Anda di halaman 1dari 6

proses terbentuknya NKRI

Kamis, 20 Februari 2014


PROSES TERBENTUKNYA NKRI

Memasuki tahun 1945, perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan semakin
berkobar. Tetapi sebaliknya kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik semakin terjepit.
Bahkan kedudukannya di Asia juga sudah terkepung. Oleh karena itulah maka untuk
memikat hati bangsa Indonesia, terpaksa berjanji akan memberikan kemerdekaan Indonesia
di kemudian hari.
Sehubungan dengan itu, Jepang membentuk semacam Dewan Rakyat yang dinamakan Cou
Sangi In. Kemudian tanggal 29 April 1945 dibentukBadan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia(BPUPKI), atau Dokuritzu Junbi Cosakai. Badan ini beranggotakan
62 orang, diketuai oleh dr, Rajiman Wedyodiningrat.
BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945. Sehari berikutnya yakni tanggal 29 Mei mulai
mengdakan sidang. Pada garis besarnya BPUPKI melaksanakan dua kali sidang, yaitu:
1. Sidang pertama berlangsung tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945.Pembicaraan
dipusatkan pada perumusan dasar dan falsafah bagi negara Indonesia merdeka. Dalam sidang
tersebut tampil 2 orang tokoh yang berpidato menyampaikan konsepnya. Pertama, tanggal 29
Mei 1945, Moh Yamin dan kedua tanggal 1 Juni, oleh Ir. Soekarno. Masing-masing
mengemukakan 5 asas sebagai dasar dan falsafah negara. Menurut Ir. Soekarno 5 asas yang
disampaikannya itu atas usul seorang teman ahli bahasa dinamakan Pancasila.
2. Sidang ke-2 berlangsung pada tanggal 10-17 Juli 1945.Pada persidangan yang kedua ini
pembicaraan dipusatkan pada soal Undang-Undang Dasar (UUD). Setelah diserahkan kepada
Panitia Hukum Dasar, BPUPKI berhasil pula menyusun Rancangan UUD.
Masa selang di antara sidang pertama dengan sidang kedua tersebut,Panitia Sembilan dalam
BPUPKI berhasil merumuskan asas dan tujuan Negara Indonesia Merdeka yang terkenal
dengan sebutan Piagam Jakarta. Adapun tokoh-tokoh yang termasuk dalam Panitia Sembilan
tersebut adalah:Mr. Ahmad SubarjoAbikusno CokrosuyosoAbdulkahar MuzakirSelanjutnya
pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya dibentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sebagai ketua diangkat Ir. Soekarno dan Moh.
Hatta sebagai wakil ketua. Jumlah anggotanya semula 20 orang, kemudian ditambah 7 orang
atas kehendak orang-orang Indonesia dan tanpa seizin Jepang. Dengan demikian PPKI itu
bukan murni buatan Jepang.
Sebelum PPKI dapat bersidang, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan dr. Rajiman
Wedyodiningrat dipanggil Marsekal Terauchi ke Dalat, kira-kira 300 km sebelah utara
Saigon. Tanggal 9 Agustus 1945 ketiga tokoh itu berangkat dari Indonesia menuju Dalat.
Terauchi menyatakan setuju dengan pembentukan PPKI dan sekaligus menyerahkan
kemerdekaan Indonesia itu kapan akan dilaksanakan.
Tanggal 15 Agustus 1945 ketiganya datang kembali ke Indonesia. Mereka langsung ditemui
para pemuda dan mendesak Bung Karno dan Bung Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Karena pada waktu itu pemuda sudah mendengar bahwa Jepang
sudah menyerah. Tetapi Bung Karno dan Bung Hatta belum memenuhi tuntutan golongan
pemuda.
Dengan adanya perbedaan pendapat antara golongan tua dan pemuda, maka kelompok
pemuda di bawah pimpinan Sukarni, Yusuf Kunto dan Singgih pada tanggal 16 Agustus 1945
sepakat untuk mengasingkan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dari Jakarta dan dibawa ke
keRengasdengklok
Para pemuda mendesak agar Proklamasi kemerdekaan Indonesia
dilaksanakan Rengasdengklok. Hal ini juga ditolak oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta. Di
tengah-tengah pertentangan pendapat itu, pada sore harinya, tanggal 16 Agustus datanglah
Mr. Ahmad Subarjo. Atas jaminannya maka semua sepakat untuk mengembalikan Bung
Karno dan Bung Hatta ke Jakarta. Mr. Ahmad Subarjo juga meyakinkan bahwa proklamasi
kemungkinan besar dapat dilaksanakan pada esok harinya.
Sesampainya di Jakarta, malam itu juga tanggal 16 Agustus 1945, mereka mengumpulkan
anggota PPKI dan beberapa pemimpin lainnya untuk membicarakan persiapan Proklamasi
Kemerdekaan. Mereka ini berkumpul di rumah Laksamana Maeda (Kepala Perwakilan
Angkatan Laut Jepang di Jakarta), di jalan Imam Bonjol No.1.
Rapat itu berlangsung sampai tanggal 17 Agustus 1945 dini hari dan sudah berhasil
menyusun naskah Proklamasi. Naskah itu pertama kali masih tulisan tangan.
Yang menjadi persoalan pada waktu itu adalah siapa yang harus menandatangani naskah
tersebut. Kemudian atas usul Sukarni, teks Proklamasi itu ditandatangani oleh Soekarno -
Hatta atas nama bangsa Indonesia. Semua sepakat. Kemudian konsepnya diserahkan
kepadaSayuti Melik untuk diketik. Hasil ketikkan itulah yang merupakan teks Proklamasi
yang otentik (resmi). Mereka juga sepakat untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 itu juga.
PEMBENTUKAN PPKI
Suatu badan yang dibentuk pemerintah Jepang tanggal 7 Agustus 1945. Badan ini bertugas
menyiapkan segala sesuatu menyangkut masalah ketatanegaraan menghadapi penyerahan
kekuasaan pemerintahan dari Jepang kepada bangsa Indonesia.

