DI ASIA TIMUR
Asep Setiawan
Hubungan Internasional
Di Asia Timur
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan ilmu yang luas sehingga
penulis dapat menyusun buku Hubungan Internasional di Asia Timur yang membahas
Hubungan Internasional di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Sebagian besar isi
buku ini berbasiskan kepada kerangka konseptual studi Hubungan Internasional dalam
mempelajari sebuah kawasan. Oleh sebab itulah pendekatan ilmu Hubungan
Internasional digunakan untuk mengkaji kawasan di Asia Timur dan Asia Tenggara.
Mengapa kedua kawasan ini penting? Tidak lain karena di wilayah inilah terdapat
negara-negara yang mempengaruhi Asia. Bahkan tidak hanya Asia juga memberikan
dampak besar terhadap situasi internasional seperti China dan Jepang. Tidak hanya
dampak ekonomi dan politik lebih jauh lagi pengaruh sosial dan budaya juga di era
globalisasi ini sangat mempengaruhi Asia Tenggara dan Asia Timur.
Kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara merupakan wilayah yang menarik karena
dinamisnya berbagai kekuatan negara-negara ini termasuk kekuatan baru China.
Kawasan ini tidak lepas dari pusat konflik pada era Perang Dingin yang kemudian masih
berlanjut pada era pasca Perang Dingin. Dengan kata lain fenomena di kawasan ini
menarik sebagai bahan kajian peminat Hubungan Internasional.
Buku ini tidak hanya membahas kerangka konseptual dalam mengkaji kawasan
namun juga mengangkat isu-isu mutakhir dalam hubungan internasioal di kawasan. Isu-
isu keamanan jelas penting menjadi bahan kajian tetapi juga terkait globalisasi yang
mempengaruhi interaksi di bidang ekonomi dan juga isu-isu terkait penyelundupan
manusia dan narkoba serta terorisme. Semua isu ini mempengaruhi pola hubungan
internasional modern di kawasan ini.
Sebagian besar kutipan dari buku ini berasal dari hasil riset dan makalah serta
tentu saja sejumlah buku teks. Tentu dengan harapan penulis akan menjadikan buku ini
pegangan bagi para mahasiswa Hubungan Internasional dan peminat isu-isu
i
internasional. Namun demikian buku ini tidak lepas dari berbagai kekurangan sehingga
saran dan masukan diharapkan untuk perbaikan ke depan.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Dekan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Ma’mun Murod M.Si.
yang telah memberikan kesempatan berbagi ilmu di Program Studi Ilmu Politik FISIP
UMJ. Terimakasih yang setinggi-tingginya juga disampaikan kepada Ketua Pogram Studi
Ilmu Politik Dr. Usni Hasanudin M.Si. Selain itu ikut memberikan inspirasi, penulis
sampaikan terimakasih kepada rekan-rekan pengajar di Prodi Ilmu Politik Dr. Endang
Sulastri M.Si., Dr. Lusi Andriyani M.Si., Drs. Sumarno M.Si., Debbie Affianty, M.Si., Djoni
Gunanto Si.P. M.Si., Miftahul Ulum M.A., Ali Noer Zaman M.A., Hamka M.Si. Dr. Cecep
Efendi dan Dr. Mohammad Nasih.
Sekali lagi, semoga buku ini memberikan manfaat yang besar bagi semua pihak
yang memerlukannya baik untuk keperluan studi dan penelitian serta para peminat
Hubungan Internasional.
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
Gambar 29 Faktor Pendorong Kerjasama ............................................. 124
Gambar 30 Fenomena Globalisasi ........................................................ 133
Gambar 31 Organisasi Kerjasama di Tengah Globalisasi ...................... 134
Gambar 32 Singapura Memanfaatkan Globalisasi................................ 135
Gambar 33 Negara Asia Asal Perusahaan Multinasional ...................... 136
Gambar 34 MNC di Dunia ..................................................................... 137
Gambar 35 MNC di Indonesia ............................................................... 138
Gambar 36 Peta Asia Timur .................................................................. 141
Gambar 37 Lima Negara Pengklaim di LCS ........................................... 142
Gambar 38 Kepulauan Spratly .............................................................. 144
Gambar 39 Konflik Perbatasan di LCS ................................................... 146
Gambar 40 Konflik Teritorial di Asia Timur ........................................... 151
Gambar 41 Konflik di Laut China Selatan .............................................. 154
Gambar 42 Perang Dingin di Asia.......................................................... 156
Gambar 43 Bantuan Berdasarkan Kedekatan Ideologi ......................... 157
Gambar 44 Model Terorisme ................................................................ 160
Gambar 45 Level Terorisme .................................................................. 161
Gambar 46 Pintu Masuk Gerakan Terorisme........................................ 162
Gambar 47 Pencegahan Masuknya Gerakan Terorisme....................... 163
Gambar 48 Tindak Terorisme di Asia .................................................... 167
Gambar 49 Regenerasi Terorisme Indonesia ........................................ 168
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
KERANGKA KONSEPTUAL
STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL ASIA
Studi mengenai Hubungan Internasional di kawasan Asia Timur tidak lepas dari
konteks hubungan internasional di Asia dan bahkan lebih luas lagi di Asia Pasifik. Untuk
memahami fenomena hubungan internasional di kawasan Asia ini sejumlah kerangka
konseptual telah dibangun antara lain dari Amitav Acharya (2014).1 Dengan adanya
kerangka konseptual ini memudahkan dalam mengidentifikasi isu-isu utama hubungan
di kawasan ini dan juga bagaimana perubahan yang terjadi di kawasan ini.
Mengapa aspek konseptual ini digunakan untuk meneropong kawasan Asia?
Karena dalam konteks Hubungan Internasional muncul beberapa perspektif yang
memperkaya kajian hubungan internasional bahkan di satu kawasan. Kajian itu tidak
luput dari berbagai perspektif yang ada di dalam studi Hubungan Internasional. Salah
satu perspektif teoritis ini misalnya dibagi kedalam tiga paradigma seperti disebutkan
dalam konsep yang disodorkan Amitav Acharya (2014).2 Walaupun dalam kajian lain
terdapat empat perspektif dalam melihat dunia di dalam Ilmu Hubungan Internasional,
namun versi singkat dari Acharya ini dapat mempermudah mengidentifikasi bagaimana
pola-pola hubungan internasional di Asia. Dengan membaginya kedalam perspektif
teoritis Realisme, Liberalisme dan Konstruktivisme maka ketiganya nanti akan
dihubungkan dengan identifikasi elemen yang ada dalam aspek teoritis ini.
Pendekatan lain yang digunakan oleh Sukawarsini Djelantik (2015) mengajukan
pendekatan realis, liberal dan kulturalistik. 3 Ditambahkan, bahwa pendekatan realis dan
liberal bekembang di negara-negara Barat sedangkan pendekatan kultularistik
1
Amitav Acharya.2014. “Thinking Theoritically about Asian IR”. Dalam Shambaugh, David and Michael
Yahuda. International Relations of Asia. Lanham: Rowman & Littlefield. Hal 57.
2
Ibid. Hal 59.
3
Sukawarsini Djelantik. 2015. Asia Pasifik: Konflik, Kerja Sama dan Relasi Antar Kawasan. Jakarta:
Pustaka Obor. Hal 11.
1
mempertimbangkan kebudayaan negara-negara tertentu dalam hubungan
internasional.
Untuk mengetahui bagaimana perspektif Hubungan Internasional terhadap
interaksi di kawasan Asia termasuk Asia Timur dan Asia Tenggara Acharya mengawalinya
dari perbandingan tiga pendekatan dalam Hubungan Internasional yakni Realisme,
Liberalisme dan Konstruktivisme. Berikut ini pandangan Acharya mengenai pendekatan
dalam Hubungan Internasional dengan menyebut variabel seperti aktor utama, tujuan
utama negara, pilihan tatanan internasional, model utama interaksi dan variasi utama
dalam hubungan internasional di Asia.
Dari Tabel itu tampak bahwa memahami fenomena hubungan internasional
bertitik total dari pendekatan-pendekatan besar di dalam ilmu Hubungan Internasional.
Dengan memilih pijakan pendekatan itu maka tampak bahwa interpretasi terhadap
peristiwa internasional juga memiliki sejumlah variasi. Pijakan dari mazhab hubungan
internasional ini bukan satu-satunya jalan tunggal memetakan peristiwa hubungan
internasional. Bisa saja dalam prakteknya muncul pendekatan eklektik yang
menggabungkan sejumlah perspektif sehingga dapat menghasilkan pemahaman baru.
Menurut Acharya, realisme yang aktor utamanya adalah negara dalam hubungan
internasional akan mengejar kepentingan nasional sendiri mulai dari politik, ekonomi,
keamanan dan sosial budaya. Karena hubungan internasional itu disebut sebagai anarkis
maka akan muncul apa yang disebut maksimalisasi kekuatan (realisme ofensif) survival
dan keamanan (realisme defensif) dalam mengejar kepentingan nasionalnya. Akibat dari
perilaku aktor utama itu maka akan muncul perimbangan kekuatan di dunia
internasional dengan munculnya aliansi satu blok melawan blok lainnya. Adanya aliansi
politik keamanan ini diyakini sebagai jalan untuk menjaga keseimbangan kekuatan di
dunia internasional.
Oleh karena itulah dalam paradigma realis ini maka hubungan internasional yang
fokusnya kepada negara memunculkan sistem perimbangan kekuatan baik yang
ditopang oleh kekuatan sendiri dan atau dengan aliansi untuk menjaga tatanan
internasional yang sesuai dengan kepentingan nasional negara anggota aliansi. Pilar dari
interaksi antar negara ini adalah ideologi, militer dan kekuatan ekonomi.
2
Tabel 1 Perspektif Hubungan Internasional
3
Tabel 2 Perspektif Hubungan Internasional Asia
5
negara merupakan aktor utama. Namun apabila pendekatan liberal digunakan
memahami interaksi maka dapat digunakan untuk mengkaji mengapa perhimpunan
regional muncul dan bertahan di Asia seperti ASEAN.
6
BAB II
TINJAUAN ATAS KAWASAN ASIA TIMUR
4
Mark Borthwick. 1992. Pacific Century. Boulder: Westview Press. Hal. 6-7
7
Gambar 1 Peta Asia Pasifik
5
https://www.mapsofworld.com/
8
Selain dua kawasan besar itu terdapat pula Oceania yang terdiri dari Australia,
Selandia Baru dan negara-negara Kepulauan Pasifik. Sedangkan di Amerika Utara
terdapat Kanada dan Amerika Serikat yang kemudian di Amerika Selatan banyak negara
Amerika Latin seperti Chile dan Meksiko. Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik yang
disingkat APEC merefleksikan keanekaragam dalam kawasan ini.
Kawasan Asia-Pasifik yang didalamnya terdapat Asia Timur dan Tenggara memiliki
beberapa pola yang menyatukannya. Dengan kata lain terdapat karakter kawasan ini
yang dipengaruhi pengalaman dan budaya bangsa-bangsa ini. Djelantik (2015)
menyebutkan terdapat sedikitnya enam hal yang menyataukan kawasan ini.6
Pertama, Tradisi konfusianisme baik di Asia Tenggara (Malaysia, Singapura,
Indonesia, Thailand, Filipina) maupun Asia Timur (RRC, Taiwan, Korea
Hongkong).
Kedua, Tradisi Budhisme (Asia Tenggara, Asia Timur, Sri Lanka, Nepal, India)
Ketiga, Persamaan Etnik di Ocenia (Papua Niugini, penduduk asli Australia,
Selandia Baru, negara-negara di Kepulauan Pasifik Selatan dan Pasifik Barat
Daya).
Keempat, pengalaman sejarah.
Kelima, Persamaan sikap dan Nilai-nilai Kehidupan.
Keenam, Adanya Pluralisme
Dari uraian itu tampak bahwa Asia Timur dan Asia Tenggara merupakan sub
kawasan dari Asia Pasifik. Studi mengenai hubungan internasional di sub kawasan
tersebut tidak lepas dari konteks hubungan yang lebih luas di kawasan Asia Pasifik.
Demikian juga dampak Asia Pasifik terhadap Asia Tenggara dan Asia Timur tidak dapat
dikatakan kecil.
6
Sukawarsini, Djelantik. 2015. Asia Pasifik: Konflik, Kerja Sama dan Relasi Antar Kawasan. Jakarta:
Pustaka Obor. Hal. 21
9
belah China. Inggris, Jerman, Belanda dan Portugal adalah beberapa negara yang ikut
memasuki kawasan Asia dalam rangka misi imperialismenya. Bahkan sebagian besar
kawasan Asia Timur jatuh ke tangan kolonial mulai dari Asia Tenggara sampai dengan
China.
Ketika pecah Perang Dunia II, negara-negara besar bertarung kembali
memperebutkan jalur strategis dan sumber daya alam yang kaya di kawasan ini. Tidak
hanya itu bahkan banyak negara berpindah tangan dari satu penjajah ke penjajah lain.
Menjelang pecah Perang Dunia II, peta politik internasional terbagi kedalam kekuatan
sekutu Amerika Serikat-Inggris-Perancis berhadapan dengan poros Jepang-Jerman.
Dampak persaingan itu sangat kuat. Jepang menguasai Asia dengan dalih
membebaskan diri dari kekuasaan Eropa. Tetapi pada kenyataannya, Jepang
memperlakukan bangsa Asia sebagai daerah jajahan. Di Eropa, Jerman berambisi
menguasai Eropa dengan menjajah Perancis, Cekoslovakia, Polandia dan bahkan akan
menguasai Rusia.
Setelah Perang Dunia II, Asia Timur menyaksikan Perang Dingin yang menakutkan.
Kawasan ini terbelah dua besar plus dengan negara netral yang bergabung kedalam
Gerakan Non Blok. Satu kubu terang-terangan dan menjalin aliansi dengan Barat. Kubu
lain lain memilih berpaling ke Uni Soviet untuk memenuhi kepentingan nasional masing-
masing.
Dengan perjalanan historis yang sedemikian panasnya di kawasan Asia, maka pada
masa pasca Perang Dingin pun tidak terkecuali menjadi ajang perebutan pengaruh.
Namun demikian aktor-aktornya mengalami perubahan meskipun tidak begitu drastis.
Bab ini akan mengkaji Asia Timur dengan mulai mengetengahkan definisi kawasan.
Kemudian dilanjutkan dengan uraian mengenai pengertian Asia Timur ditinjau dari
pandangan ilmuwan. Dalam bagian berikutnya diketengahkan studi Asia Timur secara
konseptual dengan menyatakan adanya anggota inti yang menentukan perkembangan
kawasan dan anggota pinggiran.
Sebelum mengkaji tentang Asia Timur dalam arti geopolitik dan percaturan aktor-
aktornya, terlebih dahulu meminjam istilah Sheldon W Simon yang menulis pengertian
10
kawasan ini dari pendekatan sistem.7 Ia menilai sebuah regional dari konsep yang
diajukan oleh William Thompson tentang sebuah kawasan. Dalam definisinya Thompson
menyebutkan bahwa sebuah kawasan sedikitnya memiliki sebelas ciri.
1. Pola interaksi yang ajeg.
2. Keterkaitan sehingga perubahan dalam satu satu komponen sistem
akan mempengaruhi titik lainnya.
3. Identifikasi diri
4. Pengakuan eksternal sebagai aktor menentukan
5. Anggota sistem berupa negara secara relatif inferior terhadap
sistem global
6. Tunduk terhadap sistem dominan seperti perubahan dalam sistem
dominan akan memiliki pengaruh besar terhadap sisten regional,
bukannya sebaliknya. Semakin intensif penetrasinya oleh sistem
global terhadap sistem regional bukan sebaliknya
7. Ada sejumlah ikatan etnik, linguistik, kultural, historis yang sama
8. Hubungan institusional yang eksplisit
9. Otonomi yakni lebih dominannya tindakan intra sistem atas
pengaruh eksternal
10. Keseimbangan regional kekuatan-kekuatan lokal.
11. Status perkembangan yang sama
Dari sejumlah ciri-ciri konseptual yang diajukan Thompson itu terlihat adanya
gejala-gejala yang muncul di Asia Timur. Misalnya, ketundukan terhadap sistem
dominan terlihat ketika Perang Dingin meletus menjadi perang sungguh-sungguh di
Semenanjung Korea. Bahkan sampai menjelang abad ke-21, Jazirah Korea masih terbagi
dua antara negara yang menganut komunisme dan kapitalisme.
Batas-batas Asia Timur
7
Sheldon W Simon, “East Asia” dalam World Politics: An Introduction. 1976. Rosenau, James N., Kenneth
Thompson and Gavid Boyd. New York: Free Press. Hal 528-529.
11
Ada berbagai pendapat mengenai batasan-batasan wilayah Asia Timur. Pada
umumnya wilayah ini dibagi dua sub regional yakni Asia Timur Laut dan Asia Tenggara.
Mereka yang tergolong kepada Asia Timur Laut yakni Jepang, Korea Selatan, Korea
Utara, China, Taiwan dan Hongkong.
Gambar 2 : Peta Asia Timur dan Tenggara
Sumber: https://www.nationsonline.org/
Sedangkan kawasan Asia Tenggara meliputi dua wilayah besar pula yakni Asia
Tenggara kepulauan dan Asia Tenggara daratan. Asia Tenggara kepulauan memiliki
sejumlah anggota yakni Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.
Negara yang tergolong pada Asia Tenggara daratan terletak di Indochina yang meliputi
Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar.
Paul Clyde menggunakan istilah Far East bukan East Asia untuk menyebut Asia
Timur. Ia menyatakan, Asia Timur meliputi kawasan yang merupakan bagian dari benua
Asia dan kepulauan. Asia daratan meliputi timur Siberia, Korea, China dan
perbatasannya yakni Manchuria, Mongolia, Xinjiang dan Tibet sampai ke selatan yakni
Burma, Thailand, Indochina yakni Vietnam, Laos, Kamboja dan Malaysia. Sedangkan
kawasan kepulauan yakni Jepang, Filipina dan Indonesia.8
8
Sheldon W Simon. 1986. “East Asia” dalam Rosenau, James N., Kenneth Thompson and Gavid Boyd.
1976. World Politics: An Introduction. New York: Free Press. hal 528-529.
12
Selain adanya pembatasan dua kawasan sub regional berdasarkan pendekatan
geografis, terdapat pula kesamaan kultural dari dua sub kawasan ini. Asia Timur Laut
lebih banyak dipengaruhi oleh kebudayaan China sedangkan kawasan Asia Tenggara
meskipun juga mengalami pengaruh China tetapi juga mendapatkan imbas secara
kultural dari India. Karena letaknya diantara dua samudera dan di lintasan berbagai
peradaban dunia, maka Asia Tenggara terbuka terhadap masuknya kebudayaan dari
India, China, Arab dan bahkan Barat. Oleh sebab itu tulis Mark Borthwick, pada awal
sejarah, kebudayaan India mendominasi Asia Tenggara terutama dalam bentuk
pemerintahan. 9 Sebelum masuknya kebudayaan India, kebanyakan kebudayaan di Asia
Tenggara berdasarkan budaya yang tergantung kepada alam diantaranya pertanian.
Anggota inti
Untuk mengkaji aktor-aktor dalam sistem kawasan Asia Timur ini Sheldon W
Simon membagi dua kategori yakni anggota-anggota inti (core members) dan anggota
pinggiran atau marginal (peripheral members). Alasan pembagian dua golongan itu
ditentukan atas dasar faktor politik dan ekonomi.
Istilah anggota inti merujuk pada negara-negara yang politik luar negerinya
menunjukkan daya jangkau dan jarak yang mempengaruhi banyak unsur sistem di
kawasan ini. Sedangkan istilah elemen pinggiran merujuk pada kemampuan ekonomi;
perdagangan yang potensial dan aktual; serta hubungan perdagangan dan investasi
dengan angota inti dan yang lainnya.
Menurut Simon terdapat empat anggota utama Asia Timur yakni Jepang, China,
Indonesia dan Vietnam. Ia mengambil kesimpulan itu setelah melihat sejumlah indikator
mulai dari jumlah penduduk, ekonomi dan volume perdagangannya.
Dua negara besar yang berperang besar dalam pembentukan kawasan ini adalah
China dan Jepang. China dengan penduduk sekitar 1,4 milyar versi worldometers
(www.worldometers.info/) dan Jepang dengan penduduk hampir 127 juta termasuk
menonjol.10 Jika China memiliki kapasitas yang mampu menjadi negara besar di masa
9
Mark Borthwick, Pacific Century, Boulder: Westview Press, 1992, hal.6-7.
10
https://www.worldometers.info/
13
mendatang karena pertumbuhan dan stabilitas ekonominya, Jepang sudah
membuktikan diri sangat kuat dalam ekonomi. Setelah dilanda krisis pendapatan
perkapita Jepang masih besar sekitar 34.800 dollar AS per jiwa pertahun (data 2011).
Sedangkan China mulai menanjak dengan pendapatan perkapita sekitar 9.400 dollar AS
tahun 2018. Indonesia sendiri setelah krisis ekonomi dan politik GNP perkapita sekitar
4000 dollar AS pada tahun 2019.
Anggota pinggiran
Menurut Simon, negara-negara periperal atau pinggiran adalah yang tidak tampak
memprakarsai perkembangan politik kawasan. Namun mereka terpengaruh oleh
kecenderungan regional. Dengan kata lain meskipun aktor-aktor ini eksis di kawasan
namun karena kapabilitas politik, militer dan ekonomi tidak begitu signifikan maka
faktor-faktor aktor utama sering mempengaruhi perilaku eksternal mereka.
Anggota pinggiran suatu kawasan tampaknya banyak menyesuaikan diri dengan
aktor dominan regional. Mereka biasanya mengakomodasi kepentingan negara besar
atau yang berpengaruh di kawasannya. Bila timbul keteganganpun biasanya aktor dalam
kawasan ini mencari pelindung kepada aktor dominan sistem internasional untuk
mengimbangi aktor lainnya yang mengancam dirinya.
Salah satu aktor pinggiran yang kita bisa ambil contohnya Korea Utara dan Selatan.
Korea Utara pada dasaranya dibentuk oleh kekuatan komunis yang waktu Perang Dingin
didominasi oleh RRC dan Uni Soviet. Sampai kini sisa-sia kekuatan komunis garis keras
masih tampak meskipun dua majikannya sudah menyatakan diri mengikuti garis
kapitalisme.
Uni Soviet bubar tahun 1991 menjadi 15 negara dan kemudian memeluk
kapitalisme karena komunisme hanya melahirkan kemiskinan dan ketakutan akan
perang nuklir. Majikan kedua, China juga sudah meninggalkan Marxisme garis keras
tetapi mulai memodifikasinya dengan menggunakan sosialisme dengan karakteristik
China. Namun pada intinya sistem yang dianut China inipun sudah mulai menggunakan
sebagian dari gagasan-gagasan dasar kapitalisme dengan mengijinkan swasta
beroperasi. Bahkan di kawasan ekonomi khusus seperti di Pudong, Shanghai, negara
14
asing bisa investasi 100 persen dengan keuntungan 100 persen diambil setelah
melampaui jangka waktu tertentu.
Namun ironisnya, Korea Utara sendiri masih menggenggam komunisme garis
keras dengan harapan bahwa ajaran ideologinya bisa memberikan kemakmuran.
Bahkan untuk mengurangi serangan dari kapitalisme dunia, Korut sama sekali menutup
pintunya dari penetrasi asing. Meskipun anggota pinggiran namun sejauh ini
tindakannya masih ditentukan dari dalam. Artinya, pemimpin lama Kim Il-sung sangat
menentukan arah yang diambil Korut. Demikian pula penggantinya, Kim Jong-il dan Kim
Jong-un juga mengikuti jejak sebelumnya dengan menutup diri dari perkembangan
dunia luar.
Sedangkan aktor periperal kedua yang diambil contohnya di sini adalah Korea
Selatan. Dengan penempatan sedikitnya 30.000 tentara AS di Korsel sudah
menunjukkan karakter negara periperal dimana akibat ancaman terhadap dirinya
meminta bantuan asing. AS tidak hanya menempatkan tentaranya tetapi juga perangkat
keras militer seperti persenjataan artileri, pesawat, rudal dan kapal. Situasi dalam negeri
Korsel ini menunjukkan betapa aktor pinggiran itu ditentukan oleh aktor dominan
regional dan internasional.
Dalam tingkat tertentu, aktor periperal di Asia Tenggara yang dicontohkan Simon
adalah Thailand. Hal ini disebabkan sudah lama Thailand karena merasa ancaman
terhadap eksistensinya muncul dari negara komunis Vietnam maka ia menoleh ke AS.
Perjanjian militer AS-Thailand sudah sangat erat, persis seperti terjadi dengan adanya
pangkalan militer AS di Subic dan Clark sebelum tahun 1992 di Filipina.
Asia Timur merupakan sebuah kawasan yang memiliki anggota inti dan periperal.
Pembagian ini untuk menilai siapakah aktor-aktor penting dalam kawasan ini sehingga
memudahkan analisis tentang kecenderungan di wilayah ini. Di Asia Timur Laut, aktor
dominan di pegang Jepang dan China. Sedangkan di Asia Tenggara bisa dikatakan,
Indonesia dan Vietnam memiliki prakarsa yang dominan dalam percaturan politik di
kawasan ini. Indonesia sempat tenggelam karena dilanda krisis ekonomi dan politik sejak
1997 sampai 1999, namun setelah pemilihan umum yang dinilai demokratis lahirlah
pemerintahan yang relatif representatif terhadap aspirasi rakyat. Indonesia kemudian
15
setelah pulih kembali mengambil prakarsa dalam percaturan regional khususnya Asia
Tenggara.
16
BAB III
KERANGKA STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
ASIA TENGGARA
17
disebut negara dimana monopoli kekuasaan dipegang negara atau lebih fokus
pemerintah.
Gambar 3 : Peta Asia
Sumber: https://geology.com/
Ketiga, keunikan piramida kekuasaan yang bisa berbentuk bipolaritas dimana
dua negara besar berinteraksi sebagai pusat pengambil keputusan, organisasi militer,
koordinasi ekonomi dan kerja sama diplomatik.
Keempat, kehadiran aktor-aktor baru di sistem internasional. Negara memang
masih jadi aktor dominan tetapi juga ada aktor universal (PBB) dan sejumlah organisasi
regional antara lain ASEAN.
Kelima, menurunnya peran Eropa. Kemudian terjadilah peralihan kekuasaan
dari pusat (Eropa) ke wilayah pinggiran yakni Uni Soviet dan ke seberang lautan yakni
Amerika Serikat. Peralihan ini antara lain disebabkan berakhirnya kekuasaan negara
Eropa, perpecahan kekuasaan dan ideologi dan mungkin pula disebabkan revolusi
teknologi.
18
Keenam, perubahan teknologi besar-besaran terutama adanya pengembangan
senjata nuklir dan rudal yang cenderung mengurangi pertahanan secara fisik dan
perembesan kepada negara. Kekuasaan negara besar atas senjata nuklir ini memberikan
perubahan mendasar pada sistem internasional. Kemungkina perang nuklir sangat
terbuka sehingga setiap langkah yang sifatnya strategis akan menyebabkan perang
global.
Ketujuh, karakteristik sistem kontemporer adalah bangkitkan kekuatan ideologi
yang bahkan melahirkan Perang Dingin selama setengah abad. Dalam sistem yang
berpusat di Eropa pada abad ke-19, konflik antar negara hanya untuk kekuasaan
terbatas, prestise dan keuntungan tertentu. Kebangkitan ideologi yang saling
bertentangan dari komunisme dan liberalisme yang disertai penemuan senjata nuklir
telah melahirkan sistem yang didasarkan pada konsep presaingan global.
Kedelapan, adanya jurang yang makin lebar antara tingkat kemajuan alat-alat
penghancur massa (senjata nuklir) dengan tingkat kemajuan menuju tatanan
internasional.
Meskipun sistem internasional secara umum memiliki ciri seperti itu namun
perlu pula diperhatikan adanya sistem regional atau disebut pula sistem negara
subordinat. Menurut Michael Brecher (1969), berdasarkan analisis tersebut diatas maka
sedikitnya ada tiga proposisi.
Pertama, ada dua tingkat analisis yang besar yakni tingkat negara bangsa dan
tingkat sistem. Tingkat sistem ini melahirkan pembagian sistm subordinat, sistem
dominan dan sistem politik global.
Kedua, dengan kerangka seperti itu maka sedikitnya ada lima sistem
subordinat yakni Timur Tengah, Amerika, Asia Selatan, Eropa Barat dan Afrika Barat.
Namun dapat ditambahkan pula dalam sistem kontemporer saat ini sistem Asia Selatan
terbagi lagi menjadi sub sistem Asia Timur, Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Ketiga, Sistem Dunia/Global yang merupakan rangkuman dari interaksi sistem
dominan dengan sistem subordinat.
Untuk kajian hubungan internasional di Asia Tenggara dapat dikemukakan dua
pendekatan konseptual yakni pertama, pendekatan tekstur dari Asia Tenggara dan
19
struktur Asia Tenggara. Tekstur berarti karakteristik luas lingkungan dimana terjadi
interaksi berupa ekologi, sosial, budaya politik, ideologi dan elit politik. Sedangkan
struktur merujuk pada ciri dasar pola hubungan diantara unit sistem yang disebut
negara.
Sebelum membahas dua pendekatan itu maka terlebih dahulu perlu diketahui
definisi tentang Asia Tenggara dimana ASEAN berada. Secara fisik Asia Tenggara dibagi
dua yakni Asia Tenggara daratan dan kepulauan. Negara yang berada di daratan Asia
antara lain Vietnam, Kamboja, Laos dan Myanmar. Sedangkan yang berada di kepulauan
adalah Malaysia, Indonesia, Singapura, Thailand, Filipina dan Brunei. Core members atau
anggota inti dari sistem Asia Tenggara ini adalah Indonesia , Vietnam, Thailand dan
Malaysia. Artinya negara inilah yang banyak menentukan corak kawasan Asia Tenggara.
Tekstur Kawasan
Pertama, bermula dari intensitas rendah dalam komunikasi dan transportasi
menjadi semakin tinggi. Topografi Asia Tenggara menyulitkan terjadinya hubungan
yang intensif diantara negara-negara di kawasan ini. Selain itu komunikasi diantara unit-
unit politik Asia Tenggara dapat dikatakan masih minimal. Namun dengan kemajuan
teknologi informasi maka interaksi itu makin lama makin tampak. Adanya pertemuan
informal diantara para pemimpin negara menunjukkan semakin tinggi intensitas dalam
komunikasi. Sementara itu alat transportasi juga makin berkembang. Antara Singapura
dan Malaysia yang dipisahkan lautan sudah terjalin hubungan darat melalui kereta api
dan mobil. Sedangkan Indonesia masih sulit berhubungan dengan negara tetangga
lainnya misalnya Filipina. Hanya dengan melalui udara, kontak itu bisa terjalin.
Kedua, adanya konflik dan kesamaan dalam ideologi dan nilai. Sebagian negara
mengikuti jalan komunis sebagian lagi mengikuti jalan liberal. Pernah terjadi bentrokan
yang keras antara penganut komunis dan liberal ketika Perang Dingin. Namun konflik itu
surut ketika Uni Soviet bubar dan Perang Dingin berakhir. Perbedaan ideologi tidak
menjadi lagi sumber konflik di Asia Tenggara.
