tersebut terdapat di khatulistiwa bumi pada ketinggian sekitar 36.000 km, dengan
antariksa lainnya yang ditempatkan di GSO kelihatan stasioner bila dilihat dari
permukaan bumi karena periode putarnya hampir sama dengan periode putar
bumi.17
mempunyai jalur geostasioner yang terpanjang pula dan karena itu ingin
atas orbit geostasioner tersebut cukup mendasar dan strategis apalagi karena orbit
Equador, Kenya, Uganda dan Zaire, sejak semula telah mengambil langkah-
17
Boer Mauna, Hukum Internasional (Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, Bandung: Alumni, 2005, hal 447-448
31
langkah dan secara aktif memperjuangkan dibuatnya suatu razim hukum khusus
sui generis mengenai orbit geostasioner. Razim hukum khusus ini terutama
Mengingat manfaat GSO tersebut bagi seluruh umat manusia, maka PBB
melalui Badan Khusus ITU dan terutama Komite Penggunaan Secara Damai
Angkasa Luar (Committee on the Peaceful Uses of Outer Space) selalu berupaya
GSO tersebut. GSO buat pertama kali dibahas dalam Pertemuan Internasional
Tahun 1976, yang juga ditanda tangani Indonesia, berisikan tuntutan kedaulatan
Bogota ini kemudian dikembangkan lagi dalam pertemuan di Quito, Equador pada
yang diselenggarakan ialah apakah perlu dibuat suatu rezim khusus sul generis
tentang GSO. Dari semula terdapat perbedaan yang cukup tajam antara Negara
18
Ibid., hal 48
atau kelompok Negara mengenai status hukum GSO tersebut. Ada yang
menggangap bahwa secara fisik GSO merupakan bagian dari antariksa dank arena
itu pengaturannya sudah ada dalam Perjanjian Ruang Angkasa Luar 1967, di
samping terdapatnya pandangan bahwa diperlukan suatu rezim hukum untuk GSO
dari banyak Negara terutama Negara-negara barat mulai tahun 1982 negara-
negara khatulistiwa mulai mengubah posisi dari tuntutan kedaulatan menjadi righ
menekankan pada penggunaan GSO yang adil dan merata bagi semua Negara dan
diadakan di Bogota. Tujuh negara yang wilayahnya tepat berada di bawah garis
19
Ibid., hal 49
negara maju karena memiliki kemampuan untuk itu, baik dari segi teknologi
maupun finansialnya. Dan dirasakan pemanfaatan GSO itu telah menjadi suatu
Deklarasi Bogota 1976 ini banyak mendapat reaksi yang luas oleh banyak
negara, namun negara-negara maju menentang isi dari gagasan yang terkandung
geostasioner (larangan pada Pasal 33 ayat (2) Konvensi ITU 1973), dan terutama
geosinkron mengacu kepada semua orbit yang mempunyai periode sama dengan
rotasi bumi.21 GSO merupakan orbit geosinkron, yakni orbit satelit yang periode
putarannya sama dengan rotasi bumi pada sumbunya. Dengan demikian, sebuah
pindahkan atau dirubah posisinya. Dibanding dengan orbit satelit lainnya, yakni
20
E. Saefullah Wiradipradja, dan Mieke Komar Kantaatmadja, Hukum Angkasa dan
Perkembangannya, Jakarta Remadja Karya, 1988 hal. 152
21
Supancana, I.B. dalam Seminar Aspek Regulasi Dalam Pemanfaatan Orbit Khususnya
Orbit Geostationer dan Kaitannya dengan Kepentingan Indonesia, Bandung, 1994, hal 1-3
Middle Earth Orbit (MEO), dan Low Earth Orbit (LEO), GSO merupakan tempat
yang paling ekonomis dan efektif untuk menempatkan satelit, khususnya satelit
komunikasi. Hal ini disebabkan satelit yang ditempatkan pada GSO dapat meliput
pada ketinggian kurang lebih 36.000 kilometer, dimana sebuah satelit yang
1. Beberapa bagian dari bumi dari permukaan bumi dapat diamati secara terus-
2. Karena sebuah satelit yang ditempatkan di GSO dapat meliputi sekitar 1/3 dari
permukaan bumi, maka hanya diperlukan satelit yang lebih sedikit jumlahnya.
limited natural resources, that they must be used efficiently and economically so
conformity with the provisions of the Radio Regulations according to their needs
and the technical facilities at their disposal ”. Pasal ini secara tegas menyatakan
bahwa GSO itu merupakan sumber daya alam terbatas (limited natural resources),
yaitu karena hanya dapat ditempati oleh benda-benda angkasa dalam jumlah yang
Nasional Indonesia:
22
Akbar Kurnia. Pemanfaatan segmen Geostationary. di http://akbarkurnia.blogspot.
