Oleh:
Adib (155010107111201)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2018
Isi Putusan
Adapun kronologi kasus ini bermula dari penyerangan yang dilakukan oleh 30
orang Papua terhadap Mapolsek Abepura dengan dalih mau melapor pada hari Kamis,
tanggal 7 Desember 20002. Akibat dari penyerangan tersebut satu orang anggota Polsek
Abepura Serka Petrus Eppa meninggal daunia dan tiga orang lainnya yaitu Sertu
Darmo, Serka Mesak Kareni dan Serka Yoyok Sugiarto menderita luka-luka, serta
peralatan penjagaan Polsek Abepura mengalami kerusakan. Setelah melakukan
penyerangan terhadap Mapolsek Abepura, kelompok orang papua tersebut melakukan
pembakaran terhadap pertokoan di bundaran Abepura dan Gedung Kantor Otonomi
Provinsi Papua serta membunuh seorang anggota satpam kantor tersebut yang bernama
Markus Padama. Seorang anggota Polsek Abepura yang bernama Serka Mesak Kareni
berhasil meloloskan diri kemudian melaporkan kejadian penyerangan tersebut kepada
Markas Komando Brimob Polda Papua di Kotaraja.
Komandan Satuan Brimob Polda Papua yaitu terdakwa Drs. Johny Wainal
Usman yang telah menerima laporan tersebut memerintahkan Perwira Pengawas
membunyikan sirine sebagai panggilan luar biasa kepada semua Anggota Satuan
brimob Polda Papua yang ada di Markas Komando Brimob Polda Papua di Kotaraja
untuk berkumpul di lapangan, termasuk satu kompi Anggota Satuan Brimob dari
Terdakwa BRIGJEN POL. Drs. Johny Wainal Usman didakwa tidak melakukan
pengendalian secara patut dan benar terhadap bawahannya yang berada dibawah
kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif, dimana Terdakwa mengetahui atau secara
sadar mengabaikan informasi yang secara jelas menunjukkan bahwa bawahannya
sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
berat, yaitu berupa pembunuhan dan penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu
atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis
budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai
hal yang dilarang menurut hukum Internasional.
Analisis Putusan
Terdapat pasal yang lebih spesifik tentunya yang jelas-jelas dilanggar oleh
Terdakwa dalam hal ini selaku Komandan Satuan Brimob Polda Papua pada saat itu,
yaitu pasal 42 Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia yang berbunyi, "(1)Komandan Militer atau seseorang yang secara efektif
bertindak sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak
pidana yang berada didalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan
yang berada dibawah komando dan pengendaliannya yang efektif, atau dibawah
kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan
akibat dari tidak dilaukan pengendalian pasukan secara patut, yaitu: Komandan militer
atau seseorang tersebut mengetahui atau dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui
bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak
asasi manusia yang berat, dan komandan militer atau seseorang tersebut tidak
melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya
untuk mencegah atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk
dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. (2) Seorang atasan, baik polisi
maupun sipil lainnya, bertanggunjawab secara pidana terhadap pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang dilakukan oleh bawahannya yang berada dibawah kekuasaan,