1
2
3
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI melaksanakan rapat dan menghasilkan dua keputusan
penting. Pertama mengesahkan dan menetapkan UUD 1945 dan yang kedua mengangkat Soekarno
sebagai Presiden dan M. Hatta sebagai wakil presiden.
Pada 22 Agustus 1945, PPKI mengambil keputusan membentuk Komite Nasional, Partai
Nasional Indonesia, dan Badan Keamanan Rakyat.
KNIP diresmikan dan angota-anggotanya dilantik tanggal 29 Agustus 1945.
Partai Nasional Indonesia pada waktu itu dimaksudkan sebagai satu-satunya partai politik di
Indonesia. Namun dengan maklumat tanggal 31 Agustus diputuskan bahwa gerakan Partai Nasional
Indonesia ditunda dan segala kegiatan dicurahkan ke dalam Komite Nasional. Semenjak itu gagasan
satu partai ini tidak pernah dihidupkan lagi.
Badan Kemanan Rakyat (BKR) ditetapkan sebagai bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban
Perang yang merupakan induk organisasi yang ditunjukkan untuk memelihara keselamatan
masyarakat. Pembentukan BKR dan bukan tentara dimaksudkan agar tidak membangkitkan
4
permusuhan dari kekuatan-kekuatan asing yang pada waktu itu ada di Indonesia. Ke dalam BKR
itulah terhimpun bekas anggota-anggota PETA, Heiho, Keisatsutai, Seinendan, Keibodan, dan lain-
lain.
Pada tanggal 16 Oktober 1945, Wakil Presiden mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden X yang
menyatakan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
Negara sebelum MPR dan DPR terbentuk. Pada 3 November 1945, keluarlah maklumat pemerintah
yang ditandatangani wakil presiden yang berisi tentang pembentukan partai-partai politik. Partai
politik ini bertujuan untuk mengatur semua aliran paham yang ada di dalam masyarakat.
5
diberi nama Allied Forces Netherlands East Indones (AFNEI) dibawah Letnan Jenderal Sir Philip
Christison.
Kedatangan sekutu semula disambut dengan sikap terbuka oleh pihak Indonesia. Akan tetapi
setelah diketahui bahwa pasukan Sekutu datang dengan membawa orang-orang NICA yang hendak
menegakkan kembali kekuasaan kolonial Hindia-Belanda, sikap Indonesia berubah menjadi curiga
dan kemudian bermusuhan. Apalagi setelah NICA mempersenjatai bekas KNIL yang dilepaskan dari
tahanan Jepang dan mulai memancing kerusuhan dan melakukan provokasi.
Pendaratan sekutu yang disertai NICA disertai bentrokan-bentrokan yang tak terhindarkan
membuat suasana menjadi genting sehingga Pemerintah pada 5 Oktober 1945 mengeluarkan
maklumat untuk membuat Tentara Keamanan Rakyat dengan Soeprijadi (pemimpin perlawanan
PETA di Blitar) sebagai pimpinannya. Namun Soeprijadi tidak pernah datang, dan tidak diketahui
kabar dan nasibnya sehingga pada 18 Desember 1945 jabatan Pemimpin Tertinggi TKR diiisi oleh
Jenderal Soedirman.
Pertempuran Lima Hari di Semarang
Peristiwa dimulai pada tanggal 14 Oktober 1945, ketika kurang lebih 400 orang Veteran AL
Jepang akan dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring menjadi pabrik senjata,
memberontak waktu dipindahkan ke Semarang. Pertempuran berlangsung lima hari dan baru
berhenti setelah pimpinan TKR berunding dengan pimpinan pasukan Jepang.
Pertempuran Surabaya
Pasa 25 Oktober 1945, tentara AFNEI dibawah komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby
mendarat di Surabaya dan pada 27 Oktober 1945 mereka menyerbu penjara Republik untuk
membebaskan perwira sekutu yang ditawan Republik. Pada tanggal 28 Oktober 1945, pos sekutu di
seluruh Surabaya diserang Indonesia. Dalam sebuah insiden yang belum terungkapkan dengan jelas,
Brigadir Jenderal Mallaby ditemukan tewas. Sekutu kemudian mengeluarkan ultimatum supaya
semua orang Indonesia harus melapor dan meletakkan senjata paling lambat tanggal 10 November
1945. Ultimatum ini tidak dihiraukan sehingga pecahlah perang Surabaya pada 10 November 1945.
Bung Tomo adalah salah satu pemimpin perjuangan rakyat Surabaya. Untuk memperingati
perjuangan rakyat Surabaya, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa diawali dengan mendaratnya tentara Sekutu dibawah pimpinan
Brigadir Jenderal Bethel di Semarang pada 20 Oktober 1945. Pada 21 November 1945, sekutu
mundur ke Ambarawa. Insiden bersenjata antara rakyat dan tentara Ambarawa meluas menjadi
pertempuran. Setelah pertempuran sengit berlangsung, pada 12 Desember 1945, pasukan Indonesia
melancarkan serangan serentak. Setelah betempur selama empat hari akhirnya pasukan Indonesia
berhasil menghalau tentara Inggris dari Ambarawa.
Pertempuran Medan Area
Pasukan sekutu yang diboncengi oleh serdadu Belanda dan NICA dibawah pimpinan Brigadir
Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Medan pada 9 Oktober 1945. Pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi
pertempuran pertama antara para pemuda dan pasukan Belanda yang merupakan awal perjuangan
bersenjata yang dikenal sebagai pertempuran Medan Area. Tanggal 10 Desember 1945 tentara
sekutu melancarkan gerakan besar-besaran dengan mengikutsertakan pesawat tempurnya.
Pertempuran ini memakan banyak korban dari kedua belah pihak.
Bandung Lautan Api
6
Pada waktu tentara sekutu memasuki kota Bandung pada Oktober 1945, para pemuda sedang
dalam perjuangan melaksanakan pemindahan kekuasaan dan perebutan senjata serta peralatan
perang dari tangan tentara Jepang. Tanggal 21 November 1945, sekutu mengeluarkan ultimatum
agar kota Bandung bagian utara selambat-lambatnya dikosongkan oleh pihak Indonesia pada 29
November 1945, namun ultimatum ini tidak dipedulikan oleh Indonesia. Pada 23 Maret 1946, sekutu
kembali mengeluarkan ultimatum agar TRI mengosongkan seluruh kota Bandung. Pemerintah
Republik Indonesia memerintahkan TRI mengosongkan kota Bandung, namun markas TRI di Yogya
menginstruksikan agar Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya TRI Bandung mematuhi perintah dari
Pemerintah RI namun sambil menyerang kedudukan sekutu dan membumihanguskan kota Bandung
bagian Selatan.
Perundingan Indonesia-Belanda
Perundingan ini diprakarsai oleh Lord Killearn pada 7 Oktober 1946. Pihak Belanda diwakili oleh
komisi dibawah pimpinan Prof. Schermehorn dan delegasi Indonesia diketuai oleh PM Sutan Sjahrir.
Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata.
Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati dipimpin oleh Lord Killearn pada 10-15 November 1946 di Linggarjati,
Jawa Barat. Persetujuan ini ditandatangani pada 25 Maret 1947. Dari pihak Indonesia, delegasi
diketuai oleh Sutan Sjahrir dan dari pihak Belanda adalah Prof. Schermerchorn. Isi perundingan ini
adalah:
1. Belanda mengakui wilayah kekuasaan Indonesia: Sumatra, Jawa dan Madura.
2. Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat.
3. Republik Indonesia serikat dan Belanda akan membentuk uni Indonesia-Belanda dengan Ratu
Belanda selaku ketuanya.
Puputan Margarana
Pada 2 dan 3 Maret 1946 Belanda mendaratkan kurang lebih 2000 tentara di Bali. Menurut
perjanjian Linggarjati, Bali tidak termasuk ke dalam wilayah RI, sementara itu Belanda
mengusahakan berdirinya negara boneka di Indonesia bagian timur. Letkol I Gusti Ngurah Rai
dibujuk Belanda untuk bekerja sama namun ia menolaknya. Pada 18 November 1946, Ngurah Rai
menyerang Belanda, namun karena kekuatan yang tidak seimbang, pasukan Ngurah Rai dapat
dikalahkan dalam puputan Margarana.
