1945.
Sementara itu di Jakarta, Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua berunding dengan Wikana
dari golongan muda. Mr. Ahmad Soebardjo kemudian menjemput Ir. Soekarno dan Moh. Hatta
setelah sebelumnya memberikan Jaminan bahwa kemerdekaan paling lambat akan
diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 jam 12 siang.
Rombongan Soekarno-Hatta tiba di Jakarta sekitar pukul 23.00 dan langsung menuju
kediaman Laksana Muda Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol nomor 1. Teks proklamasi
disusun oleh Ir. Soekarno, Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Soebardjo dan disaksikan oleh Miyoshi
(orang kepercayaan Nishimura), Sukarni, B.M Diah, dan Sudiro. Kalimat pertama merupakan
usulan Mr. Ahmad Soebardjo dan kalimat kedua merupakan usulan M. Hatta. Hasil rumusan teks
proklamasi diketik oleh Sajuti Melik dan atas usul Sukarni teks proklamasi ditandatangani oleh
Ir. Soekarno dan M. Hatta.
Proklamasi dilaksanakan tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 di Jalan Pengangsaan Timur
no 56 yg merupakan rumah Soekarno.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI melaksanakan rapat dan menghasilkan dua keputusan
penting. Pertama mengesahkan dan menetapkan UUD 1945 dan yang kedua mengangkat
Soekarno sebagai Presiden dan M. Hatta sebagai wakil presiden.
yang adil dan beradab” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Pada siding PPKI tersebut, Otto Iskandardinata menyarankan memilih presiden dan wakil
presiden kemudian mengusulkan Bung Karno sebagai presiden dan Bung Hatta sebagai wakil
presiden. Usulan tersebut diterima sehingga presiden wakil presiden langsung dilantik saat itu
juga. Dalam sidang hari kedua pada tanggal 19 Agustus 1945, PPKI mengambil dua buah
keputusan lagi:
1. Penetapan 12 Kementerian dalam lingkungan Pemerintah, yaitu Kementerian-kementerian
Dalam Negeri, Luar Negeri, Kehakiman, Keuangan, Kemakmuran, Kesehatan, Pengajaran,
Sosial, Pertahanan, Penerangan, Perhubungan, dan Pekerjaan Umum.
2. Pembagian daerah Republik Indonesia dalam 8 propinsi dan gubernurnya sebagai berikut:
Sumatera : Mr. Teuku Mohammad Hasan
lain- lain.
Pada tanggal 16 Oktober 1945, Wakil Presiden mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden X
yang menyatakan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-Garis
Besar Haluan Negara sebelum MPR dan DPR terbentuk. Pada 3 November 1945, keluarlah
maklumat pemerintah yang ditandatangani wakil presiden yang berisi tentang pembentukan
partai-partai politik. Partai politik ini bertujuan untuk mengatur semua aliran paham yang ada di
dalam masyarakat.
Respon Rakyat dan Daerah terhadap Pembentukan Negara dan Pemerintahan Indonesia
Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia disebarkan oleh F.Wuz, seorang markonis, oleh
Radio Domei. Waidan B. Panalewen memerintahkan agar berita tersebut disiarkan tiga kali,
namun baru dua kali disiarkan, pihak Jepang memerintahkan berita tersebut berhenti disiarkan.
Namun, Waidan
B. Panalewen memerintahkan F. Wuz terus menyiarkannya hingga akhirnya kantor berita Domei
disegel.
Dengan disegelnya kantor Berita Domei, para pemuda berinisiatif membuat pemancar baru
dengan kode panggilan DJK I sehingga berita kemerdekaan dapat terus disiarkan. Usaha
penyebaran berita proklamasi juga tidak terbatas melalui radio, namun juga melalui pers dan surat
selebaran. Hampir seluruh Harian di Jawa dalam penerbitannya 20 Agustus memuat proklamasi
dan Undang- Undang Negara Republik Indonesia. Demikianlah berita proklamasi kemerdekaan
tersiar ke seluruh tanah air.
Di Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono IX menyatakan “Negeri Ngayogyakarto
Hadiningrat” yang bersifat kerajaan sebagai Daerah Istimewa dalam Negara Republik Indonesia.
