Anda di halaman 1dari 3

TUGAS TERORISME

NAMA : MUHAMMAD ABDUH ALGERYA STEELY


NIM : 207810130
PRODI : JEMENTEKPOL
ABSEN : 22 (DUA PULUH DUA)

S1 / SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN


ANGKATAN KE-78 / WIDYA PESAT GATRA
JAKARTA
2021
Indonesia sudah sejak lama mengalami terror yang dilakukan oleh kelompok-
kelompok tertentu, mulai dari Gelombang awal yaitu melawan sistem penjajahan
sampai dengan terorisme yang berpaham agama sampai sekarang ini. Penanganan
terror mulai serius di tangani oleh pemerintah Indonesia sejak serangan bom Bali pada
awal tahun 2000 an, dengan membentuknya UU tentang terorisme dan membentuk
badan kusus yang melakukan penanggulangan terhadap terorisme yang ada di
Indonesia.
Penaggulangan teroris pada masa orde lama (1945-1965) berorientasi pada
Military-led strategy, atau berbasis pada kemampuan militer satuan tugas operasional
dalam penanganan terorisme. Selanjutnya pada masa orde baru (1965-1998)
penanggulangan terorisme berorientasi pada Intelligence-led strategy atau berfokus
pada kemampuan intelijen dalam melakukan penanggulangan terorisme. Sedangkan
pada masa reformasi terjadi 2 (dua) pola penanggulangan terorisme, yang pertama
pada tahun 1999-2002 berorientasi pada Disorientation of transition to law
enforcement-led strategy dan pada tahun 2002 sampai sekarang berorientasi pada
law enforcement-led strategy.
Pembentukan perundang-undangan dalam penanggulangan terorisme
1. Perpu No 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
2. Perpres No 46 tahun 2010 tentang badan nasional pemberantasan terorisme.
3. Perpres No 6 tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan
Tindak Pidana Pencucian uang (memuat tentang pendanaan terorisme).
4. UU no 9 tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme.
5. PP no 77 tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan
Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut umum, Hakim, dan petugas
Pemasyarakatan.
Perbandingan UU no 15 tahun 2003 dengan perubahan nya pada UU no 5
tahun 2018 tentang tindak pidana Terorisme, salah satu nya adalah menganai tim
pengawas penanggulangan terorisme, yang tercantum pada UU no 5 tahun 2018
pasal 43 i ayat 1 dan 2 yaitu:
1. Mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang.
2. Pelaksanaan mengatasi aksi terorisme sesuai dengan tugas fungsi TNI.
Dan pasal 43 j ayat 1 yang berbunyi, DPR membentuk tim pengawas
penanggulangan terorisme. Dalam pasal ini, menyatakan bahwa DPR membentuk tim
pengawas penanggulangan tindak pidana Terorisme dan pengawasan akan dilakukan
oleh komisi I dan III DPR yang masing-masing membawahi pertahanan dan hukum.
Sedangkan pada pasal 43 i ayat 1 dan 2 berisi tentang perbantuan Tni dalam
melakukan penanggulangan terhadap tindak pidana Terorisme, karena terorisme
dianggap sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa dan dianggap
sebagai Operasi Militer selain perang. Menurut persatuan badan hukum Indonesia
(PBHI) menyatakan bahwa “pelibatan tim pengawas harus melibatkan ahli lainnya
yang diluar DPR”.
Kesimpulan
a. Pengawasan yang dilakukan oleh komisi I harus sangat dibatasi (pengawasan
harus lebih banyak dilakukan oleh komisi III). Karena ini mencederai hukum karena
terorisme adalah suatu tindakan criminal, dan itu menyangkut dengan hukum. Tidak
tepat bila kewenangan pengawasan komisi III sama dengan komisi I, komisi satu
dapat dilibatkan tetapi hanya sebatas penyelidikan saja tidak tepat dalam hal
penyidikan, sesuai dengan keterlibatan TNI hanya dalam bidang penyelidikan
terorisme.
b. Perlibatan TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP) yaitu terorisme,
menurut penulis sah-sah saja tetapi dibatasi dalam perlibatan apa dan sejauh mana.
TNI dilibatkan karena teroris sudah bersifat massive di Indonesia dan mengancam
kedaulatan Negara. TNI tidak bisa memasuki ranah penyidikan karena ini sangat
bertentangan dengan aturan hukun yang ada.
c. Tim pengawas harus memiliki kualifikasi pengetahuan tentang terorisme
secara baik, untuk itu penunjukan anggota tim pengawas harus melalui proses Seleksi
yang baik dan transparan. Sehingga pengawas mampu mengawasi dengan baik
karena memiliki kualifikasi tentang terorisme.
d. Kuatkan BNPT sebagai wadah gabungan yang dapat melakukan pemantauan
dan pemberantasan terhadap terorisme di Indonesia, dan sebagai wadah yang
menampung gabungan dari instansi terkait lainnya.
e. Dalam pelibatan TIM pengawas harus melibatkan banyak pihak atau ahli
lainnya di luar DPR, tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah tindakan
yang justru kurang bermanfaat dan merepotkan terhadap instansi penegakan hukum
terhadap terorisme, serta mencegah terjadinya KKN.
f. Pengawasan sangat baik dilakukan apabila sesuai dengan apa yang
diharapkan, tidak ada unsure Politis didalamnya

Anda mungkin juga menyukai