Peristiwa Westerling di Makasar
Pada bulan Desember 1946, Belanda mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Kapten Raymon
Westerling ke Sulawesi Selatan. Sejak kedatangannya pada 7-25 Desember 1946, pasukan
Westerling membunuh beribu-ribu rakyat dengan tujuan membersihkan Sulawesi Selatan dari
pejuang Indonesia dan mematikan perlawanan terhadap pembentukan Negara Indonesia Timur.
Gerakan pembersihan yang dilakukan oleh Westerling dilakukan setelah terjadi pertempuran dengan
pasukan “Harimau Indonesia” dibawah pimpinan Walter Mongsidi di Barombong.
Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang
Pasukan Sekutu mendarat di Palembang pada 12 Oktober 1945 dibawah pimpinan Letnan
Kolonel Carmichael. Ketika Belanda menuntut Palembang dikosongkan dan pemuda menolak
tuntutan tersebut, pertempuran meletus. Untuk mengulur waktu, Belanda mengajak berunding.
Ketika perundingan berlangsung pada 1 Januari 1947, pertempuran meletus kembali. Pertempuran
berlangsung lima hari lima malam, korban berjatuhan di kedua belah pihak. Pada 6 Januari 1947,
akhirnya dicapai persetujuan gencatan senjata.
7
8
Pada 17 Desember 1949, Ir. Soekarno dilantik menjadi presiden RIS dan sebagai pejabat
presiden RI diangkat Mr. Assaat. RI kemudian menjadi negara bagian RIS. Pengakuan kedaulatan RIS
dilakukan di Belanda dan di Indonesia. Di Belanda pengakuan dilakukan oleh Ratu Belanda
Wilhemina kepada Drs. Moh. Hatta dan di Indonesia pengakuan kedaulatan dilakukan oleh Mr.
Loving kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Disintegrasi Nasional
Peristiwa 3 Juli
Pada 3 Juli 1946, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. Iwa Koesoema Soemantri dan Jenderal Mayor
Soedarsono mencoba memaksa presiden menandatangani konsep susunan Pemerintahan baru.
Presiden menolak permintaan dan paksaan tersebut dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa
tersebut ditangkap.
Konferensi Malino
Konferensi Malino diselenggarakan tanggal 15-25 Juli 1946 atas prakasa Dr. H. J. Van Mook.
Konferensi ini membahas rencana pembentukan negara-negara di wilayah Indonesia yang akan
menjadi bagian-bagian dari suatu negara federal.
Pemberontakan PKI/ Peristiwa Madiun
PKI/FDR melakukan pengkhianatan dan pemberontakan terhadap Republik Indonesia. Sejak
kedatangan Musso, tokoh komunis yang lama berada di Moskow, PKI mendaptkan jalan baru dan
melakukan terror. Pada 18 September 1948, PKI merebut kota Madiun dan memproklamasikan
berdirinya “Soviet Republik Indonesia”. Selain di Madiun, PKI juga berhasil membentuk
pemerintahan baru di Pati. Untuk mengatasi pemberontakan ini, Pemerintah bertindak cepat.
Operasi penumpasan dipimpin oleh Kolonel A.H. Nasution. Dalam operasi ini, Musso berhasil
ditembak mati sedangkan Amir Sjarifuddin dan tokoh lainnya dapat ditangkap dan dijatuhi hukuman
mati.
Proklamasi Negara Islam Indonesia
Pada 7 agustus 1949, Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara
Islam Indonesia di suatu desa di kabupaten Tasikmalaya. Ketika Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah
akibat pelaksanaan perjanjian Renville, Kartosuwiryo lebih leluasa melaksanakan geraknya. Pada
waktu pasukan Siliwangi kembali dari Jawa Tengah untuk melakukan perang gerilya Agresi Militer
Belanda II, mereka menjumpai kesatuan bersenjata yang menamakan dirinya Darul Islam/ Tentara
Islam Indonesia (DI/TII) yang menghalangi TNI kembali ke Jawa Barat. Pertempuran antara TNI divisi
Siliwangi dan DI/TII pun tak dapat dihindarkan. Gerakan ini ditumpas dengan operasi pagar betis.
