Pertemuan 2
OLEH : Prof. Dr. Aslan Noor, S.H., MH., CN.
1. Dosen Tetap dan PNS pada FH Universitas Singaperbangsa Karawang 2019-sekarang
2. Dosen dan Ketua Prodi Magister Ilmu Hukum di PPS Universitas Sekh Yusuf Tanggerang (Prov.
Banten) dan Merangkap Sebagai Dekan FH Unis Tangerang (Tahun 2009-2013)
3. Dosen Luar Biasa Pada FISIP UNPAD-Bandung (1998-2013)
4. Dosen Luar Biasa Pada FH & MKn UNPAS-Bandung (2004-Sekarang)
5. Dosen dan Puket Bidang Akademis Prodi Magister Ilmu Hukum di PPS Universitas Islam Nusantara
Bandung (2006- 2016)
6. Dosen Luar Biasa Pada Prodi Magister Ilmu Hukum di PPS STIH PERTIBA Pangkal Pinang 2008-2012.
7. Dosen Luar Biasa pada PPS Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Jati,
Bandung 2011-2017
8. Kepala Kantor Pertanahan di berbagai daerah di Indonesia dan Sebagai Direktur pada : Ditjen
Pengadaan Tanah, Pemanfaatan Tanah, PusLitbang, Hukum dan Hubungan Masyarakat di
Kementerian ATR/BPN sejak 2006-2019
9. Dosen Pada MPWK, PPS Universitas Islam Bandung sejak 2019-Sekarang
Kesimpulan A. :
Hukum Agraria adalah : seperangkat hukum baik publik maupun
privat yang mengatur dan mengurus serta mengendalikan baik
hubungan penguasaan, pemanfaatan, pemeliharaan antara tanah air,
ruang udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dengan negara, kolektif (masyarakat) maupun perorangan.
Secara Yuridis Formil (Pasal 33 (3) UUD45 Jo Pasal 2 UUPA,
Agraria
Meliputi bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya
Sehingga Hukum Agraria (Pasal 1, 2, 4 UUPA)
Adalah hukum yang mengatur mengenai bumi, air dan ruang angkasa termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
Kesimpulan B
1. Hk Agraria dapat diartikan sebagai hukum yang “mengatur perhubungan hukum
(rechtbetreking) antara Tuhan (Alinea III Pembukaan UUD45), negara (Pasal 33 a 3),
Bangsa (Pasal 1 UUPA), Masyarakat dan Warga negara dengan (Pasal 16 UUPA)
sumber keagrariaan”
2. Hk Agraria (dalam arti sempit adalah tanah), dengan demikian Hukum Tanah adalah
hukum yang “mengatur perhubungan hukum (rechtbetreking) antara Tuhan (Alinea III
Pembukaan UUD45), negara (Pasal 33 a 3), Bangsa (Pasal 1 UUPA), Masyarakat
dan Warga negara dengan (Pasal 16 UUPA) sumber keagrariaan”
3. Hukum Agraria mengatur bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Sedangkan hukum tanah mengatur salah satu aspek yuridis yang disebut
hak-hak penguasaan, Pemilikan,pemanfaatan, daqn Penggunaan termasuk
pemeliharaan,pengendalian dan Tata Ruangnya------>Hk Agraria adalah hukum yang
mengatur P6T
B. Substansi Hukum Agraria
– Pemikiran Dasar
1. Rejim Hukum Agraria lahir merupakan integritas (perpaduan
proporsional) antara Rejim hukum perdata/ benda tetap
(Privaatrechtetaptelijke) dan Hukum Administrasi Negara
(Publiekrechtelijke) berkaitan dengan regelen, bestuuren,
tozichthouden, bleid & beheer (semua ini merupakan Fungsi
Negara atas sumber sumber Keagrariaan) diatur dlm Putusan MK
No 35 Tahun2012
2. Wilayah Rejim Hukum Agraria terletak diantara (resistensi)
Privaatrechtelijk dan Publiekrechtelijk yang menaungi Hk Hak
Asasi Manusia dan sekaligus menempatkan kewenangan negara
untuk mengatur, mengurus dan mengendalikannya.
