Anda di halaman 1dari 7

Contoh Kasus Grasi, Amnesti,

Abolisi, dan Rehabilitasi

Muhammad Ridwan
1776610015
1. KASUS GRASI
• Schapella Leiigh Corby adalah warga negara Australia yang tertangkap membawa 4,2 Kg heroin di
Bandara Ngurah Rai, Bali. Corby dan pengacaranya pada saat itu mengemukaan bahwa dirinya dijebak
dan tidak bersalah. Bukti meyatakan hal yang berbeda. Corby menjadi terpidana bahaya narkoba bagi
generasi muda. Pada tahun 2004 Corby diberi hukuman 15 tahun penjara. Di tahun 2012, Corby mendapat
grasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan pengurangan masa tahun 5 tahun.
Dengan grasi yang diberikan, maka Corby bebas bersyarat tanggal 3 September 2012. Grasi ini menuai
pro kontra. Namun, Presiden tidak melangkahi tugas dan wewenangnya. Grasi diberikan dengan
berbagai persyaratan, seperti :
• Corby tidak diijinkan meninggalkan Indonesia selama masa pembebasan bersyarat. Corby juga terlebih
dahulu mendapat rekomendasi dan ijin tinggal dari Dirjen Imigrasi Kemenetrian Hukum dan HAM.
• Jaminan dari Kedutaan Besar Australia bahwa Corby tidak akan meninggalkan Indonesia.
• Perjanjian bahwa Corby tidak akan melakukan tindak pidana lagi
• Corby melaksanakan apa yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah tahun 2006 tentang Syarat dan tata
Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan.
2. KASUS AMNESTI
• Presiden Soekarno pernah menerbitkan Keputusan Nomor 303 tahun 1959 yang
memberi amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang tersangkut dengan
pemberontakan D.I./T.I.I. Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. Selanjutnya,
Presiden Soekarno kembali menerbitkan Keputusan Nomor 449 tahun 1961 tentang
Pemberian Amnesti dan Abolisi kepada orang-orang yang tersangkut dengan
pemberontakan lebih luas lagi. Yaitu pemberontakan Daud Bereueh di Aceh,
pemberontakan “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia” dan “Perjuangan
Semesta” di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jambi,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Irian Barat dan lain-lain daerah,
termasuk pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, pemberontakan
Kartosuwirjo di Jawa Barat dan Jawa Tengah, hingga pemberontakan Ibnu Hadjar
di Kalimantan Selatan, pemberontakan “Republik Maluku Selatan” di Maluku.
3. KASUS ABOLISI
Berdasarkan surat keputusan Presiden Nomor 568 Tahun 1961, 18 Oktober 1961
abolisi diberikan kepada pemberontak oleh Presiden Sukarno. Ini diberikan
karena pada masa awal kemerdekaan sampai era tahun 1960-an banyak sekali
terjadi pemberontakan di berbagai wilayah Indonesia. Baik itu pemberontakan
terkait dengan aspirasi wilayah itu sendiri maupun pemberontakan yang di
belakangnya ada Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia. Pemberian
abolisi diharapkan membuat para pemberontak di berbagai wilayah berhenti
dan menyerah. Beberapa pemberontakan yang terjadi antara lain :
Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemberontakan Kahar
Muzakar di Kalimantan, Pemberontakan Permesta si Sulawesi, Pemberontakan
PKI di Madiun tahun 1948, Pemberontakan DII / TII, dan lain-lain.
4. KASUS REHABILITASI
• Kasus Narkoba, Eza Gionino Dihukum Empat Bulan Rehabilitasi, Oleh
Syaiful Bahri pada 17 Sep 2015, 12:18 WIB. Bintang.com, Jakarta Kasus
narkoba yang menjerat artis Eza Gionino akhirnya mencapai akhir. Pada
Kamis (17/9/2015), Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan
telah mengeluarkan putusan sidang kepada Eza dengan menjatuhkan
hukuman menjalani masa rehabilitasi selama empat bulan di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur. 
“Terbukti, terdakwa telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan
narkotika. Dengan ini, menjatuhkan hukuman selama empat bulan dengan
menjalani rehabilitasi di RSKO Cibubur,” ucap Hakim Ketua, Amat Khusaeri
membacakan putusan sidang yang dihadiri Eza Gionino, di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, Kamis (17/9/2015).
Dengan hasil putusan sidang, Eza Gionino selaku terdakwa mengaku tidak
kecewa. “Untuk saya sih enggak kecewa, justru berbesar hati menerima jawaban
dari Hakim,” terang Eza ditemui Bintang.com usai menjalani sidang putusannya.
Meski Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberikan tenggat
waktu tujuh hari untuk Eza dan pengacara begitu pun dengan Jaksa Penuntut
Umum (JPU) jika ingin mengajukan banding atas putusan yang telah diberikan,
Eza Gionino mengatakan akan merundingkan bandingannya tersebut kepada
pengacara. “Untuk saat ini, kami masih pikir-pikir dulu (banding),” tambah pria
pemilik nama lengkap Muhammad Eza Pahlevi ini. Diakui pemain sinetron
Putih Abu-Abu ini, ia memang berharap jika dirinya mendapat kesempatan
untuk rehabilitasi. Namun untuk vonis yang diberikan Majelis Hakim kepadanya
untuk menjalani rehabilitasi selama empat bulan tidak terpikirkan sebelumnya.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai