Anda di halaman 1dari 9

UTS HK.

KWI A1

Danial A. Futaki / 031711133139 / Hk. KWI A1

1. Kasus yang bisa dijadikan contoh untuk mencakup 3 (tiga) poin permasalahan pada
soal nomor 1 (satu) ialah kasus Heidy Mariska yang awalnya memperoleh status
kewarganegaraannya dengan pembuktian akta kelahiran di Indonesia oleh Ibu WNI,
lalu kehilangan status kewarganegaraannya lewat putusan pengadilan, hingga (lebih-
lebih ke pertanggungjawaban negara) pada masa perolehan kembali status
kewarganegaraannya.

Pendahuluan

Kasus ini terjadi sebelum adanya UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang


Kewarganegaraan, dengan masih menggunakan UU Nomor 3 Tahun 1976. Bermula
pada Heidy Mariska yang lahir di Indonesia, anak dari Ibu Soe Tin yang
berkewarganegaraan Indonesia menikah dengan pria berkewarganegaraan Belanda
secara Islam dengan dilakukannya pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil
Malang. Namun, pernikahan tersebut sudah berakhir pada saat pembuatan akta
kelahiran Heidy Mariska.

Permasalahan timbul ketika Heidy Mariska mengajukan permohonan ke PN Malang


sebagai anak luar kawin pada 2001. Dibuktikan dengan penetapan PN Malang Nomor
331/Pdt.P/2001/PN. Mlg tahun 2002, yang mengabulkan permohonan pengakuan
anak luar kawin dan perubahan akta kelahiran atas nama Heidy Mariska. Pada saat
itu, Heidy Mariska berusia 18 tahun dengan juga dibuktikan dengan akta notaris
Chusen Bisri di Malang.

Penetapan PN Malang telah berkekuatan hukum tetap. Atas dasar Penetapan PN


Malang, Kepala Dinas Kependudukan Kota Malang pada tanggal 26 Januari 2002
melakukan perubahan terhadap akta kelahiran atas nama Heidy Mariska, yang melalui
catatan pinggir menyatakan Heidy Mariska adalah Warga Negara Belanda. Namun,
mengacu pada Keputusan Pengadilan Den Haag Nomor C/09/424604/HA RK 12-436,
ketika Heidy juga mengajukan permohonan kewarganegaraan Belandanya lewat
Kantor Konsulat Belanda pada tahun 2008, Negara Belanda memutuskan menolak
permohonan kewarganageraan Belanda atas nama Heidy Mariska. Pernikahan kedua
orang tuanya yang dilakukan secara Islam tidak mempunyai kekuatan hukum dengan
pencatatan akta di Kantor Catatan Sipil. Akibatnya, anak dari pernikahan orang tua
Heidy Mariska tidak diakui secara hukum Belanda. Status Heidy Mariska menjadi
tanpa kewarganegaraan (apatride).

Sumber:
Emmy Wulandari, “Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang
Berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan”, Yuridika, Vol. 29 No.
3, September-Desember 2014, h. 300

2. 1. (a). Apa asas yang menjadi tanggungjawab negara pada WNI jika merujuk pada
kasus Heidy Mariska bilamana mengacu pada UU Kewarganegaraan RI sekarang dan
UU pada tahun Heidy Mariska?
1. (b). Apa akibat seseorang menjadi apatride bila mengacu pada kasus Heidy
Mariska?
1. (c). Apakah eks-WNI bisa memperoleh kembali status kewarganegaraan RI nya
(Merujuk pada kasus Heidy Mariska)?

3. Apa asas yang menjadi tanggungjawab negara pada WNI jika merujuk pada
kasus Heidy Mariska bilamana mengacu pada UU Kewarganegaraan RI
sekarang dan UU pada tahun Heidy Mariska?
 Dalam aturan hukum yang melingkupi kasus Heidy Mariska pada tahun 2002,
dilaksanakan dengan mengacu pada Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1976
Tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam Undang – Undang ini, mengacu
pada asas tunggal ius sanguinis, yakni kewarganegaraan seseorang ditentukan
berdasarkan pertalian darah atau keturunan.1 Dalam masa itu tidak semua
warganegara Republik Indonesia yang tinggal diluar negeri dapat memenuhi
kewajiban tersebut bukan karena kelalaian melainkan akibat dari suatu
keadaan diluar kesalahannya, sehingga ia terpaksa tidak dapat menyatakan
keinginannya tersebut tepat pada waktunya sebagai timbulnya sengketa Irian

1
Siska Sukmawaty, Kepulauan Riau Sebagai Daerah Perbatasan Dengan Masalah Kewarganegaraan Ganda
Terbatas, Jurnal Selat, Mei Vol. 3 No. 2 Edisi 6, Mei 2016, h. 441.
Barat pada waktu itu2. Selain daripada itu, perubahan menjadi UU Nomor 12
Tahun 2006 tentang aturan kewarganegaraan, telah merubah paradigma dan
politik hukum dari tertutup (eksklusif) menjadi terbuka (inklusif) di mana
telah dibuka ruang bagi orang-orang bangsa lain yang berkeinginan untuk
menjadi warga negara Indonesia.

 Pada umumnya, diketahui ada 4 asas umum yang ada dan sesuai dalam UU
Kewarganegaraan RI (Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2006), yakni asas
ius sanguinis (law of the blood), yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunan; Asas ius soli (law of the soil), yaitu asas
yang secara terbatas menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan
negara tempat kelahiran yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini; Asas kewarganegaraan tunggal,
yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang. Asas
kewarganegaraan ganda terbatas; yaitu asas yang menentukan
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam UU ini.

 Namun, ada asas-asas khusus yang digunakan untuk dijadikan dasar


penyusunan UU ini. Ada 8 asas yang terkandung, yakni Asas kepentingan
nasional, yaitu asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan
mengutamakan kepentingan nasional Indonesia; Asas perlindungan
maksimum, yaitu asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan
perlindungan penuh kepada setiap WNI dalam keadaan apapun baik di dalam
maupun di luar negeri; Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan,
Asas kebenaran substantif, yaitu prosedur pewarganegaraan seseorang tidak
hanya bersifat administratif, tetapi juga disertai susbtansi dan syarat-syarat
permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya; Asas
nondiskriminatif; Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi
manusia; Asas keterbukaan, yaitu asas yang menentukan bahwa dalam segala
ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara
terbuka, dan Asas publisitas, yaitu asas yang menentukan bahwa seseorang

2
Lampiran pada Penjelasan UU Nomor 3 Tahun 1976.
yang memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan RI diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.

 Pada dasarnya UU ini tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipartide)


ataupun tanpa kewarganegaraan (apartide). Kewarganegaraan ganda yang
diberikan kepada anak dalam UU ini merupakan suatu pengecualian.

Sumber:
Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia - LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2006 NOMOR 63;
Undang - Undang Nomor 3 Tahun 1976 Tentang Perubahan Pasal 18
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia - LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1976 NOMOR 20, TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3077.

Apa akibat seseorang menjadi apatride bila mengacu pada kasus Heidy
Mariska?
 Pada dasarnya, kasus apatride sangatlah bertentangan dengan DUHAM dalam
ratifikasi Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2005 yang sebagaimana sudah
ada dengan kovenan ICCPR tahun 1966, mengatur secara jelas mengenai
status kewarganegaraan pada setiap manusia. Dinyatakan dalam Pasal 15 ayat
(1) bahwa,” seseorang berhak atas suatu status kewarganegaraan”. Sedangkan
ayat (2) menyatakan bahwa “tidak berhak seseorang pun dicabut status
kewarganegaraannya dan mengingkari hak untuk mengubah
kewarganegaraan” sedang dalam Pasal 24 ayat (3) diterangkan bahwa, setiap
anak berhak untuk memeproleh kewarganegaraan.

 Menurut Dr. Bambang Suparno, ada beberapa kemungkinan bilamana


seseorang menjadi apatride. Pertama, adalah Renunciation, yakni tindakan
sukarela seseorang untuk menanggalkan salah satu dari dua atau lebih status
kewarganegaraan yang diperolehnya dari dua negara atau lebih. Kedua, adalah
Termination, yakni penghentian status kewarganegaraan sebagai tindakan
hukum, karena yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan dari negara
lain. Ketiga, adalah Deprivation, yakni penghentian secara paksa,
pencabutan/pemecatan dari status kewarganegaraan berdasarkan perintah
pejabat yang berwenang karena terbukti adanya kesalahan/pelanggaran yang
dilakukan dalam cara perolehan status kewarganegaraan/apabila orang yang
bersangkutan terbukti tidak setia/berkhianat kepada negara dan UUD.3

 Dalam problem status kewarganegaraan, seseorang terjadi apabila asas


kewarganegaraan diterapkan secara tegas dalam sebuah negara, akan
mengakibatkan status kewarganegaraan seseorang menjadi (salah satunya)
apatride, yaitu seseorang tidak mendapat kewarganegaraan disebabkan oleh
orang tersebut lahir di sebuah negara yang menganut asas umum dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni ius sanguinis.4

 Pada umumnya, apatride adalah keadaan yang tidak disukai baik oleh negara
di mana orang tersebut berdomisili, maupun oleh yang bersangkutan sendiri.
Keadaan apatride juga membawa akibat bahwa orang tersebut tidak akan
mendapat perlindungan dari asas-asas pada peraturan perundang-undangan,
dan lepasnya tanggungjawab negara manapun untuk melindungi warganya.5

 Hilangnya kewarganegaraan seseorang dapat juga dikarenakan kelalaian,


karena alasan politik karena alasan teknis ataupun karena alasan yang
bersangkutan memang secara sadar dan sengaja ingin melepaskan status
kewarganegaraannya.6 Pada kasus Heidy Mariska, ia secara sukarela
mengajukan permohonan menjadi Warga Negara Belanda seperti yang
dimiliki oleh sang ayah. Pemerintah Indonesia melalui Pengadilan Negeri
Malang mengabulkan permohonan tersebut dengan kemudian menyatakan
bahwa Heidy Mariska bukan lagi Warga Negara Indonesia melainkan Warga
Negara Belanda namun di sisi lain Pengadilan Den Haag menolak
permohonan itu.