Ketiga, keanekaragaman sistem politik. Kalau dikaji negara-negara Asia
Tenggara memiliki berbagai sistem politik yang unik. Thailand dan Malaysia masih
20
memiliki sistem kerajaan yang sejajar atau beriringan dengan sistem politik modern.
Singapura menerapkan sistem politik ala Barat tetapi masih memelihara tradisi Kong Hu
Cu. Filipina sama sekali menganut sistem politik yang liberal persis seperti Amerika
Serikat. Sebaliknya Brunei masih dipimpin seorang Sultan, mengingatkan pada sistem
kesultanan masa lalu yang sekarang juga di Indonesia masih ada. Sementara itu negara-
negara Indochina bertahan dengan sistem sosialis yang sentralistis.
Keempat, instabilitas internal dalam setiap unit sistem. Di setiap negara Asia
Tenggara senantiasa terdapat akar-akar dan potensi konflik. Aceh dan Irian Jaya telah
menjadi sumber konflik di Indonesia. Sebelumnya Timor Timur juga senantiasa bergolak.
Namun setelah lepas tahun 1999, Timtim tidak lagi menjadi perhatian internasional. Di
Filipina Selatan, sebagian bangsa Moro tidak puas terhadap perdamaian yang sudah
ditandatangani Front Pembebasan Nasional Moro pimpinan Nur Misuari. Konflik etnik
juga terjadi di Myanmar dan Thailand.
Ciri-ciri Struktural
Pertama, konfigurasi (distribusi dan tingkat) kekuasaan. Tidak ada anggota unit
(negara) yang dominan di kawasan ini. Bila diperhatian dari dekat tidak ada satu negara
yang dominan di Asia Tenggara. Negara paling besar wilayah dan penduduknya,
Indonesia, tidak memainkan big brother bagi tetangganya. Di sini dapat disebut bahwa
tidak ada kekuatan hegemoni dari negara kawasan untuk mendominasi percaturan
politik regional.
Kedua, integrasi organisasional mulai dari SEATO sampai ASEAN. Tingkat
integrasi ini tergantung daripada karakter dan frekuensi interaksi diantar anggota unit
subsitem Asia Tenggara. ASEAN telah menjadi faktor pendorong terjadinya integrasi dan
harmoni di kawasan Asia Tenggara. Akhir tahun 1990-an sebanyak sepuluh negara Asia
Tenggara resmi bergabung kedalam ASEAN.
Ketiga, hubungan antara sistem subordinat dengan dominan. Ciri struktural ini
mengkaji bagaimana penetrasi sistem dominan seperti negara besar terhadap Asia
Tenggara. Misalnya Amerika Serikat, Uni Soviet, Jepang dan China. Dalam sistem
kontemporer sekarang muncul pula aktor baru seperti Australia.
21
Untuk sementara dapat disimpulkan bahwa anggota sistem Asia Tenggara yang
sekarang bergabung dalam ASEAN terdiri dari 10 unit sistem. Anggota sistem ini memiliki
teksture yang berbeda-beda baik dari sistem ideologi maupun pemerintahan. Hal ini
akan berpengaruh dalam interaksi kawasan dan respons terhadap sistem yang dominan.
Sedangkan ciri struktural kawasan Asia Tenggara telah menunjukkan
peningkatan interaksi dan komunikasi seperti diperlihatkan dalam ASEAN. Bahkan
dalam tingkat tertentu ASEAN menjadi forum untuk berinteraksi dengan sistem
dominan seperti AS, Jepang dan China.
22
BAB IV
TINJAUAN GEOGRAFIS KAWASAN ASIA TENGGARA
Asia Tenggara merupakan sebuah kawasan yang dikenal sejak lama. Terletak
antara Benua Asia dan Benua Australia dan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik
sehingga kawasan ini menjadi lalu lintas perdagangan, pemikiran dan negara-negara
besar sejak dulu. Inilah yang mungkin menjadi salah satu sebab mengapa banyak
kekuatan besar luar berusaha menguasai kawasan yang strategis ini.
Kepentingan kekuatan besar itu bermula dari kepentingan dagang, politik dan
pengaruh. China telah berusaha untuk menguasai kawasan ini ketika kontak dengan
kekuatan lokal di Indonesia. Namun China gagal menanamkan pengaruhnya. Sebaliknya
India juga masuk melalui ajaran agama sehingga mampu meluaskan pengaruhnya tanpa
harus menundukkan secara politik.
Kepentingan Barat masuk ketika terjadi imperialisme dimana negara-negara
Eropa berusaha membagi-bagi dunia untuk kepentingan perluasan wilayahnya.
Portugal, Belanda dan Inggris merupakan negara-negara yang pengaruhnya berdampak
sampai sekarang meski secara fisik tidak hadir lagi. Jajahan Portugal di Timor Timur yang
berlangsung sampai 400 tahun telah menyebabkan wilayah Indonesia menjadi rawan
sehingga tahun 1976 ketika terjadi transisi dimasukkan ke negara RI. Namun pengaruh
Portugal masih terus berlangsung karena Timtim masih dicatat dalam konstitusinya
sebagai teritorialnya.
Kombinasi geografi yang membawa dampak sejarah adalah bagian dari
perjalanan Asia Tenggara. Kawasan ini kalau dilihat dalam sejarah merupakan campuran
pengaruh-pengaruh luar yang kuat dengan kultur asli Asia Tenggara. Bagian pertama
artikel ini akan mengulas, pertama, analisis secara geografis Asia Tenggara yang
dilanjutkan dengan artikel kedua meninjau perjalanan historis yang banyak
mempengaruhi daerah ini.
23
GEOSTRATEGIS ASIA TENGGARA
Sudah lama muncul analisis bahwa kawasan ini memiliki nilai strategis baik dari
segi ekonomi, politik maupun militer. Hal itu disebabkan Asia Tenggara berada dalam
celah yang menghubungkan dua samudera dan dua benua. Berbagai negara besar
hingga kini berusaha menjalin aliansi dan persahabatan dengan wilayah yang kini
berpenduduk sekitar 300 juta jiwa.
Mar Borthwick membagi kawasan ini menjadi dua yakni Asia Tenggara Daratan
dan Asia Tenggara Kepulauan.11 Wilayah daratan ini dibagi dalam tiga bagian menurut
sistem pegunungan utara selatan yang muncul dari dataran tinggi China Selatan.
11
Mark Borthwick. 1992. Pacific Century. Boulder: Westview Press. Hal. 6-7.
24
berabad-abad di bawah tekanan ekspansi ke selatan China Han. Kedua, pentingnya
buruh dari India dan China selama periode kolonialisme Eropa. Ada kesamaan dalam
bahasa tradisional di Asia Tenggara Daratan diantaranya masyarakat berbahasa Tai.
Agama yang banyak dipekuk wilayah daratan ini adalah Budha.
25
Agama yang dianut wilayah maritim ini, kecuali Filipina, adalah Islam. Sedangkan
Filipina mayoitas masyarakatnya menganut Katolik. Umat Islam terdapat juga di Filipina
selatan dan Thailand dekat perbatasan Malaysia.
Tinjauan geografis Asia Tenggara menunjukkan adanuya dua bentuk wilayah
yakni daratan dan lautan. Keduanya memiliki karakteristik yang berpengaruh dalam
budaya, bahasa dan kehidupan ekonominya. Geograsi Asia Tenggara juga dalam konteks
lebih luas terletak diantara dua benua dan samudera yang menyebabkan pengaruh luar
sangat besar.
26
BAB V
HUBUNGAN INTERNASIONAL ASIA
ERA PERANG DINGIN
Kehadiran senjata nuklir dalam hubungan internasional di Asia dan dunia telah
mengubah tatanan dunia. Sejak bom atom dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki masing-
masing 6 dan 9 Agustus 1945 oleh Amerika Serikat, banyak doktrin perang dan strategi
hubungan internasional berubah. Senjata pamungkas ini mengubah wajah perang
menjadi kehancuran umat manusia.
Gambaran jamur raksasa yang membumbung tinggi ke angkasa setelah jatuhnya
bom atom itu mentransformasikan sebuah "perimbangan kekuatan" (balance of power)
menjadi "perimbangan teror" (balance of terror). Pemilik nuklir tak bisa lagi
menggunakan senjata terakhir ini untuk menyerang musuhnya bila negara sasaran
memiliki senjata yang sama.
Amerika Serikat dan Uni Soviet telah menjadi kekuatan nuklir pertama yang
saling berlomba mengungguli. Sifat perang berubah dari bentrokan militer konvensional
yang melibatkan tank dan pesawat-pesawat tempur menjadi adu strategi nuklir. Karena
skala kehancurannya yang mengerikan, maka kedua negara adidaya tidak berani
memulai perang meski permusuhan ideologi diantara mereka sangat tajam. Maka
berkembang pula strategi-strategi baru sejalan dengan perkembangan kualitas dan
kuantitas senjata nuklir.
Bab ini akan mengulas perkembangan strategi nuklir dalam hubungan
internasional yang diakibatkan oleh kehadiran senjata pamungkas ini. Dengan
meminjam kerangka yang digunakan Charles W Kegley Jr dan Eugene R. Wittkopf
(1993)12, bab ini membagi perkembangan strategi nuklir menjadi tiga tahap, 1945-1962,
1962-1991 dan 1992- sekarang.
12
Charles W. Kegley Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics: Trend and Transformation. New York, St
Martin's Press, 1993, p. 419.
27
Menurut Morton H Halperin seperti dikutip Couloumbis, tujuan nasional,
kemauan untuk mengerahkan kekuatan, kesiapan menerima kemungkinan perang besar
dan pertimbangan politik domestik memberikan parameter bagi kebijakan nuklir. Jika
terjadi krisis nuklir maka pertimbangannya adalah sejauh mana serangan pertama itu
efektif. 13 Namun dalam perkembangannya asumsi serangan pertama ini pun mengalami
perubahan.
13
Theodore A Couloumbis and James H Wolfe , Introduction to International Relations: Power and Justice.
Englewood Cliffs, Prentice Hall, 1978, p.184.
28
Oleh sebab itulah kemudian berkembang pemikiran di Washington bahwa
senjata nuklir ini dialihkan dari berpotensi dipergunakan sebagai senjata strategis
menjadi senjata pencegah serangan. Perubahan kebijakan strategis ini dari compellence
(pemaksaan) kedalam deterrence (penggetar/pencegah) adalah cara untuk mencegah
lawan menggunakan apa yang ingin dilakukan pihak lainnya.
Pada periode ini kedua negara adidaya mengejar postur extended deterrence
(penggetar yang diperluas) Tujuan strategi ini adalah mencegah serangan kepada
pemilik nuklir tetapi juga sekutunya. Berkembanglah aliansi seperti terjadi di Eropa
dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan demikian juga terjadi sejumlah
aliansi militer di Asia.
29
Kemudian berkembanglah apa yang disebut dengan MIRV (multiple independently
targeted reentry vehicle). Ini adalah satu jenis rudal yang bisa melepaskan sejumlah hulu
ledak termasuk hulu ledak tipuan. MIRV ini dapat dipasang di rudal balistik antar benua
atau rudal yang diluncurkan dari kapal selam.
30
- Menggerakkan strategi AS dari menyiapkan perang melawan Uni Soviet dan
menggunakan senjata nuklir menjadi persiapan perang yang menggunakan senjata
pamungkas.
- Menerima visi Eropa bebas nuklir.
- Menggantungkan diri pada pasukan. AS mengupayakan perang jangka pendek.
- AS akan memobilisasi struktur kekuatan perimbangan untuk menghadapi
kekalutan yang akan muncul.
- Menggunakan senjata konvensional modern, bukan senjata strategis.
- Pengaturan apa yang disebut sebagai konflik intensitas menengah.
Senjata nuklir telah membawa perubahan dalam sejarah strategi negara adidaya
dan negara nuklir lainnya seperti Inggris, Perancis dan China. Perang Dingin menekankan
31
penggunaan nuklir tetapi bisa mencegah terjadinya perang yang menakutkan itu. Pasca
Perang Dingin melahirkan berbagai doktrin strategis baru yang menekankan pada
penggunaan senjata konvensional. Namun demikian sebagai salah satu senjata yang
prestise, nuklir tetap dicari seperti terjadi pada negara nuklir baru yakni India dan
Pakistan.
Menurut George F Kennan, mantan Dubes AS di Uni Soviet, potensi destruktif
perang nuklir global sangat besar sehingga tidak ada alasan politik untuk
membenarkannya. 14 Arnold J Toynbee berpendapat, pengembangan senjata nuklir
mungkin membuat perang menjadi kuno sama seperti berburu makanan tiap hari
menjadi tidak penting. Akhirnya, Liddle-Hart menegaskan, tujuan perang yang sah
adalah perdamaian yang lebih baik. Pernyataan ini berarti perang pada era nuklir
menjadi kehilangan kegunaannya sebagai instrumen kebijakan.
14 Charles W. Kegley Jr. dan Eugene R. Wittkopf. 1993. World Politics: Trend and Transformation. New
York, St Martin's Press. Hal. 185.
32
interaksi diantara dua adidaya ini antara 1945-1962, 1963-1978, 1979-1991 dan pasca
Perang Dingin.
Ketidakcocokan Ideologi
Interpretasi lain tentang penyebab terjadinya Perang Dingin adalah karena
perbedaan sistem yang dianut AS dan Uni Soviet. Menlu AS James F Byrnes
menyebutkan, "terlalu banyak perbedaan ideologis antara AS dan Rusia untuk bekerja
sama dalam jangka panjang." Kemudian Presiden Dwight Eisenhower mengumumkan,
AS menghadapi "ideologi bermusuhan dalam tingkat global, karaternya ateis, tujuannya
tidak bisa dipercaya dan metodenya busuk.
Oleh karena itu ketidakcocokan ideologis ini mencegah terjadinya kompromi.
Seperti perang agama pada masa lalu, Perang Dingin menjadi pertempuran untuk
33
memperebutkan hati dan alam pikiran. Pertikaian itu bermula dari persepsi saling
berlawanan yang disebutnya merupakan pertempuran antara baik dan buruk, yang jahat
dan yang lurus.
Salah Persepsi
Penjelasan ketiga mengenai penyebab munculnya Perang Dingin adalah faktor-
faktor psikologis, khususnya salah persepsi dari kedua belah pihak. Aliran yang
menganut paham ketiga ini menilai konflik kepentingan dan ideologi merupakan
penyebab sekunder. Pendukung alasan ketiga ini menunjukkan memang ada bukti-bukti
adanya saling tidak percaya dalam melihat karakter masing-masing.
Citra Soviet
Bagi orang Soviet, alasan yang meragukan niat Amerika banyak sekali. Rakyat Uni
Soviet hidup dalam memori tentang partisipasi AS dalam intervensi Sekutu atas Rusia
tahun 1918-1919. Sekutu ini ingin mempertahankan dari kejatuhan terhadap Jerman
tapi ternyata malah jatuh ke tangan kelompok anti Bolshevik. Sikap tidak mengakui Uni
Soviet secara diplomatis sampai 1933 juga sangat mendalam dalam memori rakyat.
Citra AS
Sebaliknya AS juga memiliki citra tersendiri terhadap Uni Soviet. AS merasa tidak
mempercayai Uni Soviet. Misalnya, Stalin menyatakan tidak akan membubarkan
mobilisasi angkatan bersenjata tahun 1946. Padahal saat itu terlibat dalam demobilisasi
militer secara besar-besaran. AS juga curiga Rusia tidak berkeinginan melakukan
pemilihan yang demokratis di wilayah yang telah dibebaskan dari Nazi.
Faktor Lain
Gambaran yang akurat tentang asal-usul Perang Dingin juga harus
mempertimbangkan penyebab lain disamping konflik kepentingan, perbedaan ideologi
dan citra yang berbeda. Misalnya perlu dilihat adanya "kevakuman kekuasaan" yang
34
mengundang terjadinya konfrontasi. Selain itu ada faktor tekanan kebijakan luar negeri
dari kelompok kepentingan dan perubahan iklim politik di masing-masing masyarakat.
Periode 1945-1962
Dalam waktu singkat pernah terjadi persahabatan antara AS dan Uni Soviet.
Namun kemudian muncul antagonisme antara dua negara adidaya. Ada dua karakter
pada periode ini. Pertama, adanya keprihatinan akan ambisi rivalnya. Hal tersebut
menimbulkan pesimisme. Kedua, AS merupakan kekuatan militer sangat kuat. AS juga
memiliki kemampuan menghancurkan musuhnya dengan senjata atom. Dalam periode
ini muncul hal-hal sbb;
Doktrin Pembendungan
Bulan Februari 1946, Stalin memberika pidato yang berbicara tentang "tak
terhindarnya konflik dengan kekuatan kapitalis. Ia mendesak rakyat Soviet untuk tidak
terperdaya dengan berakhirnya perang yang berarti negara bisa santai. Sebaliknya perlu
mengintensifkan usaha memperkuat dan mempertahankan tanah air. Tidak lama
setelah muncul tulisan George F Kennan, diplomat di Kedubes AS di Uni Soviet, yang
memaparkan tentang kefanatikan Soviet, Presiden Harry S Truman mendeklarasikan apa
yang kemudian disebut Doktrin Truman. Doktrin ini menggarisbawahi strategi
pembendungan politik luar negeri AS sebagai cara untuk menghambat ambisi
ekspansionis Uni Soviet. Selain itu AS juga merekrut sekutu-sekutunya untuk
mewujudkan tujuan itu.
35
(kutub) lain muncul Uni Soviet dengan sekutunya. Di Eropa muncul Pakta Pertahanan
Atlantik Utara (NATO) yang berhadapan dengan Pakta Warsawa. Di berbagai kawasan
pun muncul blok-blok yang memihak AS dan Uni Soviet sebagai salah satu konsekuensi
persaingan antara dua adidaya.
Periode 1963-1978
Periode ini ditandai dengan dua hal penting yakni koeksistensi damai dan Détente
(Peredaan Ketegangan). Persaingan yang terus menerus antar dua adidaya membuat
soal koeksistensi dan non koeksistensi menjadi pilihan. Dalam situasi seperti itu,
menemukan cara bagaimana koeksistensi menjadi mendesak. Hubungan Uni Soviet-AS
mengalami hal dramatis dengan terpilihnya Richard Nixon. Didampingi penasihat
keamanannya, Henry A Kissinger, Nixon berusaha menempuh pendekatan baru
terhadap Uni Soviet tahun 1969. Pendekatan itu disebut détente (peredaan
ketegangan). Ternyata Uni Soviet juga mengambil pendekatan yang sama.
Sebagai sebuah strategi politik luar negeri, détente dijelaskan Kissinger sebagai
upaya menciptakan "kepentingan tertentu dalam kerja sama dan pembatasan", "sebuah
lingkungan dimana kompetitor dapat meregulasi dan menghambat perbedaan diantara
mereka dan akhirnya melangkah dari kompetisi menuju kerja sama".
Periode 1979-1991
Meskipun détente sudah dipelihara secara terus menerus tapi akhirnya tidak
bertahan. Akhirnya semangat détente ini mudah berakhir 1970-an.
36
sebelumnya. Uni Soviet pecah menjadi 15 negara yang masing-masing memilih jalan
sendiri tapi tak satupun yang memilih komunis.
15 Norman Lowe. 1988. Mastering Modern World History. London, Macmillan. hal.302.
37
berlangsung tiga tahun 1950-1953 yang berakhir dengan pembagian dua Korea sampai
sekarang.
Perang Korea semakin menunjukkan bahwa lima tahun sesudah Perang Dunia II,
kawasan Asia Pasifik pun dilanda ketegangan akibat rivalias AS-Soviet. Terbaginya Korea
menjadi negara komunis dan kapitalis menunjukkan pengaruh dua negara besar yang
bersaing memperebutkan pengaruh dunia. Bahkan sampai sekarang, Korut masih
menganut komunis meski Soviet telah berpaling ke kapitalisme dan liberalisme.
38
Selama kekuasaan Presiden Nixon antara lain pada periode 1969-1974, terdapat
sekitar 500.000 tentara Amerika di Vietnam yang terlibat perang. Namun pada akhir
1972, separuh Vietnam Selatan dikuasai Vietkong. Hal itu juga disebabkan bantuan
China dan Soviet. Januari 1973 diatur gencatan senjata. Disepakati, AS mundur dari
Vietnam dan Vietnam Utara dan Selatan menghormati perbatasannya. Namun April
1975, ibu kota Vietnam Selatan, Saigon jatuh ke tangan Vietnam Utara dan Vietkong.
Kemenangan Vietnam Utara jelas tidak lepas dari bantuan persenjataan dan
personel Soviet dan China yang pada waktu itu satu kubu dalam kekuatan komunis.
Vietnam telah menjadi medan pertempuran militer dua negara adidaya yang berebut
pengaruh. AS khawatir jatuhnya Vietnam akan menimbulkan efek domino yang
menyebabkan seluruh negara Asia Tenggara jatuh ke tangan komunis. Ramalan AS ini
yang disebut teori domino ternyata meleset. Asia Tenggara tidak komunis seluruhnya.
Bahkan di penghujung abad ke-20 ini dapat disaksikan , tanpa pertempuran dan
jatuh korban, penganut komunis mengubah haluannya untuk menerima ekonomi pasar
yang jadi jantung kapitalisme. Itu tercapai karena Soviet bubar akibat ideologinya
menjadi usang bagi masyarakatnya. Soviet memilih kiblat kapitalisme dan demokrasi
sama dengan China di bawah Deng Xiaoping yang memilih hidup berdampingan secara
damai.
39
BAB VI
HUBUNGAN INTERNASIONAL ASIA TIMUR
PASCA PERANG DINGIN
Perang Dingin (Cold War) ditandai dengan pembagian blok yang kentara antara
Blok Timur pimpinan Uni Soviet yang berhaluan komunis dengan blok Barat pimpinan
Amerika Serikat yang menganut kapitalisme. Hubungan internasional pada kurun waktu
sejak berakhirnya Perang Dunia II tak lepas dari kerangka Perang Dingin.
Dominasi Uni Soviet dan Amerika Serikat terhadap para sekutunya menyebabkan
hubungan internasional sangat dipengaruhi kepentingan kedua negara adidaya. Tidak
mengherankan muncullah blok-blok aliansi yang lebih didasarkan pada persamaan
ideologis.
Hampir semua langkah diplomatik dipengaruhi oleh tema-tema ideologis yang
kemudian dilengkapi dengan perangkat militer. Pertentangan sistem hidup komunis
dan liberal ini sedemikian intensifnya sehingga pada akhirnya perlombaan senjata tak
dapat dihindarkan lagi karena dengan jalan menumpuk kekuatan nuklir itulah jalan
terakhir menyelamatkan ideologinya.
Menurut Juwono Sudarsono (1996), secara resmi apa yang dikenal sebagai Perang
Dingin berakhir pada kurun waktu 1989-1990 dengan runtuhnya Tembok Berlin pada 9
November 1989 serta menyatunya Jerman Barat dan Timur pada 3 Oktober 1990.
Perkembangan itu disusul dengan bubarnya Uni Soviet pada 25 Desember 1991
bersamaan dengan mundurnya Mikhail Gorbachev sebagai kepala negara. Setelah
berakhirnya Perang Dingin yang ditandai antara lain runtuhnya Tembok Berlin dan
bubarnya Uni Soviet, Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara adidaya.
Bab ini berusaha mengeksplorasi tema-tema yang muncul dalam hubungan
internasional setelah Perang Dingin. Munculnya tema-tema baru atau berlanjutnya
tema-tema lama dalam kerangka hubungan antar bangsa tak hanya mengubah cara
40
pandang negara besar terhadap negara kecil tetapi juga dalam tingkat tertentu bisa
menggeser pola diplomasi antar negara.
Isu-isu baru
Berakhirnya salah satu episode dalam hubungan antar bangsa berupa Perang
Dingin, melahirkan realitas baru dalam perhatian negara besar dan negara yang bekas
komunis. Isu-isu utama yang menjadi pilar hubungan internasionalpun mengalami
pergeseran. Meskipun isu lama yang menyangkut keamanan nasional dan pertentangan
41
masih tetap berlanjut namun tak dipungkiri adanya perhatian baru dalam tata hubungan
antar negara dan antar bangsa.
Menurut Juwono, sedikitnya ada empat isu yang jadi sorotan baru. Pertama, pada
era pasca Perang Dingin, perhatian lebih difokuskan pada usaha memelihara persatuan
dan kesatuan bangsa menghadapi lingkungan internasional yang belum jelas. Pakar
Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia ini menyebutkan, lingkungan
internasional sekarang lebih kabur, lebih tidak menentu dan lebih mengandung
kompetisi meraih akses pada ilmu, modal dan pasar di negara-negara kaya.
Kedua, sorotan ini tidak terlalu baru tapi sekarang muncul ke permukaan yakni
soal keamanan regional. Fenomena di Asia Tenggara dengan prakarsa ASEAN
mengukuhkan zona bebas nuklir termasuk salah satu ciri dimana keamanan regional
penting bagi kawasan ini.
Ketiga, sorotan dunia jatuh kepada masalah ekonomi-politik internasional. Isu ini
sebenarnya telah bangkit sekitar 1971-1972 ketika sistem Bretton Woods runtuh pada
saat kebangkitan ekonomi Jerman dan Jepang mulai menganggu pasar AS. Jika disorot
lebih dalam, pembentukan blok-blok ekonomi bisa dikatakan sebagai akibat dari
menguatnya isu ini.
Menurut Juwono, perhatian keempat terpusat pada apa yang dinamana sebagai
“3 in 1” yakni lingkungan hidup, hak asasi manusia dan demokratisasi. Dibandingkan
dengan tiga tema di atas, isu ini sangat dominan dalam pemberitaan pers internasional.
Bahkan dalam setiap konferensi dan pertemuan puncak, masalah ini tidak jarang
disinggung terutama ketika negara-negara industri menyoroti negara-negara yang
sedang berkembang.
Bilhari Kausikan (1993), Direktur Biro Asia Timur dan Pasifik di Kemlu Singapura
sudah meramalkan bahwa isu HAM telah menjadi isu yang legitimate dalam hubungan
antar negara. Ia menyatakan, bagaimana sebuah negara memperlakukan warga
negaranya tak lagi masalah eksklusif sebuah negara. Pihak lain dapat dan memiliki
legitimasi mengklaim keprihatinan terhadapnya.
“Kini sedang muncul budaya global HAM dan tubuh hukum internasional
mengenai HAM perlahan berkembang terkodifikasi melalui Piagam PBB, Deklarasi
42
Universal HAM dan instrumen lainnya,” tulis Kausikan seraya menegaskan bahwa isu
HAM tetap tidak akan menjadi isu utama dalam hubungan internasional. Namun
demikian, penekanan Barat terhadap HAM akan mempengaruhi nada dan tekstur
hubungan internasional pasca Perang Dingin.
Menurut Kausikan, isu-isu HAM menyangkut soal upah, kondisi bekerja, serikat
buruh, standar hidup, hak-hak wanita dan anak-anak, hiburan dan waktu cuti, keamanan
dan tunjangan sosial serta lingkungan. Ia melihat telah terjadi pemaksaan dari Barat
untuk menentukan standar HAM yang seharusnya dilaksanakan negara-negara di Asia
misalnya.
Sedangkan Aryeh Neier, Direktur Human Rights Watch, menyebutkan lebih
spesifik nilai-nilai HAM yang disebarkan di seluruh dunia. Ia antara lain menyinggung
soal hak setiap orang bebas dari hukuman tak adil dan arbitrari, persamaan ras, etnik ,
agama atau gender. Hal-hal ini ikut menentukan pola hubungan antar negara.
Hasjim Djalal dalam tulisannya Indonesian Foreign Policy at the Advent of 21st
Century menyebutkan, The Problem of democratization and human rights will also
become more prominent and their impact on foreign policy cannot be ignored. Analisis
Djalal itu menunjukkan bahwa masalah yang menyangkut hak asasi manusia, dari sudut
manapun ditinjaunya, akan memberikan dampak terhadap politik luar negeri suatu
negara. Hal itu juga berarti bahwa kontak satu entitas politik dengan entitas lainnya akan
mendapat bobot soal HAM ini.
Dalam kasus HAM dan juga demokratisasi sebagai contoh dapat dilihat bagaimana
Uni Eropa dan Amerika Serikat bersikap terhadap Myanmar. Negeri yang pernah
melakukan pemilu tahun 1990 yang dimenangkan Liga untuk Demokrasi pimpinan Aung
San Suu Kyi ini terpaksa harus hidup dalam situasi darurat terus menerus.
Untuk menjaga keadaan darurat itu, militer Myanmar membentuk apa yang
dinamakan Dewan Pemulihan Hukum Negara dan Ketertiban (State Law and Order
Restoration Council). Sampai tahun 1997, SLORC masih bertahan atas nama ketertiban
negara. Melalui Konvensi Nasional sedang disusun konstitusi yang kemudian akan
melahirkan pemilihan umum.
43
Perubahan lingkungan mempengaruhi hubungan antar bangsa. Jika pada masa
Perang Dingin isu-isu ideologis dan militer sangat dominan. Hampir semua hubungan
antar bangsa diterjemahkan kedalam konteks perang ideologi. Pada era pasca Perang
Dingin, tema-tema ideologis menyurut. Sebagai gantinya muncul isu-isu seperti hak
asasi manusia, politik-ekonomi dan demokratisasi sebagai salah satu indikator yang
menentukan hubungan internasional
44
BAB VII
CHINA DAN ASIA
45
Uni Soviet dengan ideologi komunis yang berbengaruh di belahan Eropa Timur telah
menjadi getaran transformasi di seluruh belahan dunia. Banyak negara yang
menerapkan sistem multipartai dan sistem demokrasi, namun China tetap teguh dan
kokoh dengan ideologi komunis. Prinsip China dalam mempertahankan komunis telah
menjadikan kekuatan yang besar bagi negaranya. Dengan menerapkan sistem komunis,
pada dasarnya berdirinya China mengadopsi sistem pemerintahan yang tertutup
terhadap dunia luar. Jadi, segala kehidupan masyarakat seperti ekonomi, politik, sosial,
budaya dan sebagainya dikontrol oleh Komunisme.
Dalam tradisi komunis China memiliki sistem yang sentralis selama tiga dekade
pertama. Era pertama, tahun 1949-1956 merupakan masa rekonstruksi dan reformasi.
Era kedua atau disebut One Man Management (manajemen tunggal), tahun 1956-1959
China telah mengimpor teknologi dan pemikiran ala Soviet, namun tidak bisa
mengimprovisasi negaranya. Kemudian dilanjutkan era ketiga dengan Great Leap
Forward (lompatan jauh kedepan), tahun 1959-1960 dengan sebuah reformasi Budaya.
Deng Xiaoping juga seorang dari Partai Komunis namun Ia dari fraksi reformis. Kebijakan
Deng telah mereformasi sistem ekonomi China menjadi lebih bebas atau dengan pola
sistem liberal. Kebijakan tersebut juga telah mendorong perubahan sistem ekonomi
yang tertutup menjadi terbuka. Dengan menerapkan reformasi ekonomi, Deng berhasil
membawa kemajuan China menjadi negara yang semakin maju dan kuat. Oleh karena
itu, selama era reformis China telah mengalami banyak gejolak perubahan. Kehidupan
sosial semakin meningkat, ekonomi maju, sehingga masyarakat miskin China semakin
berkurang.
46
Gambar 4: Sistem Pemerintahan China
16
https://www.slideshare.net/viperenz02/p-kn-sistem-pemerintahan-indonesia
47
kedaulatan. Dalam meningkatkan peranya di lingkungan internasional China telah
mendorong sebuah modernisasi, keterbukaan dan perubahan. Dengan demikian China
juga mendukung terciptanya dunia yang aman dan damai. Mengenai pembangunan,
tata ekonomi dan politik dunia yang baru, China berharap dunia internasional bisa damai
dalam jangka waktu panjang yang dapat mensuport pembangunan semua negara di
dunia. Dengan demikian China menerapkan lima prinsip untuk kelangsungan hidup
negaranya yakni menghormati kedaulatan dan integritas territorial (wilayah); tidak
mencampuri urusan dalam negeri; tidak saling menyerang; kesetaraan dan keuntungan
bersama; dan hidup damai secara berdampingan.
Gambar 5 : Peta China
Sumber: maps.com
Kerangka konsep yang mempengaruhi hubungan China dengan Asia dan dunia
intenasional adalah17
17
Andi Hallang. 2007. Pola Perubahan Kebijakan Luar Negeri Cina. dalam LITE, Volume 3, Nomer 2,
September 2007.
48
1. Kerajaan Tengah (Zhongguo)
China adalah negara yang sangat bangga dengan masa lalunya yang besar dan yang
paling beradab. Oleh karena itu, China mengganggap dirinya sebagai Zhongguo
(Kerajaan Tengah), sehingga negara di luar China adalah tidak sederajat. Dalam hal ini,
China adalah Jia Zhang (pemimpin keluarga) yang lainnya adalah adalah anggota
keluarga. Sehingga hubungan dengan negara lain adalah didasari pemberian upeti
negara lain kepada China (Tributary Relationship).
2. China Sebagai Kekuatan yang Tidak Puas
Ditinjau dari sudut kekayaan, luas wilayah, serta jumlah penduduk. China memiliki
potensi kekuatan dunia. Dalam kenyataannya sampai sekitar akhir tahun 1970-an China
adalah negara yang terisolir dari dunia internasional. Akibatnya, politik luar negeri China
sedikit banyak bertujuan untuk mendapatkan “kepuasan” yang tidak dimilikinya
tersebut.
3. Anti Imperialisme sebagai Ideologi
Bagi bangsa China imperialisme sebagai musuh utama. Pengalaman sejarah yang
sangat menyakitkan bangsa China, di mana setelah Perang Candu sebagian wilayah
China diduduki oleh negara-negara Eropa dan Jepang. Oleh karena itu, imperialisme
adalah bahaya laten yang harus diwaspadai.
4. Teori Tiga Dunia
Teori ini merupakan kombinasi dan perkembangan terakhir dari “Zona Perantara”
yang dikemukakan Mao Zedong. Zona perantara yang dimaksud adalah daerah
penyangga yang terletak di antara AS dan Uni Soviet sebagai dua kekuatan utama. Dalam
Teori Tiga Dunia bangsa China menempatkan diri ke dalam dunia ketiga untuk bersama-
sama melawan negara-negara adi daya.
Dari kerangka itu pada waktu Perang Dingin didominasi oleh pandangan Mao
Zedong sampai meninggal. Setelah Deng Xiaoping berkuasa tahun 1978 China membuka
diri dan menegaskan hidup damai berdampingan meskipun ideologi berbeda. KTT China-
Amerika Serikat menandai perubahan mendalam dalam interaksi China dengan dunia
sehingga mampu menyerap teknologi dari luar yang kemudian mampu
ditransformasikan kedalam pengembangan di dalam negerinya.
49
Deng yang dikenal lebih prakmatis dari Mao, sangat percaya bahwa pembangunan di
China akan berhasil dengan mengandalkan kemampuan luar negeri untuk kepentingan
dalam negeri (Yangwei Zhongyong) dibandingkan dengan Mao yang berpendirian berdiri
di atas kaki sendiri (Zili Gengsheng).18
Dalam hal ini, Deng melihat hubungan baik hubungan baik dengan AS dan negara-
negara Barat sebagai landasan untuk mewujudkan cita-cita China yang modern. Tujuan
demikian, dituangkan dalam kebijakan Empat Modernisasi (Sige Xiandaihua) dan Politik
Pintu Terbuka (Kaifang Zhengzi). Melalui dua kebijakan ini, Deng berhasrat untuk
menjadikan China sebagai salah satu kekuatan besar, dan ini menandai kelahiran “China
Baru”.
Pada era Hu Jintao, China mengajukan konsep Harmonious Society dengan
menyebarkan bentuk diplomasi China yang baru yang selaras dengan konsep
harmonisasi. Diplomasi bentuk ini memiliki beberapa ciri
- Secara politik, semua negara harus menghormati satu sama lain dan
mempromosikan demokrasi;
- Secara ekonomi, semua negara harus bekerja bersama-sama untuk
memajukan globalisasi ekonomi dalam koridor perkembangan yang
seimbang, keuntungan yang setara dan proses win-win;
- Dalam isu budaya, semua negara harus menghormati perbedaan satu sama
lain dan berusaha untuk memajukan peradaban manusia;
- Dalam isu keamanan, semua negara harus saling percaya, memperkuat
kerjasama, dan menyelesaikan konflik internasional dengan perdamaian
dan brusaha menjaga keamanan dan stabilitas dunia;
- Dalam isu lingkungan, semua negara harus membantu, bekerja sama dan
berusaha untuk menjaga bumi, yang menjadi satu-satunya rumah bagi
seluruh manusia.
18
Andi Hallang. Ibid.
50
Dengan politik luar negeri itu yang mengalami perubahan maka hubungan dengan
Asia dimulai yang sifatnya konfontratif sampai bekerja sama dan kemudian menjadi
perilaku negara besar karena kebutuhan akan eksistensinya. Dalam pola perilaku
dengan Asia tampak bahwa China memainkan peran yang pada satu sisi eningkatkan
kekuatan militer tetapi di sisi lain juga menjalin kerjasama ekonomi, bahkan investasi
dan bantuan ekonomi.
Sumber: https://www.eia.gov/
Beberapa gambaran bagaimana ekonomi China dapat dilihat dari grafik berikut
selain bagaimana konsumsi minyak yang terus menerus naik untuk mengelola hampir
dua milyar penduduk. China telah menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia karena
tidak hanya memproduksi barang industri dan manufaktur tetapi juga konsumen China
yang sangat besar.
51
Gambar 7: Pertumbuhan Ekonomi China
Sumber: https://visual.ly/
Demikian juga di era digital sekarang, negeri ini juga memanfaatkan kemajuan
teknologi untuk memberikan nilai tambah bagi masyarakat konsumen di China dan
dunia. Seperti dapat dilihat di dalam gambar berikut China memiliki kemampuan untuk
menyalip Amerika Serikat dalam pengertian produk domestik bruto. Dalam gambar
yang membandingkan AS dan China tampak bahwa volume perdagangan China tidak
dapat dianggap remeh.
52
Gambar 8: Pasar Digital China
Sumber: https://economy.okezone.com/
Untuk mengetahui bagaimana peran China dalam hubungan internasional di Asia
maka dalam gambar berikut terlihat bagaimana pertarungan kekuatan antara China dan
AS memberikan dampak ke kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara. Anggota ASEAN akan
terdampak langsung dengan adanya persaingan global antara China dan Amerika
Serikat. Dari gambaran itu tampak bahwa hubungan internasional di Asia Tenggara juga
akan terpengaruh oleh adanya persaingan antara AS dan China.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberikan sinyal bahwa China tidak
akan dibiarkan menguasai ekonomi dan politik internasional karena akan mengganggu
kepentingan AS di Asia. Ini berarti selama Trump berkuasa maka akan selalu ada politik
pembendungan kekuatan China baik di Asia maupun dunia. Berbeda dengan Presiden
Barack Obama yang cenderung melakukan kompromi maka AS di bawah Trump
mengambil sikap tarik ulur untuk menekan China. Ini berarti, China tidak hanya memiliki
kekutan besar secara ekonomi namun juga sebagai konsekuensi menguatnya China,
negara ini semakin asertif dalam mengklaim kepentingannya terutama di kawasan Asia.
53
Gambar 9: ASEAN dan China
China tidak hanya memiliki kekuatan ekonomi yang dapat mempengaruhi pola
hubungan internasional di Asia Timur dan Asia Tenggara. China juga melengkapi dirinya
dengan kekuatan militer yang semakin hari semakin kuat. Misalnya China telah memiliki
kapal induk buatan sendiri yang dapat digunakan di perairan Pasifik sehingga dapat
efektif dalam mengontrol kawasan Laut China Selatan yang masih dipenuhi dengan
konflik perbatasan maritim. Dalam gambar berikut ini terlihat peningkatan anggaran
militer China dari tahun ke tahun. Angka-angka tersebut menunjukkan betapa China
sangat memperhatikan perkembangan militernya yang dimanfaatkan menopang
kegiatan ekonomi di luar negeri. China telah mengembangkan pasar ke Afrika serta
menjaga jalur impor minyak yang juga diperlukan dalam menjaga pertumbuhan
ekonomi.
54
Gambar 10: Militer China
55
Gambar 11: Anggaran Militer Negara di Dunia
56
Gambar 12: Perimbangan Militer di Asia
Sumber: CSIS
Perimbangan militer di Asia Timur dan Asia Tenggara ini memberikan gambaran
betapa kekuatan militer menjadi alat diplomasi sekaligus faktor penggetar kepada
negara lainnya. Negara yang memiliki kekuatan militer darat, laut dan udara yang solid
akan memiliki kekuatan diplomasi terutama ketika terjadi pertikaian perbatasan seperti
terjadi di Laut China Selatan.
57
BAB VIII
JEPANG DAN ASIA
Jepang memiliki hubungan yang pahit dengan sebagian besar negara Asia. Jepang
saat Perang Dunia II menjadi kekuatan yang tidak tertandingi sehingga dapat menduduki
kawasan dari Manchuria sampai Indonesia. Pengalaman Perang Dunia II ini sangat
membekas di banyak negara di Asia setelah Perang Dunia II. Namun demikian bab ini
akan banyak membahas Jepang dan Asia pasca Perang Dunia II karena akan lebih relevan
dengan studi Hubungan Internasional di Asia.
Dengan latar belakang Jepang sebagai kekuatan yang dahsyat di Asia maka
lumpuhnya Jepang akibat dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan Hirosima
menyebabkan perubahan lanskap hubungan di Asia. Indonesia mendapatkan
kemerdekaan setelah Jepang menyerah akibat serangan nuklir Amerika Serikat.
Kekosongan kekuasaan yang tiba-tiba ini menimbulkan kekacauan di banyak negara
Asia. Sebagian ada yang menyataka merdeka dan sebagian negara masih di dalam
perlindungan negara lain seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Bahkan Korea Selatan
juga memiliki hubungan dengan dengan Amerika Serikat seperti halnya Taiwan.
Diantara subjek yang menjadi perhatian hubungan Jepang dan Asia menyangkut
dua hal yakni keamanan dan ekonomi. Bab ini akan menyinggung terlebih dahulu
bagaimana persepsi Jepang terhadap keamanan di Asia dan sebaliknya bagaimana pula
negara-negara Asia memandang kekuatan militer Jepang.
Arah kebijakan Jepang
Kebijakan keamanan dan pertahanan Jepang pasca Perang Dunia II didominasi
oleh Doktrin Yoshida yang memformulasikan bahwa Jepang memiliki kekuatan
minimum pertahanan melalui Japan Self Defence Force (JSDF) yang kemudian dibentuk
tahun 1954. Doktrin ini memuaskan Amerika Serikat dan negara tetangga Jepang yang
tidak menghendaki negara ini menjadi kekuatan militer kembali.
58
Kebijakan keamanan dan luar negeri Jepang pasca Perang Dunia II didominasi oleh
Doktrin Yoshida. Butir-butir penting dari doktrin ini yang mengandung batas minimum
kekuatan Jepang dalam mempertahankan diri adalah:
1. Pemulihan perekonomian dalam negeri Jepang harus menjadi tujuan
utama nasional. Dalam hal ini, Kerjasama Ekonomi-Politik dengan Amerika Serikat
sangatlah penting.
2. Jepang akan tetap menjadi Negara tanpa militer, dan menghindari
keterlibatan dalam isu strategis-politik apapun demi menghindari perpecahan
dalam negeri dan menurunnya produktifitas bidang industri.
3. Untuk menjamin keamanan Jepang dalam jangka panjang maka Jepang
menyediakan pangkalan bagi Angkatan Laut, Udara, dan Darat Amerika Serikat.
Doktrin yang lahir dari nama Perdana Menteri Jepang Shigeru Yoshida berangkat
dari keprihatinan akan situasi politik dan ekonomi di dalam negeri Jepang. Konsekuensi
dari doktrin ini adalah Jepang mendapatkan kesempatan memperbaiki ekonomi yang
hancur akibat Perang Dunia II. Negeri Sakura ini melakukan pembangunan industri
besar-besaran di dalam negerinya. Amerika Serikat dijadikan mitra dagang utama
Jepang melalui doktrin ini. Amerika Serikat dijadikan sasaran hasil industry Jepang
seperti otomotif, elektronik dan produk berteknologi tinggi sampai tahun 1970-an.
Karena kebutuhan di dalam negerinya, Jepang juga memperbaiki hubungan
dengan bekas koloninya di Asia Tenggara. Dengan Indonesia misalnya Jepang
meningkatkan perdagangannya selain juga memberikan ganti rugi akibat perang.
Demikian juga ke Korea Selatan pada tahun 1950-an dan tahun 1960-an.
Berkat doktrin Yoshida yang memusatkan perhatian ke dalam negeri, Jepang maju
ekonominya. Sejalan dengan semakin baiknya postur ekonomi Jepang, maka Jepang juga
mulai menata politik luar negerinya. Hal ini dipicu antara lain sentimen negatif terhadap
Jepang tahun 1970-an dari beberapa negara Asia. Jepang yang semakin kuat ditafsirkan
sebagai ancaman munculnya penjajahan model baru seperti terjadi pada militerisme
Jepang jelang Perang Dunia II. Asia era Perang Dingin ditandai oleh Perang di Vietnam
dan Perang Korea. Di ajang perang Vietnam, komunisme mendapat kemenangan
sehingga Amerika Serikat mundur dan Vietnam berada di dalam pemerintahan komunis.
59
Situasi itu selain mengkhawatirkan Jepang juga menimbulkan bahaya bagi Jepang
yang haus akan bahan mentah dari Asia Tenggara. Situasi itu dijawab Jepang dengan
lahirnya Doktrin Fukuda yang berasal dari nama PM Fukuda Takeo yang berkuasa 1976-
1978. Doktrin Fukuda diberlakukan tahun 1977 dan Jepang juga memperbaiki hubungan
dengan China melalui perjanjian damai tahun 1978.
Doktrin Fukuda yang fokus ke luar negeri antara lain menyatakan pertama, Jepang
tidak akan menjadi negara militer, dan akan berkomitmen dalam menjaga perdamaian.
Kedua, Jepang bermaksud menjalin hubungan baik dengan negara-negara Asia Tenggara
lainnya berdasarkan asas dari hati ke hati (heart to heart). Ketiga, epang berniat untuk
membantu negara-negara ASEAN dalam membangun hubungan yang baik dengan
negara-negara Indochina yang kemudian akan berpengaruh pada perdamaian dan
kesejahteraan kawasan Asia Tenggara.
Konsekuensi dari Doktrin Fukuda ini adalah ikut sertanya Jepang dalam kancah
internasional di Asia. Dalam penyelesaian konflik di Indochina, Jepang pertama,
mengirimkan 1800 personil tentaranya untuk bergabung dengan pasukan perdamaian
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang ditempatkan di daerah konflik. Kedua, Jepang
ikut memainkan peran penting sebagai mediator dalam proses penarikan pasukan
Vietnam di Kamboja. Ketiga, Jepang mengajak pemerintah Vietnam untuk berdialog dan
menjanjikan sejumlah bantuan ekonomi, asalkan Vietnam menarik pasukannya dari
Kamboja. Melalui doktrin inilah hubungan Jepang Asia Tenggara juga berkembang pesat
dengan adanya Official Development Assistance (ODA) dari Jepang.
Setelah Fukuda Jepang semakin berperan di Asia. PM Zenko Suzuki menegaskan
lagi posisi negaranya dengan menekankan kepada tiga prinsip yakni
1) Jepang tidak akan memainkan peranan militernya di dalam masyarakat
dunia,
(2) Jepang akan memainkan peranan politiknya untuk ikut menjaga upaya
perdamaian dunia,
(3) Jepang akan menekankan perbaikan ekonomi dalam tiga 3 hal yaitu
kerjasama ekonomi, pengembangan sumber daya manusia, dan peningkatan
ekonomi mikro.
60
Jepang melakukan penguatan dalam hubungan dengan Asia melalui pernyataan
PM yaitu Noboru Takeshita tahun 1987. Dalam pidato Takeshita berjudul “Japan and
ASEAN a new partnership toward peace and prosperity”, Takeshita berkonsentrasi
kepada tiga prisip dasar yaitu; untuk memperkuat kerjasama ekonomi dengan negara-
negara ASEAN, kerjasama politik dengan negara-negara ASEAN, dan mempromosikan
pertukaran budaya.
Menurut Adiastri yang mengutip Sudo Sueo (1992) bahwa terdapat tiga alasan
keterlibatan aktif Jepang di Asia Tenggara sejak ditetapkannnya doktrin Fukuda
tersebut19:
(1) Terkait dengan menurunnya security role Amerika di wilayah Asia Tenggara
sehingga doktrin Fukuda memberikan kerangka sistematis bagi arah politik Jepang di
wilayah ini. Lebih lanjut, Jepang mencoba memainkan peran sebagai mediator dengan
membawa misi perdamaian antara negara-negara ASEAN dengan blok Indochina;
(2) Sejak deklarasi doktrin Fukuda, pemerintah Jepang telah secara aktif
membangun hubungan dengan ASEAN sebagai organisasi regional utama. Hal ini
dibuktikan dengan adanya dukungan Jepang kepada proyek-proyek regional,
pendanaan bagi pertukaran budaya, dan konferensi-konferensi yang sering dilakukan
antara menteri-menteri luar negeri Jepang dan negara-negara ASEAN;
(3) Kebijakan Jepang terhadap masalah Utara Selatan, menjadi lebih konstruktif
sejak 1978 dengan adanya peningkatan tekanan politik dari ASEAN dan pendekatan
UNCTAD yang kelima di Manila.
Selama Perang Dingin, Jepang menganggap Asia Tenggara penting karena
(1) Kepentingan utama Jepang di Asia Tenggara terkait dengan
ketergantungan komersial dan sumber daya. JICA (Japan International
Cooperation Agency) menyatakan bahwa Asia Tenggara penting karena
kedekatan secara geografis dengan Jepang, sehingga negara negara ini
terkait dengan Jepang secara ekonomi, budaya, dan sejarahnya;
19
Adiasri Putri Purbantina. 2013. Dari Yoshida Doctrine ke Fukuda Doctrine: Politik Luar Negeri Jepang
di Asia Tenggara Pasca-Perang Dunia II. Global & Policy Vol.1, No.1, Januari - Juni 2013.
61
(2) Asia Tenggara berada di rute perdagangan utama Jepang, yaitu Selat
Malaka, dimana wilayah ini penting bagi jalur suplai minyak Timur Tengah
menuju Jepang;
(3) Terkait dengan jalur laut di wilayah ini, Jepang memiliki kepentingan
terjaganya kohesi di Asia Tenggara, terutama stabilitas di Indonesia;
(4) Terkait dengan jumlah warga negara Jepang yang tinggal ataupun
berkunjung di Asia Tenggara;
5) Kemunculan China sebagai kekuatan di kawasan Asia Pasifik.
Kemudian Perdana Menteri Kiichi Miyazawa tahun 1991 melanjutkan kebijakan
Jepang menjalin hubungan yang erat dengan negara-negara ASEAN. Dalam kebijakan
luar negerinya Miyazawa menekankan empat point penting yaitu;
1. Mempromosikan dialog politik dan keamanan antara negara-negara
Kawasan ASEAN sebagai upaya memperkuat stabilitas keamanan dan
perdamaian di Asia Pasifik, dan untuk memikirkan secara serius mengenai
visi dari masa depan keamanan di kawasan Asia-Pasifik.
2. Melanjutkan upaya untuk meningkatkan perekonomian negara-negara
kawasan Asia Pasifik, dan mempromosikan perkembangan ekonomi yang
dinamis.
3. Berupaya secara aktif untuk terus memperjuangkan hak-hak kemanusiaan
sebagai bentuk demokrasi.
4. Kerjasama Jepang-ASEAN untuk mengupayakan keamanan dan
kemakmuran di kawasan Asia Pasifik, dengan terus mengupayakan
pengembangan strategi.
62
Dari data mengenai proyeksi ekonomi di dunia tampak bahwa Jepang masih akan
memiliki dampak besar terhadap ekonomi internasional.20
Tabel 3: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
20
PwC. 2015. The World in 2050 Will the shift in global economic power continue? London:
PricewaerhouseCoopers.
63
besar di bidang ekonomi yang jelas berdampak dalam pola interaksi di Asia. Di atas
Jepang ada China, Amerika Serikat dan India. Untuk pola interaksi di kawasan Asia Timur
dan Asia Tenggara maka China tidak dapat diremehkan begitu saja karena di belakang
kekuatan ekonomi itu terdapat potensi mengendalikan hubungan internasional di
kawasan.
64
BAB IX
REGIONALISASI DI ASIA
Untuk regionalisasi di Asia Tenggara dan Asia Timur perlu dipahami terlebih dahulu
apa yang disebut regional studies atau studi kawasan. Studi kawasan merupakan
scientific study of a region presenting a certain politico-social unity with a view to
understanding and explaining its place and its role international society (studi ilmiah
sebuah kawasan yang mewakili unit sosial politik tertentu dengan sebuah pandangan
untuk memahami dan menjelaskan kawasan dan peran dalam masyarakat
internasional).21
Studi kawasan adalah studi indisipliner (antardisiplin atau bidang studi)
melibatkan sejarah, ilmu politik, sosiologi, geografi, bahasa, dan disipling lainnya yang
menganalisis fenomena sosial, politik, dan ekonomi pada suatu area dengan ciri tertentu
(kawasan). Studi kawasan menganalisis fenomena-fenomena yang ada dalam suatu
kawasan dan merencanakan pembangunannya di masa depan.
Studi kawasan dalam Hubungan Internasional merupakan studi indisipliner yang
menganalisis fenomena-fenomena sosial, politik, dan ekonomi pada suatu kawasan atau
region yang kemudian ditarik benang merahnya dengan kehidupan global. Studi yang
mempelajari fenomena regional namun lebih lanjut dikaitkan dengan fenomena global.
Fenomena-fenomena yang terjadi pada suatu kawasan bisa saja berpengaruh pada
kawasan-kawasan atau negara-negara lainnya. Hal ini dikarenakan aktor-aktor dalam
hubungan internasional mulai dari negara hingga individu tidak selalu memiliki latar
belakang yang sama dan membutuhkan satu sama lain sehingga hal yang terjadi pada
suatu kawasan tentu memiliki kemungkinan untuk memengaruhi kawasan lainnya.
21
Jean B. Duroselle. “Area Studies: Problem of Method.” Dalam Unesco Internasional Social Science
Bulletin. Vol IV. No 4. 1952.Hal 636.
65
Pengertian regionalisme di kawasan dapat dilihat dari definisi yang dipaparkan oleh
Dennis Rumley (2005)22
Tabel 4: Pengertian Kawasan
22
Dennis Rumley.2005.The Geopolitics of Asia-Pacific Regionalism in the 21st Century. Dalam The
Otemon Journal of Australian Studies, vol. 31, pp. 5−27, 2005
23
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani. 2014. Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.Hal 104.
66
kohesivitas aktor yang akan menentukan tingkat interaksi diantara mereka, sifat
komunikasi dalam kawasan, tingkat power yang dimiliki aktor kawasan dan struktur
hubungan antar aktor dalam kawasan.24
Sebuah daerah disebut kawasan karena lima karakteristik.
Pertama, negara-negara yang tegabung kedalam suatu kawasan memiliki
kedekatan geografis.
Kedua, mereka memiliki pula kemiripan sosiokultural.
Ketiga, terdapatnya kemiripan sikap dan tindakan politik seperti yang
tercermin dalam organisasi internasional.
Keempat, ketergantungan ekonomi yang diukur dari perdagangan luar
negeri sebagai bagian dari proporsi pendapatan nasional.
Selanjutnya juga dijelaskan bahwa interaksi dalam kawasan terdiri dari
empat variable yakni sifat dan tingkat kohesivitas aktor yang akan menetukan
tingkat interaksi diantara mereka, sifat komunikasi dalam kawasan, tingkat power
yang dimiliki aktor kawasan dan struktur hubungan antar aktor dalam kawasan.
Sedikitnya terdapat tiga tahap penting dalam proses pertumbuhan
regionalisme, yaitu :
“Tahap pertama disebut sebagai „pre-regional stage‟ dimana beberapa negara
bersepakat untuk membentuk interaksi sosial bersama dalam suatu unit geografis
tertentu. Tahap kedua adalah upaya-upaya bersama untuk menciptakan saluran-saluran
formal dan informal untuk menggalang kerjasama regional yang tertata dan sistematis.
Tahap terakhir adala output dari proses regionalisasi dimana pembentukan indentitas
bersama, kapasitas institusional dan legitimasi telah mencapai tingkat yang sangat tinggi
sehingga eksistensi regional mereka diakui secara internasional.25
24
Ibid. Hal 104.
25
Ibid. Hal 107.
67
Sumber: https://www.sigmanursing.org/
Dalam definisinya Thompson menyebutkan bahwa sebuah kawasan sedikitnya
memiliki 11 ciri.
1. Pola interaksi yang ajeg.
2. Keterkaitan sehingga perubahan dalam satu satu komponen sistem akan
mempengaruhi titik lainnya.
3. Identifikasi diri
4. Pengakuan eksternal sebagai aktor menentukan
5. Anggota sistem berupa negara secara relatif inferior terhadap sistem global
6. Tunduk terhadap sistem dominan seperti perubahan dalam sistem dominan
akan memiliki pengaruh besar terhadap sisten regional, bukannya
sebaliknya. Semakin intensif penetrasinya oleh sistem global terhadap sistem
regional bukan sebaliknya
7. Ada sejumlah ikatan etnik, linugistik, kultural, historis yang sama
8. Hubungan institusional yang eksplisit
9. Otonomi yakni lebih dominannya tindakan intra sistem atas pengaruh
eksternal
10. Keseimbangan regional kekuatan-kekuatan lokal.
11. Status perkembangan yang sama
Menurut Perwita dan Yani, kerjasama antar negara-negara yang berada dalam
suatu kawasan untuk mencapai tujuan bersama adalah salah satu tujuan utama
mengemukanya regionalisme. Dengan membentuk organisasi reional, maka negara-
negara tersebut telah menggalang bentuk kerjasama intra-regional. Bentuk tertinggi
dari kerjasama ini adalah integrasi ekonomi. Bentuk integrasi ini terbagi kedalam dua
tingkat, tingkat pertama disebut sebagai „integrasi dangkal‟ (shallow integration) yang
68
hanya mengacu pada upaya regional untuk mengurangi atau menghapuskan kendala-
kendala perdagangan. Sedangkan bentuk kedua berupa „integrasi dalam‟ (deep
integration) yang bertujuan untuk mencapai kesatuan ekonomi dan fiscal secara
menyeluruh (full economic and monetary union).
Bentuk berikutnya adalah „Inter-regionalism‟ dan „Regional transnationalism‟.
Bentuk ini mengacu kepada proses kerjasama yang melibatkan aktor-aktor ekstra
regional (termasuk pula aktor-aktor non negara seperti MNC) yang memiliki kesamaan
kepentingan ekonomi, politik dan kultural. Interregionalism juga merujuk kepada
perluasan hubungan antar kawasan yang dapat mengambil beberapa bentuk. Pertama
adalah hubungan antar kelompok/organisasi regional seperti yang tercermin dalam
kerjasama Uni Eropa dan ASEAN.
Bentuk kedua adalah hubungan bi-regional (dua kawasan) dan transregional
(antar kawasan). APEC yang terbentuk 1989 yang merupakan hasil dari bentuk trans-
regional yang meliputi kawasan Asia Pasifik, Amerika Utara dan Selatan. Kemudian
adanya ASEM (Asia Europe Meeting) yang merupakan bentuk dari bi-regional Asia dan
Eropa. Lalu adanya kerjasama antara Eropa dengan Amerika Latin yang tergabung dalam
European-Latin America Summit yang dibentuk pada 1999, serta The Africa-EU Summit
antara negara-negara di Afrika dengan Eropa. Dan yang terakhir adalah The East Asia-
Latin America Forum (EALAF) yang dibentuk pada 2001 antara negara-negara di Asia
Timur, Australia, Selandia Baru dan Amerika Latin. Bentuk ketiga adalah hubungan
antara kelompok regional dengan single power. Hubungan ini merupakan bentuk
campuran yang menyerupai hubungan antar kawasan. Namun dalam banyak kasus
hubungan semacam ini kerapkali memakai peranan dominan dalam kerjasamanya.
Misalnya, mengenai peran AS yang begitu menonjol dan cenderung dominan di Eropa
dan kadang mengganggu hubungan trans-atlantik AS dengan beberapa negara Uni
Eropa.
Beberapa Pengertian Regionalisme dalam Hubungan internasional terdiri atas
berbagai macam interaksi antar aktor-aktor di dalamnya, baik itu aktor negara maupun
non-negara. Interaksi yang timbul ini dapat berupa kerjasama ataupun konflik.
Kerjasama antar negara dapat mengarah pada suatu fenomena yang disebut
69
‘regionalisme’ Regionalisme adalah seperangkat sikap, kesetiaan, dan ide-ide yang
menyatukan pikiran individu dan kolektif dari masyarakat atas apa yang mereka
persepsikan sebagai wilayahnya.
Di dalam studi Hubungan Internasional, Regionalisme memiliki irisan studi yang
sangat erat dengan ‘Studi Kawasan (Area Studies). Bahkan, dalam aplikasi analisis, istilah
region (kawasan) dengan regionalisme sering kali tumpah tindih. Menurut Mansbaach,
region atau kawasan adalah “Pengelompokan regional di identifikasi dari basis
kedekatan geografis, budaya, perdagangan dan saling ketegantungan ekonomi yang
saling menguntungkan (Interdependensi), komunikasi serta keikut sertaan dalam
organisasi internasianal”. Dalam bukunya yang berjudul Studi Kawasan: Sejarah
Diplomasi dan Perkembangan Politik di Asia, Teuku May Rudy menyatakan bahwa:
“Dalam Studi Kawasan, yang lazim disebut pula Studi Wliayah (Area Studies),
terdapat tiga model atau kajian utama, yaitu: (1) Kajian Ciri-ciri Khusus (typical Studies),
(2) Kajian Peristiwa-peristiwa (Study of Events), dan (3) Kajian Kecendrungan
Regionalisme (Regionalism) dan Organisasi Kerjasama Regional (Regional Cooperations).