Sementara itu, di Jakarta, pada tanggal 19 September 1945 diselenggarakan rapat raksasa di
lapangan Ikada untuk menyambut proklamasi kemerdekaan. Rakyat membanjiri lapangan rapat,
sekalipun bala tentara Jepang melakukan penjagaan keras. Sebelumnya pimpinan tentara Jepang
telah melarang penyelenggaraan rapat tersebut. Suasana hangat dan mencekam ketika rakyat
berhadapan dengan tentara Jepang yang berjaga-jaga. Presiden Soekarno pun tidak jadi berpidato
dan hanya menyampaikan beberapa pesan singkat antara lain meminta supaya rakyat percaya
KANTOR MASTERPRIMA MADIUN
Jl. M. H. Thamrin 9 Madiun
pada pimpinan dan pulang dengan tenang. Hal ini dilakukan agar bentrokan antara rakyat
Indonesia dan tentara Jepang tidak terjadi.
Pada hari yang sama, yaitu 19 September 1945, di Surabaya terjadi suatu peristiwa yang
kemudian terkenal sebagai “Insiden Bendera”. Insiden berpangkal pada tindakan beberapa orang
Belanda yang mengibarkan bendera merah putih pada tiang diatas Hotel Yamato, Tunjungan.
Tindakan tersebut menimbulkan amarah rakyat yang kemudian menyerbu hotel untuk
menurunkan bendera tersebut, merobek bagian yang berwana biru dan mengibarkannya kembali
sebagai bendera Merah Putih.
Jepang akan dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring menjadi pabrik senjata,
memberontak waktu dipindahkan ke Semarang. Pertempuran berlangsung lima hari dan baru
berhenti setelah pimpinan TKR berunding dengan pimpinan pasukan Jepang.
Pertempuran Surabaya
Pasa 25 Oktober 1945, tentara AFNEI dibawah komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby
mendarat di Surabaya dan pada 27 Oktober 1945 mereka menyerbu penjara Republik untuk
membebaskan perwira sekutu yang ditawan Republik. Pada tanggal 28 Oktober 1945, pos sekutu
di seluruh Surabaya diserang Indonesia. Dalam sebuah insiden yang belum terungkapkan dengan
jelas, Brigadir Jenderal Mallaby ditemukan tewas. Sekutu kemudian mengeluarkan ultimatum
supaya semua orang Indonesia harus melapor dan meletakkan senjata paling lambat tanggal 10
November 1945. Ultimatum ini tidak dihiraukan sehingga pecahlah perang Surabaya pada 10
November 1945. Bung Tomo adalah salah satu pemimpin perjuangan rakyat Surabaya. Untuk
memperingati perjuangan rakyat Surabaya, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari
Pahlawan.
Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa diawali dengan mendaratnya tentara Sekutu dibawah pimpinan
Brigadir Jenderal Bethel di Semarang pada 20 Oktober 1945. Pada 21 November 1945, sekutu
mundur ke Ambarawa. Insiden bersenjata antara rakyat dan tentara Ambarawa meluas menjadi
pertempuran. Setelah pertempuran sengit berlangsung, pada 12 Desember 1945, pasukan
Indonesia melancarkan serangan serentak. Setelah betempur selama empat hari akhirnya pasukan
Indonesia berhasil menghalau tentara Inggris dari Ambarawa.
Pertempuran Medan Area
Pasukan sekutu yang diboncengi oleh serdadu Belanda dan NICA dibawah pimpinan
Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Medan pada 9 Oktober 1945. Pada tanggal 13 Oktober
1945 terjadi pertempuran pertama antara para pemuda dan pasukan Belanda yang merupakan awal
perjuangan bersenjata yang dikenal sebagai pertempuran Medan Area. Tanggal 10 Desember
1945 tentara sekutu melancarkan gerakan besar-besaran dengan mengikutsertakan pesawat
tempurnya. Pertempuran ini memakan banyak korban dari kedua belah pihak.
KANTOR MASTERPRIMA MADIUN
Jl. M. H. Thamrin 9 Madiun
2. Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat.
3. Republik Indonesia serikat dan Belanda akan membentuk uni Indonesia-Belanda dengan
Ratu Belanda selaku ketuanya.