3
Bambang Suparno, Ilmu Hukum Tata Negara, Ubhara Press, Surabaya, 2018, h. 38.
4
Syahrial Syarbaini, Pendidikan Pancasila, Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa di Perguruan Tinggi,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2012, h. 262-263.
5
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, h. 389.
6
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006, h. 112.
 Hingga akhirnya, Heidy Mariska belum menerima keputusan apapun dari
perwakilan Negara Belanda di Indonesia, namun Heidy Mariska sudah
dinyatakan oleh Pengadilan Negeri Malang bahwa ia telah kehilangan
kewarganegaraan Indonesia. Hal ini mengakibatkan Heidy Mariska menjadi
seorang stateless atau apatride.

Apakah Eks-WNI bisa memperoleh kembali status kewarganegaraan RI nya


(Merujuk pada kasus Heidy Mariska)?
 Dalam Penjelasan Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2006 dijelaskan,”
bahwa undang-undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan
ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Selain itu pula,
dalam Penjelasan Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2006 salah satu asas
khusus yang mendasari penyusunan undang-undang ini adalah asas pengakuan
dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Asas tersebut adalah asas yang
dalam segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara harus
menjamin, melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya
dan hak warga negara pada khususnya.” Maka sebagai perwujudan
pelaksanaan undang-undang tersebut, status kewarganegaran sebagai hak asasi
dari Heidy Mariska yang hilang harus segera dikembalikan sebagai
pemenuhan tanggung jawab Negara Indonesia. Selain itu, Penetapan PN
Malang Nomor 331/Pdt.P/2001/PN. Mlg merupakan Keputusan Tata Usaha
Negara (KTUN). Pengadilan dapat saja melakukan penetapan yang masuk
dalam lingkup urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan adalah kegiatan
yang bersifat eksekutif. KTUN selain sebagai keputusan pelaksanaan juga
merupakan keputusan bebas.

 Menurut P. M. Hadjon, pengertian pejabat/badan TUN janganlah diartikan


semata-mata secara struktural tetapi lebih ditekankan pada aspek fungsional.
Jika suatu badan/pejabat negara menerbitkan suatu penetapan yang secara
fungsional merupakan lingkup urusan pemerintahan, maka dapat diartikan
badan/pejabat negara tersebut mengeluarkan KTUN. Aspek fungsional dari
KTUN ditekankan pada adanya tindakan hukum publik.7

 KTUN, maka upaya yang dapat dilakukan Heidy Mariska adalah permohonan
pembatalan KTUN. Pengajuan pembatalan KTUN dapat dilakukan Heidy
Mariska dengan alasan hak konstitusional Heidy Mariska dicabut dengan
terbitnya KTUN tersebut. Perubahan KTUN dapat diupayakan dengan alasan 8:
Adanya perubahan kondisi tertentu; Pemberian informasi atau keterangan
palsu; Indikasi kelalaian yang dilakukan pejabat; Pelanggaran ketentuan akibat
adanya KTUN.

 Pemulihan kembali status kewarganegaraan Indonesia atas Heidy Mariska


harus dilakukan. Keberadaan Heidy Mariska dengan status tanpa
kewarganegaraan sangat dibatasi dengan berlakunya Undang - Undang Nomor
23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Undang - Undang
Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Perolehan kembali status
Kewarganegaraan Indonesia atas Heidy Mariska berguna untuk sebuah
pengkuan bahwa Heidy Mariska dinyatakan sebagai Warga Negara Indonesia
yang dikuatkan dengan sebuah dokumen tertulis sesuai dengan ketentuan
prosedural Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007
Tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, Dan Memperoleh
Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Sumber:
Emmy Wulandari, “Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang
Berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan”, Yuridika, Vol. 29 No.
3, September-Desember 2014, h. 307

7
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
2005, h.139
8
Ibid.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta,
2012.
Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Sekretaris Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006.
Suparno, Bambang, Ilmu Hukum Tata Negara, Ubhara Press, Surabaya, 2018.
Hadjon, M. Philippus, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2005.
Syarbaini, Syahrial, Pendidikan Pancasila, Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa
di Perguruan Tinggi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2012.

Jurnal
Emmy Wulandari, “Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang
Berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan”, Yuridika, Vol. 29 No. 3,
September-Desember 2014.
Sukmawaty, Siska Kepulauan Riau Sebagai Daerah Perbatasan Dengan Masalah
Kewarganegaraan Ganda Terbatas, Jurnal Selat, Mei Vol. 3 No. 2 Edisi 6,
Mei 2016.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang - Undang Nomor 3 Tahun 1976 Tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia -
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1976 NOMOR
20, TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3077.
Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia - LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
2006 NOMOR 63.

Anda mungkin juga menyukai