DI/ TII di Jawa Tengah
Pemimpinnya adalah Amir Fatah. Gerakan ini bergabung dengan gerakan DI/TII Kartosuwiryo di
Jawa Barat. Proklamasi Negara Islam Indonesia di Jawa Tengah berlangsung pada 23 Agustus 1949 di
Tegal. Untuk menumpas gerakan ini, pada Januari 1950, pemerintah membentuk komando operasi
yang disebut Gerakan Benteng Negara.
DI/TII di Kalimantan Selatan
Gerakan ini dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Melalui operasi militer yang dimulai tahun 1959, gerakan
ini berhasil ditumpas.
DI/TII di Sulawesi Selatan
9
Pimpinan gerakan ini adalah Kahar Mudzakar. Pada tahun 1951, ia menyatakan Sulawesi
Selatan adalah bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo. Pemberontakan
ini berakhir setelah Kahar Mudzakar tertembak mati pada Februari 1965.
DI/TII di Aceh
Gerakan ini dipimpin oleh Daud Beureuh. Gerakan ini berawal dari kekecewaan diubahnya
Daerah Istimewa Aceh menjadi keresidenan dibawah provinsi Sumatra Utara. Pada 20 September
1953, Daud Beureuh menyatakan Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah
pimpinan Kartosuwiryo. Penumpasan gerakan ini dilakukan melalui pendekatan sosial budaya.
Peristiwa APRA di Bandung
Pembentukan APRIS menimbulkan ketegangan-ketegangan yang mengakibatkan pertumpahan
darah. Di Bandung, suatu kelompok menamakan dirinya ‘Angkatan Perang Ratu Adil’ dan
memberikan ultimatum pada pemerintah RIS dan Negara Pasundan agar mereka diakui sebagai
Tentara Pasundan. Pagi hari 23 Januari 1950, APRA dibawah pimpinan Kapten Raymond Westerling
melakukan serangan terhadap kota Bandung. Operasi penumpasan terhadap APRA segera dilakukan
oleh TNI.
Peristiwa Andi Azis di Makassar
Pemberontakan Andi Azis terjadi tanggal 5 April 1950 di Makassar. Andi Azis menuntut pasukan
APRIS bekas KNIL saja lah yang bertanggung jawab atas keamanan di daerah Negara Indonesia
Timur. Penumpasan pemberontakan ini dilakukan pasukan ekspedisi dibawah pimpinan Kolonel Alex
Kawilarang. Meskipun Andi Azis telah menyerahkan diri bulan April namun pertempuran masih
terjadi hingga Agustus.
Peristiwa Republik Maluku Selatan
Di Ambon tanggal 25 April 1950 diumumkan berdirinya Republik Maluku Selatan yang terlepas
dari NIT dan RIS dibawah pimpinan Soumokil. Pemerintah pusat berusaha menyelesaikan
pemberontakan ini secara damai namun tidak membuahkan hasil sehingga dibentuklah pasukan
ekspedisi dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang untuk menumpasnya.
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuaangan Rakyat Semesta (PRRI/
Permesta)
Gerakan separatisme ini bermula dari ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat dan anggapan
pembangunan hanya terjadi di pulau Jawa. Pada 15 Februari 1958, Ahmad Husein
mempermaklumkan berdirinya PRRI dengan Sjarifuddin Prawiranegara sebagai Perdana Menterinya.
Setelah jalan perundingan tidak berhasil, pemerintah menjalankan beberapa operasi militer: Operasi
Tegas, Operasi 17 Agustus, Operasi Sapta Marga, Operasi Sadar, dan Operasi Merdeka. Pada 29 Mei
1946 akhirnya gerakan ini menyerahkan diri.
