Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KELOMPOK PRODI JEMENTEKPOL

HUKUM PIDANA KHUSUS

KELOMPOK 6

M.RIDHO WAHYUDI / 21 / 207810218


M ABDUH ALGERYA S / 22 / 207810130
MUHAMMAD SALADIN / 23 / 207810202
MOCH.ANGGA BAGUS S / 24 / 207810180

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN


ANGKATAN KE-78 / WIDYA PESAT GATRA
JAKARTA
2021
Kasus Tindak Pidana Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Bijih Bauksit oleh
Satuan Reskrim Polres Tanjung Pinang

Kota Tanjung Pinang merupakan salah satu kota di provinsi


Kepulauan Riau. Wilayah kota Tanjung Pinang sebagai ibukota provinsi
Kepulauan Riau berdasarkan UU Pembentukan Provinsi No 25 tahun 2002
memiliki luas wilayah 239,50 Km. Kota Tanjung Pinang merupakan salah
satu kota yang potensi sumber daya alam mineral dan energi yang relatif
cukup besar dan bervariasi berupa bahan galian B (vital) seperti timah,
bauksit dan pasir besi, maupun bahan galian golongan C seperti granit, pasir
dam kuarsa. Sehingga hal tersebut kurang cocok untuk lahan pertanian
dikarenakan sebagian besar tanahnya adalah bahan yang mengandung dan
bercampur bahan tambang jenis bauksit. Serta kondisi tersebut di atas makin
bertambah parah dengan semakin maraknya pertambangan ilegal yang
dilakukan baik oleh perorangan maupun korporasi. Bagi pelaku usaha hal
tersebut diabaikan karena tujuannya adalah mengeruk keuntungan
sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan keseimbangan ekologi
lingkungan sekitar.

A. Pertambangan Tanpa Izin (PETI) oleh CV Tri Karya Abadi di Kota


Tanjung Pinang

Pertambangan dalam Undang-Undang No 4 Tahun 2009 Tentang


Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan “Pertambangan adalah
sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian dan
pengelolaan dan pengusahaan mineral dan Batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi studi kelayakan konstruksi penambangan,
pengelolaan dan pemurnian pengangkutan dan penjualan serta kegiatan
pasca tambang.” (UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan
Batubara).

Istilah pertambangan didapat dari terjemahan bahasa inggris yang


kemudian diartikan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu mining law. Adapun
hukum pertambangan menurut H Salim HS (Salim HS, 2013:8) adalah
keseluruhan kaidah hukum yang mengatur kewenangan negara dalam
pengelolaan bahan galian (tambang) dan mengatur hubungan hukum negara
dengan orang atau badan hukum dalam pengelolaan dan bahan galian
tambang.
Kasus mengenai pertambangan tanpa izin (PETI) yang dilakukan oleh
CV. Tri Karya Abadi dengan tersangka Ridwan dan kawan-kawan di kota
Tanjung Pinang provinsi Kepulauan Riau. Terjadi sekira Pada tanggal 20 Mei
2009 yaitu berdasarkan Laporan Polisi No. Pol. : LP/B.81/IV/2009 tanggal 21
April 2009, tentang tindak pidana pencurian dan penyerobotan tanah, yang
dilakukan oleh CV. Tri Karya Abadi. Pertambangan bijih bauksit tanpa ijin
tersebut telah dilakukan oleh para tersangka sejak bulan Oktober 2008 dan
telah berproduksi dan sudah melakukan ekspor ke luar negeri (Cina)
sebanyak 6 (enam) kali dengan volume 100.000 ribu ton dan permintaan
pengukuran eksplorasi tambang CV. Tri Karya Abadi dilakukan secara tidak
resmi sebagaimana keterangan Mochamad Ridwan dalam resume berkas
perkara No. Pol.: BP/105/XI/2009/RESKRIM.