Puputan Margarana
Pada 2 dan 3 Maret 1946 Belanda mendaratkan kurang lebih 2000 tentara di Bali. Menurut
perjanjian Linggarjati, Bali tidak termasuk ke dalam wilayah RI, sementara itu Belanda
mengusahakan berdirinya negara boneka di Indonesia bagian timur. Letkol I Gusti Ngurah Rai
KANTOR MASTERPRIMA MADIUN
Jl. M. H. Thamrin 9 Madiun
dibujuk Belanda untuk bekerja sama namun ia menolaknya. Pada 18 November 1946, Ngurah
Rai menyerang Belanda, namun karena kekuatan yang tidak seimbang, pasukan Ngurah Rai dapat
dikalahkan dalam puputan Margarana.
Peristiwa Westerling di Makasar
Pada bulan Desember 1946, Belanda mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Kapten
Raymon Westerling ke Sulawesi Selatan. Sejak kedatangannya pada 7-25 Desember 1946,
pasukan Westerling membunuh beribu-ribu rakyat dengan tujuan membersihkan Sulawesi
Selatan dari pejuang Indonesia dan mematikan perlawanan terhadap pembentukan Negara
Indonesia Timur. Gerakan pembersihan yang dilakukan oleh Westerling dilakukan setelah terjadi
pertempuran dengan pasukan “Harimau Indonesia” dibawah pimpinan Walter Mongsidi di
Barombong.
Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang
Pasukan Sekutu mendarat di Palembang pada 12 Oktober 1945 dibawah pimpinan Letnan
Kolonel Carmichael. Ketika Belanda menuntut Palembang dikosongkan dan pemuda menolak
tuntutan tersebut, pertempuran meletus. Untuk mengulur waktu, Belanda mengajak berunding.
Ketika perundingan berlangsung pada 1 Januari 1947, pertempuran meletus kembali.
Pertempuran berlangsung lima hari lima malam, korban berjatuhan di kedua belah pihak. Pada 6
Januari 1947, akhirnya dicapai persetujuan gencatan senjata.
Komisi Tiga Negara yang terdiri dari Australia, Belgia, dan Amerika Serikat. Dalam usaha
menyelesaikan sengketa, KTN mengadakan perundingan pada 8 Desember 1947 diatas sebuah
kapal pengangkut pasukan Angkatan Luar Amerika Serikat “USS Renville”. Delegasi dari
Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R.
Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang Indonesia yang memihak Belanda. Perjanjian Renville
ditandatangani 17 Januari 1948.
Disintegrasi Nasional
Peristiwa 3 Juli
Pada 3 Juli 1946, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. Iwa Koesoema Soemantri dan Jenderal Mayor
Soedarsono mencoba memaksa presiden menandatangani konsep susunan Pemerintahan baru.
Presiden menolak permintaan dan paksaan tersebut dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa
tersebut ditangkap.
Konferensi Malino
Konferensi Malino diselenggarakan tanggal 15-25 Juli 1946 atas prakasa Dr. H. J. Van
Mook. Konferensi ini membahas rencana pembentukan negara-negara di wilayah Indonesia yang
akan menjadi bagian-bagian dari suatu negara federal.
Pemberontakan PKI/ Peristiwa Madiun
PKI/FDR melakukan pengkhianatan dan pemberontakan terhadap Republik Indonesia. Sejak
kedatangan Musso, tokoh komunis yang lama berada di Moskow, PKI mendaptkan jalan baru
dan melakukan terror. Pada 18 September 1948, PKI merebut kota Madiun dan
memproklamasikan berdirinya “Soviet Republik Indonesia”. Selain di Madiun, PKI juga berhasil
membentuk pemerintahan baru di Pati. Untuk mengatasi pemberontakan ini, Pemerintah
KANTOR MASTERPRIMA MADIUN
Jl. M. H. Thamrin 9 Madiun
bertindak cepat. Operasi penumpasan dipimpin oleh Kolonel A.H. Nasution. Dalam operasi ini,
Musso berhasil ditembak mati sedangkan Amir Sjarifuddin dan tokoh lainnya dapat ditangkap
dan dijatuhi hukuman mati.
Proklamasi Negara Islam Indonesia
Pada 7 agustus 1949, Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya
Negara Islam Indonesia di suatu desa di kabupaten Tasikmalaya. Ketika Divisi Siliwangi hijrah
ke Jawa Tengah akibat pelaksanaan perjanjian Renville, Kartosuwiryo lebih leluasa melaksanakan
geraknya. Pada waktu pasukan Siliwangi kembali dari Jawa Tengah untuk melakukan perang
gerilya Agresi Militer Belanda II, mereka menjumpai kesatuan bersenjata yang menamakan
dirinya Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang menghalangi TNI kembali ke Jawa
Barat. Pertempuran antara TNI divisi Siliwangi dan DI/TII pun tak dapat dihindarkan. Gerakan
ini ditumpas dengan operasi pagar betis.
DI/ TII di Jawa Tengah
Pemimpinnya adalah Amir Fatah. Gerakan ini bergabung dengan gerakan DI/TII
Kartosuwiryo di Jawa Barat. Proklamasi Negara Islam Indonesia di Jawa Tengah berlangsung
pada 23 Agustus 1949 di Tegal. Untuk menumpas gerakan ini, pada Januari 1950, pemerintah
membentuk komando operasi yang disebut Gerakan Benteng Negara.
DI/TII di Kalimantan Selatan
Gerakan ini dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Melalui operasi militer yang dimulai tahun 1959,
gerakan ini berhasil ditumpas.
DI/TII di Sulawesi Selatan
Pimpinan gerakan ini adalah Kahar Mudzakar. Pada tahun 1951, ia menyatakan Sulawesi
Selatan adalah bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo.
Pemberontakan ini berakhir setelah Kahar Mudzakar tertembak mati pada Februari 1965.
DI/TII di Aceh
Gerakan ini dipimpin oleh Daud Beureuh. Gerakan ini berawal dari kekecewaan diubahnya
Daerah Istimewa Aceh menjadi keresidenan dibawah provinsi Sumatra Utara. Pada 20 September
1953, Daud Beureuh menyatakan Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah
KANTOR MASTERPRIMA MADIUN
Jl. M. H. Thamrin 9 Madiun
pimpinan Kartosuwiryo. Penumpasan gerakan ini dilakukan melalui pendekatan sosial budaya.
Peristiwa APRA di Bandung
Pembentukan APRIS menimbulkan ketegangan-ketegangan yang mengakibatkan
pertumpahan darah. Di Bandung, suatu kelompok menamakan dirinya ‘Angkatan Perang Ratu
Adil’ dan memberikan ultimatum pada pemerintah RIS dan Negara Pasundan agar mereka diakui
sebagai Tentara Pasundan. Pagi hari 23 Januari 1950, APRA dibawah pimpinan Kapten Raymond
Westerling melakukan serangan terhadap kota Bandung. Operasi penumpasan terhadap APRA
segera dilakukan oleh TNI.
Peristiwa Andi Azis di Makassar
Pemberontakan Andi Azis terjadi tanggal 5 April 1950 di Makassar. Andi Azis menuntut
pasukan APRIS bekas KNIL saja lah yang bertanggung jawab atas keamanan di daerah Negara
Indonesia Timur. Penumpasan pemberontakan ini dilakukan pasukan ekspedisi dibawah
pimpinan Kolonel Alex Kawilarang. Meskipun Andi Azis telah menyerahkan diri bulan April
namun pertempuran masih terjadi hingga Agustus.
Peristiwa Republik Maluku Selatan
Di Ambon tanggal 25 April 1950 diumumkan berdirinya Republik Maluku Selatan yang
terlepas dari NIT dan RIS dibawah pimpinan Soumokil. Pemerintah pusat berusaha
menyelesaikan pemberontakan ini secara damai namun tidak membuahkan hasil sehingga
dibentuklah pasukan ekspedisi dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang untuk menumpasnya.
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuaangan Rakyat Semesta (PRRI/ Permesta)
Gerakan separatisme ini bermula dari ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat dan
anggapan pembangunan hanya terjadi di pulau Jawa. Pada 15 Februari 1958, Ahmad Husein
mempermaklumkan berdirinya PRRI dengan Sjarifuddin Prawiranegara sebagai Perdana
Menterinya. Setelah jalan perundingan tidak berhasil, pemerintah menjalankan beberapa operasi
militer: Operasi Tegas, Operasi 17 Agustus, Operasi Sapta Marga, Operasi Sadar, dan Operasi
Merdeka. Pada 29 Mei 1946 akhirnya gerakan ini menyerahkan diri.
Demokrasi Liberal
KANTOR MASTERPRIMA MADIUN
Jl. M. H. Thamrin 9 Madiun
Menurut hasil KMB, Indonesia menjadi negara serikat yang terdiri dari negaa bagian namun
rakyat tidak puas dan usaha untuk kembali ke negara kesatuan dilancarkan dimana-mana. Untuk
menanggapi keinginan rakyat, pada rapat parlemen dan senat RIS pada 15 Agustus 1950,
Indonesia kembali ke negara kesatuan.
Kehidupan Politik Masa Demokrasi Liberal
Sistem pemerintahan parlementer sesuai UUDS 1950 tidak membawa kestabilan politik, hal
tersebut dibuktikan dengan kabinet yang silih berganti.
Kabinet Periode Alasan Jatuh Keterangan
Natsir September 1950 – Maret Kegagalan Zaken Kabinet
1951 penyelesaia
n
masalah Irian Barat
Sukiman April 1951 – Februari Penandatanganan
1952 persetujuan bantuan
ekonomi dan
persenjataan
dari AS
Wilopo April 1952 – Juni 1953 Gerakan provinsialisme Zaken Kabinet
dan separatisme;
peristiwa 17
Oktober 1952
Ali Juli 1953 – Juli 1955 Munculnya gerakan Konferensi Asia Afrika
Sostroamidjojo DI/TII; memburuknya
I situasi
ekonomi
Burhanudin Agustus 1955 – Maret Kekecewaan Pemilu Pertama
Harahap 1956 pegawa
i
kementerian yang
mengalami mutasi
Ali Maret 1956 – Maret Pertikaian antaretnis Titik tolak periode
Sostroamidjojo 1957 planning and
II investment; pembatalan
hasil KMB
Karya/ April 1957 – Juli 1959 Gerakan separatisme, Hasil : Deklarasi
Djuanda krisis ekonomi, dan Djuanda, Dewan
peristiwa cikini Nasional, Musyawarah
Nasional
KANTOR MASTERPRIMA MADIUN
Jl. M. H. Thamrin 9 Madiun
Demokrasi Terpimpin
Konstituante yang diserahi tugas membentuk undang-undang dasar baru tidak kunjung
melaksanakan fungsi konstitutionalnya ditambah situasi politik, ekonomi serta aksi
pemberontakan mengancam disintegrasi bangsa sehingga keaadan ini membuat Presiden
Soekarno menggunakan kekuasaannya untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit
ini berisi tiga poin penting:
1. Memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945
2. Membubarkan Konstituante
Sejak dekrit presiden dikeluarkan, Indonesia memasuki masa pemerintahan dengan sistem
demokrasi terpimpin yaitu suatu sistem demokrasi yang langsung dipimpin oleh presiden. Berikut
adalah beberapa hal yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin.
Manipol Usdek
Dalam memperingati HUT RI ke-14 pada 17 Agustus 1959, presiden Soekarno
menyampaikan pidato yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato ini kemudian
dikenal sebagai Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) yang berintikan Undang-
Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan
Kepribadian Indonesia (USDEK). Manipol Usdek kemudian ditetapkan sebagai GBHN dalam
Perpres No 1 tahun 1960 yang diperkuat oleh Tap MPR No 1/MPRS/1960.
Pembubaran DPR Hasil Pemilu 1955
Melalui Perpres No 3 Tahun 1960, Presiden membubarkan DPR hasil pemilu karena
perselisihan tentang penetapan APBN untuk periode 1961. Kemudian Presiden Soekarno
KANTOR MASTERPRIMA MADIUN
Jl. M. H. Thamrin 9 Madiun
membentuk DPR- Gotong Royong yang keanggotannya dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden.
Pembubaran Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia
Presiden Soekarno membubarkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia. Hal ini
membatasi ruang gerak politik rakyat juga memperbesar kesempatan PKI memperluas
pengaruhnya. Pembentukan MPRS
MPRS yang dibentuk oleh presiden Soekarno dalam sidang pertamanya pada 10
November-7 Desember 1960 menghasilkan 3 keputusan:
1. TAP MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Indonesia sebagai GBHN.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air
dan bangsa.