Demokrasi Liberal
Menurut hasil KMB, Indonesia menjadi negara serikat yang terdiri dari negaa bagian namun
rakyat tidak puas dan usaha untuk kembali ke negara kesatuan dilancarkan dimana-mana. Untuk
menanggapi keinginan rakyat, pada rapat parlemen dan senat RIS pada 15 Agustus 1950, Indonesia
kembali ke negara kesatuan.
Kehidupan Politik Masa Demokrasi Liberal
10
Sistem pemerintahan parlementer sesuai UUDS 1950 tidak membawa kestabilan politik, hal
tersebut dibuktikan dengan kabinet yang silih berganti.
Kabinet Periode Alasan Jatuh Keterangan
Natsir September 1950 – Maret Kegagalan penyelesaian Zaken Kabinet
1951 masalah Irian Barat
Sukiman April 1951 – Februari Penandatanganan
1952 persetujuan bantuan
ekonomi dan persenjataan
dari AS
Wilopo April 1952 – Juni 1953 Gerakan provinsialisme dan Zaken Kabinet
separatisme; peristiwa 17
Oktober 1952
Ali Juli 1953 – Juli 1955 Munculnya gerakan DI/TII; Konferensi Asia Afrika
Sostroamidjojo memburuknya situasi
I ekonomi
Burhanudin Agustus 1955 – Maret Kekecewaan pegawai Pemilu Pertama
Harahap 1956 kementerian yang
mengalami mutasi
Ali Maret 1956 – Maret Pertikaian antaretnis Titik tolak periode
Sostroamidjojo 1957 planning and
II investment ; pembatalan
hasil KMB
Karya/ April 1957 – Juli 1959 Gerakan separatisme, krisis Hasil : Deklarasi
Djuanda ekonomi, dan peristiwa Djuanda, Dewan
cikini Nasional, Musyawarah
Nasional
Demokrasi Terpimpin
Konstituante yang diserahi tugas membentuk undang-undang dasar baru tidak kunjung
melaksanakan fungsi konstitutionalnya ditambah situasi politik, ekonomi serta aksi pemberontakan
mengancam disintegrasi bangsa sehingga keaadan ini membuat Presiden Soekarno menggunakan
kekuasaannya untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit ini berisi tiga poin penting:
1. Memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945
2. Membubarkan Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Sejak dekrit presiden dikeluarkan, Indonesia memasuki masa pemerintahan dengan sistem
demokrasi terpimpin yaitu suatu sistem demokrasi yang langsung dipimpin oleh presiden. Berikut
adalah beberapa hal yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin.
Manipol Usdek
11
Dalam memperingati HUT RI ke-14 pada 17 Agustus 1959, presiden Soekarno menyampaikan
pidato yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato ini kemudian dikenal sebagai
Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) yang berintikan Undang-Undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia
(USDEK). Manipol Usdek kemudian ditetapkan sebagai GBHN dalam Perpres No 1 tahun 1960 yang
diperkuat oleh Tap MPR No 1/MPRS/1960.
Pembubaran DPR Hasil Pemilu 1955
Melalui Perpres No 3 Tahun 1960, Presiden membubarkan DPR hasil pemilu karena perselisihan
tentang penetapan APBN untuk periode 1961. Kemudian Presiden Soekarno membentuk DPR-
Gotong Royong yang keanggotannya dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Pembubaran Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia
Presiden Soekarno membubarkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia. Hal ini
membatasi ruang gerak politik rakyat juga memperbesar kesempatan PKI memperluas pengaruhnya.
Pembentukan MPRS
MPRS yang dibentuk oleh presiden Soekarno dalam sidang pertamanya pada 10 November-7
Desember 1960 menghasilkan 3 keputusan:
1. TAP MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Indonesia sebagai GBHN.
2. TAP MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta
Berencana Tahap Pertama 1961-1969.
3. Mengangkat Presiden Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan Mandataris MPRS.
Perjuangan Pembebasan Irian Barat.
