Anda di halaman 1dari 5

3 Contoh Kasus Gadai :

1. Bapak budi merupakan seorang “debitur” dari salah seorang “kreditur” atau bisa disebut
sebagai “rentenir desa” yang memang dikatakan sangat kaya.
Bapak Budi adalah seorang pedagang dan sangat membutuhkan uang guna menambah modal
usaha warung yang ia miliki Namun,karena pekerjaannya yang tidak tetap, bisa dikatakan
hanya dapat “uang pas
-
pasan”
akhirnya beliau nekat untuk meminjam uang (berhutang) pada seorang kreditur di desa.
Dengan
jaminan motor “Honda Astrea” miliknya ya
ng senilai dengan Rp. 2.000.000,-. Mereka melakukan transaksi hutang piutang didasarkan
atas rasa kepercayaan saja dan membuat kesepakatan yang
pada intinya “motor beliau dijadikan jaminan atas uang yang dipinjamnya senilai 2 jt , dan
beliau
membuat kesepakatan bahwa hutang itu akan dipenuhi selama 3 tahun ditambah dengan
bunga sebesar Rp.500.000,- . Jika kemungkinan dalam pembayaran hutangnya melebihi batas
waktu yang telah ditentukan maka sepeda motor yang dijadikan barang jaminan akan menjadi
milik kredi
tur”.
Setelah kesepakatan itu dibuat bapak budi berharap dapat kembali melunasi hutang dan
mengambil motor satu-satunya yang dimiliki yang digunakan sebagai jaminan atas
hutangnya.

Selang 3 tahun berlalu, karena bapak budi mengalami kegagalan dalam berusaha maka beliau
tidak dapat melunasi hutangnya. Dan beliau berfikir untuk mendiskusikan masalah ini dengan
pihak kreditur. Namun, alangkah kagetnya beliau selang waktu sehari dari jatuh tempo ketika
beliau menemui kreditur, beliau mendapat pemaparan dari kreditur bahwasanya barang yang
dijaminkan atas hutangnya telah dijual tanpa pemberitahuan apapun dari pihak kreditur pada
bapak budi. Dari pihak bapak budi sendiri istilahnya tidak dapat menuntut kreditur karena
tidak ada perjanjian yang dibuat diantara mereka atau istilahnya
“Hitam diatas putih”. Akhirnya dengan
rasa kecewa beliau tidak dapat berbuat apa-apa dan membiarkan itu terjadi sesuai dengan
kesepakatan yang dibuat 3 tahun yang lalu.

ANALISIS KASUS : Dari kasus yang terjadi diatas gadai itu diperjanjikan dengan maksud
untuk memberikan jaminan atas utang piutang yang dilakukan oleh debitur kepada kreditur.
Dalam rangka untuk mengamankan piutang kreditor, maka debitur menyerahkan barang
berupa benda bergerak (bernilai) yang digunakan sebagai jaminan atas piutang tersebut
sampai pelunasan hutang dari debitur. Dan pemegang gadai itu adalah dari pihak kreditur.
Persyaratan itu juga sudah di jelaskan diatas pada pasal 1150 KUH Perdata dan selanjunya
berdasarkan ketentuannya berada pada pasal 1152 ayat (1) dan (2) KUH Perdata.

Pada kasus di atas, kesepakatan ini dikatakan tidak resmi karena tidak melalui pencatatan
yang dihadapkan pada petugas pencatat akta perjanjian. Perjanjian ini hanya berdasarkan
kesepakatan bersama. Jadi, apabila terjadi wanprestasi seperti diatas karena debitur tidak bisa
melunasi hutang dan akhirnya benda yag dijadikan jaminan itu dijual maka dari pihak debitur
tidak bisa menuntut karena tidak memiliki kepastian hukum. Sebaiknya pada perjanjian ini
harus ada / dicatatkan melaui PPAT / notaris maka kepastian hukumnya jelas. Atau sebaiknya
jika berhutang piutang harus pada lembaga yang memiliki kejelasan baik dalam
administrasinya, lembaga, maupun pekerja yang berwenang. Misalnya di pegadaian, bank
atau lembaga yang sudah resmi untuk menghindari dari kesewenang-wenangan dari salah satu
pihak.
Penjualan yang terjadi diatas terjadi atas kelalaian salah satu pihak , padahal penjualan
dibawah tangan ini hanya bisa dilakukan bila ada kesepakatan antara kedua belah pihak
(pemberi dan pemegang hak tanggungan). Karena ini dikhawatirkan merupakan tindakan /
transaksi yang melanggar hukum sehingga dapat terancam batal demi hukum atau dapat
dibatalkan oleh hakim (atas permintaan pihak-pihak tertentu). Menurut pasal 20 ayat (3)
UUHT pelaksanaan penjualan dibawah tangan hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu
dari 1 bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan pemegang hak tanggungan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sediki-dikitnya dalam 2 surat kabar
yang beredar di daerah yang bersangkutan atau media massa setempat, serta tidak ada pihak
yang menyatakan keberatan. Maksud dari ketentuan pasal tersebut adalah untuk melindungi
pihak-pihak yag berkepentingan.

Pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilakukan melalui pelelangan umum, karena dengan
cara demikian diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk obyek jaminan yang
dijual. Dalam pelelangan tertentu apabila melalui pelelangan umum diperkirakan tidak
menghasilkan harga tertinggi atas kesepakatan antara pemberi dan pemegang dan
dipenuhinya syarat-syarat tertentu, dimungkinkan eksekusi dilakukan dengan cara penjualan
tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

Menurut hukum, apabila debitor cidera janji, baik kreditor pemegang hak tanggungan maupun
kreditor yang biasa dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan melalui
gugatan perdata. Tetapi kita mengetahui penyelesaian utang piutang melalui acara tersebut
memakan waktu dan biaya .

2.Pada tahun 1939 Termohon menggadaikan ladangnya kepada Pemohon seluas 30tumba
bibit padi dengan surat gadai sebesar Rp 130,- Pada masa penebusan, Pemohon memohon
penebusan di tangguhkan. Pada 1958 Pemohon menolak penebusan dengan alasan nilai
rupiah yang telah berbeda dan menghendaki uang tebusan berlipat ganda.Djamin Ginting
mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mendapatkan kembalitanahnya.

4.Putusan Pengadilan Negeri :Putusan No.176/S-1958 PN Kabanjahe


1) Menghukum Ngorat Karo-Karo untuk menyerahkan tanah
gadai, dimana DjaminGinting harus membayar Rp 32.500,-
2) Menghukum Ngorat Karo-Karo membayar ongkos perkara

5.Putusan Pengadian Banding : Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe

6.Putusan Mahkamah Agung :


 Menyatakan menolak permohonan kasasi dari Ngorat Karo-Karo dengan perbaikan putusan
PN dengan menghapus mengenai pembayaran tebusan sebesar Rp 32.500,-dengan
pertimbangan telah melanggar pasal 7 Perpu Nomor 56 Tahun 1960. Kaidahhukumnya adalah
‘gadai tidak tunduk pada daluwarsa’.
B. Analisis Kasus
 
1. Kasus tersebut adalah menganai gugatan dari pemberi gadai yang
menuntut pemegang gadai untuk mengembalikan
tanahnya dan mendapat hambatan dari pemeganggadai..

2. Permohonan kasasi dari kasus tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Agung,sehingga


tanah gadai tersebut harus dikembalikan oleh pemegang gadai kepada pemberigadai
dengan berdasarkan pertimbangan pasal 7 Perpu Nomor 56 Tahun 1960.

3. Mahkamah Agung dalam memutus, bahwa tanah gadai harus dikembalikankepada


pemberi gadai, maka pemberi gadai harus membayar uang gadainya sesuai
denganuang yang telah diterima sebelumnya pada awal gadai.

4. Mahkamah Agung dalam memutus penyelesaian sengketa gadai tanah tersebuttidak


memakai ketentuan mengenai gadai yang diatur di dalam Kitab Undang-
UndangHukum Perdata, tetapi berpedoman pada hukum acara dan peraturan lain,
seperti Perpu Nomor 56 Tahun 1960.
C. Kesimpulan

Berdasarkan paparan diatas, kesimpulan yang dapat diutarakan adalah sebagai berikut :


1. Gadai tanah adalah suatu perbuatan hukum yang berdiri sendiri karena berlangsung
menurut aturan Hukum Adat atau kebiasaan masyarakat setempat. Walaupun gadai
tanah adalah suatu perbuatan hukum yang berdiri sendiri, tetapi dalam
perspektif hukum jaminan keperdataan, khususnya gadai secara perdata, maka gadai
tanah mengandung beberapa ketentuan yang mengatur gadai secara perdata, yaitu
a) Mempunyai hubungan hukum yang sama dengan gadai secara perdata,
yaitu penyerahan jaminan atas sejumlah uang yang dipinjam
b) Merupakan jaminan dengan objek benda tidak bergerak 
c) Mempunyai para pihak/subjek yang sama dengan gadai secara perdata
d) Merupakan jaminan dengan sifat jaminan kebendaan
e) Kebendaan atau barang-barang yang dengan harus berada di bawah
pengusaan kreditur  pemegang hak gada
f) Pemegang gadai mempunyai hak retensi untuk menahan tanah gadai selama
belumditebus2.
2. Beberapa ketentuan gadai secara perdata yang tidak terdapat dalam gadai
tanah,yaitu :
a. Gadai tanah bukan perjanjian yang bersifat accessoir  
b. Gadai tanah tidak terdapat hak pemegang gadai untuk melakukan parate
eksekusi dan mempunyai hak untuk memungut biaya perawatan benda gadai.

3. Kasus-kasus gugatan mengenai gadai tanah yang dibawa ke pengadilan


adalahmengenai upaya penebusan kembali tanah gadai dari pemegang gadai oleh
pemilik tanahatau peneriman gadai, dimana penerima gadai kesulitan untuk mendapat
tanahnyawalaupun telah melalui penyelesaian secara adat atau melalui aparat
pemerintahdaerah/camat
 
4. Bahwa Mahkamah Agung dalam memutus penyelesaian sengketa gadai tanahdari
kasus tersebut tidak memakai ketentuan dalam Kitab Undang-Undang
HukumPerdata, tetapi berpedoman pada hukum acara dan peraturan lain seperti Perpu
Nomor 56Tahun 1960.

3.Rumah Tersangka Gadai Emas Fiktif Rp 2,6 Miliar Disita Kejati Banten

Mantan Kepala Unit Pelayanan Syariah (UPS) PT Pegadaian Cibeber pada Kantor Cabang PT
Pegadaian Serang itu telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi gadai emas
fiktif Rp 2,6 miliar.

"Tim penyidik Kejati Banten telah melakukan penyitaan satu bidang tanah dan rumah milik
tersangka W sesuai dengan bukti kepemilikan Sertifikat Hak Milik No 02764," kata Kasi
Penerangan Hukum Kejati Banten Ivan Hebron Siahaan melalui keterangan tertulisnya.
Selasa (12/Ivan menjelasakan, penyitaan dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyitaan
Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Nomor: PRINT-479/M.6/Fd.1/05/2022 tanggal 18 Mei
2022.

Selain itu, adanya Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Serang Nomor: 31/Pid.Sus-
TPK/2022/PN.Srg tanggal 06 Juli 2022.

"Penyitaan ini untuk dijadikan barang bukti dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi serta
guna memastikan pemulihan kerugian negara," ujar Ivan.

Sebelumnya, tersangka membuat dan menerbitkan produk jasa gadai emas atau rahn 90
transaksi, arrum fiktif enam transaksi, dan tiga markup taksiran emasnya, selama Januari
hingga November 2021.

7/2022).

Adapun emas yang digadaikan merupakan emas imitasi atau palsu yang sudah dibeli oleh
tersangka secara online.
Untuk melancarkan aksinya, tersangka menggunakan identitas KTP milik orang lain dan
tanpa seizin pemiliknya.

Tersangka Wardianah memanfaatkan jabatan sebagai kepala unit di UPS Cibeber untuk
memuluskan aksinya. Sebab, ia memiliki kewenangan untuk menafsir barang, menetapkan
pinjaman, dan pengelola administrasi.

Berdasarkan pengakuan Wardianah, uang Rp 2,6 miliar itu digunakan untuk trading, bitcoin
hingga melakukan perjalanan wisata ke luar negeri serta kebutuhan pribadi lainnya.

Anda mungkin juga menyukai