Anda di halaman 1dari 9

TENTIR KORUPSI

Penekanan :

1. Pelajari Konsep EAL ( akan ada sub. Soal nantinya point a dan b)
2. Bagaimana mendeteksi korupsi di daerah2 yang rawan korupsi seperti
pada Pengadaan barang dan jasa pemerintah, Keuangan dan
perbankan, Perpajakan, Minyak dan gas, Pengelolaan BUMN/BUMD,
Kepabeanan dan cukai, Perencanaan dan penggunaan APBN/APBD
dan APBN-P/APBD, Pengelolaan asset negara/daerah, Pertambangan
Pelayanan public. (SLIDE AREA RAWAN KORUPSI)
3. Akan ada studi Kasus (penanganan terbaik untuk kasus korupsi apa,
Apa sih penalaran hukumnya, Apa argumentasi yudiridisnya, isu
hukumnya apa) Melibatkan semua slide untuk menjawabnya.
4. Pelajari dari BAB 8-BAB13 hanjar, slide korupsi.

1. PENDEKATAN EAL
 Pendekatan EAL yang mendasari adanya value (nilai), utility (kemanfaatan)
dan efficiency (efisiensi) yang tujuan akhirnya adalah social Welfare
maximization (kesejahteraan masyarakat) sesuai dengan isi pasal 33 bab
14, UUD 45. Tujuan utama EAL adalah melakukan evaluasi hukum baik
yang tertulis, tidak tertulis, hukum perdata, hukum adat, hukum perkawinan
dll, dengan mengacu pada metode eksternal, yaitu biaya hukum dan
manfaat. Artinya memaksimalkan manfaat dan meminimalkan biaya. EAL
menganut 4 asas yaitu, mamfaat, efisien, keadilan dan kesejahteraan.
Pada dasarnya, tujuan utamanya adalah melakukan evaluasi hukum
dengan mengacu pada metode eksternal, yaitu biaya hukum dan manfaat,
artinya memaksimalkan manfaat (benefit) dan meminimalkan biaya.
Menganalisa permasalahan hukum melalui pendekatan ekonomi terhadap
permasalahan pelaksanaan kebijakan (aparatur Negara ataupun
Korporasi) bertujuan untuk mempertahankan hukum (pidana) tetap sebagai
ultimum remedium (senjata akhir), sehingga kebijakan (diskresioner) dari
otoritas Negara ataupun Korporasi untuk mengantisipasi pembuatan
diskresioner ini tidak akan terbelenggu kekhawatiran atas dugaan adanya
kriminalisasi kebijakan .
 Perangkat hukum di Indonesia, khususnya kompetensi Hukum Pidana,
seringkali tidak mempersiapkan permasalahan hukum yang berkaitan
dengan bidang ekonomi, sehingga sangat berdampak pada pelaku bisnis
maupun Penyelenggara Negara (dalam arti luas). Pelaku bisnis maupun
Penyelenggara Negara (yang berkaitan dengan pekerjaan pelaku
bisnis/ekonomi) seringkali terjebak kekakuan terbatas dibidang hukum,
yang kemudian dikenal dengan istilah “Kriminalisasi Kebijakan”, baik
terhadap korporasi maupun Penyelenggara Negara (aparatur), bukan
dalam menghadapi kasus Suap maupun Gratifikasi, tetapi khususnya
terkait Pasal 2 (perbuatan melawan hukum) dan Pasal 3 UU Tipikor
(perbuatan menyalahgunakan wewenang). Kasus-kasus menarik perhatian
yang berkaitan hubungan antara Hukum dan Ekonomi adalah Cevron,
Merpati maupun IM2 , ataupun dalam kaitannya dengan aparatur negara
yang berhubungan dengan swasta, sebagaimana telah banyak diulas
dalam pemberitaan .Memperhatikan hubungan antara Hukum dengan ilmu
ekonomi, khususnya permasalahan perangkat hukum terhadap agresifitas
di bidang perekonomian, maka pendekatan hukum (pidana) semata
tidaklah sebagai arah solusif, tetapi diperlukan pendekatan ekonomi
sebagai arah wujud terciptanya inkriminalisasi terhadap Kebijakan
Korporasi maupun Kebijakan Aparatur/Penyelenggara Negara .
 Keterkaitan Straftoemeting (Ukuran Pemidanaan) melalui pendekatan
Economic Analysis of Law dapat dirangkum-singkatkan antara lain sebagai
berikut :
 Kebijakan Penanggulangan Kejahatan Dalam Hukum Pidana terhadap
Sistem Penindakan dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi memang
memiliki pemahaman tersendiri dalam kaitannya Straftoemeting
(ukuran pemidanaan), namun pendekatan klasik melalui metode dan
interpretasi Tradisionalis yang mengarahkan pada asas Culpabilitas
dengan tujuan deterrent effect, ternyata belum menghasilkan
penguatan sistem penanggulan tindak pidana korupsi, khususnya
penindakan tindak pidana korupsi, sehingga memerlukan
pembaharuan pendekatan kekinian yang modern terhadap Sistem
Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi .
 Asas Kemanfaatan yang adequate dari interpretasi dan metode EAL
(Economic Analysis of Law) ini memiliki karakter Value (Nilai), Utility
(Manfaat) dan Efficiency (Efisiensi) ini adalah sesuai asas
kemanfaatan (benefit) yang tujuan akhirnya social welfare
maximization (kesejahteraan masyarakat) . Pada dasarnya, tujuan
utamanya adalah melakukan evaluasi hukum dengan mengacu pada
metode eksternal, yaitu biaya hukum dan manfaat, artinya
memaksimalkan manfaat (benefit) dan meminimalkan biaya.
 Pendekatan Kekinian yang modern dari Hukum Pidana adalah
implementasi interpretasi dan metode EAL terhadap polemik
disparitas adalah metode EAL yang mengarah adanya suatu
uniformitas pemidanaan, yaitu hukuman yang dijatuhkan harus
memperlihatkan Kemanfaatan Pemidanaan Bagi Masyarakat (dalam
arti efisien secara kuantitatif) dibandingkan dengan Nilai Probabilitas
Perbuatan Pelaku .

2. Bagaimana mendeteksi korupsi di daerah2 yang rawan korupsi ;


Pada tahun 2012, 3 (tiga) penegak hukum korupsi di Indonesia (Jaksa
Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri,
Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi) membuat
kesepakatan terkait langkah bersama dalam mensinergikan
pemberantasan korupsi di Indonesia.
Disepakati penentuan 10 area rawan korupsi dan masih menjadi fokus
kerja dan relevan sampai saat ini.
1. Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
2. Keuangan dan Perbankan
3. Perpajakan
4. Minyak dan Gas (Migas)
5. Pengelolaan BUMN/BUMD
6. Kepabeanan dan Cukai
7. Perencanaan dan Penggunaan APBN/APBD dan APBN-P/APBD-P
8. Pengelolaan Aset Negara/Daerah
9. Pertambangan
10. Pelayanan Publik

Tujuan dilakukannya pendeteksian korupsi adalah untuk membantu


organisasi dalam rangka menciptakan keadaan yang sehat dan
menguntungkan di dalam lingkungan organisasi dengan mencegah
terjadinya kerugian yang lebih besar akibat korupsi. Deteksi korupsi yang
harus dilakukan yaitu dengan melakukan investigasi, dimana investigasi yang
dilakukan harus melihat laporan keuangan dengan transaksi yang dilakukan
dan investigasi pidana dengan melihat modus atau niat dari pelaku korupsi.
Salah satu cara untuk mendeteksi korupsi pada area-area rawan korupsi
dapat dilakukan dengan menggunakan fraud triangle. Teori Fraud Triangle
(TFT) merupakan teori yang dikembangkan oleh Donald R. Cressey (1950)
dan telah dipublikasikan dalam buku yang berjudul Other People’s Money: A
Study in the Sosial Psychology of Embezzlement. Dimana dalam hasil
penelitian yang dilakukan terhadap 200 narapidana karena fraud, diperoleh
hasil bahwa kecurangan (fraud) terjadi karena tiga faktor utama, yaitu tekanan
(pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization).
Elemen-elemen tersebut apabila digambar akan tampak sebagai berikut:

Berdasarkan teori fraud triangle, dalam hal deteksi korupsi, adapun hal-hal
yang dapat dilakukan adalah sbb:

1. Periksa jajaran manajerial


Umumnya, beberapa kasus kecurangan maupun penggelapan pada
laporan keuangan seringkali melibatkan pihak di jajaran manajerial atau
pengambil keputusan. Karena itu, jajaran manajemen harus diselidiki
dengan baik untuk mengetahui tujuan mereka melakukan kecurangan.
2. Adanya keterkaitan dengan pihak eksternal
Salah satu cara yang sering digunakan dalam melakukan kecurangan
adalah dengan memberikan bantuan pada perusahaan, baik yang nyata
atau fiktif. Jadi, untuk menghindari kecurangan, Anda bisa mendeteksi
dengan baik adanya hubungan antara perusahaan dengan lembaga
keuangan, perusahaan dengan individu, eksternal auditor, lembaga
pemerintahan, atau investor.
3. Sifat organisasi
Sebuah kecurangan seringkali tidak terdeteksi karena adanya struktur
organisasi yang digunakan untuk menyembunyikan kecurangan tersebut.
Misalnya struktur organisasi yang terlalu kompleks atau tidak adanya
internal audit dalam sebuah departemen. Untuk itu, dalam mendeteksi
adanya kecurangan Anda harus memahami dengan benar seluk beluk
perusahaan, termasuk pemilik perusahaan.
4. Periksa karakteristik operasional laporan
Untuk mendeteksi terjadinya kecurangan, Anda bisa melakukan
pemeriksaan beberapa laporan keuangan, mulai dari rekening pendapatan,
aset, kewajiban, pengeluaran, hingga ekuitas. Biasanya tanda kecurangan
akan terdeteksi dengan melihat adanya perubahan dalam laporan
keuangan.
5. Auditor Internal
Ini merupakan aktivitas konsultasi yang independen dan obyektif untuk
menambah nilai dan memperbaiki operasional perusahaan. Auditor internal
sering juga disebut dengan penilaian yang dilakukan oleh personil dalam
organisasi yang memiliki kompetensi dalam meneliti catatan akuntansi
perusahaan dan pengendalian internal dalam perusahaan. Tujuan dari
auditor internal adalah membantu pihak manajemen dalam
pertanggunganjawaban dengan memberikan analisa, saran, penilaian
tentang kegiatan yang diaudit.
6. Auditor eksternal
Berbeda dengan auditor internal yang dilakukan oleh personil di dalam
perusahaan, auditor eksternal dilakukan untuk meminta bantuan pihak luar
dalam melakukan deteksi kecurangan dalam perusahaan, serta melakukan
analisa jika auditor internal mengalami kesulitan.

3. Akan ada studi Kasus (penanganan terbaik untuk kasus korupsi apa, Apa
sih penalaran hukumnya, Apa argumentasi yudiridisnya, isu hukumnya
apa). BUKA BAB 13 hanjar Korupsi tentang BEST PRACTICE
PENANGANAN KASUS KORUPSI.
CONTOH CARA ANALISA : Studi kasus Suap-MenyuapPerkara dugaan
tindak pidana korupsi terkait penyuapan yang diduga diberikan kepada
Sdri. LISNA ALAMRI selaku anggota DPRD Tingkat I Provinsi Gorontalo,
terkait kerjasama Koperasi Unit Desa (KUD) dengan perusahaan asing
pada Tahun 2014. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B dan atau
Pasal 12 a dan atau pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. yang dilakukan dengan cara:
a. Bahwa tanggal 7 Agustus 2012 dibuat kesepakatan bersama antara
KUD Dharma Tani dengan One Asia Resources Ltd berupa usaha
patungan dalam pengelolaan IUP tambang emas di Pohuwato yaitu
PT. Pani Dharma Mining dengan rincian KUD Dharma Tani memiliki
presentase saham sebesar 51 % dan One Asia Resources Ltd memiliki
saham sebesar 49%,
b. Pada bulan Desember 2013 Terjadi pemutusan kerjasama antara
pemegang IUP yaitu KUD Dharma Tani kepada One Asia Resources
karena beberapa permasalahan antara lain masalahan transparansi
pengelolaan keuangan dan permasalahan permodalan.
c. Pada tanggal 21 Februari 2014 Managing Director One Asia
Resources di Indonesia, Stephen Walter menemui tersangka LISNA
ALAMRI anggota DPRD Tk I Gorontalo, dalam rangka meminta
bantuan untuk menyelesaikan masalah pengelolaan IUP tersebut.
d. Pada tanggal 5 Maret 2014 melalui surat, tersangka LISNA ALAMRI
anggota DPRD Tk I Gorontalo meminta uang sebesar USD 1.400.000
kepada direksi One Asia Resources melalui MD Stephen Walter, yang
disampaikan di kediaman tersangka LISNA ALAMRI anggota DPRD Tk
I Gorontalo di Kemang di hadapan Boyke Purbaya Abidin, salah
seorang Representative One Asia Resources di Jakarta. Menurut
keterangan Stephen Walter, tersangka LISNA ALAMRI anggota DPRD
Tk I Gorontalo menyatakan bahwa uang tersebut akan digunakan
untuk pengurusan sengketa IUP di Pohuwato.
e. Pada tanggal 10 Maret 2014 Pihak One Asia Resources menyepakati
hal pemberian uang tersebut dan kemudian melakukan beberapa kali
pengiriman uang melalui rekening yang ditunjuk oleh tersangka LISNA
ALAMRI anggota DPRD Tk I Gorontalo yaitu rekening CV. Mittran
Alsintani Persada. Pengiriman uang tersebut dilakukan sebanyak 5 kali
pengiriman dengan total nilai sebesar USD 1.780.000 atau sekitar 20
milyar rupiah berdasarkan kurs pada saat itu.
f. Pada tanggal 12 Maret 2014, melalui penelusuran perbankan,
ditemukan adanya penarikan tunai dari CV. Mittran Alsintani Persada
sebesar Rp 700 juta dan disetor langsung pada hari itu juga ke
rekening tersangka LISNA ALAMRI anggota DPRD Tk I Gorontalo,
yang dilakukan oleh seseorang bernama Puguh Hendra Jaya. Selain
itu dapat ditelusuri bahwa tersangka LISNA ALAMRI anggota DPRD Tk
I Gorontalo telah menerima uang dengan cara memecah transaksi
melalui rekening GNC dan transfer ATM melalui Boyke Purbaya Abidin
dengan nilai total Rp 4,585,000,000,00.
g.  Tanggal 22 April 2014 tersangka LISNA ALAMRI anggota DPRD Tk I
Gorontalo kemudian melakukan intervensi kepada KUD Dharma Tani
dengan menggerakkan massa untuk berdemo dan membekukan
secara sepihak pengurusan KUD lama dan mengangkat dirinya
sebagai Ketua KUD yang baru dan meneruskan kontrak kerjasama
dengan One Asia Resources.

Penaganan menggunakan pendekatan follow the money dan follow the


suspect penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana. Pendekatan follow
the suspect adalah an dalam mengungkap kasus pendekatan primary, yang
selama ini dilakukan. Pendekatan follow the money mendahulukan mencari
uang atau harta kekayaan hasil tindak pidana dibandingkan dengan mencari
pelaku kejahatan. Setelah hasil diperoleh, kemudian dicarilah pelakunya dan
tindak pidana yang dilakukan. Dalam mencari hasil tindak pidana,
dipergunakan analisis keuangan (financial analysis) (Husein, 2008: 63).
Dengan pendekatan “mengikuti aliran dana” (follow the money) ini akan dapat
diungkap siapa-siapa pelakunya, jenis tindak pidana serta dimana tempat dan
jumlah harta kekayaan disembunyikan. Dari aspek kriminologi, pemikiran ini
berangkat dari keyakinan bahwa hasil kejahatan merupakan “darah” yang
menghidupi kejahatan itu sendiri (life-blood of the crime). Dengan demikian,
jika “darah” kejahatan tersebut bisa dideteksi dan dirampas oleh negara,
kesempatan untuk menurunkan tingkat kejahatan akan semakin tinggi
(Indonesian Corruption Watch, 2010). Pendekatan follow the money
memberikan sejumlah manfaat yaitu:
 Jangkauannya lebih jauh sehingga dirasakan lebih adil
 Dapat dilakukan dengan diam-diam (silent action) sehingga relatif lebih
mudah dengan tingkat risiko yang lebih kecil karena tidak berhadapan
langsung dengan pelaku yang bisa berpotensi melawan atau
menghilangkan atau menyembunyikan alat bukti.
 Pendekatan merampas uang hasil kejahatan, (tidak hanya mencari pelaku
kejahatan) terbukti mengurangi atau menghilangkan niat orang melakukan
kejahatan.
 Adanya insentif pengecualian ketentuan rahasia bank dan ketentuan
rahasia lainnya

Anda mungkin juga menyukai