Beranggotakan 21 orang, yang ditunjuk sebagai ketua Soekarno dan wakilnya Moh. Hatta.
Sebagai penasehat ditunjuk Mr. Ahmad Subardjo, dan tanpa sepengetahuan pemerintah
Jepang, PPKI menambah lagi enam orang, yaitu Wiranatakusumah, Ki Hadjar Dewantara,
Mr. Kasman Singodimedjo, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, dan Ahmad Soebardjo.
Badan ini dibentuk untuk menarik simpati golongan-golongan yang ada di Indonesia agar
bersedia membantu Jepang dalam Perang Pasifik, yang kedudukannya semakin terdesak sejak
1943. Mereka juga berjanji memberi kemerdekaan pada Indonesia melalui 'Perjanjian Kyoto'.

Ketika Rusia bergabung dengan Sekutu dan menyerbu Jepang dari Manchuria, pemerintah
Jepang mempercepat kemerdekaan Indonesia, yang oleh BPUPKI direncanakan 17
September 1945. Tiga tokoh PPKI (Soekarno, Hatta, dan Radjiman) diterbangkan ke Dalath
(Saigon) bertemu Jenderal Terauchi yang akan merestui pembentukan negeri boneka tersebut.
Tanggal 14 Agustus 1945 ketiganya kembali ke Jakarta dan Jepang menghadapi pemboman
AS di Hirosima dan Nagasaki. Golongan tua dan golongan muda pejuang kemerdekaan
terlibat pro dan kontra atas peristiwa pemboman Jepang oleh AS. Golongan muda melihat
Jepang sudah hampir menemui kekalahan, tetapi golongan tua tetap berpendirian untuk
menyerahkan keputusan pada PPKI.

