Anda di halaman 1dari 5

1. Apa penyebab terjadinya pertambangan yang dilakukan tanpa izin ?

2. Apa yang menjadi kendala yang dihadapi pemerintah dalam penegakan hukum

terhadap pertambangan tanpa izin ?

- Pengelolaan sumber daya alam selama ini tampaknya lebih mengutamakan meraih

keuntungan dari segi ekonomi sebesar-besarnya tanpa memperhatikan aspek sosial

dan kerusakan lingkungan. Khususnya untuk bidang pertambangan,

pengelolaannya selama ini hanya dilihat sebagai sumber devisa negara dan

penyerapan tenaga kerja. Bahkan jika dilihat alur proses produksinya yang

merusak dapat dikatakan bahwa perusakan lingkungan itu timbul karena unsur

kelalaian atau unsur kesengajaan yang secara sistemik diakibatkan oleh ulah

manusia.

- Berbagai kebijakan yang dikeluarkan cenderung bersifat sektoral, sehingga

kadangkala menjadi kebijakan yang tumpang tindih. Pengelolaan Pertambangan di

banyak daerah khususnya mengenai Penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP)

banyak ditemukan penyimpangan yang disebabkan adanya penerbitan Izin Usaha

Pertambangan yang timpang tindih baik yang diberikan Oleh Menteri, Gubernur,

atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan permohonan

yang diajukan oleh Badan Usaha, Koperasi dan Perseorangan, seharusnya Ijin

Usaha Pertambangan dapat diberikan setelah mendapatkan Wilayah Ijin Usaha

Pertambangan (WIUP) dari Menteri atas Rekomendasi Gubernur atau

Bupati/Walikota.

(Sumber File Evaluasi Penyimpanan)

3. Bagaimana pertanggungjawaban hukum pidana terhadap tindak pidana yang

melakukan penambangan tanpa izin ?


- Ketentuan pidana dalam Undang-undang Mineral dan batubara diatur tersendiri

dalam bab XXIII. Dalam bab tersebut dimulai dari Pasal 158 hingga Pasal 165,

bunyi Pasal 158 adalah: Yang terkandung dari pasal 158 adalah tindakan usaha

pertambangan yang tanpa disertai izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang

berwenang, hal tersebut diatur dalam Pasal 37 untuk siapa saja yang dapat

mengeluarkan IUP. Namun dikarenakan IUP hanya diberikan untuk 1 jenis

mineral dan batubara maka dalam Pasal 40 ayat (3) mengatur tentang

pengusahaan mineral lain yang ditemukan dalam IUP yang diberikan prioritas

pengelolaannya

- Barangsiapa yang melakukan usaha penambangan tanpa memiliki izin-izin yang

di keluarkan oleh instansi yang terkait dan pejabat yang berwenang tersebut maka

seharusnya pelaku usaha tersebut dapat dijatuhi sanksi atas kejahatan yang

dilakukan yaitu penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 10 miliar

rupiah. Pasal selanjutnya adalah Pasal 159 peruntukan untuk pemegang IUP,

IUPR atau IUPK. Penjelasan dari Pasal 159 cukup jelas, dengan substansi yang

sama yaitu tentang kewajiban melaporkan kegiatan kepada pemberi izin, maka

dalam pasal 43 ayat (1) untuk kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan

maka pemilik IUP ekplorasi wajib melaporkan kepada pemberi IUP jika mendapat

mineral atau batubara yang tergali.

(Sumber : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU USAHA YANG

MELAKUKAN USAHA PENAMBANGAN TANPA IUP, IPR ATAU IUPK

(STUDI PUTUSAN NOMOR 556/PID.SUS/2019/PN BLS)

- Pertanggungjawaban Pidana pelaku usaha yang melakukan usaha penambangan

tanpa IUP, IPR, atau IUPK dalam Putusan Nomor 14/Pid.Sus/2017/PN.TKA

Terdakwa AGUS SALIM TORKI DG LALANG BIN H. TORKI, dijatuhi


hukuman pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan pidana denda sebesar Rp

1.000.000.000 (satu milyar rupiah) Subsidair 2 (dua) bulan kurungan dikurangkan

dengan masa tahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dengan perintah agar

terdakwa tetap ditahan di Rumah Tahanan Negara.