– Formulasi Politik dan Implementasi
1. Substansi Hk Agraria menjadi landasan bagi pembentukan UU
Pertanahan, UU Perairan, Perdirgantaraan, Kelautan, Kehutanan,
Pertanian dan Prikanan
2. Substansi Hukum Agraria menjadi aspek fundamental dalam
pengembanan Hk Materil, formil dan Insidentil
C. Esensi/Hakikat Hukum Agraria
• Terdapat perbedaan signifkan diantara kedua hukum tanah tersebut, hukum tanah kolonial
yang bersumber pada BW menganut asas perlekatan atau yang disebut juga sebagai asas
natrekking/asas accesie vide Pasal 500, Pasal 571, dan Pasal 601 BW yang menyatakan
bahwa hak milik atas sebidang tanah mengandung pula kepemilikan atas segala sesuatu
yang ada di atas tanah maupun di dalam tanah tersebut
• (1) Sukardi, ‘Politik Hukum Terhadap Penggunaan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Bagi Orang Asing Di
Indonesia’ (1997) XII Yuridika.[40]
• Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa asas kepemilikan bangunan yang
dianut dalam UUPA atau Hukum Pertanahan Nasional yang berlaku saat ini adalah asas
pemisahan horizontal, yaitu adanya pemisahan antara tanah dan bangunan yang berdiri
diatasnya dan bahwa hak kepemilikan atas tanah tidak serta merta meliputi hak atas
bangunan yang berada diatas tanah tersebut karena bangunan berada dalam
kepemilikan si pembangun bangunan tersebut.
• Asas pemisahan horizontal dapat ditemukan dalam Pasal 44 ayat 1 UUPA. Implementasi
dari asas pemisahan horizontal adalah hak sewa untuk bangunan, yaitu seseorang atau
badan hukum menyewa tanah kosong yang merupakan Hak Milik orang lain untuk
mendirikan bangunan diatasnya dengan membayar sejumlah uang sewa untuk jangka
waktu tertentu yang disepakati kedua belah pihak. Dalam hak sewa untuk bangunan ini
terdapat adanya pemisahan horizontal antara pemilik tanah dengan pemilik bangunan
yang ada diatasnya, dimana tanahnya milik pemilik tanah sedangkan bangunannya milik
si penyewa tanah. Singkatnya, pemilik tanah belum tentu pemilik bangunan
• Selain Indonesia yang menganut asas pemisahan horizontal, Jepang juga menggunakan asas
yang sama. Dalam proses pendaftaran benda tetap, pendaftaran terhadap hak atas tanahnya
tidak termasuk pendaftaran atas benda-benda yang melekat padanya. Sehingga dianutnya
asas pemerintahan horizontal dalam hukum pertanahan nasional dapat mengakibatkan
berbagai masalah. Masalah menjadi mudah timbul karena ada dua hak yang melekat dalam
sebidang tanah yaitu hak primer dan hak sekunder. Hak primer yang dimaksud adalah hak milik
(individu atau negara) dan hak sekunder adalah hak pakai, hak guna bangunan, hak guna
usaha, hak pengelolaan, dan lain-lain
• Asas perlekatan ini secara tegas dinyatakan dalam BW khususnya pada
Pasal 500, Pasal 571, dan Pasal 601 yang menyatakan bahwa hak milik
atas sebidang tanah mengandung pula kepemilikan atas segala sesuatu
yang ada di atas tanah maupun di dalam tanah tersebut. Artinya,
kepemilikan atas tanah meliputi pula kepemilikan atas bangunan yang ada
diatasnya, karena bangunan merupakan bagian dari tanah tersebut dan
bangunan yang didirikan di atas tanah kepunyaan pihak lain akan menjadi
milik pemilik tanah.
• Asas perlekatan yang dianut hukum tanah kolonial sangat bertentangan dengan hukum tanah
adat dimana hukum tanah adat menganut asas pemisahan horizontal Demi mewujudkan
univikasi hukum, peraturan dan keputusan agraria kolonial dicabut dan dibentuklah kesatuan
hukum tanah nasional yang sesuai dengan kepribadian dan persatuan Indonesia sehingga
dengan demikian tidak ada lagi penggolongan hukum tanah kolonial dan hukum tanah adat.
