Anda di halaman 1dari 11

Nama Nama Kelompok :

1. 𝓙𝓸𝓪𝓷𝓷𝓮 𝓡𝓪𝓻𝓪 𝓑𝓾𝓶𝓫𝓾𝓷𝓰𝓪𝓷


2. 𝓜. 𝓣𝓪𝓾𝓯𝓲𝓺 𝓐𝓵-𝓗𝓲𝓭𝓪𝔂𝓪𝓱 𝓢𝔂𝓪𝓱
3. 𝓜𝓮𝓵𝓲𝓪𝓷𝓬𝓮 𝓓𝓾𝓶𝓾𝓹𝓪
4. 𝓢𝓲𝓽𝓲 𝓝𝓪𝓫𝓲𝓵𝓪 𝓜𝓪𝓾𝓵𝓲𝓭𝔂𝓪
5. 𝓡𝓪𝓬𝓱𝓮𝓵 𝓒. 𝓘. 𝓕𝓮𝓻𝓷𝓪𝓷𝓭𝓮𝔃
6. 𝓡𝓮𝓷𝓲𝓽𝓪 𝓛. 𝓛𝓪𝔂𝓾𝓴
7. 𝓢𝓮𝓻𝓻𝓪 𝓓. 𝓖. 𝓢𝓪𝔀𝓪𝓴𝓲
8. 𝓢𝓽𝓮𝓿𝓮𝓷 𝓛. 𝓢𝓲𝓽𝓾𝓶𝓸𝓻𝓪𝓷𝓰
9. 𝓗𝓪𝓷𝓲 𝓚𝓱𝓪𝓲𝓻𝓪𝓷𝓲 𝓢𝓾𝓻𝓪𝓱𝓶𝓪𝓷
Ir. Soekarno atau yang kerap di panggil Bung Karno lahir pada Surabaya,
6 Juni 1901. Lulus pada tahun 1920, Soekarno melanjutkan pendidikan di THS
(Technische Hoogeschool) di Bandung. THS ini merupakan cikal bakal Institut
Teknologi Bandung. Setelah lulus, Soekarno mendirikan Biro Insinyur bersama
dengan Ir. Anwari tahun 1926. Selama di Bandung, Bung Karno aktif dalam
banyak organisasi. Beliau juga mendirikan Partai Nasional Indonesia pada 4 Juli
1927. PNI adalah partai yang bertujuan untuk memerdekakan bangsa Indonesia.
Karena tujuan inilah Soekarno di penjara pada 29 Desember 1929 di penjara
Sukamiskin. Bung Karno kemudian berulang kali dipenjara karena beliau tetap
teguh memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.  Perjuangan Soekarno cukup
panjang sebelum akhirnya mampu menyatakan kemerdekaan Indonesia. Tepat
pada tanggal 17 Agustus 1945, bersama Mohammad Hatta dan beberapa tokoh
lainnya, beliau menyatakan kemerdekaan bangsa.  Soekarno lah yang sudah
mengemukakan dasar negara, Pancasila, pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945.
Dasar ini kemudian menjadi dasar negara Indonesia. 

Drs. Mohammad Hatta yang akrab dipanggil Bung Hatta lahir di


Bukittinggi pada 12 Agustus 1902. Setelah lulus dari Pendidikan dasar dan
menengah di Bukittinggi, pada tahun 1932, Bung Hatta melanjutkan sekolahnya
di Handels Hogere School (Sekolah Tinggi Ekonomi ), di Rotterdam, Belanda.
Ketika di Belanda, Bung Hatta juga aktif di jalur politik dengan menjadi
ketua Perhimpunan Indonesia (PI), Organisasi pelajar Indonesia di Belanda
yang berjuang mencapai kemerdekaan. Dalam kongres internasional, Bung
Hatta memperkenalkan perjangan Indonesia melawan Belanda. Pada tahun
1932,Bung Hatta kembali ke Indonesia dan mendirikan Partai Nasional
Indonesia Baru (PNI-Baru) bersama Sutan Syahrir.
Pada 17 Agustus 1945, bersama Soekarno memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia atas nama bangsa Indonesia. Pada 18 Agustus 1945, ia
menjadi Wakil presiden pertama RI. Pada masa perang kemerdekaan, ia
diangkat menjadi perdana menteri merangkap Menteri Pertahanan. Pada 1
Desember 1956, Ia mengundurkan diri dari Wakil Presiden.

Achmad Soebardjo lahir di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat, tanggal


23 Maret 1896. Achmad adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama.
Semasa remaja Subarjo sekolah di Hogere Burger School, Jakarta pada tahun
1917. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden, Belanda
dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten di bidang undang-undang pada
tahun 1933.           
Ketika menjadi mahasiswa, Soebardjo aktif dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia melalui organisasi kepemudaan seperti Jong Jawa dan
Persatuan Mahasiswa Indonesia di Belanda. Ahmad Subarjo juga pernah
menjadi utusan Indonesia bersama dengan Mohmmad Hatta pada konferensi
antar bangsa "Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" yang
pertama di Brussels dan kemudiannya di Jerman.
Karir Ahmad Subarjo terus naik ketika dilantik menjadi Menteri Luar
Negeri tanggal 17 Agustus 1945, sekaligus sebagai menteri luar negeri pertama.
Kabinet saat itu bernama Kabinet Presidensial, kemudian menjabat Menteri
Luar Negeri sekali lagi pada tahun 1951 - 1952. Selain itu, ia juga menjadi Duta
Besar Republik Indonesia di Switzerland antara tahun-tahun 1957 - 1961.

Sukarni Kartodiwirjo lahir pada Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916. Tokoh
Sukarni Kartodiwirjo sangat lekat dengan peristiwa Rengasdengklok. Waktu itu
pada masa penjajahan Jepang dan terdengar kekalahan Jepang. Sukarni dan
kelompok pemuda lainnya mendesak Soekarno dan Hatta, namun ditolak.
Akhirnya terjadi perdebatan yang sengit yang berakhir dengan penculikan
kedua tokoh tersebut.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan, Sukarni beserta
kelompoknya saling bahu-membahu untuk meneruskan berita penting ini ke
semua masyarakat Indonesia. Lalu terbentuklah organisasi Comite Van Aksi,
semacam panitia gerak cepat. Organisasi tersebut terbentuk pada 18 Agustus
1945.
Tugasnya adalah menyebarkan kabar berita kemerdekaan ke seluruh penjuru
Indonesia. Khusus untuk para pemudanya dibentuk API (Angkatan Pemuda
Indonesia) dan untuk buruh BBI (Barisan Buruh Indonesia).

Mohamad Ibnu Sayuti atau Sayuti Melik lahir di Sleman, Yogyakarta


pada 22 November 1908. Menjelang persiapan kemerdekaan, Sayuti Melik
tercatat sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Setelah mendengar berita kekalahan Jepang dari Sekutu pada 16 Agustus 1945,
Sayuti Melik, Chaerul Saleh, Sukarni, Wikana, dan pemuda lain berencana
membawa Soekarno-Hatta agar segera memproklamirkan kemerdekaan
Indonesia.
Akhirnya, Soekarno-Hatta dibawa ke Rengasdengklok dan didesak untuk
mengambil tindakan sebelum terlambat. Desakan ini dipenuhi oleh Soekarno-
Hatta. Rumah Laksamana Muda Maeda menjadi lokasi penyusunan naskah
proklamasi. Setelah naskah proklamasi selesai, Sayuti Melik mengusulkan agar
teks proklamasi ditandatangani Soekarno-Hatta. Setelah itu, dia mengubah dan
mengetik naskah tersebut. Kalimat awal "Wakil-wakil bangsa Indonesia"
menjadi "Atas nama bangsa Indonesia". Pascakemerdekaan, dia menjadi
anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Nama sutan syahrir, lahir pada padang panjang, sumatera barat, tanggal 5
maret 1909. Sutan Syahrir membangun jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis
(gerakan radikal ideologi nasional) saat kependudukan Jepang di Indonesia.
Pada saat itu, Sutan Syahrir mengetahui perkembangan Perang Dunia secara
diam-diam dengan cara mendengarkan berita di stasiun radio luar negeri. Berita
yang didengarkan oleh Sutan Syahrir kepada Mohammad Hatta. Pada saat itu,
Sutan Syahrir dengan didukung oleh para pemuda lainnya untuk mendesak
Soekarno dan Mohammad Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1945.
Akhirnya, Soekarno dan Mohammad Hatta diasingkan oleh para pemuda
ke Rengasdengklok dengan tujuan agar tidak terpengaruh oleh Jepang. Setelah
didesak oleh para pemuda, Soekarno dan Mohammad Hatta pun setuju
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Burhanuddin Muhammad Diah turut menjadi saksi pada saat Soekarno-


