Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dalam lima
tahun terakhir ini telah membawa dampak kepada tingkat peradaban manusia yang
membawa suatu perubahan besar dalam membentuk pola dan perilaku masyarakat.
Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut antara lain terjadi pada bidang
telekomunikasi, informasi, dan komputer. Terlebih dengan terjadinya konvergensi antara
telekomunikasi, informasi, dan komputer. Dari fenomena konvergensi tersebut, saat ini
orang menyebutnya sebagai revolusi teknologi informasi. Istilah teknologi informasi
sebenarnya telah mulai dipergunakan secara luas pada awal tahun 1980-an. Teknologi
ini merupakan pengembangan dari teknologi komputer yang dipadukan dengan
teknologi telekomunikasi. Teknologi informasi sendiri diartikan sebagai suatu teknologi
yang berhubungan dengan pengolahan data menjadi informasi dan proses penyaluran
data/informasi tersebut dalam batas-batas ruang dan waktu.
Penggunaan teknologi informasi yang marak saat ini telah mengindikasikan
bahwa peradaban teknologi informasi yang merupakan ciri dari masyarakat gelombang
ketiga telah nampak. Dengan demikian wujud peradaban yang diuraikan oleh Alvin
Toffler sebagian telah dapat dilihat kenyataannya. Toffler menguraikan bahwa
peradaban yang pernah dan sedang dijalani oleh umat manusia terbagi dalam tiga
gelombang. Gelombang pertama terentang dari tahun 8000 sebelum Masehi sampai
sekitar tahun 1700. Pada tahapan ini kehidupan manusia ditandai oleh peradaban
agraris dan pemanfaatan energi yang terbarukan (renewable). Gelombang kedua
berlangsung antara tahun 1700 hingga 1970-an yang dimulai dengan munculnya
revolusi industri. Selanjutnya adalah peradaban gelombang ketiga yang kini mulai jelas
bentuknya. Peradaban ini ditandai dengan kemajuan teknologi komunikasi dan
Informasi (pengolahan data). Dampak yang ditimbulkan dari peradaban tersebut adalah
arus informasi dalam kehidupan manusia moderen tidak mungkin lagi dapat dibatasi.
Oleh Marshall MacLuhan disebut sebagaiGlobal Village. Disini terlihat bahwa ungkapan
Latin yang mengatakan "tempora mutantur, nos et mutamur in Illis (artinya zaman
berubah dan kita juga berubah bersamanya)" terasa sangat relevan dalam era teknologi
informasi global ini. Gambaran tentang fenomena yang sama juga dilukiskan oleh John
Naisbitt yang dikatakan bahwa kita telah menapaki zaman baru yang dicirikan oleh
1

adanya ledakan informasi (Information Explosion) beserta sepuluh kecenderungan


pokok yang sesungguhnya menunjukkan bahwa kita telah beralih dari masyarakat
industrial kemasyarakat informasi.
Kecenderungan terus berkembangnya teknologi tentunya membawa perbagai
implikasi yang harus segera diantisipasi dan juga diwaspadai. Upaya itu sekarang telah
melahirkan suatu produk hukum dalam bentuk Undang-undang No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun dengan lahirnya UU ITE
belum semua permasalahan menyangkut masalah ITE dapat tertangani. Persoalan
tersebut antara lain dikarenakan :
1.

Dengan lahirnya UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

tidak semata-mata UU ini bisa diketahui oleh masyarakat pengguna teknologi informasi
dan praktisi hukum.
2.

Berbagai bentuk perkembangan teknologi yang menimbulkan penyelenggaraan

dan jasa baru harus dapat diidentifikasikan dalam rangka antisipasi terhadap
pemecahan berbagai persoalan teknis yang dianggap baru sehingga dapat dijadikan
bahan untuk penyusunan berbagai Peraturan Pelaksana.
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE) hadir untuk melindungi kepentingan masyarakat baik secara perorangan,
properti/bisnis, maupun pemerintahan. Demikian juga Undang-undang No. 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang memberikan keleluasaan
masyarakat untuk memperoleh informasi publik sesuai yang dibutuhkan untuk
kepentingan masing-masing. Peran pemerintah adalah untuk memfasilitasi
implementasi kedua undang-undang tersebut. Menteri Komunikasi dan Informatika, M.
Nuh, mengatakan
bahwa :
... UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE adalah wujud dari tanggung jawab yang harus
diemban oleh negara untuk memberikan perlindungan maksimal pada seluruh
aktivitas pemanfaatan TIK dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kepastian
hukum yang kuat akan membuat seluruh aktivitas pemanfaatan TIK di dalam negeri
2

terlindungi dengan baik dari potensi kejahatan dan penyalahgunaan teknologi. 1

Tetapi dalam Undang-Undang ITE pihak yang bertanggung jawab atas segala
akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a)

jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi

Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi.


b)

jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan

Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau


c)

jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan

Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.