Sikap tersebut tidak disetujui golongan muda dan menganggap PPKI merupakan boneka
Jepang dan tidak menyetujui lahirnya proklamasi kemerdekaan dengan cara yang telah
dijanjikan oleh Jenderal Besar Terauchi dalam pertemuan di Dalath. Golongan muda
menghendaki terlaksananya proklamasi kemerdekaan dengan kekuatan sendiri lepas sama
sekali dari pemerintahan Jepang. Menanggapi sikap pemuda yang radikal itu, Soekarno-Hatta
berpendapat bahwa soal kemerdekaan Indonesia yang datangnya dari pemerintah Jepang atau
dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidaklah menjadi soal, karena Jepang toh
sudah kalah. Selanjutnya menghadapi Sekutu yang berusaha mengembalikan kekuasaan
Belanda di Indonesia. Oleh sebab itu untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi. Mereka ingin memperbincangkan proklamasi
kemerdekaan di dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Perbedaan pendapat ini melatarbelakangi peristiwa penculikan Soekarno dan Hatta ke


Rengasdengklok tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00 WIB. Tindakan itu diambil
berdasarkan keputusan rapat terakhir pemuda pejuang yang diadakan pukul 24.00 WIB
menjelang tanggal 16 Agustus 1945 di Jl. Cikini, 71 Jakarta. Selain dihadiri pemuda-
pemuda yang sebelumnya rapat di Lembaga Bakteriologi, Pegangsaan Timur, Jakarta, juga
dihadiri oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dan dr. Muwardi dari Barisan Pelopor, serta Shodanco
Singgih dari Daidan Peta Jakarta syu. Mereka bersama Chaerul Saleh sepakat melaksanakan
keputusan rapat, antara lain "menyingkirkan Soekarno dan Hatta ke luar kota" dengan tujuan
menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang. Shodanco Singgih mendapat kepercayaan
melaksanakan rencana itu. Di Rengasdengklok, akhirnya Soekarno setuju memproklamasikan
kemerdekaan tanpa campur tangan pihak Jepang. Pukul 23.00 WIB rombongan tiba di Jakarta
dan menuju kediaman Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol No.1, dan di tempat tersebut
naskah proklamasi disusun.

Setelah selesai, teks proklamasi dibaca dan dimusyawarahkan di hadapan tokoh-tokoh yang
sebagian besar anggota PPKI. Sehari setelah itu, PPKI mengadakan sidang di Gedung
Kesenian Jakarta dan dihasilkan beberapa keputusan, yaitu a) membentuk UUD; b) memilih
Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden; c) presiden untuk
sementara waktu akan dibantu oleh sebuah komite nasional. Pada sidang hari kedua, PPKI
menetapkan membentuk 12 departemen dan menunjuk para pejabat departemen dan
menetapkan wilayah RI meliputi delapan propinsi sekaligus menunjuk gubernurnya. Pada
sidang hari ketiga, presiden memutuskan berdirinya tiga badan baru yaitu Komite Nasional
Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dan
dengan terbentuknya tiga badan ini, maka berarti pula PPKI dibubarkan.

