I. Pengertian Zaakwaarneming
KUHPerdata tidak secara tegas memberikan rumusan pengertian dari zaakwaarneming,
namun maksud dari zaakwaarneming dapat dilihat dari Pasal 1354 KUHPerdata, yaitu suatu
keadaan jika seseorang secara sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili
urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam
mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang
diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan tersebut.
Pengertian di dalam Pasal 1354 KUHPerdata pun disempurnakan di dalam Nieuw Burgerlijk
Wetboek (NBW) pada pasal 6:198, yang mengartikan zaakwaarneming sebagai mengurus
kepentingan orang lain dengan sengaja karena didasari atas alasan yang layak tanpa ada
kewenangan pengurusan baik kewenangan dari suatu tindakan hukum atau dari undang-undang.
Dari kedua pengertian diatas, dapat disimpulkan beberapa poin unsur dari zaakwaarneming yaitu
sebagai berikut:
atas kepentingan orang lain;
secara sengaja dan suka rela;
tidak mendapat perintah untuk itu;
dengan atau tanpa pengetahuan orang yang diurus kepentingannya;
adanya alasan yang layak; dan
bukan berdasarkan suatu tindakan hukum atau undang-undang.
FC – 19 Agustus 2016
orang lain yang sekaligus juga menguntungkan benda atau kepentingan diri sendiri. Dalam
peristiwa yang pertama, tujuan pokoknya adalah benda atau kepentingan sendiri sehingga hal
tersebut tidak dapat dikatakan sebagai zaakwaarneming. Sedangkan dalam peristiwa yang
kedua justru tujuan pokoknya adalah mengurus benda atau kepentingan orang lain, sehingga
apabila syarat-syarat lainnya terpenuhi, keadaan kedua dapat dikatakan sebagai
zaakwaarneming.
Atas kepentingan orang lain ini, Pasal 1354 KUHPerdata maupun NBW tidak mengatur
mengenai apakah gestor yang melakukan tindakan tersebut harus dengan atas nama dominus
atau dapat mengatasnamakan dirinya sendiri. Sehingga, dalam zaakwaarneming tindakan yang
dilakukan gestor untuk mengurus kepentingan dominus dapat dilakukan atas nama dirinya
sendiri maupun atas nama dominus. Namun, Pasal 1357 KUHPerdata mengatur 2 (dua) hal,
yaitu:
dominus harus memenuhi perikatan-perikatan yang muncul dari tindakan pengurusan
gestor yang dilakukan atas nama dominus; dan
dominus mengganti rugi pengeluaran untuk perikatan yang dilakukan atas nama gestor
dalam rangka mewakili kepentingan dominus.
2. Secara sukarela
Zaakwaarneming harus dilakukan secara sukarela. Tindakan mengurus kepentingan orang
lain tersebut harus dilakukan atas kemauannya sendiri pada saat pertama kali gestor
melakukannya. Tindakan ini tanpa didasari oleh kewajiban untuk melakukan hal tersebut
maupun adanya ketentuan undang-undang dan perjanjian yang mendasari tindakan tersebut.
Sesudah adanya tindakan sukarela yang pertama, maka undang-undang mewajibkan
gestor untuk meneruskannya sampai dominus dapat mengurus kepetingannya sendiri.
Sehingga sesudah tindakan pertama, timbul kewajiban untuk meneruskan tindakan tersebut.
Kewajiban yang dimaksud disini adalah kewajiban hukum, baik yang berdasarkan undang-
undang maupun perjanjian, bukan kewajiban moril yang mungkin ada dan mendasari
perbuataan zaakwaarneming.
Unsur tidak ada kewajiban hukum inilah yang membedakan zaakwaarneming dengan
perjanjian pemberian kuasa ataupun perjanjian pemberian perintah (lastgeving). Walaupun
demikian, seorang kuasa atau lasthebber dapat juga melakukan tindakan zaakwaarneming
apabila hal yang dilakukannya tidak termasuk dalam tindakan-tindakan yang dikuasakan oleh
pemberi kuasa atau lastgever.
FC – 19 Agustus 2016
4. Dengan atau tanpa sepengetahuan dominus
Zaakwaarneming dapat dilakukan dengan atau tanpa sepengetahuan dominus. Untuk
keadaan tanpa sepengetahuan dominus, tidak terdapat perdebatan mengenai ada atau
tidaknya zaakwaarneming. Karena gestor berarti memang secara sukarela mengurus benda
atau kepentingan dominus. Namun berbeda halnya dengan zaakwaarneming yang terjadi
dengan sepengetahuan dominus. Apabila zaakwaarneming terjadi dengan sepengetahuan
dominus, akan sulit membedakan apakah hal tersebut memang zaakwaarneming atau
lastgeving. Letak perbedaannya adalah dalam lastgeving, terdapat perjanjian dan ada
penyataan kehendak untuk menyetujuinya.
Menurut Pitlo, zaakwaarneming yang dilakukan dengan sepengetahuan dominus biasanya
sesudah berjalan beberapa waktu, lalu berubah menjadi perjanjian lastgeving. Menurut Brakel,
kalaupun zaakwaarneming dengan sepengetahuan dominus dapat terjadi, perbedaan antara
zaakwaarneming dan lastgeving adalah dalam zaakwaarneming, pengurusan itu hanyalah
dibiarkan atau ditolerir, sedangkan dalam lastgeving pengurusan itu memang dikehendaki dan
kehendak itu walaupun tidak secara langsung, telah dinyatakan.
Apabila zaakwaarneming terjadi dengan pengetahuan si dominus, namun yang terjadi
adalah dominus telah menyatakan ketidaksetujuannya dengan pengurusan tersebut, maka
zaakwaarneming tersebut tidaklah sah.
6. Wujud Tindakan
Baik KUHPerdata maupun NBW tidak merinci wujud tindakan pengurusan dalam
zaakwaarneming. Tindakan zaakwaarneming dapat meliputi tindakan nyata maupun tindakan
hukum.
Sumber:
FC – 19 Agustus 2016