Pada pasal 33 menjelaskan bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya
Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja
sebagaimana mestinya. Juga undang ini barang siapa yang melanggar akan
mendapatkan hukuman atau sangsi.
1. Sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan hukum konvensional. Analogi
masalahnya adalah mirip dengan kekagetan hukum konvensional dan aparat
ketika awal mula terjadi pencurian listrik. Barang bukti yang dicuripun tidak
memungkinkan dibawah ke ruang sidang. Demikian dengan apabila ada
kejahatan dunia maya, pencurian bandwidth, dan lain sebagainya.
2. Indonesia menjadi tampak tertinggal dan sedikit terkucilkan di dunia
internasional, karena negara lain misalnya Malaysia, Singapore dan Amerika
sudah sejak 10 tahun yang lalu mengembangkan dan menyempurnakan
Cyberlaw yang mereka miliki. Malaysia punya Computer Crime Act (Akta
Kejahatan Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta
Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan
Digital) 1997. Singapore juga sudah punya The Electronic Act (Akta Elektronik)
1998, Electronic Communication Privacy Act (Akta Privasi Komunikasi
3

Elektronik) 1996. Amerika intens untuk memerangi child pornography dengan:


US Child Online Protection Act (COPA), US Child Pornography Protection Act,
US Child Internet Protection Act (CIPA), US New Laws and Rulemaking. Jadi
Undang-Undang ITE adalah kebutuhan kita bersama. Cyberlaw akan
menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis Internet, para akademisi dan
masyarakat secara umum.
3. Menjamin kepastian hukum di bidang informasi dan transaksi elektronik. Jaminan
tersebut penting, mengingat perkembangan teknologi informasi telah
mengakibatkan perubahan-perubahan di bidang ekonomi dan sosial.
Perkembangan teknologi informasi telah memudahkan kita mencari dan
mengakses informasi dalam dan melalui sistem komputer serta membantu kita
untuk menyebarluaskan atau melakukan tukar-menukar informasi dengan cepat.
Jumlah informasi yang tersedia di internet semakin bertambah terus tidak
dipengaruhi oleh perbedaan jarak dan waktu.

B. Tujuan
Mengetahui rambu-rambu

hukum

yang

tertuang

dalam

Undang-undang

Transaksi dan Informasi Elektronik sehingga UU ITE diharapkan seluruh persoalan


terkini berkaitan dengan aktitivitas di dunia maya dapat diselesaikan dalam hal terjadi
persengketaan dan pelanggaran yang menimbulkan kerugian dan bahkan korban atas
aktivitas di dunia maya. Oleh karena itu UU ITE ini merupakan bentuk perlindungan
kepada seluruh masyarakat dalam rangka menjamin kepastian hukum, dimana
sebelumnya hal ini menjadi kerisauan semua pihak, khususnya berkenaan dengan
munculnya berbagai kegiatan berbasis elektronik.
4

C. Rumusan Masalah
Dari latar masalah tersebut, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan
menjadi Relevansi Undang-Undang dan Transaksi Elektronik di Masa Kini dan Akan
Datang di Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian UUD ITE
Sebelum memahami Undang-Undang ITE yang kemudian disingkat menjadi
UUITE ini, ada beberapa pengertian yang perlu dipahami bersama. Beberapa
pengertian tersebut antara lain tentang pengertian Informasi Elektronik.
Informasi Elektronik adalah sekumpulan data elektronik, tetapi tidak terbatas
pada suara, peta, gambar, tulisan, foto, rancangan data interchange elektronik, surat
elektronik, teleks, telecopy dan telegram serta yang sejenisnya, angka, tanda, huruf,
kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah sedemikian rupa sehingga memiliki
arti atau dapat dimengerti oleh orang yang mampu memahaminya.

Pengertian kedua yang perlu dipamahi sehubungan dengan UU ITE adalah


tentang definisi transaksi elektronik. Harap dipahami bersama bahwa yang dimaksud
dengan transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan

jaringan

komputer

dan

atau

media

elektronik

lainnya

yang

memungkinkan transaksi itu bisa terjadi.