Modus atau Cara Bertindak yang ketiga tersangka lakukan dapat


dikategorikan sebagai kejahatan Korporasi yaitu adalah dengan melakukan
penyesatan (Misrepresentation) di dalam kegiatannya, penyembunyian
kenyataan(concealtment of fact), akal-akalan dalam menggiring terwujudnya
suatu kegiatan serta elemen pengelakan peraturan (illegal circumvention)
atau manipulasi dan dalam kasus ini memang benar bahwa CV. Tri Karya
Abadi selaku badan usaha pemegang Kuasa Pertambangan (KP) eksploitasi
Nomor 584 tahun 2008 tanggal 7 Oktober 2008 dengan luas wilayah lokasi
pertambangan 74,5 Hektare yang terletak di Sei sudip Batu IX Kecamatan
Tanjung pinang Timur dan Dompak Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjung
Pinang, Provisi Kepulauan Riau. Oleh karena itu, CV. Tri Karya Abadi berhak
melakukan tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
pengusahaan Pertambangan bahan galian bauksit yang meliputi eksplorasi,
penambangan (eksploitasi), pengelolaan dan pemurnian (pencucian) ,
pengangkutan dan penjualan serta kegiatan pasca tambang. Namun CV. Tri
Karya Abadi melalui para pengurusnya juga telah melakukan kegiatan
pertambangan di luar izin yang telah diberikan dengan menggunakan alat-
alat berat berupa Excavator, Whell loader, mobil Dumptruck dan lain-lain
yaitu seluas 87.734 M² berdasarkan dari hasil pengukuran yang dilakukan
oleh Penyidik Polresta Tanjung pinang bersama dengan pegawai Kantor
Pertanahan Kota Tanjung pinang dan pegawai Dinas Sumber Daya Alam
Kota Tanjung pinang yaitu Peta Permasalahan Tanah Nomor : 03
/TMK/2009 tanggal 02 Juli 2009.

Motif ataupun alasan CV. Tri Karya Abadi melalui para pengurusnya
melakukan kegiatan Pertambangan diluar ijin Kuasa Pertambangan (KP)
yang telah diberikan oleh Pemerintah Kota Tanjung Pinang adalah karena
wilayah diluar ijin yang telah diberikan oleh Pemerintah Kota Tanjung Pinang
mengandung lebih banyak kandungan mineral bahan tambang bauksit
daripada wilayah KP CV. Tri Karya Abadi sehingga demi tujuan meraup
keuntungan yang sebesar-besarnya maka meski para pengurus CV. Tri
Karya Abadi mengetahui kegiatan Pertambangan yang mereka lakukan
Tanpa Ijin namun tetap mereka jalankan kegiatan tersebut sejak bulan
Oktober 2008 hingga pertengahan Oktober tahun 2009 dan telah berproduksi
serta sudah melakukan ekspor ke luar negeri (cina) sebanyak 6 (enam) kali
dengan volume 100.000 ribu ton.

B. PT Kemayan Bintan sebagai Pelapor dalam kasus Pertambangan


Tanpa Izin (PETI) yang dilakukan CV. Tri Karya Abadi

PT Kemayan Bintan melakukan laporan tindak pidana pencurian dan


penyerobotan tanah yang dilakukan oleh CV. Tri Karya Abadi dengan no. Pol:
LP/B81./IV/2009. Berdasarkan laporan tersebut Sat Reskrim Polresta
Tanjung Pinang bersama dengan kantor Pertanahan Kota Tanjung Pinang
melakukan peninjauan lokasi, pengukuran dan pengembalian batas tanah
sesuai dengan peta yang ditunjuk oleh PT Kemayam Bintan. Berdasarkan
hasil pengukuran tanah itulah HGB PT Kemayan Bintan ternyata benar
bahwa lokasi yang ditunjuk merupakan tanah milik PT Kemayan Bintan
sesuai dengan sertifikat HGB No. 00871. di lokasi tanah milik PT. Kemayan
Bintan tersebut sedang berlangsung kegiatan/aktivitas pertambangan yang
meliputi 3 (tiga) titik lokasi yakni lokasi pertambangan (loading), lokasi
pencucian dan pembuangan limbah cucian dan lokasi pelabuhan di samping
prasarana jalan yang hampir keseluruhan atau bagiannya masuk di dalam
lokasi tanah milik PT. Kemayan Bintan .Selanjutnya pada tanggal 13 Juni
2009 Penyidik kembali melakukan peninjauan lokasi bersama dengan kantor
Pertanahan Kota Tanjung Pinang, yakni Kasubsi pengukuran Arfani,SH dan
Kasi Survei Armen dan Jaituni Win dan R. Rahmad Saleh dari Dinas Kantor
Sumber Daya Alam Kota Tanjung Pinang, guna melakukan pengukuran/
pengembalian koordinat wilayah lokasi pertambangan sesuai dengan peta
pada lampiran Surat Keputusan Walikota Tanjung pinang Nomor 584 Tahun
2008 tanggal 7 Oktober 2008 dengan luas wilayah/lokasi Pertambangan 74,5
Ha yang terletak di lokasi Sei Sudip Batu IX dan Dompak Kelurahan Batu IX
dan Dompak Kecamatan Tanjung Pinang Timur dan Bukit Bestari Kota
Tanjung Pinang, turut hadir pada saat pengukuran tersebut beberapa orang
staf karyawan CV. Tri Karya Abadi selaku pemegang Kuasa Pertambangan
,dari hasil pengukuran telah ditemukan pula fakta-fakta bahwa kegiatan
eksploitasi /aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh CV. Tri Karya Abadi
ternyata berada diluar wilayah/lokasi izin pertambangan .

