Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku dan kebiasaan manusia yang gemar mengadu nasib dan

peruntungan melalui permainan telah terjadi sepanjang sejarah peradaban

manusia, perilaku seperti ini terjadi di seluruh lapisan dan strata masyarakat,

dari yang kaya hingga yang miskin, dari perjudian dengan resiko kecil

hingga mempertaruhkan sesuatu yang besar. Perjudian merupakan salah satu

masalah dalam masyarakat yang sangat sulit dihilangkan, dalam hal ini

perjudian dinilai membawa dampak buruk terutama terhadap pelaku

perjudian itu sendiri dan bagi orang- orang disekitarnya. Pemerintah

Indonesia mengatur masalah perjudian dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (untuk selanjutnya disingkat KUHP) pasal 303, undang-undang ini

mengatur tentang larangan untuk melakukan perjudian di Indonesia.

Di Indonesia sendiri pada tahun 2008 telah lahir Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (untuk selanjutnya disingkat UU ITE) yang dalam

pertimbangannya dinyatakan bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi

informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan

kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah

mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru, dan bahwa

pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui

infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi

1
informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya

dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat

Indonesia.

Dalam kenyataannya kegiatan di dunia maya tidak lagi sederhana

karena kegiatannya tidak lagi dibatasi teritorial suatu negara, yang mudah

diakses kapan pun dan dari mana pun. Disamping itu, pembuktian merupakan

faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum

terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif,

melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan

dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam hitungan detik.

Dengan demikian, dampak yang di akibatkannyapun bisa demikian kompleks

dan rumit.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Tindak pidana judi online di Indonesia

Keberadaan istilah “cyber crime” diartikan sebagai kejahatan di dunia

maya yang menjadi dimensi baru pada perbuatan kejahatan saat ini, salah

satunya pada kehadiran perjudian di internet atau judi online sebagai

perbuatan judi yang memanfaatkan sistem teknologi informasi secara

elektronik. Perbuatan judi sebagai perbuatan yang menyimpang dari norma di

masyarakat baik norma kesusilaan maupun norma agama yang senantiasa

selalu berkembang, sebab tindak pidana tersebut memiliki sifat tertutup dan

privat.

Judi online pada umumnya dilakukan dengan adanya permainan

melalui laman website, keberadaan judi online menjadikan internet sebagai

media untuk bertransaksi dari mulai menyetorkan sejumlah uang taruhan

hingga menarik uang hasil perjudian tersebut. Laman website tersebut dibuat

oleh bandar judi selaku penyelenggara judi. Perbuatan judi secara online

tersebut diselenggarakan melalui beberapa modus permainan misalnya dalam

kegiatan olahraga, kasino, poker, dan lain-lain, meskipun tidak ditemukan

secara statistik mengenai perjudian secara online ini, namun salah satu

pemberitaan mengenai penyelenggara perjudian secara online tersebut

Kepolisian Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur mengungkap kasus

perjudian dengan meringkus tujuh orang tersangka. Ketujuh orang ini menjadi

bandar judi online dengan mengumpulkan dana mencapai Rp 12 miliar.

3
"Polda NTT telah melakukan penangkapan terhadap tujuh orang

tersangka dalam kasus judi online di NTT. Ketujuh orang itu merupakan

bandar judi online," kata Wakil Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Nusa

Tenggara Timur Brigjen (Pol) Heri Sulistianto di Kupang, "Pengungkapan

kasus judi ini merupakan respons cepat yang dilakukan jajaran Polda NTT

terhadap kebijakan pimpinan Polri terhadap pemberantasan judi.”

Kondisi tersebut dapat dikatakan memprihatinkan bagi potret

ketertiban di masyarakat saat ini, sebab perjudian berpengaruh kepada

masyarakat maupun moral bangsa, hal ini berkaitan dengan kehadiran situs

judi online tersebut dikhawatirkan dapat diakses oleh anak-anak dibawah

umur mengingat dengan kemudahan teknologi dan informasi saat ini yang bisa

diakses oleh anak-anak, selain itu, perbuatan judi dapat memicu seseorang

mencuri, merampok, korupsi, dan kejahatan lainnya sebab perjudian dikatakan

sebagai permainan yang mempertaruhkan harta kekayaannya, sehingga bila

menderita kekalahan, pelaku perjudian dapat memungkinkan melakukan

kejahatan.

Hukum judi online atau judi apapun adalah dilarang. Namun, meski

dilarang, praktik judi online masih marak dilakukan, bahkan cara

judi online saat ini semakin beragam. Sebut saja judi online 24 jam slot, togel,

poker, judi bola, dan lain sebagainya. Kemudahan akses internet saat ini tentu

jadi penyebabnya.

4
Namun, menurut Hadiyanto Kenneth dalam tesisnya yang berjudul

TINDAK PIDANA PERJUDIAN ONLINE MELALUI MEDIA INTERNET ada

dua faktor lain yang melatarbelakangi perkembangan judi online di tanah air.

Pertama, upaya preventif yang dilakukan pemerintah masih minim.

Hal tersebut dapat dilihat dari masih banyaknya situs-situs judi online yang

masih beroperasi. Tidak jarang, situs-situs tersebut memasang iklan berbayar

di situs mesin pencari secara terang-terangan.

Kedua, penyalahgunaan fasilitas perbankan. Kemudahan akses fasilitas

perbankan saat ini disalahgunakan pelaku judi online untuk melakukan

transaksinya.

2. Pertanggung jawaban hukum pelaku judi online

Menurut gagasan profesor hukum pidana dan filsafat hukum

universitas kota amsterdam (Universiteit te Amsterdam), Van Hamel

menyatakan bahwa pertanggungjawaban hukum adalah suatu keadaan

normal psikis dan kemahiran yang membawa tiga macam kemampuan,

yaitu:

1) mampu untuk dapat mengerti makna serta akibat sungguh-sungguh dari

perbuatan- perbuatan sendiri.

2) mampu untuk menginsyafi bahwa perbuatan- perbuatan itu bertentangan

dengan ketertiban masyarakat.

3) mampu untuk menentukan kehendak berbuat.

Definisi mengenai pertanggung jawaban hukum dikemukakan oleh Simons

sebagai suatu keadaan psikis, sehingga penerapan suatu ketentuan pidana dari

5
sudut pandang umum dan pribadi dianggap patut. Masih menurut Simons,

bahwa dasar adanya tanggung jawab dalam hukum pidana adalah keadaan

psikis tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya

hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan yang

sedemikian rupa sehingga orang itu dapat dicela karena nelakukan perbuatan

tadi.

Pendekatan sosial budaya merupakan upaya preventif yang dapat dilakukan

agar masyarakat tidak tergoda untuk melakukan perjudian baik secara

konvensional maupun melalui internet karena itu merupakan suatu

kejahatan. Sementara itu pendekatan hukum dilakukan secara represif setelah

diketahui adanya tindak pidana perjudian. Untuk mengatasi tindak pidana

perjudian secara online yang banyak terjadi saat ini, pemerintah Indonesia

telah membuat UU ITE yang di dalamnya mengatur berbagai kegiatan yang

dilakukan di dunia maya (cyberspace), termasuk beberapa perbuatan yang

dilarang karena melanggar hukum dan mengandung unsur pidana. Walaupun

tindak pidana di dunia maya (cybercrime) belum diatur secara khusus dalam

suatu peraturan perundang-undangan tertentu, namun telah diatur dalam UU

ITE tersebut termasuk tindak pidana perjudian melalui internet ini, antara lain

diatur dalam Pasal 27 ayat (2) sebagai perbuatan yang dilarang.

3. Pengaturan hukum judi online di indonesia

Di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai

perjudian, seperti yang diatur dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian (“UU 7/1974”) serta untuk

6
perjudian online diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)

sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”).

1) Hukum judi online Menurut KUHP

Pasal 303 ayat (1) KUHP menjelaskan sebagai berikut:

Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau

pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa

mendapat izin dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan

untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian, atau dengan

sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu;

dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak

umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan

untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan

adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata-cara;

menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian.

Pasal 303 bis ayat (1) KUHP, berbunyi:

Diancam dengan hukuman penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda

paling banyak sepuluh juta rupiah:

barangsiapa menggunakan kesempatan untuk main judi, yang diadakan

dengan melanggar peraturan pasal 303;

7
barangsiapa ikut serta permainan judi yang diadakan di jalan umum atau di

pinggirnya maupun di tempat yang dapat dimasuki oleh khalayak umum,

kecuali jika untuk mengadakan itu, ada izin dari penguasa yang berwenang .