Terdakwa dipidana karena telah memenuhi syarat-syarat untuk dapat dimintakan

pertanggungjawaban pidana yaitu :

1. Terdakwa melakukan kegiatan usaha pertambangan pasir tersebut berlokasi

tanah empang milik terdakwa menggunakan Alat berat jenis Excavator warna

orange dengan cara melakukan pengerukan atau penggalian pasir kemudian

pasir tersebut di tumpuk selanjutnya dimasukkan ke dalam mobil dump truk

yang datang untuk membeli pasir tersebut, lalu pasir jual oleh terdakwa

dengan harga sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk

setiap 1 (satu) unit mobil dump truk dan hasil penjualan tersebut dibagikan

kepada beberapa orang anggotanya sedangkan terdakwa mendapatkan

keuntungan sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap 1 (satu)

unit mobil dump truk dan akibat pertambangan pasir Masyarakat di sekitar

tempat pertambangan pasir tersebut merasa resah karena takut nanti terjadi

lonsor dan banjir.

2. Berdasarkan pengembangan penyidikan diperoleh bahwa terdakwa dalam

melakukan kegiatan pertambangan pasir tersebut tidak memiliki IUP (Izin

Usaha Pertambangan) sehingga terdakwa dibawa ke Polres Takalar untuk

diproses lebih lanjut.

4. Bagaimana upaya untuk mengatasi tindak pidana pertambangan tanpa izin ?

Jawab :
- Pengawasan lingkungan tidak hanya dilakukan oleh dinas terkait, tetapi

masyarakat juga dapat berperan dalam pengawasan kegiatan pertambangan karena

masyarakat merupakan komponen penting dalam melakuakan pengawasan, sebab

masyarakat sekitar yang sehari-hari melihat dan merasakan dampak akibat

pertambangan secara langsung, oleh karena itu masyarakat sangat diperlukan

dalam pengawasan kegiatan lingkungan seperti yang tertulis dalam undang-

undang No 32 tahun 2009 pasal 70 ayat (1) masyarakat memiliki hak dan

kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Penambangan pasir yang

dilakukan oleh masyarakat yang termasuk dalam penambangan skala kecil banyak

ditemukan di kabupaten Sleman, khususnya di sekitarl ereng Merapi sebagai

usaha penambangan rakyat dalam penambangan bahan galian C. penamabangan

pasir yang dilakukan oleh masyarakat tetaplah harus memperhatikan peraturan

yang berlaku, karena masih banyak penambang yang tidak menghiraukan dan

sering dijumpai tidak memiliki perizinan dan lebih cenderung untuk mengambil

sumber daya secara berlebihan sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan,

hal tersebut diperparah juga akibat kurangnya pengawasan dan pemberian sanksi

yang dilakukan oleh dinas terkait sehingga mengakibatkan maraknya

penambangan liar yang terjadi di Kabupaten Sleman khususnya daerah sekitar

lereng gunung Merapi.

- Dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha pertambangan, dinas lingkungan

hidup selalu menemui kendala-kendala. Yang dimaksud dengan kendala-kendala tersebut

adalah ketika pihak dinas lingkungan hidup akan melakukan pengecekan atau

pemeriksaan wilayah tambang, seringkali para penambang pasir illegal telah mengetahui

terlebih dahulu dan meninggalkan wilayah tambang, sehingga dinas lingkungan hidup
tidak dapat mengetahui dan memberikan sanksi terhadap penambang-penambang pasir

illegal, kendala yang kedua adalah Pengawasan pertambangan pada awalnya diatur dalam

undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, pasca

berlakunya undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, memiliki

perbedaan mengenai proses pengawasan kegiatan pertambangan di Indonesia. Jika

sebelumnya pengawasan dilakukan oleh pemberi izin, sedangkan pasca berlakunya

undang-undang No. 23 tahun 2014 pengawasan ditarik dan dilakukan ke pemerintah

pusat. Dengan beralihnya kewenangan itu peran pemerintah pusat yang dilakukan oleh

inspektur tambang bertujuan untuk meringankan pekerjaan pejabat daerah, kemudian

kendala yang ketiga terjadi karena Bentuk partisipasi masyarakat dinilai masih kurang

dalam hal pengaduan dan laporan, Masyarakat dinilai masih kurang peduli terhadap

penyimpangan yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai