Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Jean-Jacques Rousseaus The Social Contract


Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Akademik Perkuliahan : KAJIAN TEKS FILSAFAT BARAT

Dosen Pembimbing:
Abd. Djalal M.Ag.
NIP : 197009202009011003

Disusun oleh :
Harun Rosyid (E71211032)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS USHULUDDIN & FILSAFAT
PROGRAM STUDY FILSAFAT AGAMA
2015

A. Pendahuluan
Selama ratusan tahun, Eropa berada dalam kegelapan (the dark of age).
Rasionalitas yang bersumber pada akal pikiran manusia, anugrah Tuhan yang maha
penting dan fenomenal, tunduk pada dogma agama (Kristen) yang menisbikan
keberadaannya. Dalam bidang kehidupan politik, narasi Injil (St. Paulus 3-14, Surat
kepada Orang Romawi):Semua kekuasaan berasal dari Tuhan dan teks-teks sejenis
didalam agama dan kepercayaan-kepercayaan lain ditafsirkan secara tekstual dan
dengan menutup rapat ruang bagi diskursus yang lebih menghargai akal pikiran.
Demikianlah kemudian, raja dianggap sebagai manusia pilihan Tuhan yang
memperoleh mandat-Nya untuk berkuasa secara absolut. Dan rakyat, tidak bisa lain
kecuali patuh tanpa pengecualian pada raja-raja despot dan tiranis. Tatanan kehidupan
politik dibangun dengan cara monarkis yang melahirkan kesewenangan dan
penindasan, serta sekali lagi, tidak memberi ruang sedikitpun bagi kebebasan
berekspresi umat manusia.
Memasuki abad 16 dan 17, tradisi dogmatik gereja yang bersitemali dengan
kejahatan feodalisme kaum bangsawan itu mulai digugat dan dipertanyakan
keabsahan moral-etiknya oleh rakyat. Eropa memasuki renaissance, abad pencerahan
(enlightenment). Grotius (1583-1645), Pufendorf (1632-1694), Thomas Hobbes
(1588-1679), dan John Locke (1632-1704) hadir diantara pemikir-pemikir besar
Eropa pada zamannya menyuarakan gugatan dan kegelisahan rakyat itu. Puncak
gugatan atas dogmatika dan feodalisme itu kemudian disuarakan oleh Jean-Jacques
Rousseau pada abad 17. Makalah ini merupakan ikhtiar sederhana untuk menelusuri
dan memahami pemikiran Rousseau, khususnya yang diuraikan sang maestro itu
dalam karya masterpiecenya, Du Contract Social yang sebagian besar naskahnya
ditulis dan diterbitkan tahun 1762 di Geneva Swiss. Uraian dalam paper ini akan
diawali dengan ikhtisar ringkas riwayat hidup Rousseau, karya-karyanya, profil
singkat buku, kemudian deskripsi pokok-pokok pikiran Rousseau didalam buku
tersebut, pengaruh pemikiran, dan sekaligus disertai beberapa catatan kritis (critical
review) terhadap bagian-bagian penting dari gagasan-gagasannya seputar kontrak
sosial, yang telah mengubah manusia dari keadaan alamiah (state of nature) yang nonsosial dan tanpa otoritas politis ke keadaan masyarakat yang sepenuhnya social
(societe civile).

B. Riwayat Hidup J.J Rousseau


J.J. Rousseau dilahirkan pada tahun 1712 di Jenewa, Swiss. Namun tak lama setelah ia
dilahirkan ibunya meninggal dunia. Kemudian ia hidup bersama ayahnya yang bekerja
sebagai tukang jam. Tetapi ayahnya ternyata tidak mengasuh dan memberikan pendidikan
kepadanya, sehingga ia dibiarkan hidup bebas. Tetapi karena kepandaiannya ia sudah bisa
membaca saat umur 10 tahun. Oleh ayahnya ia diberi bacaan yang berisi cerita roman yang
merangsang sehingga ia mempunyai pandangan hidup yang aneh. Ia juga mengaku tidak
banyak mengetahui isinya namun dengan fantasinya ia dapat merasakannya. Dari hal itu
nantinya Rousseau memperingatkan agar konotasi anak jangan dibiarkan berkembang dengan
leluasa, hal ini kemudian ditulisnya dalam buku yang berjudul Emile. Tak lama kemudian
Rousseau diusir oleh ayahnya, ia kemudian diasuh oleh seorang pendeta dan disinilah
kemudian berkembang rasa cintanya terhadap alam. Pada tahun 1724 ia belajar pada seorang
pembuat cap, disini ia mendapat pendidikan yang keras untuk menanamkan kepatuhan
terhadapnya, tetapi ia kemudian meninggalkan tempat itu karena tidak tahan. Tahun 1728
Rousseau meninggalkan Jenewa, ia berkelana dari tempat satu ketempat yang lain. Dalam
pengelanaannya itu ia banyak terpengaruh oleh wanita-wanita atasan yang sepanjang
hidupnya memberikan pertolongan dalam berbagai kesulitan hidupnya 1. Wanita-wanita itu
kemudian memberinya pekerjaan seperti menjadi pelayan, pengasuh, sekretaris kedutaan,
pemain musik.

Saat di Turin, Italia ia bertemu dengan pastur yang memberi pelajaran yang baik
terhadapnya sehingga ia memeluk agama Katholik. Tahun 1745 ia pergi ke Paris disana ia
terlibat percintaan dengan banyak wanita misalnya dengan Therese Levasseur anak dari
pemilik rumah penginapan dan warung. Dengan wanita tersebut ia mempunyai lima anak
diluar pernikahan, tetapi pada usia sekitar 50 tahun ia baru menikahinya 2. Kelima anaknya
tidak diurus dengan baik, ia menitipkannya pada sebuah yayasan yang menampung anak
buangan. Hal ini sebenarnya bertentangan dengan tulisannya orang yang tidak dapat
memenuhi kewajiban sebagai sorang ayah jangan menjadi ayah. Dalam bukunya
Confensions ia membenarkan hal itu karena ia tidak mau anaknya terlantar, ia lebih suka
anaknya dibesarkan di panti asuhan agar menjadi buruh tani. Ia mengakui telah mengabaikan
kewajibannya sebagai seorang ayah tetapi hati seorang ayah tidak dapat berkata banyak bila
ia tidak pernah melihat anaknya 3.

Ag. Soejono.(1978). Aliran Baru Dalam Pendidikan. Bandung : CV. Ilmu Bandung,
hlm. 23
2
H. Hart, Michael.(2003). 100 Tokoh Yang Berpengaruh Dalam Sejarah. Jakarta :
Pustaka Jaya, hlm. 36
3
Van Der Weij, P.A.(1998). Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia. Jakarta : Gramedia,
hlm. 83

Di Paris Rousseau diterima menjadi anggota perkumpulan filsafat, disitu ia banyak


berkenalan dengan ahli filsafat seperti Holbach, Diderot. Ia juga ikut menyusun buku
Encyclopedi. Pada tahun 1749, Akademia Dijon menyelenggarakan sayembara yang
menanyakan Apakah pembahruan Ilmu Pengetahuan dan Kesenian telah menyumbangkan
untuk memburukkan atau meningkatkan kesusilaaan ?: Rousseau kemudian menjawab
dengan

tajam

kemajuan

ilmu

pengetahuan

dan

kesenian

hanya

menghasilkan

ketidaksungguhan, kemunafikan, kecongkakan dan kesombongan untuk umat manusia yang