Dalam rangka pembebasan Irian Barat, Presiden Soekarno mengeluarkan komando yang dikenal
sebagai Tri Komando Rakyat (TRIKORA) pada 19 Desember 1961, yang berisi 3 poin sebagai berikut.
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan
bangsa.
Langkah pertama Trikora dalah membentuk komando operasi militer yang diberi nama
Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Beberapa operasi militer dilakukan seperti Operasi
Banteng di Fak Fak, Operasi Naga di Merauke, Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana dan Merauke, dan
Operasi Jayawijaya. Dalam pembebasan Irian Barat, Komandor Yos Sodarso gugur dalam peristiwa
laut Aru pada 15 Januari 1962.
Pada 15 Agustus 1962, Indoensia dan Belanda menandatangai persetujuan New York yang
menyatakan bahwa selambat-lambatnya Belanda akan menyerahkan Irian Barat pada pemerintahan
sementara PBB, UNTEA pada 1 Oktober 1962 dan selambat-lambatnya 1 Mei 1963, pemerintahan RI
akan menerima Irian Barat dari UNTEA(pemerintahan sementara PBB). Persetujuan ini dapat
terlaksana berawal dari usul Ellsworth Bunker.
Pada 14 Februari 1963, diselenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat yang hasilnya rakyat Irian
Barat ingin bergabung dengan Indonesia. Pada 1 Mei 1963, Irian Barat secara resmi menjadi bagian
dari Indonesia.
Jatuhnya Orde Lama
Pada masa Demokrasi Terpimpin, PKI memiliki pengaruh politik yang besar. Pelaksanaan ide
Nasionalis, Agama dan Komunisme (Nasakom) yang memudahkan PKI memperluas pengaruhnya ke
masyarakat. Pada akhir 1963, sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak” dilancarkan PKI dan
12
pendukungnya dengan mengambil alih tanah perkebunan milik pemerintah. Contoh aksi sepihak
yang dilakukan PKI adalah Peristiwa Jengkol (15 November 1961), Peristiwa Indramayu (15 Oktober
1964), Peristiwa Boyolali (November 1964), Peristiwa Kaniogoro (13 Januari 1965), dan Peristiwa
Bandar Betsi ( 14 Mei 1965).
Pengaruh PKI pun terasa di kalangan seniman dan intelektual dengan berdirinya Lekra. Hal ini
menimbulkan reaksi dari kelompok anti PKI yang mengeluarkan pernyataan Manifesto Kebudayaan
(Manikebu). Namun kemudian Manikebu dilarang oleh pemerintah pada Mei 1964. Pada September
1964, pemerintah juga membubarkan Partai Murba yang garis politiknya berseberangan dengan PKI.
Pada 14 Januari 1965, Ketua CC PKI, Dipa Nusantara Aidit menuntut pemerintah
mempersenjatai kaum buruh dan tani yang dikenal dengan angkatan kelima.
Ditengah situasi politik yang memanas, PKI menyatakan bahwa dalam tubuh TNI AD ada sebuah
Dewan Jenderal yang bertugas menilai kebijaksanaan Presiden. Akhirnya, sekelompok pasukan
dibawah pimpinan Letnan Kolonel Untung melakukan aksi bersenjata. Mereka menculik dan
membunuh perwira tinggi Angkatan Darat, yaitu Letan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal R
Suprapto, Mayor Jenderal harjono Mas Tirtodarmo, Mayor Jenderal Suwondo Parman, Brigadir
Jenderal Donald Izacus Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. Disamping itu gugur
pula Letnan Satu Piere Andreas Tendean dan Brigadir Polisis Sasuit Tubun dan Ade Irma Suryani
Nasution. Sementara itu di Yogyakarta gugur pula dua perwira TNI-AD yaitu Kolonel Katamso dan
Letnan Kolonel Sugiyono. Mereka yang gugur pada peristiwa ini diangkat sebagai Pahlawan Revolusi.
Pada 2 Oktober 1965, markas pemberontak dikuasai dan gerakan itu ditumpas. Tokoh G 30 S
ditangkap dan diajukan ke pengadilan.
Peristiwa G 30 S menjadi suatu momentum peralihan kekuasaan orde lama ke orde baru.
Setelah persitiwa G30S, masyarakat menuntut agar pelaku G 30 S diadili namun sikap pemerintahan
kurang tegas. Hal tersebut menimbulkan ketidakpuasan sehingga menimbulkan demonstrasi yang
dilakukan olej Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI),
Kesatuan AKsi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), Kesatuan Aksi Guru
Indonesia (KAGI). Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI),
Kesatuan Aksi Pengemudi Becak Indonesia (KAPBI).
Pada 10 Januari 1966, dipelopori KAMI dan KAPPI, kesatuan aksi yang tergabung dalam Front
Pancasila turun ke jalan melakukan demonstrasi dan mengajukan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura),
yaitu:
1. Pembubaran PKI,
2. Pembersihan kabinet dari unsur-unsur gerakan Gerakan 30 September,
3. Penurunan harga/ perbaikan ekonomi.
Menghadapi situasi ini, Presiden Soekarno pada 15 Januari 1966 mengadakan sidang kabinet
Dwikora dan menyatakan kesediaannya memberikan penyelesaian politik. Hal ini dilakukan presiden
Soekarno dengan mengubah Kabinet Dwikora menjadi Kabinet Dwikora yang disempurnakan atau
kabinet 100 menteri. Namun hal ini tidak memberikan kepuasan pada masyarakat karena menteri-
menteri tersebut banyak yang memihak PKI.
Pada 11 Maret 1966, Presiden Soekarno kemudian memberikan mandat pada Letjen Soeharto
untuk memulihkan kondisi yang dikenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
Berdasarkan Supersemar, Letjen Soeharto segera mengambil tindakan yang penting dalam
rangka memulihkan situasi, yaitu membubarkan PKI dan mengamankan menteri kabinet dwikora
yang dianggap terlibat gerakan 30 September 1965.
13
Pada 20 Juni-5 Juli 1966, MPRS menyelenggarakan sidang umum sebagai langkah dalam
mengoreksi terhadap penyelewengan yang dilakukan pada masa pemerintahan orde lama.
Kemudian kabinet dwikora dibubarkan dan dibentuklah kabinet Ampera.
Perkembangan politik selanjutnya adalah penyerahan kekuasaan dari Presiden Soekarno pada
Letjen Soeharto pada 22 Februari 1967. Dengan demikian, berakhirlah orde lama.
Orde Baru (11 Maret 1966 – 21 Mei 1998)
Terjadi di masa pemerintahan Presiden Soeharto, menggantikan Orde Lama yang merujuk
era pemerintahan Soekarno. Orde ini diawali dengan lahirnya Surat Perintah 11 Maret 1966.
Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen
namun pelaksanaannya banyak menyimpang, terbukti dengan banyaknya korupsi, kolusi, dan
nepotisme yang merajalela. Pada masa ini, penumpasan PKI dan ormas-ormasnya dilakukan secara
aktif.
Pada 1973 dilaksanakan pemilihan umum pertama pada masa Orde Baru dan pemerintah
melakukan penyederhanaan dan penggabungan (fusi) partai politik menjadi 3 kekuatan, yaitu: Partai
Persatuan Pembangunan (gabungan NU, Parmusi, PSII, PERTI), Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
(gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo), dan Golongan Karya. Selain itu,
ABRI diberikan fungsi ganda yaitu Hankam (fungsi menjaga stabilitas keamanan negara) dan Sosial
(Mendapat jatah kursi di MPR dan DPR).
Pada 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila yang dikenal dengan Ekaprasetya Pancakarsa. Dalam sektor
ekonomi, pemerintah melaksanakan rangkaian REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dan
Swasembada beras. Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia.
Harga minyak, gas, dan komoditas ekspor jatuh, Rupiah jatuh, inflasi meningkat dan perpindahan
modal dipercepat. Di tengah gejolak kemarahan massa, Soeharto mundur dari jabatan Presiden pada
21 Mei 1998 setelah 32 tahun menjabat.
14
15
16