RENGASDENGKLOK
Di setiap momen peringatan kemerdekaan Republik Indonesia, kita diingatkan lagi oleh satu
peristiwa yang mengawali proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yaitu Peristiwa
Rengasdengklok. Tanpa peristiwa itu, barangkali kita tidak akan merdeka seperti saat ini.
Atau kalau dengan bahasa yang agak bombastis . Lalu, apa itu peristiwa Rengasdengklok?
Mengapa terjadi ? Siapa yang terlibat ? Bagaimana hasilnya ?
Peristiwa Rengasdengklok dimulai dari “penculikan” yang dilakukan oleh sejumlah pemuda
(Soekarni, Wikana dan Chaerul Saleh dari perkumpulan “Menteng 31“) terhadap Soekarno
dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00. WIB, Soekarno
dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sampai dengan terjadinya kesepakatan antara
golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan
muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.Menghadapi desakan tersebut, Soekarno
dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan
telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak
berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana
tersebut.Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik semakin jelas dengan dijatuhkannya bom
atom oleh Sekutu di kota Hiroshima pada tanggal dan pada tanggal . Akibat peristiwa
tersebut, kekuatan Jepang makin lemah. Kepastian berita kekalahan Jepang terjawab ketika
tanggal dini hari, Sekutu mengumumkan bahwa Jepang sudah menyerah tanpa syarat dan
perang telah berakhir.Berita tersebut diterima melalui siaran radio di Jakarta oleh para
pemuda yang termasuk orang-orang Menteng Raya 31 seperti Chaerul Saleh, Abubakar
Lubis, Wikana, dan lainnya. Penyerahan Jepang kepada Sekutu menghadapkan para
pemimpin Indonesia pada masalah yang cukup berat. Indonesia mengalami kekosongan
kekuasaan (vacuum of power). Jepang masih tetap berkuasa atas Indonesia meskipun telah
menyerah, sementara pasukan Sekutu yang akan menggantikan mereka belum datang.
Gunseikan telah mendapat perintah-perintah khusus agar mempertahankan status quo sampai
kedatangan pasukan Sekutu. Adanya kekosongan kekuasaan menyebabkan munculnya
konflik antara golongan muda dan golongan tua mengenai masalah kemerdekaan
Indonesia.Golongan muda menginginkan agar proklamasi kemerdekaan segera
dikumandangkan. Mereka itu antara lain Sukarni, B.M Diah, Yusuf Kunto, Wikana, Sayuti
Melik, Adam Malik, dan Chaerul Saleh. Sedangkan golongan tua menginginkan proklamasi
kemerdekaan harus dirapatkan dulu dengan anggota PPKI. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs.
Moh. Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Moh. Yamin, Dr. Buntaran, Dr. Syamsi dan Mr. Iwa
Kusumasumantri. Golongan muda kemudian mengadakan rapat di salah satu ruangan
Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul
20.00 WIB.Rapat tersebut dipimpin oleh Chaerul Saleh yang menghasilkan keputusan
tuntutan-tuntutan golongan muda yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah
hal dan soal rakyat Indonesia sendiri, tidak dapat digantungkan kepada bangsa lain. Segala
ikatan, hubungan dan janji kemerdekaan harus diputus, dan sebaliknya perlu mengadakan
perundingan dengan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta agar kelompok pemuda
diikutsertakan dalam menyatakan proklamasi.Langkah selanjutnya malam itu juga sekitar jam
22.00 WIB Wikana dan Darwis mewakili kelompok muda mendesak Soekarno agar bersedia
melaksanakan proklamasi kemer-dekaan Indonesia secepatnya lepas dari Jepang.Ternyata
usaha tersebut gagal. Soekarno tetap tidak mau memproklamasikan kemerdekaan. Kuatnya
pendirian Ir. Soekarno untuk tidak memproklamasikan kemerdekaan sebelum rapat PPKI
menyebabkan golongan muda berpikir bahwa golongan tua mendapat pengaruh dari
Jepang.Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di Jalan Cikini 71 Jakarta pada pukul
24.00 WIB menjelang tanggal 16 Agustus 1945. Mereka membawa Soekarno dan Hatta ke
Rengasdengklok. Rapat tersebut menghasilkan keputusan bahwa Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta harus diamankan dari pengaruh Jepang. Tujuan para pemuda mengamankan Soekarno
Hatta ke Rengasdengklok antara lain:agar kedua tokoh tersebut tidak terpengaruh Jepang,
danmendesak keduanya supaya segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas
dari segala ikatan dengan Jepang.Pada tanggal 16 Agustus 1945 pagi, Soekarno dan Hatta
tidak dapat ditemukan di Jakarta. Mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda, di
antaranya Sukarni, Yusuf Kunto, dan Syudanco Singgih, pada malam harinya ke garnisun
PETA (Pembela Tanah Air) di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak sebelah
Utara Karawang.Pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan Soekarno Hatta,
didasarkan pada perhitungan militer. Antara anggota PETA Daidan Purwakarta dan Daidan
Jakarta terdapat hubungan erat sejak keduanya melakukan latihan bersama. Secara geografis,
Rengasdengklok letaknya terpencil, sehingga dapat dilakukan deteksi dengan mudah setiap
gerakan tentara Jepang yang menuju Rengasdengklok, baik dari arah Jakarta, Bandung, atau
Jawa Tengah. Mr. Ahmad Subardjo, seorang tokoh golongan tua merasa prihatin atas kondisi
bangsanya dan terpanggil untuk mengusahakan agar proklamasi kemerdekaan dapat
dilaksanakan secepat mungkin. Untuk tercapainya maksud tersebut, Soekarno Hatta harus
segera dibawa ke Jakarta.Akhirnya Ahmad Subardjo, Sudiro, dan Yusuf Kunto segera
menuju Rengasdengklok. Rombongan tersebut tiba di Rengasdengklok pukul 17.30 WIB.
Peranan Ahmad Subardjo sangat penting dalam peristiwa kembalinya Soekarno Hatta ke
Jakarta, sebab mampu meyakinkan para pemuda bahwa proklamasi kemerdekaan akan
dilaksanakan keesokan harinya paling lambat pukul 12.00 WIB, nyawanya sebagai jaminan.
Akhirnya Subeno sebagai komandan kompi Peta setempat bersedia melepaskan Soekarno
Hatta ke Jakarta.Setelah sampai Jakarta pada pukul 23.00, rombongan meminta ijin
kepada Jenderal Nishimura untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Namun
Nishimura menolak permintaan tersebut dengan alasan bahwa Indonesia masih dalam status
quo, artinya belum ada penyerahan kekuasaan dari Jepang kepada Sekutu. Karena ditolak,
maka usaha mempersiapkan proklamasi dilakukan di rumah , seorang perwira Angkatan Laut
Jepang. Mengapa di rumah Maeda ? ada dua alasan :Laksamana Maeda mendukung
perjuangan Bangsa IndonesiaFaktor Keamanan : Hak prerogatif kekuasaan wilayah militer
angkatan laut yang tidak dapat diganggu gugat oleh angkatan Darat.
Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda

Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro
Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala
pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-
Hatta yang diantar oleh Maeda Tadashi dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi
Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militerJepang, untuk menerima
kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal
16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo,
tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia
sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta
menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang
bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta
meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura
tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan
ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia
mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat
(Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.

Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan
Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshiguna melakukan rapat untuk menyiapkan teks
Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura,
Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan
oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah,
Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshiyang setengah mabuk duduk dikursi belakang
mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada
Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan
agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung
Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti. Bung Hatta, Subardjo, B. M
Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi
di beberapa kalangan klaim Nishijima masih di dengungkan. Setelah konsep selesai
disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang
diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor(Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada
awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan
keamanan dipindahkan kekediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarangJl.
Proklamasi no. 1).

Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi

Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis
diruang makan di laksamana Tadashi Maeda jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks
proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik,
Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu
adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi
Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman
Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar
Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti.

Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan
disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh
bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta
saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor. Pada awalnya Trimurti diminta untuk
menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya
dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang
prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari
belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih ( Sang Saka Merah Putih), yang
dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan
di Museum Tugu Monumen Nasional. Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100
orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka
tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut
Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan
amanat singkat kepada mereka. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan
Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya
dikenal sebagai UUD 45.

Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk


Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno
dan M. Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan Wakil Presiden
akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

Anda mungkin juga menyukai