Anda di halaman 1dari 4

2.

Upaya Pemajuan Hak Asasi Manusia di Indonesia


a. Periode Tahun 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih
menekankan pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk
berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak
kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.
Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah
memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara
(konstitusi), yaitu UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Komitmen terhadap HAM pada periode awal kemerdekaan
sebagaimana di tunjukan dalam maklumat pemerintah tanggal 1
November 1945 tertulis dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka
menyataka :
Sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum sebagai
bukti bahwa bagi kita cita-cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar
dasar dan pedoman penghidupan masyarakat dan negara kita.
Mungkin sebagai akibat pemilihan itu pemerintah akan berganti dan
UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang
terbenyak.
Tertera dalam maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945
antara lain menyatakan.
1) Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena
dengan adanya partai politik dapat dipimpin kejalan yang teratur
segala aliran paham yang ada dalam masyarakat.
2) Pemerintah berharap partai-partai telah tersusun sebelum
dilangsungkannya pemilihan anggota badan Perwakilan Rakyat
pada bulan Januari 1946. Hal penting dalam HAM adalah adanya
perubahan mendasdan signifikan terhadap sistem pemerintah
dari presidensial menjadi sistem parlementer, sebagaimana
tertuang dalam maklumat pemerintah tanggal 14 November
1945, tertulis dalam buku 30 Indonesia Merdeka. Isi maklumat
tersebut adalah.
Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian
yang ketat dengan selamat, dalam tingkatan pertama dari
usahanya menegakan diri, merasa bahwa saat sekarang sudah
tepat untuk menjalankan macam-macam tindakan darurat guna
menyempurnakan tata usaha negara kepada susunan demokrasi.
Yang terpenting dalam perubahan-perubahan susunan kabinet
baru itu ialah tanggung jawab ada dalam tangan menteri
b. Periode Tahun 1950-1959
Periode 1950-1959 dalam perjalanan negara Indonesia dikenal
dengan sebutan periode demokrasi parlementer. Pemikiran HAM
pada periode ini mendapatkan momentum yang sangat

membanggakan, karena suasana kebebasan yang menadi semangat


demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempet
dielit politik. Dikemukakan Prof. Bagir Manan dalam buku
Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia
menyatakan bahwa pemikiran atau aktualisasi HAM pada periode ini
mengalami pasang dan menikmati Bulan Madu kebebasan.
Indikator menurut ahli hukum tata Negara ada 5 aspek :
Pertama : Semakin banyak tumbuh partai-partai politik dengan
beragam ideologinya masing-masing.
Kedua
: Kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi betulbetul menikmati kebebasannya.
Ketiga
: Pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi harus
berlangsung dalam suasana kebebasan fair (adil) dan
demokratis.
Keempat : Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai
representasi dari kedaulatan raktay menunjukan kinerja
dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan
kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif .
Kelima
: Wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim
yang kondusif sejalan dengan timbulnya kekuasaan yang
memberikan ruang kebebasan.
c. Periode Tahun 1959-1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah
sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno
terhadap sistem demokrasi parlementer. Dalam kaitan HAM, terjadi
pemasungan Hak Asasi Manusia, yaitu hak sipil dan hak politik
seperti hak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran
dengan tulisan.
d. Periode Tahun 1966-1998
Pada awal periode telah diadakan seminar HAM. Salah satu
seminar
HAM
dilaksanakan
pada
tahun
1967
yang
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan
pegadilan HAM, pembentukan komisi, dan pengadilan HAM untuk
wilayah Asia. Pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II
yang merekomendasikan perlunya hak uji materiil (Judicial review)
guna melindungi HAM. Hak uji materiil diadakan dalam rangka
pelaksanaan Tap MPRS No. XIV/MPRS/1966. MPRS melalui panitia Ad
Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam
piagam tentang Hak-hak Asasi Manusia dan Hak-hak Serta Kewajiban
warga negara. Dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, ketua
MPRS, A.H. Nasution dalam pidatonya menyatakan.
isi hakikat dari pada piagam tersebut adalah hak hak yang dimiliki
oleh manusia sebagai ciptaan tuhan yang di bekali dengan hak hak

asasi,yang berimbalan dengan kewajiban kewajiban dalam


pengabdian sepenuhnya kepada tuhan yang maha esa manusia
melakaukan hak hak dan kewajiban kewajiban nya dalam
hubungan yang timbal balik: a. antar manusia dengan manusia b.
Antar manusia dengan bangsa, Negara dan tanah air , antar bangsa.
Konsepsi HAM ini sesuai dengan kepribadian pancasila yang
menghargai hak individu dalam keselarasan nya dengan kewajiban
individu terhadap masyarakat.
Sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an
persoalan HAM di indonesia mengalami kemunduran , karena HAM
tidak lagi di hormati , di lindungi dan di tegak kan. Sikap
pemerintahan tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk
pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai niali luhur budaya
bangsa yang tercermin dalam pancasila.
Upaya yang di lakukan masyarakant menjelang periode 1990an nampaknya memperoleh hasil yang menggembirakan karena
terjadi pergeseran strategi pemerintahan dari reeresif dan defensif
ke strategi akomondatif terhadap tuntunan yang berkaitan dengan
penengak HAM . sikap akomondatif pemerintah terhadap tuntunan
penegak HAM adalah dibentuknya komisi nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNAS HAM) berdasarkan KEPRES NOMOR 50 Tahun 1993
tertanggal 7 juni 1993.
e. Periode Tahun 1990 sekarang
Pada tahun 1998 memberikan dampak besar pada pemajuan
dan perlindungan HAM indonesia. Pengkajian dan retifikasi terhadap
instrumen HAM internasional di tingkatkan hasil pengkajian
menunjukan banyak nya norma dan ketentuan hukum nasponal
khususnya terkait dengan penegak HAM di adopsi dari hukum dan
instrumen internasional dalam bidang HAM.
Strategi penengak HAM periode ini dilakukan melelui dua
tahap, yaitu tahap status penentuan (presciptive status) dan tahap
penataan aturan secara konsisten (rule consistent behavior) pada
tahap status penentuan telah di tentukan perundang undangan
tentang Ham seperti amandemen konsitusi negara(Undang-undang
dasar negara republik Indonesia tahun 1945). Ketetapan MPR (TAP
MPR) undang-undang (UU), peraturan pemerintahan dan ketentuan
perundang-undangan lain.
Tahap penataan aturan secara konsisten mulai di lakukan masa
pemerintahan presiden habibie tahap 1 di tundai dengan
penghormatan dan pemajuan HAM dengan di keluarkannya TAP MPR
No.XVII/MPR/1998 tentang HAM dan di sahkannya (diratifikasi)
sejumlah konvensi HAM, yaitu konvensi menentang penyiksaan dan
perlakuan kejam lain dengan UU nomor 5/1999 konvensi ILO nomor

87 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk


berorganisasi dengan keppres Nomor 83/1998: konvensi ILO nomor
105 tentang pengahpusan kerja paksa dengan UU nomor 19/1999,
konveksi ILO nomor tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan
jabatan dengan UU nomor 20/1999: konveksi ILO nomor 138 tentang
usia minimum untuk di perbolehkan bekerja dengan UU nomor
20/1999. Juga dicadangakan progam rencana aksi nasional HAM
tanggal 15 agustus didasarkan empat hal.
1). Persiapan Pengesahan Perangkat

Anda mungkin juga menyukai