C. Proses Penyelesaian Kasus Pertambangan Tanpa Izin (PETI)

Proses yang dilakukan oleh CV Tri Karya Abadi Proses Penyelidikan


dan penyidikan oleh Satuan Reskrim Polres Tanjung Pinang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari upaya penegakan hukum, yaitu pada
tataran reprensif yustisial (Kelana, 2002:120) adapun yang diharapkan oleh
masyarakat luas terkait dengan penanganan kasus pertambangan tanpa ijin
(PETI) yang dilakukan CV. Tri Karya Abadi dengan tersangka Ridwan dan
kawan-kawan.

Adapun kendala dalam upaya penyelidikan dan penyidikan oleh


Satuan Reskrim Polres Tanjung Pinang dalam rangka penegakan hukum
sangat dibatasi oleh hukum acara yang berlaku. Sehingga untuk memperoleh
hasil yang maksimal, Satuan Reskrim Polres Tanjung Pinang menggunakan
segala sumber daya yang tersedia dan memaksimalkan wewenang yang
dimiliki, bahkan melakukan diskresi kepolisian agar penyidikan berjalan
sesuai dengan harapan. Mengingat kualitas penyelidikan dan penyidikan
yang dilakukan penyidik memiliki makna
yang cukup penting bagi penuntutan yang akan dilaksanakan oleh penuntut
umum, atau dengan kata lain kualitas penuntutan sangat ditentukan oleh
kualitas penyelidikan dan penyidikan. Maka setiap tindakan penyidik harus
dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis berdasarkan hukum acara yang
berlaku.

Dalam menganalisis langkah-langkah penyidikan yang dilakukan


penyidik Satuan Reskrim Polres Tanjung Pinang dalam menangani kasus
pertambangan tanpa ijin (PETI) yang dilakukan CV. Tri Karya Abadi dengan
tersangka Ridwan dkk di kecamatan bukit bestari kota Tanjung pinang pada
tahun 2009, dibagi menjadi beberapa tahapan diantaranya :

1. Pertama, Penyelidikan. Pasal 1 KUHAP menyebutkan bahwa


penyelidikan merupakan, “serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak
pidana, guna menentukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak
pidana”. Dalam Penyelidikan ini Aiptu Bagus Junis Suswanto selaku
Ps Kanit II Polres Tanjung Pinang menemukan dugaan keras adanya
Tindak Pidana lain Yakni Pertambangan Tanpa Ijin (PETI) pada saat
melakukan penyelidikan dan menindaklanjuti Perkara Pencurian
Tanah Bauksit dan Penyerobotan Lahan yang dilaporkan oleh PT.
Kemayan Bintan yang diduga dilakukan oleh CV. Tri Karya Abadi
sekira bulan Juli 2009, yang kemudian kasus ini ditangani oleh Satuan
Reskrim Polres Tanjung Pinang.
2. Kedua, penindakan. Sebelum melakukan penindakan, penyidik
membuat Laporan Hasil Penyelidikan pada tanggal 20 Juli 2009,
bahwa hasil penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik mendapat
kesimpulan bahwa peristiwa dugaan Pertambangan Tanpa Ijin (PETI)
yang dilakukan oleh CV. Tri Karya Abadi di Tanjung Pinang
merupakan termasuk kategori tindak pidana, sehingga layak untuk
ditingkatkan ke tahap penyidikan. Selanjutnya Kasat Reskrim
mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP. Sidik/125/
VII/2009/Reskrim tanggal 21 Juli 2009 . Surat perintah penyidikan
tersebut kemudian diikuti dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan(SPDP) kepada Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang
Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan tersebut maka dilakukan
penindakan yang meliputi: pemanggilan,
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
3. Ketiga, pemeriksaan. Sesuai dengan surat panggilan yang diberikan
kepada para saksi maka penyidik melakukan pemeriksaan untuk
mendapatkan sejumlah informasi atau keterangan terkait dengan
kasus dugaan Pertambangan Tanpa Ijin (PETI) yang dilakukan oleh
CV. Tri Karya Abadi. Kemudian segala informasi atau keterangan yang
diperoleh selama kegiatan pemeriksaan dituangkan oleh penyidik ke
dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Tujuan dari pemeriksaan kepada para saksi adalah untuk memberikan