Namun demikian, kesatuan Hukum Pertanahan Nasional dibentuk dengan didasari oleh Hukum
Tanah Adat yang telah berlaku sebelumnya, karena hukum tanah adat tersebut telah dianu
toleh sebagian besar rakyat Indonesia (2) Maka penerapan asas horizontal dalam hukum
pertanahan nasional merupakan konsekuensi dari ditetapkannya Hukum Tanah Adat sebagai
dasar pembentukan Hukum Pertanahan Nasional. Kesatuan Hukum Pertanahan Nasional
dibuktikan dengan terbentuknya UUPA.
• Dalam prakteknya bisa saja diperjanjikan bahwa pemegang hak sekunder akan
menyerahkan bangunan kepada pemegang hak primer ketika masa berlaku hak
sekundernya berakhir, namun tetap saja pemilik tanah mendapati kekurangan pilihan
tentang apa yang dapat diperbuatnya terhadap benda miliknya (tanah dan
bangunan) tersebut dan lagi sesungguhnya merupakan ketidakadilan terhadap
pemegang hak sekunder apabila ia yang telah bersusah payah mendirikan bangunan
namun pada akhirnya tetap harus kehilangan haknya.
• Dari uraian beberapa permasalahan yang mungkin timbul diatas, dapat disimpulkan
bahwa keberadaan asas pemisahan horizontal dapat digunakan sebagai alat untuk
memperdaya pihak-pihak yang beritikad baik. Perlu ditentukan kriteria asas
pemisahan horizontal terhadap penguasaan tanah dan/atau bangunan sebagai salah
satu dasar pemberian perlindungan hukum bagi para pihak yang beritikad baik,
karena baik Hukum Pertanahan Nasional yang mengacu pada Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA) dan Hukum Perdata yang mengacu pada BW belum
memberikan aturan yang jelas mengenai hal ini
F. LANDASAN
PENGATURAN
(Soediman Kartohadiprodjo, Bagir Manan, B.Arief S.,Otje S.,Koesnudan Iman S.)
• Landasan Filosofis
Pancasila (Sila 1 s/d 5)
Khususnya : “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia”
→ b.a.r. karunia Tuhan kepada Bangsa Indonesia yang
mempunyai fungsi untuk kemakmuran rakyat
• Landasar Konstitusional
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
“Bumi dan Air dan Kekayaan Alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”.
G. Landasan Hukum Agraria
• Dasar Hukum UU 5 Th 1960 (UUPA)
• Dasar Operasional UU 2 Th 1962, UU 86 Th 58, UU/PRP 56
Th 1960, UU 4 Th 1996, UU 1 Th 2011, UU 20 Th 2013, UU 2
Th 2012, UU 1 Th 2012, UU 32 Th 2009, dlsb yang satu dan
lainnya menyangkut pertanahan baik dalam KUH Perdata,
KUHPidana, HAM, Perseroan, Perbankan, Pertanian,
Kehutanan, Perairan, Perwakafan, Yayasan.
• Peraturan Pelaksana : Pepres 10 Th 2006, Pepres 63 Th
2013, PP 224 Th 1961, PP 9 Th 1999, PP 24 Th 1997, Pepres
71 Th 2012, PP 13 Th 2010, PP 5 Tahun 2012, Pepres 40 Th
2014, Perpres 17 & 20 Th 2015 ttg Kem Atr/BPN, Perpres
47 & 48 Th 2020 ttg Kem ATR?BPN, Tata Cara Kerja berupa
surat edaran, instruksi dan Surat Kepala Badan
• SE 1 ka BPN Th 2010 ttg SOP
H. KOMPILASI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN AGRARIA & PERTANAHAN
1. UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
2. UU No 1 Tahun 1958 Tentang Tanah Partikeli
3. UU No 86 Tahun 1958 tentang Proses Nasionalisasi
4. UU No.20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak Atas Tanah
5. UU 20 Th. 2011 Tentang Rumah Susun
6. UU No.01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman
7. UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
8. UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
