KWI A1
1. Kasus yang bisa dijadikan contoh untuk mencakup 3 (tiga) poin permasalahan pada
soal nomor 1 (satu) ialah kasus Heidy Mariska yang awalnya memperoleh status
kewarganegaraannya dengan pembuktian akta kelahiran di Indonesia oleh Ibu WNI,
lalu kehilangan status kewarganegaraannya lewat putusan pengadilan, hingga (lebih-
lebih ke pertanggungjawaban negara) pada masa perolehan kembali status
kewarganegaraannya.
Pendahuluan
Sumber:
Emmy Wulandari, “Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang
Berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan”, Yuridika, Vol. 29 No.
3, September-Desember 2014, h. 300
2. 1. (a). Apa asas yang menjadi tanggungjawab negara pada WNI jika merujuk pada
kasus Heidy Mariska bilamana mengacu pada UU Kewarganegaraan RI sekarang dan
UU pada tahun Heidy Mariska?
1. (b). Apa akibat seseorang menjadi apatride bila mengacu pada kasus Heidy
Mariska?
1. (c). Apakah eks-WNI bisa memperoleh kembali status kewarganegaraan RI nya
(Merujuk pada kasus Heidy Mariska)?
3. Apa asas yang menjadi tanggungjawab negara pada WNI jika merujuk pada
kasus Heidy Mariska bilamana mengacu pada UU Kewarganegaraan RI
sekarang dan UU pada tahun Heidy Mariska?
Dalam aturan hukum yang melingkupi kasus Heidy Mariska pada tahun 2002,
dilaksanakan dengan mengacu pada Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1976
Tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam Undang – Undang ini, mengacu
pada asas tunggal ius sanguinis, yakni kewarganegaraan seseorang ditentukan
berdasarkan pertalian darah atau keturunan.1 Dalam masa itu tidak semua
warganegara Republik Indonesia yang tinggal diluar negeri dapat memenuhi
kewajiban tersebut bukan karena kelalaian melainkan akibat dari suatu
keadaan diluar kesalahannya, sehingga ia terpaksa tidak dapat menyatakan
keinginannya tersebut tepat pada waktunya sebagai timbulnya sengketa Irian
1
Siska Sukmawaty, Kepulauan Riau Sebagai Daerah Perbatasan Dengan Masalah Kewarganegaraan Ganda
Terbatas, Jurnal Selat, Mei Vol. 3 No. 2 Edisi 6, Mei 2016, h. 441.
Barat pada waktu itu2. Selain daripada itu, perubahan menjadi UU Nomor 12
Tahun 2006 tentang aturan kewarganegaraan, telah merubah paradigma dan
politik hukum dari tertutup (eksklusif) menjadi terbuka (inklusif) di mana
telah dibuka ruang bagi orang-orang bangsa lain yang berkeinginan untuk
menjadi warga negara Indonesia.
Pada umumnya, diketahui ada 4 asas umum yang ada dan sesuai dalam UU
Kewarganegaraan RI (Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2006), yakni asas
ius sanguinis (law of the blood), yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunan; Asas ius soli (law of the soil), yaitu asas
yang secara terbatas menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan
negara tempat kelahiran yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini; Asas kewarganegaraan tunggal,
yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang. Asas
kewarganegaraan ganda terbatas; yaitu asas yang menentukan
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam UU ini.
2
Lampiran pada Penjelasan UU Nomor 3 Tahun 1976.
yang memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan RI diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.
Sumber:
Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia - LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2006 NOMOR 63;
Undang - Undang Nomor 3 Tahun 1976 Tentang Perubahan Pasal 18
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia - LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1976 NOMOR 20, TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3077.
Apa akibat seseorang menjadi apatride bila mengacu pada kasus Heidy
Mariska?
Pada dasarnya, kasus apatride sangatlah bertentangan dengan DUHAM dalam
ratifikasi Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2005 yang sebagaimana sudah
ada dengan kovenan ICCPR tahun 1966, mengatur secara jelas mengenai
status kewarganegaraan pada setiap manusia. Dinyatakan dalam Pasal 15 ayat
(1) bahwa,” seseorang berhak atas suatu status kewarganegaraan”. Sedangkan
ayat (2) menyatakan bahwa “tidak berhak seseorang pun dicabut status
kewarganegaraannya dan mengingkari hak untuk mengubah
kewarganegaraan” sedang dalam Pasal 24 ayat (3) diterangkan bahwa, setiap
anak berhak untuk memeproleh kewarganegaraan.
Pada umumnya, apatride adalah keadaan yang tidak disukai baik oleh negara
di mana orang tersebut berdomisili, maupun oleh yang bersangkutan sendiri.
Keadaan apatride juga membawa akibat bahwa orang tersebut tidak akan
mendapat perlindungan dari asas-asas pada peraturan perundang-undangan,
dan lepasnya tanggungjawab negara manapun untuk melindungi warganya.5
3
Bambang Suparno, Ilmu Hukum Tata Negara, Ubhara Press, Surabaya, 2018, h. 38.
4
Syahrial Syarbaini, Pendidikan Pancasila, Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa di Perguruan Tinggi,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2012, h. 262-263.
5
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, h. 389.
6
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006, h. 112.
Hingga akhirnya, Heidy Mariska belum menerima keputusan apapun dari
perwakilan Negara Belanda di Indonesia, namun Heidy Mariska sudah
dinyatakan oleh Pengadilan Negeri Malang bahwa ia telah kehilangan
kewarganegaraan Indonesia. Hal ini mengakibatkan Heidy Mariska menjadi
seorang stateless atau apatride.
KTUN, maka upaya yang dapat dilakukan Heidy Mariska adalah permohonan
pembatalan KTUN. Pengajuan pembatalan KTUN dapat dilakukan Heidy
Mariska dengan alasan hak konstitusional Heidy Mariska dicabut dengan
terbitnya KTUN tersebut. Perubahan KTUN dapat diupayakan dengan alasan 8:
Adanya perubahan kondisi tertentu; Pemberian informasi atau keterangan
palsu; Indikasi kelalaian yang dilakukan pejabat; Pelanggaran ketentuan akibat
adanya KTUN.
Sumber:
Emmy Wulandari, “Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang
Berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan”, Yuridika, Vol. 29 No.
3, September-Desember 2014, h. 307
7
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
2005, h.139
8
Ibid.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta,
2012.
Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Sekretaris Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006.
Suparno, Bambang, Ilmu Hukum Tata Negara, Ubhara Press, Surabaya, 2018.
Hadjon, M. Philippus, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2005.
Syarbaini, Syahrial, Pendidikan Pancasila, Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa
di Perguruan Tinggi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2012.
Jurnal
Emmy Wulandari, “Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang
Berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan”, Yuridika, Vol. 29 No. 3,
September-Desember 2014.
Sukmawaty, Siska Kepulauan Riau Sebagai Daerah Perbatasan Dengan Masalah
Kewarganegaraan Ganda Terbatas, Jurnal Selat, Mei Vol. 3 No. 2 Edisi 6,
Mei 2016.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang - Undang Nomor 3 Tahun 1976 Tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia -
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1976 NOMOR
20, TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3077.
Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia - LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
2006 NOMOR 63.