Anda di halaman 1dari 3

ANALISA PELANGGARAN HAM PADA KASUS FERDY

SAMBO

Untuk memenuhi tugas matakuliah Hukum dan Hak Asasi Manusia


Dosen Pengampu : H. MUHARI AGUS SANTOSO , S.H., M.Hum.

Disusun Oleh :

MUHAMMAD SA’DITO AKEZOETO


20010000099

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

2022
Analisis Kasus Pelanggaran HAM mantan Irjen Ferdy Sambo
Pada pelanggaran pertama, terdapat pelanggaran hak untuk hidup. Yang faktanya
terdapat pembunuhan terhadap Brigadir J yang terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di Rumah
Dinas Ferdy Sambo.

Hal tersebut terjamin dalam dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999.


Yang berbunyi
(1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupannya.
(2) Setiap orang berhak hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Pada pelanggaran kedua adalah hak memperoleh keadilan, dimana Brigadir J yang
diduga melakukan kekerasan seksual terhadap PC (istri Ferdy Sambo) namun telah
dieksekusi tanpa proses penyelidikan dan penyidikan. Dan belum ada bukti pasti dan kuat
tentang kekerasan seksual yang dilakukan
Yang mana setiap warga negara memperoleh keadilan dan sudah dijamin pada pasal dalam
Pasal 17 UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999. Yang berbunyi
“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan
mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara
pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan
yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin
pemerikasaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk
memperoleh putusan yang adil dan benar.”

Pelanggaran ketiga, Berdasarkan fakta yang ditemukan, terdapat tindakan-tindakan


yang diduga merupakan obstruction of justice dalam peristiwa penembakan Brigadir J
tersebut. Adapun tindakan yang dimaksud ada dua.
1. sengaja menyembunyikan dan/atau melenyapkan barang bukti disaat
sebelum atau sesudah proses hukum.
2. sengaja melakukan pengaburan fakta peristiwa.
Di Indonesia, tindakan obstruction of justice telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan, yakni dalam Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal
21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor).

Dalam Pasal 221 KUHP, disebutkan bahwa arti obstruction of justice yaitu suatu tindak
pidana yang dilakukan oleh pelaku yang terbukti berupaya untuk menghalang-halangi suatu
proses hukum. Adapun bunyi Pasal 221 KUHP tentang obstruction of justice adalah sebagai
berikut.

Isi Pasal 221 KUHP Ayat 1:

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah:

1. barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau
yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk
menghindari penyidikan atau penahanan oleh penjahat kehakiman atau kepolisian, atau
oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk
sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;

2. barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya,
atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya,
menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau
dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya
dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh
orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara
waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.

Isi Pasal 221 KUHP Ayat 2:

Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud
untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga
sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga,
atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya.

Adapun bunyi Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 (Tipikor) tentang ancaman bagi pelaku
obstruction of justice adalah sebagai berikut:

Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara
langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas)
tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Keempat, terjadi pelanggaran HAM terkait hak anak untuk mendapat perlindungan
dari kekerasan fisik maupun mental.
Dimana kejadian tersebut juga berpengaruh pada keluarga Ferdy Sambo juga. Terjadi
pelanggaran hak anak, khususnya hak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan
psikis maupun mental untuk anak-anak eks Kadiv Propam maupun saudari PC. Dimana
mereka mendapat perundungan, ancaman, cyber bullying yang kemudian menyerang di
akun sosmed yang bersangkutan

Anda mungkin juga menyukai