9. UU No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
10. UU 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
11. UU 41 Tahun 1999 tentang kehutanan
12. UU 30 tahun 2004 tentang PJN
13. UU 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
14. UU 1 Tahun 2016 Jo UU No 28 Tahun 2004 tentang Yayasan
15. PP No.40 Tahun 1996 Tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah
16. PP No.103Tahun 2015 Tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang
Asing yang Berkedudukan di Indonesia
17. PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
18. PP 24 Tahun 2016 tentang OSS
19. Pepres 2 Tahun 2018 tentang PTSl
20. Pepres 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Tanah Masyarakat dan Badan Hukum Dalam
Kawasan Hutan
21. Perpres 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria
22. Perpres 47 Th 2020 ttg Kementerian ATR
23. Perpres 48 Th 2020 ttg BPN
I. KELEMBAGAAN AGRARIA & PERTAHAN
A I R
4, 16/2/a, b B U M I
A G R A R I A 1/4
PENGAIRAN U U P A
PE ½, 2, 9, 11 DI ATAS
PENGAIRAPN BUMI
N 9/2 4/1
1/5 4/2
47
PENGAIRA DITANAM
N DI BUMI
LAUTAN BUMI
1/6 1/4
1/5 DIBAWA DITUBUH
4/2 H BUMI
47 PERAIRA 1/4 8
N
1/4 8
WEWENANG
HAK ULAYAT NEGARA PEMERINTAH PUSAT
Pasal 3 UUPA Pasal 1 ayat 1 UUPA
DELEGASI
(PELAKSANA)
kepada
PEMERINTAH
DAERAH
MASYARAKAT
HUKUM ADAT
Pasal 2 ayat 4
UUPA
LEMBAGA
Sumber : A.P. Parlindungan PEMERINTAHAN
ORANG
A. HAK KEPERDATAAN
BADAN HUKUM PRIVAT
HAK
MENGUASAI
NEGARA
ANTAR NEGARA
MATERI PENGATURAN :
1. Penyamaan persepsi ‘hak ulayat’
2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan
hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat
3. Kewenangan masyarakat hukum adat
TUJUAN PENGATURAN :
Untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan
pengambilan kebijaksanaan operasional bidang
pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian
masalah yang menyangkut hak ulayat
HAK ULAYAT
“KEWENANGAN YANG MENURUT HUKUM ADAT DIPUNYAI
MASYARAKAT HUKUM ADAT TERTENTU ATAS WILAYAH
TERTENTU YANG MERUPAKAN LINGKUNGAN HIDUP PARA
WARGANYA UNTUK MENGAMBIL MANFAAT DARI SUMBER
DAYA ALAM, TERMASUK TANAH DALAM WILAYAH TERSEBUT,
BAGI KELANGSUNGAN HIDUP DAN KEHIDUPANNYA, YANG
TIMBUL DARI HUBUNGAN SECARA LAHIRIYAH DAN
BATHINIAH TURUN-TEMURUN DAN TIDAK TERPUTUS
ANTARA MASYARAKAT HUKUM ADAT TERSEBUT DENGAN
WILAYAH YANG BERSANGKUTAN”
MERUPAKAN HAK TERTINGGI ATAS TANAH
MERUPAKAN TANAH KEPUNYAAN BERSAMA
WARGANYA
2(DUA) UNSUR :
1. UNSUR KEPERDATAAN (HUKUM PERDATA)
2. UNSUR PUBLIK (HUKUM PUBLIK)
1. UNSUR MASYARAKAT
ADAT
3. UNSUR HUBUNGAN
ANTARA MAYARAKAT
TERSEBUT DENGAN
WILAYAHNYA
1. UNSUR MASYARAKAT
ADAT
KEWENAGAN
2. PELEPASAN TANAH
UNTUK KEPERLUAN
“ORANG LUAR”
ASAS PERENCANAAN UMUM
“LARANGAN LATIFUNDIA”
Daftar Referensi
• Buku
– Aslan Noor, Peran Strategis Negara Dalam Mewujudkan Pola Hubungan
Hukum Antara Tanah dan Masyarakat Yang
Berkeadilan
Ditinjau Dari Negara Hukum Kesejahteraan, Aria Mandiri
Group, Bandung 2023
– --------------------Konsep Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia
Ditinjau Dari ajaran Hak Asasi Manusia, Mandar
Maju, Bandung, 2006
– --------------------Himpunan Perundang-Undangan Terkait Pertanahan,
Aria Mandiri Group, Bandung, 2018
– ---------------------Himpunan Peundang-Undangan Pertanahan Yang
Berkaitan Dengan Pengadaan Tanah, Aria Mandiri
Group, Bandung, 2019