gambaran seterang mungkin berkenaan dengan kasus tersebut, sehingga
penyidik dapat menentukan peran setiap orang yang berhubungan dengan
kasus Pertambangan Tanpa Ijin tersebut dan menentukan apa tersangkanya.

Pemeriksaan juga dilakukan kepada tersangka bukan hanya kepada


para saksi. Dalam kasus pertambangan tanpa izin (PETI) yang diduga
dilakukan oleh CV Karya Tirta Abadi di kecamatan kasus Bestari Tanjung
Pinang. Adapun ketiga tersangka yang telah ditetapkan antara lain;
Mochamad Ridwan bin Gufron sebagai Direktur Utama CV. TKA juga
tersangka utama. Zurmiyati binti Abdullah sebagai tersangka kedua dan
jabatan di perusahaan sebagai Persero CV. TKA dan Jendaita Pinem
tersangka ketiga dan kepala teknik tambang CV.TKA.
Ketiga tersangka di atas ditetapkan sebagai orang yang bertanggung
jawab dalam kasus pertambangan tanpa izin. Sebagai bagian penting dalam
perusahaan CV. Tri Karya Abadi melakukan andil baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap terjadinya Pertambangan Tanpa Ijin (PETI)
bijih bauksit di kecamatan bukit bestari Tanjung pinang adalah berdasarkan
alat bukti yang sah yang dimiliki oleh penyidik serta didukung keterangan ahli
dan saksi-saksi , sebagaimana disampaikan Bintara idik II Bripka Am’amar
(wawancara, tanggal 3 Februari 2014). “Penetapan ketiga tersangka pada
perkara Pertambangan Tanpa Ijin (PETI) yang diduga dilakukan oleh CV. Tri
Karya abadi di kecamatan bukit bestari Tanjung Pinang sudah berdasarkan
alat bukti yang didapatkan oleh penyidik, yang pertama adalah keterangan
dari saksi Am ’amar yang melihat langsung peristiwa, yang kedua adalah
petunjuk yang kami dapatkan berdasarkan surat hasil keterangan dari kantor
pertanahan mengenai pengembalian batas KP yang diizinkan oleh pemko
kepada CV TKA dan yang ketiga adalah keterangan-keterangan ahli yang
menguatkan peristiwa tersebut merupakan suatu kegiatan Pertambangan
Tanpa Ijin (PETI) dan dapat dikenakan pertanggung jawaban pidana baik
perseorangan maupun korporasi.”

4. Keempat, Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara. Dengan


telah dilakukan pemeriksaan saksi, tersangka, ahli dan pengumpulan
bukti-bukti, maka penyidik melakukan pemberkasan dan kemudian
diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum.