semula kodratnya baik, bila ia ingin selamat hanya ada satu jalan Back to Nature 4. Dengan
jawaban ini ia memenangkan sayembara itu, sehingga ia mulai terkenal dan perekonomiannya
semakin baik. Setelah itu ia kemudian banyak menulis dan hasil karyanya membuat ia
menjadi termashur. Ia kemudian meninggalkan Paris, pergi ke alam bebas sesuai dengan citacitanya kembali ke alam. Ia mempunyai pandangan bahwa bukan kecerdasan yang menjadi
ukuran didalam soal kepercayaan melainkan perasaan 5.
Pada tahun 1754 ia kembali ketempat kelahirannya, Jenewa tetapi tidak bertahan lama
karena dekat dengan tempat tinggal Voltaire. Rousseau benci terhadapnya tentang karyakaryanya, ia juga menentang rencananya tentang untuk mendirikan gedung teater yang
menurut Rousseau hanya akan membejatkan moral. Oleh karena itu ia di benci oleh Voltaire.
Tidak hanya Voltaire tetapi para sahabatnya mulai meninggalkannya karena jalan pikirannya
mulai menyimpang. Setelah pergi dari tempat itu ia tinggal di tempat peristirahatan
LHermitage di utara Paris atas kebaikan seorang wanita tinggi, disitulah ia menulis karyakaryanya. Tetapi mulai tahun 1762 ia mempunyai kesulitan dari pihak penguasa atas tulisantulisannya misalnya dalam bukunya Emile yang tidak diterima oleh pemerintah dan
kemudian bukunya dibakar di Jenewa dan Paris. Pemerintah juga memerintahkan untuk
menangkapnya.
Sahabatnya banyak yang menghindar karena sifatnya berubah menjadi kasar dan penuh
kecurigaaan. Ia menjadi orang yang di benci dan selama 20 tahun sisa hidupnya ia dilanda
kemurungan, hidupnya penuh ketakutan karena dikejar-kejar pemerintah. Karena itu ia lari ke
Swiss, Inggris dan kembali lagi. Bulan Mei 1778 ia pergi dari kota Paris dan tinggal di
pedesaan dalam hutan Ermenonville dan dua bulan kemudian ia meninggal 6.

C. Karya J.J. Rousseau


Hasil karya J.J. Rousseau yang terkenal diantaranya adalah : Discours sur les
Science et les arts (1749). Berisi tentang karangan ilmu pengetahuan dan seni, juga
4

Ibid, hlm. 83
Sutari Imam Barnadip.(1983). Sejarah Pendidikan. Yogyakarta : Andi Offset, hlm.
128
6
A.G. Soejono. Op. Cit, hlm. 24
5

mengenai kecaman-kecamannya terhadap keadaan masyarakat pada waktu itu. La


Nouvelle Heloise 1761, berisi gagasannya tentang perkawinan dan pendidikan sex
yang berlainan dengan pandangan umum. Du Contrat Social 1762, berisi
pandangannya tentang kenegaraan. Emile ou de IEducation 1762, berisi gagasan
tentang pendidkan. Confessions of Jean-Jacques Rousseau (Les Confessions), 1770,
diterbitkan 1782,), serta terdapat beerapa karya=karya lainnya seperti : Narcissus, or
The Self-Admirer: A Comedy, 1752, Le Devinda du Village: an opera, 1752, Discours
sur l'origine et les fondements de l'ingalit parmi les hommes), 1754, Discourse on
Political Economy, 1755, Lettre d'Alembert sur les spectacles, 1758, Julie, ou la
nouvelle Hlose, 1761, The Creed of a Savoyard Priest, 1762 (in mile), Four
Letters to M. de Malesherbes, 1762, Lettres de la montagne, 1764, Confessions of
Jean-Jacques Rousseau (Les Confessions), 1770, diterbitkan 1782, Constitutional
Project for Corsica, 1772, Considerations on the Government of Poland, 1772, Essai
sur l'origine des langues, terbit 1781, Rveries du promeneur solitaire, (tidak selesai),
diterbitkan 1782, Dialogues: Rousseau Judge of Jean-Jacques, published 17827.
D. Profil singkat buku The Social Contract
Buku The Social Contract (dalam bahasa Inggris) karya J.J. Rousseau ini
memiliki judul asli buku yakni Du contract social ou Principes du droit politique
(bahasa Prancis) ditulis pada tahun 1762. Buku ini ditulis dengan tujuan untuk
menentukan apakah kekuasaan politik yang resmi itu bisa ada atau tidak. Untuk
menggapai lebih banyak hal dan meninggalkan keadaan alam, manusia harus masuk
ke dalam kontrak sosial dengan orang lain. Dalam kontrak tersebut, semuanya bebas
karena mereka melepaskan kebebasan yang setara dengan kewajiban yang dikenakan
kepada semuanya. Rousseau juga menyatakan bahwa tidaklah masuk akal apabila
manusia menyerahkan kebebasannya untuk perbudakan; dan maka peserta kontrak
haruslah bebas8. Buku ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul:
Du Contract Social (Perjanjian Sosial) yang diterbitkan oleh penerbit Visimedia, pada
tahun 2007 dan terbiyan erlangga pada tahun 1986 yang diterjemahkan oleh
Sumardjo,

7
8

(http://www.slideshare.net, (diakses pada 2 Juni 2015).


http://id.wikipedia.org/wiki/Du_contrat_social, (diakses pada 2 Juni 2015).

E. Pemikiran JJ. Rousseau dalam buku du contract social


Rousseau memaparkan filsafat politiknya dalam karya yang kerapkali menjadi
bahan rujukan du Social Contract. Menurut Rousseau, keluarga adalah masyarakat
politik pertama9. Penguasanya adalah sang ayah dan anak-anak adalah rakyatnya 10.
Menurut Rousseau, dalam keadaan primitif manusia adalah otonom dan bahagia, dia
dapat memenuhi segala kebutuhannya dan tidak ada aturan karena belum perlu. Tetapi
dalam perkembangannya dimana kehidupan manusia semakin berubah-ubah dan
memaksa manusia untuk saling berhubungan telah menimbulkan berbagai persoalan
baru seperti persaingan, persekongkolan dan lain-lain. Oleh karena itu diperlukan
suatu aturan-aturan dalam kehidupan tersebut. Dan hal itu telah menimbulkan
hilangnya hal-hal yang ada dalam kehidupan primitif, namun meskipun demikian ada
segi positifnya dengan ditiadakannya keadaan tersebut yaitu tindakan sewenangwenang diganti dengan hukum walaupun didalam hukum sendiri terkadang masih ada
tindakan sewenang-wenang11.
Manusia semua dilahirkan sama dalam kebebasan dan kesetaraan. Kontrak sosial
menunjukkan janji timbal balik dan usaha masing-masing pihak dalam kontrak
berkaitan dengan kewajiban yang akan memberikan kepuasan beberapa kepentingan
kepada pihak lain yang ada dalam kontrak itu12. Dalam buku ini juga, Rousseau
berpendapat bahwa manusia dilahirkan sebagai manusia bebas, namun di mana-mana
dia selalu dibelenggu, dalam mendirikan negara dan masyarakat kontrak sosial
sangat dibutuhkan. Namun, Rousseau berpendapat bahwa negara dan masyarakat
yang bersumber dari kontrak sosial hanya mungkin terjadi tanpa paksaan. Negara
yang disokong oleh kehendak umum akan menjadikan manusia seperti manusia
sempurna dan membebaskan manusia dari ikatan keinginan, nafsu, dan naluri seperti
yang mencekamnya dalam keadaan alami. Manusia akan sadar dan tunduk pada
hukum yang bersumber dari kehendak umum13.
9

Jean-Jacques Rousseau, On Social Contract, terj. G.D.H.Cole (New York: Dover


Publications, 2003), 2.
10
Ibid
11
Harun Hadiwijono.(1983). Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta : Kanisius,
hlm. 60
12
Jean-Jacques Rousseau, The Social Contract terj Sumardjo (Jakarta, Erlangga,
1986), hlm xix
13
Ibid hlm xi

Periode kehidupan Rousseau adalah momen dimana fondasi revolusi industri


diletakan, mesin uap diciptakan, dan orang-orang Eropa melakukan penjelajahan
hingga Asia, Amerika Utara dan Pasifik14. Rousseau berkontribusi tidak hanya pada
satu bidang saja. Semasa hidupnya, ia terkenal sebagai seorang novelis, komposer dan
juga seorang pemikir politik. Situasi pencerahan serta pencapaian tekhnologi yang
sangat maju berjasa untuk mempertanyakan kemapanan politik dan agama15.
Manusia harus kembali ke alam, jika ia ingin menjadi dirinya dan terhindar dari
kehancuran total. Dalam keadaan alamiah, ia pada dasarnya manusia yang baik. Ia
tidak menghendaki perang dan konflik. Sebab manusia bukanlah manusia yang suka
berperang. Karenanya, perang bukanlah fenomena alamiah (natural phenomenon)
melainkan fenomena sosial (social phenomenon). Perang terjadi jika ada pergeseran
dari yang alamiah ke yang sosial. Dalam keadaan alamiah, manusia memiliki
kebebasan mutlak. Kebebasan merupakan determinan yang membuat manusia
menjadi manusia alamiah. Rousseau mengidealisasikan manusia yang liar tetapi baik,
yang selalu mementingkan keutamaan seperti orang-orang di zaman Romawi Kuno.
Ia tidak baik dan buruk, tetapi juga tidak egois dan altruis, hidup polos dan mencintai
diri secara spontan. Manusia yang alamiah adalah manusia dalam keadaan bebas sejak
dilahirkan. Tetapi, kebebasan itu kemudian menyebabkan ketidakbebasan karena ia
bersentuhan dengan waktu, tempat, adat serta pembatasn yang melibatkan lembaga
ekonomi dan politik. Rousseau bilang, man, is born free and everywhere he is in
chains.16
Kebebasan menurut Rousseau adalah keadaan tidak terdapatnya keinginan
manusia untuk menaklukkan sesamanya. Manusia merasa bebas dari rasa ketakutan
akan kemungkinan terjadinya penaklukan atas dirinya secara persuasif maupun
kekerasan. Kebebasan juga diartikan sebagai hak untuk melakukan sesuatu yang
orang lain tidak diperkenankan melakukannya. Terkait dengan makna kebebasan ini,
Rousseau dalam Bab Civil State, memetakan tentang dua kebebasan, alamiah dan
sipil. Apa yang hilang dari manusia karena kontrak sosial adalah kebebasan
alamiahnya dan hak yang tidak terbatas untuk melakukan sesuatu. Yang ia dapatkan
adalah kebebasan sipil. Kebebasan alami diikat oleh kekuatan individu. Sementara
kebebasan sipil dibatasi oleh general will dan kepemilikan. Kata Rousseau, kebebasan
14

Christopher D. Wraight, Rousseaus The Social Contract: A Readers Guide, (New


York and London: Continuum International Publishing Group, 2008), 1.
15
Ibid., 2
16
Jean-Jacques Rousseau, On Social Contract, opcit, 7

sipil yang demikian hanya bisa ditemukan dalam apa yang ia sebut sebagai a positive
title17. Rousseau memandang manusia pra kontrak sosial (state of nature) adalah
manusia yang memiliki kebebasan, kesederajatan, akal budi, dan instink kepedulian
kepada sesamanya. Manusia di fase ini memelihara kehidupannya menurut
pertimbangan sendiri dengan apa yang diusahakannya dari alam. Disini, konsep
kepemilikan pribadi belum dikenal. Manusia justru saling peduli satu dengan lainnya.
Akal manusia kemudian terus berkembang. Tekhnologi dan alat produksi
diciptakan dan bersamaan dengan ini, keinginan manusia juga semakin bertambah.
Pelan-pelan manusia meninggalkan kondisi alamiahnya. Manusia mementingkan
kehidupannya sendiri. Konflik kemudian terjadi, karena manusia ingin memperoleh
dan memiliki sebanyak-banyaknya. Ketidaksamaan mulai muncul dalam fase ini.
tepatnya, ketidaksederajatan dalam kepemilikan hasrat. Disinilah manusia memasuki
state of war. Manusia saling menguasai satu dan yang lain. Saling menghakimi dan
menghukum. Orang kaya mulai merasakan kekhawatiran akan hartanya dari
kemungkinan orang miskin mengambilnya.
Yang menyebabkan manusia tidak sederajat adalah ketika ia hidup pada fase pasca
state of nature. Situasi dimana kepemilikan personal itu mulai dikenal yakni saat ada
alat-alat produksi yang berkapasitas lebih baik, kebutuhan penduduk bertambah jensi
maupun jumlahnya serta jumlah penduduk mulai bertambah banyak. Disinilah
manusia mulai kehilangan kebebasannya. Kontrak sosial merupakan konsensus agar
state of war itu tidak terus menerus berlangsung. State of war membuat yang miskin
selalu menjadi ancaman bagi yang kaya. Yang kuat memaksa yang lemah untuk bisa
menjadi bagian darinya. Dan begitu seterusnya. Jika ini tidak segera diatasi, maka
manusia akan musnah. Sehingga kontrak sosial yang kemudian membentuk
masyarakat, memiliki fungsi untuk menegakkan hak alamiah mereka sebagai
manusia, yaitu hak kebebasan dan kesederajatan. Jadi kontrak sosial Rousseau
merupakan kontrak yang dilakukan oleh masyarakat yang terdiri dari orang kaya dan
orang miskin.
F. Pengaruh Pemikiran J.J Rousseau
Tulisan-tulisan Rousseau dapat dikatakan sebagai faktor penting dalam
pertumbuhan

sosialisme,

romantisme,

totaliterisme,

anti-rasionalisme

juga

berpengaruh terhadap teori pendidikan modern. Ia juga sebagai penyumbang bagi ide17

Ibid., 12.

ide modern menuju demokrasi dan persamaan serta perintis kearah pecahnya Revolusi
Perancis., Jika semboyan revolusi menjadi liberte, egalite, fraternite (kebebasan,
persamaan, persaudaraan) dan jika kedaulatan rakyat sangat ditekankan maka akan
terasalah pengaruh dari Rousseau. Selain itu cita-citanya mepesona banyak orang
Kembali ke alam, hiduplah sederhana, bersungguh-sungguh dan menurut pada
alam18.
G. Catatan kecil untuk karya J.J Rousseau
Dari uraian esensi kontrak sosial diatas, ada sejumlah catatan berkenaan dengan
implikasi teoritik kemudian lahir sebagai sebuah keniscayaan dari pemikiran
Rousseau. Pertama, negara yang tidak lain merupakan penjelmaan kehendak umum
itu haruslah merupakan negara yang pemerintahannya (para magistrat dan priagung
dalam istilah khusus Rosseau) dibentuk bersama-sama oleh rakyat dan kemudian
hadir untuk mengurus kepentingan umum. Pemerintahan itu bukan bagian dari peserta
kontrak sosial, melainkan alat yang dibentuk untuk melayani kehendak rakyat
sekaligus melaksanakan kehendak umum. Itulah Republik (Res Publica = Urusan
Umum), satu-satunya bentuk negara yang kekuasaannya sah menurut Rousseau,
bukan hanya karena disepakati oleh rakyat atau karena disimpulkan oleh semua teori
lain yang sebelum kontrak sosial. Melainkan lebih mendasar lagi, karena
kekuasaannya bersumber dari rakyat. Republik dengan demikian merupakan
penjelmaan dari kedaulatan rakyat.Dan karena rakyat itu berdaulat, maka sekali lagi,
negara harus menjadi urusan seluruh rakyat seperti halnya dalam bentuk Republik di
Yunani Kuno dulu.
Kedua, bagi Rousseau kedaulatan rakyat itu melahirkan dua implikasi yang
ujungnya seperti saling menegasikan. Yakni : di satu sisi adalah penolakan terhadap
segala wewenang diatas rakyat yang bukan berasal dari rakyat, tapi di sisi lain adalah
tuntutan agar segala kekuasaan yang ada harus identik dengan kehendak rakyat.
Implikasi yang pertama tentu bukan persoalan, karena begitulah sejatinya dasar faham
republikan. Tetapi implikasi yang kedua menjadi persoalan, karena tesis bahwa
kekuasaan harus identik dengan kehendak rakyat berarti terjadi proses identifikasi
total antara kehendak rakyat dengan kehendak negara. Individu, bahkan rakyat secara
keseluruhan secara total masuk kedalam negara.

18

H. Hart, Michael.(2003). 100 Tokoh Yang Berpengaruh Dalam Sejarah. Jakarta :


Pustaka Jaya, hlm. 361-364

Pada titik ini Rousseau dengan sadar telah menganjurkan secara tegas
faham Totalitarisme negara sebagaimana diuraikannya pada Bab VI Pakta Sosial
(Buku Pertama), bahwa dalam pakta sosial warga negara melakukan alienasi total
kepada masyarakat; masing-masing mengalienasi diri tanpa syarat sehingga
kondisinya menjadi sama bagi semua. Karena kondisinya sama bagi semua, maka tak
seorangpun berkepentingan untuk membuatnya menyusahkan orang lain.
Menurut hemat penulis ini adalah paradoks tak terelakan dari buah konstruksi
pemikiran Rousseau. Di satu sisi ia menghadirkan bentuk Republik sebagai pilihan
yang paling sah dalam membangun sistem politik dan bernegara. Tetapi pada saat
yang sama, Republik yang sejatinya adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk
mengurus rakyat secara keseluruhan justru kemudian menjelma menjadi sebuah
kekuasaan yang totaliter. Di hadapan rezim totaliter, sebagaimana kemudian terbukti
dalam perjalanan peradaban politik umat manusia setelah Rousseau tiada, apapun
landasan filosofinya, rakyat praktis menjadi pihak yang tertindas dan diperlakukan
sewenang-wenang.
Ketiga, faham totalitarisme negara atau kedaulatan rakyat total ini membawa
konsekuensi pada struktur negara dalam pikiran Rousseau. Karena negara pada
hakekatnya adalah rakyat itu sendiri, dan bukan subyek lain yang berhadapan dengan
rakyat, maka menurut Rousseau gagasan melindungi rakyat dari negara menjadi tidak
masuk akal. Manusia tidak perlu dilindungi dari kemungkinan ancaman yang berasal
dari dirinya sendiri, negara itu.Oleh karena itu instrumen-instrumen kelembagaan
yang lazim terdapat di negara-negara demokrasi untuk melindungi keberadaan rakyat
menjadi tidak relevan dalam pikiran Rousseau.Dalam konteks ini Rousseau
menganggap sebuah Konstitusi sebagai hukum dasar yang berfungsi membatasi
kekuasaan sekaligus melindungi rakyat dari negara menjadi tidak diperlukan.
Yang dibutuhkan hanyalah undang-undang, yang tidak lain merupakan perwujudan
kehendak bersama dari kekuasaan Berdaulat (lembaga legislatif yang tidak lain
merupakan rakyat secara keseluruhan).
Dalam kenyataan praktis, bahkan negara yang secara formal mengklaim
sebagai negara demokrasi dan dibuktikan antara lain dengan kepemilikan sebuah
konstitusi pun masih banyak melakukan praktik-praktik kesewenangan terhadap
rakyatnya. Apalagi sebuah negara yang sejak awal dirancang sebagai negara totaliter,
lantas tanpa sebuah konstitusi negara pula, menurut hemat penulis, sukar bisa

dipercaya bahwa kekuasaan negara itu akan melahirkan kemaslahatan, keadilan dan
kesejahteraan bagi rakyatnya.
Keempat, berpijak pada konsepnya tentang kehendak umum (kehendak
bersama) tadi, Rousseau berpendapat bahwa kehendak umum itu harus dibuat oleh
kekuasaan yang berdaulat (lembaga legislatif) yang merupakan instrumen tertinggi
dalam negara karena ia adalah rakyat secara keseluruhan. Rousseau menolak adanya
lembaga perwakilan, karena menurutnya kekuasaan Berdaulat tidak dapat diwakilkan.
Di dalam Buku Kedua Bab Kedua, Rousseau menyatakan, Dengan alasan sama
yang menyebabkan kekuasaan Berdaulat tidak mungkin dialienasi, berlaku pula
alasan yang mengakibatkan kekuasan Berdaulat itu tidak terbagi.
Di sini tampak jelas, bahwa Rousseau menghendaki konsep Demokrasi
Langsung sebagaimana pernah dipraktikkan pada era Republik Romawi Kuno.
Gagasan ini terutama dimaksudkan untuk menghindari distorsi terhadap kehendak
umum rakyat yang berdaulat itu yang bisa dengan mudah muncul oleh sebab adanya
asosiasi-asosiasi politik yang lebih mengedepankan pendapat dan kehendaknya
pribadi. Pada paragraf terakhir dalam Buku Kedua Bab Ketiga, Rousseau
menulis :Jadi, untuk benar-benar memperoleh suatu kehendak umum, perlu
diusahakan agar dalam negara tidak ada pelbagai asosiasi, dan bahwa setiap warga
mengeluarkan pendapat sendiri, sesuai dengan hati nuraninya.
Soal gagasan demokrasi langsung ini, sisi yang paling mudah melihat
kelemahan konstruksi pemikiran Rousseau adalah menyangkut soal fakta sejarah,
bahwa saat ini besaran jumlah warga negara (negara yang paling kecil sekalipun
seperti Singapura) tumbuh cepat sedemikian rupa, sehingga mustahil gagasan ini
dapat dipraktikkan seperti pada era Republik Romawi kuno.Demokrasi langsung
dalam konstruksi negara Rousseau, dimana seluruh rakyat menjadi legislator yang
membahas dan merumuskan undang-undang secara bersama, mendiskusikan urusan
dan kepentingan umum bersama-sama adalah jauh dari realistis.

Anda mungkin juga menyukai