Dalam UU ITE juga terdapat kata-kata teknologi informasi, dokumen elektronik


dan sistem elektronik. Adapun yang dimaksud dengan teknologi informasi adalah suatu
teknik untuk menyiapkan, memproses, mengumpulkan, menyimpan, menganalisa,
mengumumkan dan menyebarkan informasi. Sementara, yang dimaksud dengan
dukumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, kemudian
dikirimkan, diteruskan, diterima atau disimpan, baik dalam bentuk digital, analog,
optikal, elektromagnetik, dan sejenisnya sehingga dapat dilihat, didengar, ditampillan
baik melalui sistem elektronik maupun komputer.

Hal ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada bentuk suara, tulisan, peta,
rancangan, gambar, foto, huruf, angka, kode akses, tanda, symbol atau perforasi yang
memiliki makna dan dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Adapun yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah prosedur elektronik


dan serangkaian perangkat yang dengannya memiliki fungsi mengumpulkan, mengolah,
mempersiapkan,

menganalisa,

menampilkan,

menyimpan,

mengirimkan,

mengumumkan dan menyebarkan informasi elektronik.

Hal lain yang juga ada dalam

Undang-Undang ITE

dan harus dipahami

bersama antara lain masalah definisi penyelenggaraaan sistem elektronik, jaringan


sistem elektronik, agen elektronik, serifikat elektronik, penyelenggara sertifikasi
elektronik, lembaga sertifikasi, tanda tangan elektronik, penanda tangan, komputer,
akses, kode akses, kontrak elektronik, pengirim, penerima, nama domain, orang dan
badan usaha.

Pengertian-pengertian itu perlu disepakati bersama dan dipahami sehingga


tidak akan muncul salah interpretasi baik pada sebagian atau semua pengertian.
6

Adapun

yang

dimaksud

dengan

penyelenggaraan

sistem

elektronik

adalah

pemanfaatan sistem elektronik oleh penyelenggara negara, badan usaha, orang dan
atau masyarakat. Jaringan sistem elektronik adalah terhubungnya dua sistem elektronik
atau lebih baik yang bersifat terbuka maupun bersifat tertutup. Lalu, apa yang dimaksud
dengan agen elektronik ? Agen elektronik adalah perangkat dari suatu sistem elektronik
yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu informasi elektronik secara
otomatis yang dilakukan oleh seseorang.

B. Ruang Lingkup Undang-Undang ITE


Ruang Lingkup Undang-Undang ITE ini secara tegas dalam pandangan hukum
mengatur segala perlindungan hukum yang terjadi akibat memanfaatkan internet
sebagai media, baik memanfaatkan informasi maupun melakukan berbagai macam
transaksi.

Dampak dari pelanggaran atau perbuatan melawan hukum terhadap UndangUndang ITE ini diatur pula segala bentuk ancaman hukum. Dengan demikian, pelaku
bisnis

yang

memanfaatkan

media

internet

maupun

masyarakat

luas

yang

memanfaatkan internet mendapat kepastian hukum. Kepastian hukum ini, di antaranya


dengan tanda tangan digital dan berbagai macam bukti elektronik sebagai alat bukti
yang bisa diajukan didepan pengadilan.

Dengan adanya kepastian hukum diharapkan dapat menghindari segala


perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan transaksi elektronik. Transaksi
elektronik inilah yang menyebabkan konsumen baik perorangan maupun lembaga,
dapat dianggap melakukan perbuatan melawan hokum sehingga dapat dijerat dengan
sanksi hukum.

Diberlakukannya Undang-Undang ITE ini oleh Dewan Perwakilan Rakyat


Republik Indonesia merupakan hasil penyesuaian sebuah tim atas nama pemerintah
Indonesia yang dipimpin oleh Prof. Ahmad M. Ramli, SH . Sementara kedua naskah
materi Undang-Undang ITE ini bersumber dari tim yang berbeda, yaitu tim Universitas

Indonesia yang ditunjuk oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dan tim
Universitas Padjajaran yang ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi.

Pada pelaksanaannya, tim Universitas Padjajaran bekerja sama dengan para


ahli dari Institut Teknologi Bandung yang kemudian menghasilkan naskah akademis
berjudul RUUPTI kependekan dari Rancang Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi
Informasi. Kedua materi dari tim ahli tersebut kemudian menjadi RUU ITE yang setelah
disyahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang ITE.

C.

Kendala yang Dihadapi Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 11

tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

1. Kegiatan dunia cyber tidak dibatasi oleh teritorial Negara


2. Kegiatan dunia cyber relatif tidak berwujud
3. Sulitnya pembuktian karena data elektronik relatif mudah untuk diubah, disadap,
dipalsukan dan dikirimkan ke seluruh belahan dunia dalam hitungan detik

D.

Rangkuman Undang-Undang ITE

Undang-Undang ITE adalah Undang-Undang No. 11/2008. Undang-undang


dapat dirangkum sebagai berikut:

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Ruang lingkup dan definisi-definisi teknis seperti terangkum dalam sub
bab pengertian.

Pasal 2
Undang-undang berlaku untuk semua orang baik di wilayah hukum
Indonesia, maupun di luar wilayah hukum Indonesia.

BAB II ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3
Berisi tentang ruang lingkup pemanfaatan teknologi dan transaksi
elektronik.

Pasal 4
Tujuan pemanfaatan teknologi dan transaksi elektronik.

BAB III INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK

Pasal 5
Ketentuan-ketentuan mengenai informasi dan dokumen elektronik.

Pasal 6
Dokumen elektronik merupakan bukti sah.

Pasal 7
Pernyataan kepemilikan dokumen elektronik.

Pasal 8
Hal-hal yang berkaitan dengan proses pengirim informasi elektronik.

Pasal 9
Persyaratan produk yang ditawarkan dalam sistem elektronik.

Pasal 10
9

Ketentuan tentang sertifikasi elektronik.

Pasal 11
Ketentuan tentang tanda tangan elektronik.

Pasal 12
Pengamanan tanda tangan elektronik dan ketentuan teknisnya.

BAB IV PENYELENGGARAAN

SERTIFIKASI

ELEKTRONIK

DAN

SISTEM

ELEKTRONIK

Bab IV ini dibagi ke dalam dua bagian dan dimulai dari Pasal 13 sampai dengan Pasal
16. Beberapa hal penting pada BAB IV ini antara lain tentang penyelenggaraan
sertifikasi elektronik dan penyelenggaraaan sistem elektronik.

BAB V TRANSAKSI ELEKTRONIK

Memuat Pasal 17 sampai dengan Pasal 22. Beberapa hal penting yang terangkum
dalam Bab V ini antara lain tentang penyelenggaraan transaksi elektronik, sistem
elektronik dan agen elektronik.

BAB VI NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN PERLINDUNGAN


HAK PRIBADI

Bab VI memuat Pasal 23 sampai dengan Pasal 26 yang memuat tentang


penyelenggara transaksi elektronik dan domain.

BAB VII PERBUATAN YANG DILARANG

Memuat Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 yang berisi tentang perbuatan elektronik,
pelanggaran, dan dampak hukum.

10

BAB VIII

PENYELESAIAN SENGKETA

Memuat Pasal 38 sampai dengan Pasal 39 tentang langkah-langkah menyelesaikan


sengketa.

BAB IX PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT

Memuat Pasal 40 sampai dengan 41.

BAB X PENYIDIKAN

Memuat Pasal 42 sampai dengan Pasal 44.

BAB XI KETENTUAN PIDANA

Memuat Pasal 45 sampai dengan Pasal 53.

BAB XII KETENTUAN PERALIHAN

Memuat Pasal 53 sampai dengan Pasal 54 : Undang-undang ITE ini ditempatkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia dan disahkan di Jakarta pada 21 April 2008 dan
ditanda tangani oleh Presiden Republik Indonesia,

DR. Soesilo Bambang Yudhoyo

dan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, H. Andi Matalata .

E.

Usaha Pemerintah dalam Penegakan Hukum


Dalam menghadapi cybercrime hukum positif di Indonesia masih bersifat lex

locus delicti yang berkaitan mengenai wilayah, barang bukti, tempat atau fisik kejadian,
serta tindakan fisik yang terjadi atas suatu kejahatan atau pelanggaran hukum. Namun
perlu dipahami bahwa situasi dan kondisi pelanggaran hukum yang terjadi atas
cybercrime berbeda dengan hukum positif tersebut. Salah satu faktanya kejahatan
11

dilakukan di benua Amerika tetapi akibat kejahatan berada di benua Eropa. Cyberspace
menjadi ruang kejahatan dunia maya. Kejahatan yang pada awalnya dilakukan dalam
ruang lingkup kecil kini mudah sekali untuk dilakukan melalui dunia maya hingga
ketingkat internasional. Polisi Republik Indonesia (Polri) sebagai salah satu alat
kelengkapan negara dalam menegakkan keadilan kini tidak bisa lagi tinggal diam.
Pemerintah sudah bergerak dengan melahirkan UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE.
Polri harus bergerak secara aktif untuk bertindak sebagai penegak keadilan dan aparat
hukum didunia nyata dan juga dunia maya.. Cyberpolice harus bergerak menjadi polisi
yang mampu menangani kasus-kasus di dalam segala tindakan kriminal yang dilakukan
di dunia maya. Beberapa kasus cybercrime yang pernah ditangani Polri adalah :
a. Cyber Smuggling
Laporan pengaduan dari US Custom (Pabean AS) adanya tindak penyelundupan via
internet yang dilakukan oleh beberapa orang Indonesia, dimana oknum-oknum tersebut
telah mendapat keuntungan dengan melakukan Webhosting gambar-gambar porno di
beberapa perusahaan Webhosting yanga ada di Amerika Serikat.
b. Pemalsuan Kartu Kredit
Laporan pengaduan dari warga negara Jepang dan Perancis tentang tindak pemalsuan
kartu kredit yang mereka miliki untuk keperluan transaksi di Internet.
c. Hacking Situs
Hacking beberapa situs, termasuk situs Polri, yang pelakunya diidentifikasikan ada di
wilayah RI.
Meski memang sudah dilahirkan UU yang mengatur mengenai kejahatan dunia
maya. Namun pada umumnya belum mampu membatasi setiap tingkah laku
masyarakat dalam menggunakan manfaat dunia maya. Cybercrime law mau tidak mau
harus tetap mengikuti langkah kejahatan dunia maya satu langkah dibelakang.
UU ITE menganut asas extra territorial jurisdiction. Hal ini termaktub dalam pasal
2 UU ITE. UU ITE berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan melawan
hukum sebagaimana diatur dalam UU ITE ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia (umumnya juga melarang
penyalahgunaan/kejahatan dengan menggunakan kartu kredit), yang memiliki akibat
12

hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan
merugikan kepentingan Indonesia. Dengan demikian, perbuatan hukum yang dilakukan
baik oleh WNI maupun WNA di luar wilayah Indonesia; atau baik oleh badan hukum
Indonesia maupun badan hukum asing, sepanjang memiliki akibat hukum di Indonesia,
dapat ditindak sesuai dengan UU ITE.
Melengkapi Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah
ada, UU ITE juga mengatur mengenai hukum acara terkait penyidikan yang dilakukan
aparat penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan) yang memberi paradigma baru
terhadap upaya penegakkan hukum dalam rangka meminimalkan potensi abuse of
power penegak hukum sehingga sangat bermanfaat dalam rangka memberikan jaminan
dan kepastian hukum. Penyidikan di bidang teknologi informasi dan transaksi
elektronik dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi,
kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data atau keutuhan data, sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 42 ayat (2)). Sedangkan
Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan
dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat dan
wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum (Pasal 42 ayat (3)).

F.
Implementasi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik

UU ITE yang diberlakukan sejak April 2008 lalu ini memang merupakan
terobosan bagi dunia hukum di Indonesia, karena untuk pertama kalinya dunia maya di
Indonesia mempunyai perangkat. Karena sifatnya yang berisi aturan main di dunia
maya, UU ITE ini juga dikenal sebagai Cyber Law. Sebagaimana layaknya Cyber Law
di negara-negara lain, UU ITE ini juga bersifat ekstraterritorial, jadi tidak hanya
mengatur perbuatan orang yang berdomisili di Indonesia tapi juga berlaku untuk setiap
orang yang berada di wilayah hukum di luar Indonesia, yang perbuatannya memiliki
akibat hukum di Indonesia atau di luar wilayah Indonesia dan merugikan kepentingan
Indonesia.

