, Letjen Soeharto segera mengambil tindakan yang penting dalam
rangka memulihkan situasi, yaitu membubarkan PKI dan mengamankan menteri kabinet dwikora
yang dianggap terlibat gerakan 30 September 1965.

13
 

Pada 20 Juni-5 Juli 1966, MPRS menyelenggarakan sidang umum sebagai langkah dalam
mengoreksi terhadap penyelewengan yang dilakukan pada masa pemerintahan orde lama.
Kemudian kabinet dwikora dibubarkan dan dibentuklah kabinet Ampera.
Perkembangan politik selanjutnya adalah penyerahan kekuasaan dari Presiden Soekarno pada
Letjen Soeharto pada 22 Februari 1967. Dengan demikian, berakhirlah orde lama.
Orde Baru (11 Maret 1966 – 21 Mei 1998)
Terjadi di masa pemerintahan Presiden Soeharto, menggantikan Orde Lama yang merujuk
era pemerintahan Soekarno. Orde ini diawali dengan lahirnya Surat Perintah 11 Maret 1966.
Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen
namun pelaksanaannya banyak menyimpang, terbukti dengan banyaknya korupsi, kolusi, dan
nepotisme yang merajalela. Pada masa ini, penumpasan PKI dan ormas-ormasnya dilakukan secara
aktif.
Pada 1973 dilaksanakan pemilihan umum pertama pada masa Orde Baru dan pemerintah
melakukan penyederhanaan dan penggabungan (fusi) partai politik menjadi 3 kekuatan, yaitu: Partai
Persatuan Pembangunan (gabungan NU, Parmusi, PSII, PERTI), Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
(gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo), dan Golongan Karya. Selain itu,
ABRI diberikan fungsi ganda yaitu Hankam (fungsi menjaga stabilitas keamanan negara) dan Sosial
(Mendapat jatah kursi di MPR dan DPR).
Pada 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila yang dikenal dengan Ekaprasetya Pancakarsa. Dalam sektor
ekonomi, pemerintah melaksanakan rangkaian REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dan
Swasembada beras. Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia.
Harga minyak, gas, dan komoditas ekspor jatuh, Rupiah jatuh, inflasi meningkat dan perpindahan
modal dipercepat. Di tengah gejolak kemarahan massa, Soeharto mundur dari jabatan Presiden pada
21 Mei 1998 setelah 32 tahun menjabat.

Orde Reformasi (Mei 1998 – sekarang)


Orde Reformasi dimulai sejak Presiden Soeharto digantikan oleh Presiden B.J. Habibie. Pada
masa ini, terjadi pemisahan Timor-Timur melalui referendum yang disponsori PBB. Tahun 1999,
Presiden B.J. Habibie mundur dari jabatan presiden setelah pidato pertanggungjawabannya ditolak
oleh DPR, ia digantikan oleh Abdurahman Wahid. Pemilu yang diselenggarakan pada Orde Reformasi
adalah Pemilu tahun 1999, Pemilu Tahun 2004, Pemilu Tahun 2009, dan Pemilu Tahun 2014.

14
 

15
 

16

Anda mungkin juga menyukai