Langkah pertama Trikora dalah membentuk komando operasi militer yang diberi nama
Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Beberapa operasi militer dilakukan seperti Operasi
Banteng di Fak Fak, Operasi Naga di Merauke, Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana dan Merauke,
dan Operasi Jayawijaya. Dalam pembebasan Irian Barat, Komandor Yos Sodarso gugur dalam
peristiwa laut Aru pada 15 Januari 1962.
Pada 15 Agustus 1962, Indoensia dan Belanda menandatangai persetujuan New York yang
menyatakan bahwa selambat-lambatnya Belanda akan menyerahkan Irian Barat pada
pemerintahan sementara PBB, UNTEA pada 1 Oktober 1962 dan selambat-lambatnya 1 Mei
KANTOR MASTERPRIMA MADIUN
Jl. M. H. Thamrin 9 Madiun
1963, pemerintahan RI akan menerima Irian Barat dari UNTEA(pemerintahan sementara PBB).
Persetujuan ini dapat terlaksana berawal dari usul Ellsworth Bunker.
Pada 14 Februari 1963, diselenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat yang hasilnya rakyat
Irian Barat ingin bergabung dengan Indonesia. Pada 1 Mei 1963, Irian Barat secara resmi menjadi
bagian dari Indonesia.
Jatuhnya Orde Lama
Pada masa Demokrasi Terpimpin, PKI memiliki pengaruh politik yang besar. Pelaksanaan
ide Nasionalis, Agama dan Komunisme (Nasakom) yang memudahkan PKI memperluas
pengaruhnya ke masyarakat. Pada akhir 1963, sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak”
dilancarkan PKI dan
pendukungnya dengan mengambil alih tanah perkebunan milik pemerintah. Contoh aksi sepihak
yang dilakukan PKI adalah Peristiwa Jengkol (15 November 1961), Peristiwa Indramayu (15
Oktober 1964), Peristiwa Boyolali (November 1964), Peristiwa Kaniogoro (13 Januari 1965),
dan Peristiwa
Bandar Betsi ( 14 Mei 1965).
Pengaruh PKI pun terasa di kalangan seniman dan intelektual dengan berdirinya Lekra.
Hal ini menimbulkan reaksi dari kelompok anti PKI yang mengeluarkan pernyataan Manifesto
Kebudayaan (Manikebu). Namun kemudian Manikebu dilarang oleh pemerintah pada Mei 1964.
Pada September 1964, pemerintah juga membubarkan Partai Murba yang garis politiknya
berseberangan dengan PKI.
Pada 14 Januari 1965, Ketua CC PKI, Dipa Nusantara Aidit menuntut pemerintah
mempersenjatai kaum buruh dan tani yang dikenal dengan angkatan kelima.
Ditengah situasi politik yang memanas, PKI menyatakan bahwa dalam tubuh TNI AD ada
sebuah Dewan Jenderal yang bertugas menilai kebijaksanaan Presiden. Akhirnya, sekelompok
pasukan dibawah pimpinan Letnan Kolonel Untung melakukan aksi bersenjata. Mereka
menculik dan membunuh perwira tinggi Angkatan Darat, yaitu Letan Jenderal Ahmad Yani,
Mayor Jenderal R Suprapto, Mayor Jenderal harjono Mas Tirtodarmo, Mayor Jenderal
Suwondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Sutoyo
Siswomiharjo. Disamping itu gugur pula Letnan Satu Piere Andreas Tendean dan Brigadir
KANTOR MASTERPRIMA MADIUN
Jl. M. H. Thamrin 9 Madiun
Polisis Sasuit Tubun dan Ade Irma Suryani Nasution. Sementara itu di Yogyakarta gugur
pula dua perwira TNI-AD yaitu Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiyono. Mereka yang
gugur pada peristiwa ini diangkat sebagai Pahlawan Revolusi.
Pada 2 Oktober 1965, markas pemberontak dikuasai dan gerakan itu ditumpas. Tokoh G 30
S ditangkap dan diajukan ke pengadilan.
Peristiwa G 30 S menjadi suatu momentum peralihan kekuasaan orde lama ke orde baru.
Setelah persitiwa G30S, masyarakat menuntut agar pelaku G 30 S diadili namun sikap
pemerintahan kurang tegas. Hal tersebut menimbulkan ketidakpuasan sehingga menimbulkan
demonstrasi yang dilakukan olej Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda
Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan AKsi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita
Indonesia (KAWI), Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI). Kesatuan Aksi Buruh Indonesia
(KAPI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pengemudi Becak Indonesia
(KAPBI).
Pada 10 Januari 1966, dipelopori KAMI dan KAPPI, kesatuan aksi yang tergabung dalam
Front Pancasila turun ke jalan melakukan demonstrasi dan mengajukan Tiga Tuntutan Rakyat
(Tritura), yaitu:
1. Pembubaran PKI,
Menghadapi situasi ini, Presiden Soekarno pada 15 Januari 1966 mengadakan sidang kabinet
Dwikora dan menyatakan kesediaannya memberikan penyelesaian politik. Hal ini dilakukan
presiden Soekarno dengan mengubah Kabinet Dwikora menjadi Kabinet Dwikora yang
disempurnakan atau kabinet 100 menteri. Namun hal ini tidak memberikan kepuasan pada
masyarakat karena menteri- menteri tersebut banyak yang memihak PKI.
Pada 11 Maret 1966, Presiden Soekarno kemudian memberikan mandat pada Letjen Soeharto
untuk memulihkan kondisi yang dikenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
Berdasarkan Supersemar, Letjen Soeharto segera mengambil tindakan yang penting dalam
rangka memulihkan situasi, yaitu membubarkan PKI dan mengamankan menteri kabinet dwikora
yang dianggap terlibat gerakan 30 September 1965.
KANTOR MASTERPRIMA MADIUN
Jl. M. H. Thamrin 9 Madiun
Pada 20 Juni-5 Juli 1966, MPRS menyelenggarakan sidang umum sebagai langkah dalam
mengoreksi terhadap penyelewengan yang dilakukan pada masa pemerintahan orde lama.
Kemudian kabinet dwikora dibubarkan dan dibentuklah kabinet Ampera.
Perkembangan politik selanjutnya adalah penyerahan kekuasaan dari Presiden Soekarno
pada Letjen Soeharto pada 22 Februari 1967. Dengan demikian, berakhirlah orde lama.
Orde Baru (11 Maret 1966 – 21 Mei 1998)
Terjadi di masa pemerintahan Presiden Soeharto, menggantikan Orde Lama yang merujuk
era pemerintahan Soekarno. Orde ini diawali dengan lahirnya Surat Perintah 11 Maret 1966.
Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen
namun pelaksanaannya banyak menyimpang, terbukti dengan banyaknya korupsi, kolusi, dan
nepotisme yang merajalela. Pada masa ini, penumpasan PKI dan ormas-ormasnya dilakukan
secara aktif.
Pada 1973 dilaksanakan pemilihan umum pertama pada masa Orde Baru dan pemerintah
melakukan penyederhanaan dan penggabungan (fusi) partai politik menjadi 3 kekuatan, yaitu:
Partai Persatuan Pembangunan (gabungan NU, Parmusi, PSII, PERTI), Partai Demokrasi
Indonesia (PDI) (gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo), dan
Golongan Karya. Selain itu, ABRI diberikan fungsi ganda yaitu Hankam (fungsi menjaga
stabilitas keamanan negara) dan Sosial (Mendapat jatah kursi di MPR dan DPR).
Pada 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila yang dikenal dengan Ekaprasetya Pancakarsa. Dalam
sektor ekonomi, pemerintah melaksanakan rangkaian REPELITA (Rencana Pembangunan Lima
Tahun) dan Swasembada beras. Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan
ekonomi Asia. Harga minyak, gas, dan komoditas ekspor jatuh, Rupiah jatuh, inflasi meningkat
dan perpindahan modal dipercepat. Di tengah gejolak kemarahan massa, Soeharto mundur dari
jabatan Presiden pada 21 Mei 1998 setelah 32 tahun menjabat.
Presiden B.J. Habibie mundur dari jabatan presiden setelah pidato pertanggungjawabannya
ditolak oleh DPR, ia digantikan oleh Abdurahman Wahid. Pemilu yang diselenggarakan pada
Orde Reformasi adalah Pemilu tahun 1999, Pemilu Tahun 2004, Pemilu Tahun 2009, dan Pemilu
Tahun 2014.