13

Secara sederhana, bisa dikatakan bahwa bila ada blogger di Belanda yang menghina
Presiden SBY melalui blognya yang domainnya Belanda, bisa terkena keberlakuan UU
ITE ini. Pasal dalam Undang-undang ITE Pada awalnya kebutuhan akan Cyber Law di
Indonesia berangkat dari mulai banyaknya transaksi-transaksi perdagangan yang
terjadi lewat dunia maya. Atas transaksi-transaksi tersebut, sudah sewajarnya
konsumen, terutama konsumen akhir (end-user) diberikan perlindungan hukum yang
kuat agar tidak dirugikan, mengingat transaksi perdagangan yang dilakukan di dunia
maya sangat rawan penipuan.
Dan dalam perkembangannya, UU ITE yang rancangannya sudah masuk dalam
agenda DPR sejak hampir sepuluh tahun yang lalu, terus mengalami penambahan
disana-sini, termasuk perlindungan dari serangan hacker, pelarangan penayangan
content yang memuat unsur-unsur pornografi, pelanggaran kesusilaan, pencemaran
nama baik, penghinaan dan lain sebagainya. Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur
tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, yang mencakup hampir 22
jenis perbuatan yang dilarang. Dari 11 Pasal tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan
membahayakan blogger, pasal-pasal yang mengatur larangan-larangan tertentu di
dunia maya, yang bisa saja dilakukan oleh seorang blogger tanpa dia sadari. PasalPasal tersebut adalah Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), serta Pasal 45 ayat
(1) dan (2).
Pasal 27 ayat (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Pasal
27 ayat (3)Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik. Pasal 28 ayat (2)Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA).
Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut, UU ITE memberikan sanksi yang cukup
berat sebagaimana di atur dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2). Pasal 45 ayat (1)
14

Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 45
ayat (2)Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

G.

Dampak Positif dan Negatif pada UU ITE

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang bias disingkat


dengan UU ITE yang diterbitkan pada 25 Maret 2008 dengan cakupan meliputi
globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan keinginan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Undang-Undang ini marupakan undang-undang yang dinilai
mempunyai sisi positif dan negatif.

1. Sisi Positif UU ITE


Berdasarkan dari pengamatan para pakar hukum dan politik UU ITE mempunyai
sisi positif bagi Indonesia. Misalnya memberikan peluang bagi bisnis baru bagi para
wiraswastawan di Indonesia karena penyelenggaraan sistem elektronik diwajibkan
berbadan hukum dan berdomisili di Indonesia. Otomatis jika dilihat dari segi ekonomi
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain pajak yang dapat menambah
penghasilan negara juga menyerap tenaga kerja dan meninggkatkan penghasilan
penduduk.
UU itu juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang
merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik
serta memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya transaksi
dagang. Penyalahgunaan internet kerap kali terjadi seperti pembobolan situs-situs
tertentu milik pemerintah. Kegiatan ekonomi lewat transaksi elektronik seperti bisnis
lewat internet juga dapat meminimalisir adanya penyalahgunaan dan penipuan.

15

UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar


Indonesia dapat diadili. Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah
untuk mengadakan program pemberdayaan internet. Masih banyak daerah-daerah di
Indonesia yang kurang tersentuh adanya internet. Undang-undang ini juga memberikan
solusi untuk meminimalisir penyalahgunaan internet.

2. Sisi Negatif UU ITE

Selain memiliki sisi positif UU ITE ternyata juga terdapat sisi negatifnya. Contoh
kasus Prita Mulyasari yang berurusan dengan Rumah Sakit Omni Internasional juga
sempat dijerat dengan undang-undang ini. Prita dituduh mencemarkan nama baik lewat
internet. Padahal dalam undang-undang konsumen dijelaskan bahwa hak dari onsumen
untuk menyampaikan keluh kesah mengenai pelayanan publik. Dalam hal ini seolaholah terjadi tumpang tindih antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga
dianggap banyak oleh pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak
kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menghambat kreativitas dalam
berinternet. Padahal sudah jelas bahwa negara menjamin kebebasan setiap warga
negara untuk mengeluarkan pendapat.
Undang-undang ini menimbulkan suatu polemik yang cukup panjang. Maka dari
itu

muncul

suatu

gagasan

untuk

merevisi

undang-undang

tersebut.

Definisi dan Jenis-jenis Cyber Crime


Dalam beberapa literatur, cybercrime sering diidentikkan sebagai computer
crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertian Computer Crime
sebagai: any illegal act requiring knowledge of Computer technology for its
perpetration, investigation, or prosecution. Pengertian lainnya diberikan oleh
Organization of European Community Development, yaitu: any illegal, unethical or
unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of
data. Andi Hamzah dalam bukunya Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer (1989)
mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat
diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal. Sedangkan menurut Eoghan

16

Casey Cybercrime is used throughout this text to refer to any crime that involves
computer and networks, including crimes that do not rely heavily on computer.
Jenis-jenis Katagori CyberCrime
Eoghan Casey mengkategorikan cybercrime dalam 4 kategori yaitu:
1. A computer can be the object of Crime.
2. A computer can be a subject of crime.
3. The computer can be used as the tool for conducting or planning a crime.
4. The symbol of the computer itself can be used to intimidate or deceive.
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis sebagai berikut:
a. Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup
ke dalam suatu system jaringan secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan
dari pemilik sistem jaringan computer yang dimasukinya. Probing dan post merupakan
contoh kejahatan ini.
b. Illegal Contents
Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi
ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap
melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran
pornografi.
c. Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering
kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini
kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
d. Data Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumendokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh

17

institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.


e. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet
untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem
jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan
yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap
suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan
internet.
f. Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang
dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan
berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang
dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam
membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang
sebenarnya.
g. Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit
milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
h. Hacking dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk
mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan
kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet
lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang
yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di
internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang
lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target
sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack
merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak
dapat memberikan layanan.

18

i. Cybersquatting and Typosquatting


Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan
domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada
perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah
kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama
domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.
j. Hijacking
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain.
Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
k. Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah
atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer. Beberapa contoh
kasus Cyber Terorism sebagai berikut :
Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC, diketahui menyimpan
detail serangan dalam file yang di enkripsi di laptopnya.
Osama Bin Laden diketahui menggunakan steganography untuk komunikasi
jaringannya. Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui menuliskan
daftar tip untuk melakukan hacking ke Pentagon.
Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai DoktorNuker diketahui telah
kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau mengubah isi halaman web dengan
propaganda anti-American, anti-Israel dan pro-Bin Laden.
Berdasarkan Motif Kegiatan
Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan
menjadi dua jenis sebagai berikut :
a. Cybercrime sebagai tindakan murni criminal
Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang
dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet
19

hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu
pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi
perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list)
untuk menyebarkan material bajakan.

Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi

(spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan


internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut
dengan tuduhan pelanggaran privasi.

b. Cybercrime sebagai kejahatan abu-abu


Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah abu-abu, cukup
sulit menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif
kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing
atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap
sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari
sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik
yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.

H.

Eksistensi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik

Meski memang sudah dilahirkan UU yang mengatur mengenai kejahatan dunia


maya. Namun pada umumnya belum mampu membatasi setiap tingkah laku
masyarakat dalam menggunakan manfaat dunia maya. Cybercrime law mau tidak mau
harus tetap mengikuti langkah kejahatan dunia maya satu langkah dibelakang.
Perubahan-perubahan radikal yang dibawa oleh revolusi teknologi informasi harus
dibatasi dan dihentikan dengan ketentuan hukum yang memadai di dunia maya.
Mengingat teknologi informasi dalam waktu yang singkat dapat berkembang dengan
cepat. Padahal etika keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi keilmuan nilainilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu
menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai
20

kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Maka selain
menciptakan UU dan memaksimalkan fungsi aparat hukum, sumber daya manusia
(SDM) yang memiliki kemampuan dibidang teknologi informasi. Untuk menjaga
ketahanan dan keamanan dari ancaman cybercrime baik dari Indonesia sendiri maupun
dari luar negeri. Selain itu kesadaran masyarakat menjadi poin yang sangat penting
dalam meminimalisir cybercrime.

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

UU ITE ini memang ada positif dan negatifnya. Contoh dampak positif yang mungkin
muncul di masa datang mungkin seperti ini:

Semua kegiatan pengajuan harga, kontak kerja sama, penagihan berbasis


elektronik dilindungi hukum. Semua kiriman email ke klien yang terdokumentasi
bisa menjadi bahan pertimbangan hukum, bila suatu waktu terjadi masalah
dalam proses kerja sama. Untuk kita yang kerjanya di ranah maya, tentu ini
memiliki nilai positif.

Bila ada perusahaan yang mendaftarkan nama domain dengan maksud


menjelekkan produk/merk/nama tertentu, perusahaan tersebut bisa dituntut
untuk membatalkan nama domain. Makanya, kalau ada yang membuat nama
domain pitrajelek.com atau pitraburuk.com berhati-hatilah

21

Jika kita melakukan transaksi perbankan (misalnya melalui Klik BCA) dan
dirugikan karena (misalnya) ketekan tombol submit 2 kali, dan ini tidak
diantisipasi oleh pengelola transaksi, maka kita berhak secara hukum menuntut
pengelola transaksi tersebut. Tuntutan ini juga bisa berlaku untuk mereka yang
menjadi merchant egold, PayPal, dsb.

Semua yang tertulis dalam sebuah blog menjadi resmi hak cipta penulisnya dan
dilindungi hak kekayaan intelektualnya. Makanya, berhati-hatilah menulis dalam
blog, karena tulisan negatif yang merugikan pihak lain, juga ikut resmi menjadi
hak cipta penulisnya, dan itu bisa dituntut oleh pihak yang dirugikan.

Bila ada yang melakukan transaksi kartu kredit tanpa sepengetahuan pemilik
kartu (alias carding), secara jelas bisa dituntut melalui hukum.

Hati-hati yang suka nge-hack situs untuk mendapatkan database situs tersebut.
Apalagi dengan tujuan menggunakannya untuk transaksi ilegal, misal: menjual
alamat email tanpa sepengetahuan pemilik email. Hal ini juga berlaku untuk para
pemilik situs yang harus menjamin kerahasiaan anggotanya, dan tidak menjual
database tersebut ke pihak lain. Ini juga termasuk kasus jual-menjual database
pengguna telepon genggam ke bank untuk penawaran kartu kredit.

Situs-situs phising secara hukum dilarang.

Untuk pemilik blog atau forum bisa dengan lebih leluasa menghapus semua
komentar yang berhubungan dengan makian, kata-kata kotor, menyinggung
SARA (menjelekkan orang lain (termasuk nama pemilik blog), dan itu dilindungi
hukum.

Lalu contoh hal negatif yang mungkin timbul:

Isi sebuah situs tidak boleh ada muatan yang melanggar kesusilaan. Kesusilaan
kan bersifat normatif. Mungkin situs yang menampilkan foto-foto porno secara
vulgar bisa jelas dianggap melanggar kesusilaan. Namun, apakah situs-situs
edukasi AIDS dan alat-alat kesehatan yang juga ditujukan untuk orang dewasa
22

dilarang? Lalu, apakah forum-forum komunitas gay atau lesbian yang (hampir)
tidak ada pornonya juga dianggap melanggar kesusilaan? Lalu, apakah foto
seorang masyarakat Papua bugil yang ditampilkan dalam sebuah blog juga
dianggap melanggar kesusilaan?

Kekhawatiran para penulis blog dalam mengungkapkan pendapat. Karena UU


ini, bisa jadi para blogger semakin berhati-hati agar tidak menyinggung orang
lain, menjelekkan produk atau merk tertentu, membuat tautan referensi atau
membahas situs-situs yang dianggap ilegal oleh UU, dll. Kalau ketakutan
menjadi semakin berlebihan, bukanlah malah semakin mengekang kebebasan
berpendapat?

Seperti biasa, yang lebih mengkhawatirkan bukan UU-nya, tapi lebih kepada
pelaksanaannya. Semoga saja UU ini tidak menjadi alat bagi aparat untuk
melakukan investigasi berlebihan sehingga menyentuh ranah pribadi. Karena
seperti Pak Nuh bilang, UU ini tidak akan menyentuh wilayah pribadi. Hanya
menyentuh wilayah yang bersifat publik. Itu kan kata Pak Nuh. Kata orang di
bawahnya (yang mungkin nggak mengerti konteks) bisa diinterpretasi macammacam.

B. SARAN
Masyarakat sebagai subjek hukum yang akan menjalankan setiap ketentuan hukum
positif di Indonesia. Tidak seharusnya hanya bisa menuntut kepada pemerintah dan
juga aparat tetapi harus memiliki kesadaran untuk taat hukum. Masyarakat juga dalam
memakai internet dan menikmati fasilitas dunia maya harus mampu bertindak preventif.
Agar tidak menjadi korban dari cybercrime.

23

DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008
Peraturan Pemerintah RI Tahun 2012 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
1

Sambutan Menteri Komunikasi dan Informatika, dalam buku Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
Depkominfo, Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika, Cetakan kedua : September 2008,
hal. iv.
https://angelinasinaga.wordpress.com/tag/analisa-uu-ite/
http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2012/01/15/eksistensi-cybercrime-di-indonesia/
24

http://greatandre.blogspot.com/2012/02/implementasi-uu-ite-dalam-era.html

25

Anda mungkin juga menyukai