Hatta mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh PPKI di
kediaman Laksamana Tadashi Maeda. Soekarno awalnya menulis draf teks
proklamasi pada selembar kertas putih berukuran panjang 25,8 sentimeter, lebar
21,3 sentimeter dan tebal 0,5 milimeter. Kertas itu disobek dari sebuah buku
kecil. Setelah diutak-atik oleh Soekarno-Hatta dan sejumlah tokoh PPKI,
akhirnya jadilah sebuah draf teks proklamasi yang akan dibacakan keesokan
harinya. Soekarno menyerahkan secarik kertas tersebut ke Sayuti Melik untuk
ditulis ulang menggunakan mesin ketik. Karena mereka telah memiliki teks
proklamasi yang sudah rapih menggunakan mesin ketik, secarik kertas draf tadi
dibuang ke keranjang sampah. Setelah naskah tersebut selesai diketik dan
ditandatangani Soekarno dan Hatta, Sayuti Melik membuang begitu saja draf
proklamasi tersebut. Mengutip dari buku biografi B.M. Diah tertulis,
Rupanya naluri jurnalistik BM Diah bekerja. Beberapa saat setelahnya, ia
mengambil draf teks proklamasi itu dari keranjang sampah dan menyimpannya.
Secarik kertas tersebut tampak sudah tidak bagus lagi kondisinya. Siapa sangka
apa yang dilakukan BM Diah menjadi kunci bagi kelengkapan arsip tentang
proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Raden Mas Abdul Latief Hendraningrat


atau lebih dikenal Latief Hendraningrat lahir di Jakarta, 15 Februari 1911.
Latief Hendraningrat merupakan seorang prajurit PETA berpangkat Sudanco
(komandan Kompi). Sebelum menjadi pasukan PETA, ia aktif di Pusat Latihan
Pemuda (Seinen Kunrensho) yang juga merupakan bentukan Jepang.
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945, Latief
Hendraningrat ditunjuk sebagai pengibar bendera Sang Saka Merah Putih
didampingi oleh Soehoed Sastro Koesoemo, seorang pemuda dari barisan
pelopor.
Latief Hendraningrat termasuk golongan muda yang mempelopori
terjadinya Kemerdekaan Indonesia.Singkat cerita, mendengar dari siaran radio
bahwa Jepang menyerah kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, para
pemuda menuntut Soekarno dan Hatta untuk mempercepat kemerdekaan
Indonesia. Namun, Soekarno menolak, karena masih menunggu realisasi janji
Jepang yang akan memberi kemerdekaan kepada Indonesia dalam waktu dekat.
Kemudian, para pemuda meminta Latief Hendraningrat sebagai salah satu
perwira tertinggi PETA di Jakarta untuk meyakinkan Soekarno dan Hatta.
Sehingga, pada tanggal 16 Agustus 1945 terjadilah peristiwa Rengasdengklok.
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara RI Prof. Dr. H. Dadan Wildan,
M.Hum menulis peristiwa tersebut dalam tulisan berjudul “Membuka Catatan
Sejarah: Detik-Detik Proklamasi, 17 Agustus 1945” : “Acara, dilanjutkan
dengan pengibaran bendera Merah Putih. Soekarno dan Hatta maju beberapa
langkah menuruni anak tangga terakhir dari serambi muka, lebih kurang dua
meter di depan tiang. Ketika S. K. Trimurti diminta maju untuk mengibarkan
bendera, dia menolak: ” lebih baik seorang prajurit ,” katanya. Tanpa ada yang
menyuruh, Latief Hendraningrat yang berseragam PETA berwarna hijau dekil
maju ke dekat tiang bendera. S. Suhud mengambil bendera dari atas baki yang
telah disediakan dan mengikatnya pada tali dibantu oleh Latief Hendraningrat.
Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa ada yang memimpin, para
hadirin dengan spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera dikerek
dengan lambat sekali, untuk menyesuaikan dengan irama lagu Indonesia Raya
yang cukup panjang. Seusai pengibaran bendera, dilanjutkan dengan pidato
sambutan dari Walikota Soewirjo dan dr. Muwardi.”
Suhud yang ditugaskan untuk menyiapkan tiang bendera dengan mencari
bambu. Padahal menurut catatan Prof. Dr. H. Dadan Wildan, sebenarnya di
depan rumah Bung Karno sebenarnya ada dua tiang bendera dari besi yang tidak
digunakan. Tetapi karena suasana cukup tegang karena penghindari Jepang,
akhirnya bambu tersebutlah yang digunakan dengan cara diberi tali dan ditanam
beberapa langkah saja dari teras rumah.
Raden Suwiryo yang lahir di Wonogiri tanggal 17 Februari 1903. Selain pernah
menjabat sebagai Ketua Umum PNI, Raden Suwiryo juga pernah menjadi
Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Sukiman-Suwiryo. Sejak muda Suwiryo
aktif dalam berbagai perhimpunan pemuda salah satunya Jong Java, Jawa
Hokokai dan PUTERA. Dia bahkan turut mendirikan Partindo.
Pada tanggal 10 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu setelah bom atom
dijatuhkan di kota Hiroshima dan Nagasaki. Berita takluknya Jepang ini sengaja
ditutup-tutupi. Tapi Raden Suwiryo, dengan berani menanggung segala akibat
menyampaikan kekalahan Jepang ini pada masyarakat Jakarta dalam suatu
pertemuan.

Anda mungkin juga menyukai