Setelah berkas perkara selesai, maka selanjutnya berkas tersebut


diserahkan kepada jaksa penuntut umum untuk dilakukan pemeriksaan
dengan menerapkan sanksi pidana pada pasal 158 UU RI No 4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yaitu “Setiap orang yang
melakukan usaha pertambangan tanpa IUP,IPR atau IUPK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 18, Pasal 67 ayat (I),
Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah). Dalam kasus ini Jaksa Penuntut Umum berusaha agar penyidik
melakukan kajian lebih mendalam dan menggali informasi sebenarnya siapa
dalang di balik pertambangan tanpa izin. Penuntut umum mencurigai masih
ada aktor dibalik Ridwan dan kawan-kawan. Namun dikarenakan CV Tri
Karya Abadi secara tersurat dimiliki oleh Ridwan dan kawan-kawan. namun di
kalangan masyarakat mengetahui bahwa pemilik sebenarnya CV Tri Karya
Abadi adalah saudara A Seng dan Nguan Seng. Namun dikarenakan tidak
ada petunjuk dan keterangan-keterangan saksi yang mengarah kepada
hubungan antara CV Tri Karya Abadi dengan A Seng dan Nguan Seng.

Sehingga hasil yang didapat pada saat persidangan kejaksaan


mengeluarkan P21 dengan No B-31/N 10.10/Epp. 2/1/10/2010 tanggal 11
Januari 2010 sehingga penyidikan dinyatakan selesai setelah berkas perkara
dan barang bukti diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum sesuai dengan
ketentuan pasal 8 ayat(3) huruf b, pasal 138 ayat (1) dan 139 KUHAP.

D. Peranan Polri dan PPNS terhadap kasus Pertambangan tanpa izin


(PETI) CV. Tri Karya Abadi

Satuan Reskrim Polres Tanjung Pinang berperan sangat penting


dalam pengungkapan kasus Pertambangan Tanpa Izin yang dilakukan oleh
CV. Tri Karya Abadi. Salah satu peran pentingnya adalah tanggap dan cepat
dalam memproses Laporan Pertambangan Tanpa Izin dari PT Kemayan
Bintan. Selain itu Satuan Reskrim Polresta Tanjung Pinang dibantu oleh
Dinas Pertanahan Kota Tanjung Pinang tanggap melakukan pengukuran dan
peninjauan lokasi sesuai Peta yang ditunjuk oleh PT Kemayan Bintan. Selain
itu para penyidik dalam hal ini mampu bekerja sama dengan masyarakat
dalam mengumpulkan saksi-saksi.

Peran Kepolisian Republik Indonesia mengenai penambangan ilegal


sendiri dapat merujuk pada otoritas Polri secara umum yang tertuang dalam
UU No. 2 tahun 2002 pasal 15 ayat 1 yang secara garis besar memiliki
kewenangan dalam menerima laporan berkaitan dengan penambangan ilegal
yang dimaksud. Lebih jauh, mengenai tindakan yang bisa diambil sebagai
langkah penanganan hal ini bisa mengacu pada pasal 16 pada UU No. 2
tahun 2002. Di dalam peraturan ini, Peraturan Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia juga menjelaskan bahwa polisi
memiliki kewenangan dalam melakukan investigasi, penyelidikan serta
penangkapan (Pasal 13 dan 14), polisi diberi kewenangan yang ditetapkan
dalam Pasal 15 dan 16 dengan ketentuan lebih lanjut dalam Pasal 17, 18,
dan 19. Ini juga berkaitan dengan Pertambangan ilegal jika seseorang
melakukan suatu kejahatan Pertambangan Ilegal, maka polisi berwenang
melakukan penyidikan, penyelidikan, dan penangkapan terhadap pelaku
Penambangan Ilegal (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia).

Akan tetapi, satu hal yang menjadi penting dan perlu digarisbawahi
mengenai peran kepolisian di dalam menanggulangi tindak kejahatan
pertambangan ilegal karena adanya beberapa halangan yang bersifat spasial
hingga komunal. Misalnya, dalam salah satu studi diketahui bahwa hal-hal
yang bisa menghambat peran Polri menyoal kasus ini mencakup minimnya
sosialisasi yang mampu dipahami publik atas izin tambang; jarak antara
lokasi tambang ilegal dan polisi; minimnya kesadaran semua pihak atas
masalah ini.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil perlu melakukan penguatan peran


dengan meningkatkan kompetensi yang dimiliki sesuai dengan bidang-bidang
tugas masing-masing agar dapat bersinergi dengan baik dengan Kepolisian
dan Kejaksaan. Penguatan peran dan eksistensi PPNS dalam tugas
penegakkan hukum di tengah masyarakat otomatis dapat meningkatkan
kualitas penegakkan hukum menjadi semakin baik. Penguatan peran PPNS
akan dapat membantu dalam penyelesaian permasalahan di bidang pidana
yang menjadi kewenangan di masing-masing instansi pengguna PPNS dan
meningkatkan pelayanan publik. Dalam pelaksanaan tugasnya PPNS harus
berkoordinasi dengan Polri dan tetap dalam pelaksanaan tugas
penyidikannya. Penguatan peran PPNS ini tentunya akan dapat membantu
Polri dalam penanganan permasalahan-permasalahan pidana yang ada pada
ruang lingkup tugas masing-masing bidang PPNS.