Ketentuan Pasal 1 UU 7/1974 menyatakan semua tindak pidana

perjudian sebagai kejahatan. Karena itu, Pasal 542 KUHP yang semula judi di

jalanan umum dinyatakan sebagai pelanggaran telah berubah menjadi

kejahatan dan diubah menjadi Pasal 303 bis KUHP.

Judi menurut Pasal 303 ayat (3) KUHP adalah tiap-tiap permainan,

yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung

kepada untung-untungan saja, dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah

besar karena kepintaran dan kebiasaan pemain. Yang juga terhitung masuk

main judi ialah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain,

yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu,

demikian juga segala pertaruhan yang lain-lain.

Jika melihat dari definisi judi yang dinyatakan dalam Pasal 303 ayat

(3) KUHP, maka kegiatan sebagaimana Anda jelaskan dalam pertanyaan

dapat dikategorikan sebagai judi.

Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal

(hal. 222), orang yang mengadakan main judi dihukum menurut Pasal 303

KUHP, sementara orang-orang yang ikut pada permainan itu dikenakan

hukuman menurut Pasal 303 bis KUHP.

2) Hukum Judi online Menurut UU ITE

8
Di samping itu, perjudian yang dilakukan secara online di internet

diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE yang berbunyi:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan,

mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

Ancaman terhadap pelanggaran ini diatur dalam Pasal 45 ayat (2) UU

19/2016, yakni:

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan

dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

(sumber UU ITE dan UU perjudian).

9
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bagian-bagian

terdahulu, penulis mendapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Untuk menentukan pelaku tindak pidana perjudian secara online maka

pelaku harus memenuhi unsur-unsur subjektif dan objektif yang

terdapat dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE.

2. Pertanggung jawaban hukum pelaku tindak pidana perjudian secara

online didasarkan pada keadaan atau kondisi seseorang. Seseorang

dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum atas tindakannya apabila

ia secara sadar mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah

perbuatan yang melanggar hukum. Dalam hal perjudian secara online

maka pelaku harus secara sadar mengetahui dan menyadari bahwa

perbuatan melakukan perjudian secara online, melakukan distribusi,

melakukan transmisi konten dengan muatan perjudian adalah

bertentangan dengan hukum dan memiliki akibat hukumnya. Maka

pelaku perjudian secara online dapat dimintakan pertanggung

jawaban hukum terhadap perbuatannya terlepas dari adanya unsur

pemaaf maupun unsur pembenar.

3. Pembuat kebijakan hendaknya memberikan perhatian khusus terhadap

pelanggaran dan kejahatan yang terjadi di dunia maya, khususnya

perjudian secara online. hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat

pengaturan khusus yang lebih detail sehingga penegakan hukum dapat

10
berjalan dengan baik. Penegak hukum hendaknya terus melakukan

pembenahan dan meningkatkan sumber daya manusia yang mampu dan

menguasai bidang informatika serta memiliki sarana dan prasarana yang

mumpuni untuk menanggulangi perjudian secara online.

4. Penyelenggara pelayanan internet di Indonesia hendaknya turut

bekerjasama dan berpartisipasi aktif dalam melakukan usaha pencegahan

terhadap upaya pendistribusian dan pentransimisian data yang memuat

konten yang dilarang di Indonesia. Masyarakat khususnya pengguna

layanan Internet hendaknya lebih bijak dalam menggunakan layanan

internet. Kesadaran masyarakat akan bahaya dari perjudian merupakan

faktor penting dalam menekan berkembangnya perjudian secara

online.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bahder Johan Nasution. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Bandung: Mandar

Maju, 2008.

Bryan A.Garner. Black’s Law Dictionary. USA: Thomson & West, 1999.

Budi Suhariyanto. Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime).

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.

Eddy O.S. Hiariej. Prinsip-prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta: Cahaya

Atma Pustaka, 2014.

Eriyantouw Wahid. Keadilan Restoratif dan Peradilan Konvensional dalam

Hukum Pidana. Jakarta: Univ. Trisakti, 2009.

Jhony Ibrahim. Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayumedia, 2006.

Joshua Sitompul. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw. Jakarta: Tatanusa,

2012.

Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana.

Jakarta: Rineka Cipta, 1993.

Satjipto Rahardjo. Hukum dan Perubahan Sosial: Suatu Tinjauan Teoritis

Serta Pengalaman-Pengalaman di Indonesia. Bandung: Alumni, 1983.

Sudarto. Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto, 1990.

12

Anda mungkin juga menyukai