com/2011/06/ pemanfaatan-segmen-geostationary-orbit.html, diakses tanggal 1 Oktober 2014
1. Batasan Geostationer Orbit dalam Space Treaty 1967. Batasan GSO dalam
Space Treaty tidak diatur lebih rinci. Space Treaty hanya mengatur mengenai
bulan dan benda-benda langit lainnya. Namun dengan melihat kondisi fisik
dari GSO yang merupakan bagian dari ruang angkasa maka pengaturan GSO
and the satellite moves in the same direction as the earth ‘s rotation. When a
satellite appears to be geostationary in the sky when viewed from earth, and is
orbit melingkar pada bidang Equotorial di mana masa revolusi sidereal satelit
sama dengan periode rotasi sidereal Bumi dan bergerak satelit dalam arah
yang sama dengan rotasi bumi. Ketika satelit menggambarkan orbit tertentu,
bila dilihat dari bumi, dan tetap di puncak diberikan titik pada khatulistiwa
yang bujur adalah dengan definisi bahwa satelit. Orbit ini terletak pada jarak
Internasional
khatulistiwa yang wilayahnya juga merupakan wilayah negara yang berada tepat
kawasan yang termasuk di dalam wilayah ruang angkasa, dan prinsip Hukum
Internasional yang berlaku bagi wilayah ruang angkasa tidak ada menetapkan
dalam pemanfaatan GSO, telah disadari tentang diperlukannya status hukum yang
tegas dan berlaku secara internasional bagi objek-objek ruang angkasa yang
dilintasi oleh objek-objek ruang angkasa, pada saat objek-objek ruang angkasa
tersebut sedang berada di ruang udaar negara yang sedang dilintasinya, baik
23
Tobing, R.L, Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional Tentang Hukum
Dirgantara, Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, 1999, hal
53-54.
buatan manusia lainnya yang diluncurkan keluar angkasa pada waktu yang tidak
diketahui benda angkasa buatan manusia yang diluncurkan keruang angkasa ada
yang mempergunakan sumber tenaga nuklir, maka jika benda tersebut jatuh dapat
Efek yang dapat timbul oleh jatuhnya benda angkasa yang masih
sebagai berikut:24
1. Efek jangka pendek, terbagi atas dua tipe yaitu tipe ringan dan tipe berat.
24
Juajir Sumardi, Hukum Ruang Angkasa, Jakarta: Pradnya Paramita, 1996, hal. 60
3. Efek lambat, yaitu radiasi yang mengenai tubuh akan merusak organ-organ
tubuh secara pelan-pelan dan baru akan menimbulkan bahaya yang fatal
setelah bertahun-tahun.
benda angkasa tesebut, antara lain pada udara, air, makanan dan objek
lainnya
khatulistiwa yaitu Brazil, Kolombia, Ekuador, Kongo, Zaire, dan Indonesia telah
menyatakan suatu tuntutan atas orbit geostationer yang berada tepat diatas
pada doktrin “ first come first served”. Akibat dari penerapan doktrin ini, maka
telah sebagian besar kemampuan jalur GSO didominasi oleh negara-negara maju,
posisi silang antara dua benua dan dua samudera. Indonesia sebagai negara
mempunyai kolong yang sama panjangnya dengan segment GSO yang berada di
kepentingan bangsa Indonesia saat ini dan masa yang akan datang, maka
25
Ferry Junigwan Murdiansyah. Kajian Hukum Antariksa Modern: Kisah Klasik Untuk
Masa Depan 2. Di http://ferryjunigwan.wordpress.com/2010/01/14/kajian-hukum-antariksa-
modern-kisah-klasik-untuk-masa depan-2/diakses tanggal 1 Oktober 2014
26
Ibid
dirasakan bukan saja man- faatnya sebagai alat pemersatu bangsa dan negara,
dan lautan. Menyadari bahwa GSO juga potensial untuk digunakan bagi
GSO untuk berbagai keperluan tersebut, maka GSO telah menjadi kawasan
27
Agus Pramono. Dasar-Dasar Hukum Udara dan Ruang Angkasa. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2000 hal125
negatif baik terhadap lingkungan GSO itu sendiri mau- pun bumi,
c. Adannya peluang bagi Indone- sia untuk setiap saat dapat menggunakan
28
Ibid
29
Ibid