E. Kelanjutan Kasus

Kasus ini dinyatakan selesai dan ditutup sebagaimana Kejaksaan


mengeluarkan P21dengan No B-31/N 10.10/Epp. 2/1/10/2010 tanggal 11
Januari 2010 sehingga penyidikan dinyatakan selesai setelah berkas perkara
dan barang bukti diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum sesuai dengan
ketentuan pasal 8 ayat(3) huruf b,pasal 138 ayat (1) dan 139 KUHAP . Dari
serangkaian tahapan dan tindakan Proses Penyidikan yang telah dilakukan
oleh satuan Reskrim Polres Tanjung Pinang menurut peneliti adanya temuan
yang masih menunjukkan adanya ketidakprofesionalan tindakan yang
dilakukan oleh Penyidik di dalam menangani kasus Pertambangan Tanpa Ijin
yang dilakukan oleh CV. Tri Karya Abadi khususnya dengan Tersangka
Ridwan dan kawan-kawan.
F. Pelajaran yang dapat dipetik

Kasus Pertambangan Tanpa Izin marak terjadi di pelosok-pelosok


daerah. Sebagian masyarakat ada yang sadar akan dampak yang
ditimbulkan dari Pertambangan. Namun segelintir orang mengabaikan hal-hal
tersebut demi meraup keuntungan-keuntungan sebanyak-banyaknya. Dalam
kasus Pertambangan Tanpa Izin di atas kita dapat memetik pelajaran untuk
selalu waspada dan jeli terhadap berbagai gerak-gerik pihak yang memiliki
kekuatan dalam melangsungkan kegiatan pertambangan secara ilegal.

Lebih lanjut, merujuk pada beberapa peran Kepolisian dan hambatan


yang mungkin terjadi dan menyebabkan lambannya tindakan pihak
Kepolisian. Menjadi sangat niscaya bahwa kolaborasi antara masyarakat dan
polisi perlu untuk ditingkatkan. Sehingga kontak sosial dan komunikasi bisa
lebih intens dan efektif dilakukan. Hal ini tentunya diharapkan mampu
membawa implikasi positif dengan adanya kesadaran semua pihak dan
kesigapan Kepolisian dalam menangani permasalahan pertambangan ilegal
baik berdasarkan investigasi pihak kepolisian maupun informasi yang berasal
dari masyarakat secara langsung. Masih sering terjadinya pencemaran yang
dilakukan oleh pihak perusahaan atau industri dan masih rendahnya ketaatan
dan kepatuhan serta kesadaran warga masyarakat untuk menjaga
lingkungan yang bersih dan sehat menjadi indikator bahwa penegakan
hukum terhadap pengelolaan lingkungan yang bersih dan sehat belum
berjalan.
Agar dapat berlaku efektif, maka hukum dalam kegiatannya ditegakkan
dengan dukungan sanksi baik administrasi, sanksi perdata, maupun sanksi
pidana. Sehingga untuk menjamin dukungan sanksi tersebut, maka haruslah
dijalin hubungan harmonisasi dan sinkronisasi pada semua lintas kehidupan
bersama, dengan menjadikan satu panduan sebagai pedoman berkaitan
mengenai bagaimana seharusnya bertindak dan diharapkan bertindak. Salah
satu cara efektivitas dalam penegakan hukum lingkungan adalah dengan
menggunakan pendekatan multi door system, yaitu penggunaan berbagai
macam peraturan perundang-undangan untuk menangani kasus terkait
lingkungan hidup, karena dengan penegakan hukum yang konsisten akan
mengaktifkan juga instrumen pencegahan.

Anda mungkin juga menyukai