Selanjutnya T. May Rudy (1997), menegaskan bahwa hal terpenting dalam kajian
regionalisme adalah meninjau derajat keeratan (level of cohesion), struktur dalam
pelaksanaan peran atau percaturan politik (sturucture of relations) dalam suatu
kawasan, serta rasa kebersamaan yang mewarnai tumbuhnya kerja sama regional
tersebut.
Merujuk pada aktivitas kerjasama regional yang menunjukan interdependensi
termasuk negosiasi-negosiasi bilateral sampai pembentukan rezim yang dikembangkan
untuk memelihara kesejahteraan, meningkatkan nilai-nilai bersama, serta memecahkan
masalah bersama terutama yang timbul dari meningkatnya tingkat interdependensi
regional. Disamping itu, kerjasama regional mungkin mengarah pada terciptanya
institusi formal, namun dengan struktur yang longgar, berupa pertemuan-pertemuan
rutin yang menghasilkan aturan-aturan sekaligus dengan mekanisme pelaksanaan dan
persiapan untuk menindak lanjuti kegiatan tersebut.
Istilah regionalisme berasal dari kata ‘regional’ ditambah ‘isme’. Region dalam
perspektif hubungan internasional merupakan unit terkecil dari suatu negara yaitu
70
nation-state. Sedangkan regional merupakan dua atau lebih negara (nation-state) yang
letaknya secara geografis berdekatan. Berdasarkan pengertian tersebut maka
regionalisme dapat dimaknai secara sederhana sebagai suatu kerjasama regional.
Sedangkan menurut Joseph Nye, yang dimaksud dengan region internasional
adalah kumpulan sejumlah negara yang dihubungkan atas dasar kondisi geografis dan
ketergantungan bersama. Berdasarkan asumsi tersebut, maka Nye menyatakan bahwa
regionalisme merupakan wilayah yang dibentuk berdasarkan formasi region. Pemikiran
Nye ini menunjukkan bahwa regionalisme dapat dipahami dengan menggunakan
pendekatan fisik, seperti letak geografis negara-negara anggotanya.
Berbeda dengan Nye, Ravenhill justru berpendapat bahwa tidak ada sesuatu yang
‘murni’ region, regionalisme hanyalah suatu rekaan atau kontruksi sosial dari
anggotanya yang mendefinisikan batas-batas region tersebut. Regionalisme merupakan
konsep dalam hubungan internasional yang banyak dibicarakan oleh para praktisi
maupun akademisi hubungan internasional. Secara praktis, konsep ini sering digunakan
secara silih berganti dengan konsep region/kawasan, subregion/sub-kawasan, atau
subsistem.
Louise Fawcett dan Andrew Hurrel dalam bukunya yang berjudul Regionalisme in
World Politics: Regional Organization and International Order, menjelaskan bahwa awal
mula dari munculnya regionalisme dapat dilihat melalui dua tolak ukur utama. Pertama,
yaitu dengan melihat adanya faktor pengikat yang menjadikan negara-negara mau
untuk melakukan kerjasama regional. Faktor yang dimaksud adalah kesadaran regional,
identitas bersama, serta adanya rasa saling memiliki di antara negara yang secara
geografis berdekatan. Tolak ukur yang kedua adalah institusi regional dilihat sebagai
wujud dari kerjasama regional. Adanya faktor pengikatlah yang kemudian menjadi
pendorong sekaligus penentu terwujudnya kerjasama yang berujung pada
pembentukan institusi regional.
Sejarah tumbuhnya regionalisme dapat dikatakan terjadi pada sebelum tahun
1960-an, dimana pada tahun ini negara-negara membangun kerjasama bilateral dengan
negara lainnya dengan membawa nama masing-masing negara. Sebelumnya kerjasama
antar negara sifatnya lebih universal dan internasional, seperti Perserikatan Bangsa-
71
Bangsa (PBB). Pada masa ini regionalisme disebut sebagai regionalisme klasik, dimana
sifatnya high politics. Dalam artian, aspek politik mendominasi kinerja organisasi-
organisasi tersebut. Pembentukan organisasi didorong oleh negara serta kerjasamanya
dalam berbagai aspek, misalnya mengenai perdagangan antar-negara, kesepakatan
pembentukan aliansi keamanan bersama, pertukaran pelajar, dan sebagainya. Tetapi
regionalisme klasik ini lebih banyak diwarnai dimensi keamanan sebagai upaya untuk
meredam konflik agar konflik tidak menyebar dan menyeret semua negara yang berada
di dalam suatu kawasan untuk terlibat peperangan.26
Selanjutnya menurut Fawcett, setelah Perang Dunia II (1930-1940-an)
regionalisme belum terlihat. Hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu pertama, Perang
Dunia II membawa akibat berupa kerusakan parah yang diderita oleh hampir semua
negara. Kedua yaitu adanya perubahan dalam tatanan masayarakat internasional saat
itu. Sebelumnya masyarakat internasional bersifat Eurosentris, dimana Eropa adalah
pusat segalanya karena menguasai negara-negara lain dengan praktik imperialisme
serta kolonialisme. Namun pasca perang dunia yang kedua, Eropa mengalami
kehancuran dan memerlukan bantuan Amerika Serikat dalam proses perbaikannya.
Pada waktu yang bersamaan ini pula, negara-negara koloni mulai aktif menuntut hak
untuk menentukan nasib mereka sendiri yang ditandai dengan banyaknya negara koloni
mendeklarasikan kemerdekaannya. Hal inilah yang membuat tatanan dunia, yang
tadinya Eurosentris berubah. Dunia memasuki masa Perang Dingin, yaitu persaingan
antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Rivalitas antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang berusaha memperluas
pengaruhnya masing-masing menjadikan aspek wilayah adalah hal yang penting. Pada
masa perang dingin inilah, dapat dikatakan sebagai munculnya regionalisme klasik.
Regionalisme klasik dan legalitasnya tercermin dalam Piagam PBB yang mengakui
keberadaan organisasi regional sebagai aktor yang penting dalam upaya untuk
menyelesaikan konflik atau sengketa yang terjadi, sebelum dibawa ke Mahkamah
26
Nuraeni S, at al., 2010. Regionalisme Dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
hal. 16
72
Internasional PBB.27 Akan tetapi, regionalisme klasik mengalami kemunduran
disebabkan beberapa faktor serta mendapat tantangan baik secara paham dan kinerja
praktisnya. Berakhirnya Perang Dingin, menjadikan kerjasama yang bersifat high politics
berkurang. Negara-negara di dunia mulai mengarah pada kerjasama yang lebih bersifat
low politics, yang sifatnya mengedepankan ekonomi. Hal inilah yang merupakan
berakhirnya regionalisme klasik dan digantikan dengan regionalisme baru.
Regionalisme baru berkembang pada awal 1990-an dan bersifat low politics,
dimana faktor ekonomi dan budaya lebih mendominasi kerjasama antar negara.
Pencegahan konflik ataupun peperangan tentunya tetap menjadi salah satu fokus, akan
tetapi negara juga membutuhkan kerjasama dalam merespon perubahan global yang
terjadi. Secara umum, menurut Fawcett ada empat faktor yang menyebabkan
regionalisme baru muncul, yaitu: 1) berakhirnya Perang Dingin, 2) perubahan yang
terjadi dalam aspek perekonomian dunia, 3) berakhirnya paham tentang istilah ‘Dunia
Ketiga”, dan 4) Demokratisasi.28
Aspek politik meskipun telah dikesampingkan dengan lahirnya regionalisme baru,
tetap memiliki andil yang cukup besar dalam pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh sebuah organisasi regional. Hal ini dapat dilihat pada Uni Eropa yang awalnya
merupakan kerjasama yang dikembangkan atas dasar ekonomi, tetapi pada akhirnya Uni
Eropa juga berupaya untuk menyesuaikan kebijakan politik domestik dengan kawasan
dan menyusun pertahanan bersama.
“In the course of a process of regional integration, the EU has gradually
become an important factor in the domestic affairs of states as well as in the
relations between them. Initially responsible for the regulation of specific
sectors of the economy (coal, steel, agriculture), over time the European
institutions have been entrusted with responsibility over an ever increasing
range of tasks. At the end of the century, these included monetary policy,
27
Ibid, hal. 18
28
Ibid
73
military defence, and the protection of human rights, thus encroaching on
what many regard as the core of state sovereignty”29
Dinamika perkembangan yang dilalui Uni Eropa seringkali menggambarkan dan
menjadi contoh nyata regionalisme. Uni Eropa seringkali dijadikan acuan bagi negara-
negara lain, akan tetapi karakteristik setiap kawasan berbeda dan menentukan
keberhasilan regionalismenya. Regionalisme sendiri dalam studi Hubungan
Internasional sangat erat kaitannya dengan studi kawasan. Oleh karenanya, definisi
regionalisme banyak mengambil dari definisi-definisi yang berkembang dalam studi
kawasan. Menurut Mansbaach, region atau kawasan adalah “Pengelompokan regional
diidentifikasi dari basis kedekatan geografis, budaya, perdagangan dan saling
ketergantungan ekonomi yang saling menguntungkan, komunikasi serta keikutsertaan
dalam organisasi internasional.”30 Jadi regionalisme dengan kata lain merupakan sebuah
proses penyatuan dari negara-negara yang terletak dalam satu lingkup geografis yang
sama dan memiliki latar belakang yang pada umumnya sama pula.
Columbis dan Wolfe dalam bukunya yang berjudul Introductions to International
Relations, Power and Justice, menjelaskan bahwa terdapat empat cara atau kriteria yang
bisa digunakan untuk mendefinisikan dan menunjuk sebuah kawasan yang sebenarnya
sangat ditentukan oleh tujuan analisis kita. Keempat kriteria yang dimaksud tersebut
adalah :
1. Kriteria geografis, mengelompokkan negara dalam berdasarkan
lokasinya dalam benua, sub-benua, kepulauan dan lain sebagainya seperti:
Eropa dan Asia.
2. Kriteria politik atau militer, mengelompokkan negara-negara
dengan berdasarkan pada keikutsertaannya dalam berbagai aliansi, atau
berdasarkan pada orientasi ideologis dan orientasi politik, misalnya blok
sosialis, blok kapitalis, NATO dan Non-Blok.
29
John Baylis and Steve Smith, 2001. The Globalization of world Politics: An Introduction to International
Relations Second Edition, New York: Oxford University Press, hal. 495
30
Nuraeni S, at al., 2010. Regionalisme dalam Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.
1
74
3. Kriteria ekonomi, mengelompokkan negara-negara berdasarkan
pada kriteria terpilih dalam perkembangan pembangunan ekonomi, seperti
GNP, dan output industri, misalnya negara-negara industri dan negara-
negara yang sedang berkembang atau yang terbelakang.
4. Kriteria transaksional, mengelompokkan negara-negara
berdasarkan pada jumlah frekuensi mobilitas penduduk, barang, dan jasa,
seperti imigran, turis, perdagangan dan berita. Contoh ini dapat kita lihat
pada wilayah seperti Amerika, Kanada, dan Pasar Tunggal Eropa.31
Bruce Russet mengemukakan pula kriteria suatu region atau kawasan, yaitu
sebagai berikut:32
1. Adanya kemiripan sosiokultural
2. Sikap politik atau perilaku eksternal yang mirip, yang biasanya
tercermin pada voting dalam sidang PBB
3. Keanggotaan yang sama dalam organisasi-organisasi supranasional
atau antar pemerintah
4. Interdependensi ekonomi, yang diukur dengan kriteria
perdagangan sebagai proporsi pendapatan nasional
5. Kedekatan geografik, yang diukur dengan jarak terbang antara
ibukota-ibukota negara-negara tersebut.
Adapun proses-proses yang mejadi ciri-ciri dari berlangsungnya regionalisme
menurut Andrew Hurrel, adalah sebagai berikut:33
1. Regionalisasi, merupakan proses pertumbuhan integrasi
masyarakat dalam suatu wilayah dalam proses interaksi sosial dan ekonomi
yang cenderung tidak terarah. Proses ini sifatnya alami dimana negara-
negara yang bertetangga ataupun secara geografis berdekatan melakukan
31
Ibid
32
Andre H. Pareira, 1999. Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional, Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, hal. 154
33
Nuraeni S, at al., 2010. Regionalisme Dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
hal. 6
75
serangkaian kerjasama dengan sendirinya. Kerjasama dilakukan dengan
dasar untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi sendiri
oleh sebuah negara.
2. Kesadaran dan identitas regional,merupakan persepsi bersama
tentang rasa memiliki pada suatu komunitas tertentu dengan faktor internal
sebagai pengikat yang pada umumnya adalah kesamaan budaya, sejara atau
tradisi agama. Kesadaran regional sering pula didefinisikan sebagai sesuatu
yang bertentangan dengan pihak lain, misalnya menyangkut ancaman
keamanan.
3. Kerjasama regional antarnegara, merujuk pada akitivitas kerjasama
regional yang menunjukkan interdependensi termasuk negosiasi-negosiasi
bilateral sampai pembentukan rezim yang dikembangkan untuk memelihara
kesejahteraan, meningkatkan nilai-nilai bersama, serta memecahkan
masalah bersama terutama yang timbul dari meningkatnya tingkat
interdependensi regional.
4. Integrasi regional yang didukung negara, integrasi ekonomi
regional merupakan salah satu hal penting dalam kerjasama regional. Tahap
awal integrasi biasanya berpusat pada pengurangan hambatan perdagangan
dan pembentukan custom union, yaitu tahap integrasi ekonomi yang
ditandai dengan adanya kesepakatan penentuan tarif bersama secara
internal serta mempermudah mobilisasi orang dan barang. Hal ini kemudian
berlanjut pada perluasan dengan penghapusan hambatan non-tarif, regulasi
pasar dan pengembangan kebijakan bersama baik dalam tataran mikro
maupun makro. Regionalisme seringkali disimpulkan sebagai integrasi
ekonomi regional bila melihat model Eropa, walaupun ekonomi hanya
merupakan salah satu aspek dari keseluruhan proses.
5. Kohesi regional, yaitu kemungkinan kombinasi dari keempat proses
yang telah disebutkan sebelumnya mengarah pada terbentuknya unit
regional yang kohesif dan terkonsolidasi. Hal ini terlihat dari berbagai model
76
termasuk pembentukan organisasi supranasional secara bertahap dalam
konteks peningkatan integrasi ekonomi.
Regionalisme di Asia
Dari pengertian itu Rumley setidaknya terdapat tiga makna dari regionalism.
Pertama, bilateral regionalism pengaturan dua negara untuk lebih dekat seperti
Australia dan Selandia Baru dalam Closer Economic Relations (CER). Kedua, trilateral
regionalism dimana terjadi pengelompokan regional terdiri dari tiga negara seperti
kesepakatan pertumbuhan segitiga ‘growth triangles’. Ketiga multilateral regionalism,
or regional arrangements yang melibatkan banyak negara. Dan dalam
perkembangannya regionalism di Asia dipengaruhi dua model yakni model regionalisme
pada saat Perang Dingin dan Pasca Perang Dingin. Di era Perang Dingin terbagi
regionalisasi dari kubu Barat dan Timur. Kedua jenis regionalisasi ini dipengaruhi oleh
aspek ideologi. Sedangkan di Pasca Perang Dingin regionalisasi dipicu oleh kepentingan
ekonomi negara-negara kawasan.
Gambar 14: Regionalisasi Era Perang Dingin dan Pasca Perang Dingin
Regionalism Asia adalah bagian dari fenomen regionalisme di dunia seperti dalam
gambaran berikut. Selain terdapat pengelompokan Asia Pasifik regionalisai yang
berbasis keapda kawasan ini terjadi di Amerika dan Eropa-Afrika. Dari gambar di atas
77
tampak bahwa adanya pengelompokan negara di era Perang Dingin sangat dipengaruhi
aspek ideologi. Dominasi ideologi terlihat dari kenyataan bahwa blok Barat yang
bersekutu dengan Amerika Serikat, Inggris dan Perancis memiliki mitra sendiri di Asia.
Demikian juga blok Uni Soviet memiliki mitra sendiri seperti China dan Vietnam semata-
mata karena kesamaan ideologi.
Dalam perkembangan berikutnya aspek ekonomi menjadi dominan karena pasca
Perang Dingin, aspek ideologi menjadi menurun. Batas-batas negara tidak lagi
didasarkan pada perbedaan ideologi namun lebih besar kepada kepentingan ekonnomi.
Itulah mengapa pada era Pasca Perang Dingin isu utama regionalisasi adalah kepentigan
ekonomi.
79
regionalism di Asia sudah dimulai ketika Jepang secara serius mengajak bergabung
kedalam kelompok Asia Raya.
Dennis Rumley mengajukan konsep kawasan dengan pembagian inti kawasan dan
pinggiran kawasan. Dengan melihat gambar 17, tampak bahwa bagian kiri kawasan
intinya adalah Amerika Utara yang terdiri dari Amerika Serikat dan Kanada. Sedangkan
bagia tengah kawasan intinya adalah Eropa yang menunjukkan inti kawasan penting
mempengaruhi seluruh wilayah. Demikian juga di Kawasan Inti III, negara-negara yang
jadi inti kawasan seperti Jepang, orea Selatan dan China. Sedangkan di bawahnya
termasuk negara-negara pinggiran. Pembagian kawasan berdasarkan inti dan pinggiran
ini juga menarik sebagai salah satu pendekatan mempelajari interaksi di dalamnya.
80
Gambar 18: Multilateral Grouping
34
Lukáš Laš and Jukka Aukia. 2011. “Contradictory Asia-Pacific Era Regionalism”. Dalam The Scale of
Globalization. Think Globally, Act Locally, Change Individually in the 21st Century, 193-202. Ostrava:
University of Ostrava, 2011
81
Gambar 19: Anggota ASEAN
Sumber: https://orientalreview.org/
Pembentukan perhimpunan Negara-negara kawasan Asia Tenggara ini dengan
tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengembangkan kebudayaan, dan
menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara anggota
ASEAN adalah Negara negara pendiri yaitu : (1) Indonesia, (2) Thailand, (3) Malaysia, (4)
Singapura, dan (5) Filipina dan Negara-negara yang kemudian bergabung yaitu (6) Brunei
Darussalam, (7) Vietnam, (8) Laos, (9) Myanmar, dan (10) Kamboja.
ASEAN adalah bentuk kerjasama regional Negara-negara di kawasan Asia
Negara. Namun jauh sebelum ASEAN terbentuk, Negara negara di kawasan Asia
Tenggara telah membentuk kerjasama regional lain. Organisasi pertama regional
pertama di Asia Tenggara adalah Pakta Pertahanan Asia Tenggara (Southeast Asia Treaty
Organization/SEATO) yang didirikan pada 8 September tahun 1954 di Manila, Filipina.
Namun organisasi ini hanya di ikuti oleh Thailand dan Filipina sebagai Negara
yang berasal dari kawasan Asia Tenggara.Organisasi ini kemudian dibubarkan pada 30
82
Juni 1977. Pada 30 Juli 1961 berdiri Association of Southeast Asia (ASA) organisasi
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang bertujuan untuk meningkatkan
kerjasama sosial-ekonomi dan kebudayaan. Namun ASA tidak dapat bertahan lama
dikarenakan lemahnya struktur kelembagaan yang diakibatkan karena terjadinya konflik
antara Filipina-Malaysia, dan konfrontasi Indonesia-Malaysia pada tahun 1963.2 Dengan
alasan tersebut, terbentuklah organisasi Maphilindo (Malaysia, Filipina dan Indonesia)
pada tahun 1963.
Deklarasi Bangkok yang ditandatangani pada 8 Agustus 1967 oleh lima Menteri
luar negeri dari Negara-negara pendri ASEAN yaitu Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul
Razak (Malaysia), S. Rajaratman (Singapura), Thanat Koman (Thailand) dan Narcisco
Ramos (Filipina) menandai Lahirnya ASEAN, yang bertujuan:
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta
pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam
semangat dan persahabatan utuk memperkokoh landasan sebuah
masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai;
2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan
menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara Negara-
negara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa;
3. Meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalah-
masalah yang menjadi kepentingan bersama di bidang-bidang ekonomi,
sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi;
4. Saling memberi bantuan dalam bentuk sarana-sarana pelatihan dan
penelitian dalam bidang-bidang pendidikan, profesi, teknik dan administrasi;
5. Meningkatkan pemanfaatan industri pertanian dan perkebunan,
memperluas perdagangan, serta memperbaiki sarana transportasi dan
komunikasi guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
83
Gambar 20: Struktur ASEAN
35
Mindaugas Norkevičius. 2014. Regional Institutionalism in Southeast Asia.Dalam Societal Studies. 2014,
6(1): 98–113
84
Tabel 5: Kawasan Bebas Perdagangan
APEC
Selain ASEAN kelompok regional yang memiliki peran penting di Asia Pasifik adalah
APEC. Asia-Pacific Economic Cooperation atau Kerja sama Ekonomi Asia Pasifik, adalah
forum ekonomi 21 negara di Lingkar Pasifik yang bertujuan untuk mengukuhkan
pertumbuhan ekonomi, mempererat komunitas dan mendorong perdagangan bebas di
seluruh kawasan Asia-Pasifik. APEC didirikan pada tahun 1989 sebagai tanggapan
terhadap pertumbuhan interdependensi ekonomi negara-negara Asia-Pasifik dan
lahirnya blok perdangangan lain di bagian-bagian lain dunia; ketakutan akan Jepang
mendominasi kegiatan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik, dan untuk mendirikan pasar
baru untuk produk agrikultural dan bahan mentah di luar Eropa.36
36
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerja_Sama_Ekonomi_Asia_Pasifik
85
1. Forum Kerjasama Ekonomi negara-negara di kawasan Asia Pasifik (Asia Pacific
Economic Cooperation-APEC) dibentuk pada tahun 1989 berdasarkan gagasan Perdana
Menteri Australia, Bob Hawke. Tujuan forum ini selain untuk memperkuat pertumbuhan
ekonomi kawasan juga mengembangkan dan memproyeksikan kepentingan-
kepentingan kawasan dalam konteks multilateral.
2. Mengingat APEC lebih dititikberatkan pada hubungan ekonomi, maka setiap
anggota, termasuk negara, disebut sebagai entitas ekonomi. Keanggotaan APEC terdiri
dari 21 ekonomi yang terdiri dari Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, China,
Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Meksiko, PNG, Peru, Filipina, Rusia,
Singapura, Chinese Taipei, Thailand, AS dan Vietnam. Berdasarkan data yang dikeluarkan
oleh APEC Secretariat, total penduduk di wilayah APEC mencapai 2,6 milyar dengan total
GDP mencapai 57 persen (US$ 19,254 milyar) dari GDP dunia, serta total perdagangan
APEC mencapai 47 persen dari total perdagangan dunia.
3. Dengan potensi perdagangan dan investasi yang ada di APEC, dalam sepuluh
tahun terakhir data ekonomi makro APEC telah menunjukkan peningkatan, antara lain
(i) peningkatan ekspor APEC sebesar 113 persen yang mencapai USD 2,5 trilyun; (ii)
meningkatnya pertumbuhan foreign direct investment di APEC yaitu sebesar 210 persen
untuk seluruh APEC, dan sebesar 475 persen di ekonomi yang berpendapatan rendah,
(iii) pertumbuhan GDP sebesar 33 persen untuk seluruh APEC dan 74 persen di ekonomi
yang berpendapatan rendah.
4. Sebagai forum regional, APEC memiliki karakteristik yang membedakannya dari
berbagai forum kerjasama ekonomi kawasan lainnya, yakni sifatnya yang tidak mengikat
(non-binding). Berbagai keputusan diperoleh secara konsensus dan komitmen
pelaksanaannya didasarkan pada kesukarelaan (voluntarism). Selain itu APEC juga
dilandasi oleh prinsip-prinsip konsultatif, komprehensif, fleksibel, transparan,
regionalisme terbuka dan pengakuan atas perbedaan pembangunan antara ekonomi
maju dan ekonomi berkembang.
5. Sejak pembentukannya, berbagai kegiatan APEC telah menghasilkan berbagai
komitmen antara lain pengurangan tariff dan hambatan non tariff lainnya di kawasan
Asia-Pasifik, menciptakan kondisi ekonomi domestik yang lebih efisien dan
86
meningkatkan perdagangan secara dramatis. Visi utama APEC tertuang dalam 'Bogor
Goals' of free and open trade and investment in the Asia-Pacific by 2010 for
industrialised economies and 2020 for developing economies yang diterima dan
disepakati oleh Kepala Negara dalam pertemuan di Bogor, Indonesia pada tahun 1994.
Gambar 21: Anggota APEC
37
Sigit Aris Prasetyo. 2011. APEC dan Proses Integrasi Ekonomi Regional di Kawasan Asia Pasifik. Dalam
Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 2, No. 2, 2011, Hal. 258-273
87
BAB X
ISU-ISU KEAMANAN DI ASIA
Kekalahan Jepang
Perang Dunia II berkecamuk di Eropa yang sejak tahun 1939 yang melibatkan pihak
Poros melawan Sekutu. Jepang tergabung dalam pihak Poros bersama Jerman dan Italia
pada tahun 1939. Hal ini merupakan strategi Jepang untuk memperoleh kemenangan
yaitu bergabung dengan negara-negara kuat. Dalam perjanjian, Jerman menyetujui niat
Jepang untuk menciptakan sebuah kekaisaran di Pasifik. Pada masa ini Jepang dapat
mengambil alih wilayah Perancis di Pasifik seperti Vietnam dan melanjutkan perang
melawan China.
88
Gambar 22 : Kekaisaran Jepang 1942
38
http://themechanicredwoodcity.com/world-war-2-map-of-east-asia/world-war-2-map-of-east-asia-8-
ww2-20asia-20map-2022/
89
Filipina. Dengan demikian hal pertama yang dilakukan Jepang yaitu harus mengalahkan
Armada Pasifik AS di Pearl Harbor.
Pada 24 Juli 1941 pasukan-pasukan Jepang menduduki Vietnam. Dua hari setelah
itu presiden Roosevelt mengumumkan dekrit pembekuan semua valuta Jepang di AS,
yang di ikuti oleh Inggris dan sekutunya dan juga kemudian Hindia Belanda. Semua
angkatan perang di Filipina di taruh di bawah pengawasan AS dan jendral Douglas Mac
Arthur di angkat menjadi panglima besar di “Timur Jauh”. Pada 17 Agustus 1941 AS
memperingatkan duta besar Jepang di Washington, Laksamana Nomura bahwa tindakan
politik Jepang jauh untuk menjejakkan kekuasaan militernya di Asia akan di balas juga
oleh AS dengan tidakan-tindakan yang perlu untuk melindungi hak-hak dan
kepentingan-kepentingan AS.
Jepang dan AS melakukan perundingan agar pasukan Jepang menarik
pasukannya dari Vietnam dan China. Perundingan itu menemui jalan buntu dan gagal.
Reaksi Jepang terhadap gagalnya perundingan itu yaitu mengangkat senjata terhadap
dan akan AS , tetapi Jepang masih pura-pura masih bersedia akan terus berunding.
Jepang memutuskan untuk menyerang Armada Pasifik AS di Hawaii. Strategi
awal yang dilakukan yaitu dilaksanakan oleh komandan Armada Gabungan AL Jepang,
Isoroku Yamamoto. Januari 1941 ia memindahkan kapal induknya secara diam-diam ke
lokasi dekat Hawaii. Ia menyiapkan strategi serangan yang harus benar-benar tak
terduga yang akan di lancarkan oleh segala jenis pesawat pengebom. Awal april 1941,
Jepang menempatkan mata-matanya, Takeo Yoshikawa di Hawaii yang menyamar
sebagai diplomat Jepang. Yamamoto menunjuk Jendral Hideki Tijo sebagai Pedana
Mentri Jepang yang sama-sama setuju akan menyerang Pearl Harbor. Mereka
menetapkan tanggal serangan 7 Desember 1941. Agar serangan itu benar-benar
mengetujkan, Jepang meyakinkan AS bahwa kedua negara tidak mungkin akan
berperang.
Minggu pagi 7 Desember 1941 sekitar pkul 05.30 waktu Pearl Harbor kapal induk
Jepang telah sampai pada sekitar 322 km dari pulau Oahu Hawaii sedang menunggu aba-
aba untuk melakukan serangan. Sekitar pukul 6 pagi gelombang serangan pertama di
mulai. 183 pesawat tempur Jepang lepas landas dari kapal induk Akagi dan serangan
90
kedua lepas landas pada pukul setengah 7. Serangan yang di lancarkan benar-benar tak
terduga. Pesawat pengankut torpedo mulai menyerang kapal tempur, kapal perusak,
kapal penjelajah dan kapal-kapal lain.
Strategi serangan tak terduga Jepang berjalan dengan baik. Serangan pertama
terhadap Pearl Harbor adalah pada pukul 07:53 tanggal 7 Desember, Waktu Hawaii
ataupun pukul 03:23 tanggal 8 Desember Waktu Jepang. Hanya dalam beberapa menit
saja kapal tempur California, West Virginia dan Oklahoma tenggelam. 429 awak kapal
tewas dalam kapal Oklahoma. Kapal Utah terbalik dengan 58 awak kapal di dalamnya.
Gelombang pertama serangan pesawat Jepang berakhir pukul 8.35. dua puluh
menit kemudian terjadi gelombang serangan kedua. Mereka melanjutkan serangan
terhadap kapal-kapal yang belum di hancurkan. Serangan itu berakhir sebelum pukul
10.00. hal ini menyebabkan Sebanyak 21 kapal AS tenggelam atau hancur, termasuk
kapal tempur, 164 pesawat hancur dqn 159 rusak berat. Jepang hanya kehilangan 29
kapal dan 5 kapal selam ringan. Korban jiwa sangat banyak: 2.341 pelaut, tentara dan
kru pesawat AS tewas, 1.143 terluka, dan 49 warga sipil tewas serta 35 luka-luka. Pihak
Jepang hanya kehilangan nyawa 64 orang.
Strategi menghancurkan Pearl Harbor terlebih dahulu ternyata membuahkan
hasil. Pada bulan-bulan berikutnya, Jepang menang di Pasifik. Jepang menguasai Guam,
Pulau Wake dan wilayah lainnya. Tahun 1942 Jepang juga berhasil merebut Filipina.
Untuk sementara Jepang menguasai seluruh Wilayah Pasifik.
Setelah terjadinya penyerangan terhadap Pearl Harbor, pada tanggal 8
Desember 1941 Presiden Roosevelt membacakan pidato kepada kongres yang
menyatakan perang terhadap Jepang. AS melakukan serangan balasan beberapa bulan
kemudian pada tanggal 18 April 1942. 16 pesawat pengbom AS menyerang Tokyo pada
siang hari. Serangan itu hanya mengakibatkan kerusakan kecil, tetapi perlahan mampu
mengubah keadaan di Pasifik. Titik baliknya terjadi pada Juni 1942 ketika Jepang
menglami kekelahan di Midway, dekat Hawaii.
Sejak terjadinya pertempuran di Laut Karang pada 7 Maret 1942 jalannya Perang
Pasifik telah sampai pada titik perkisaran. Angkatan Laut dan Udara Sekutu bergasil
menggagalkan penyerbuan Jepang ke daratan Australia dan 100.000 ton kapal Jepang di
91
kirim ke dasar laut anatara kepulauan Solomon dan Pulau Irian. Hal ini menegaskan
bawha kekuatan offensife Jepang sudah melewati garis batasnya. Serangan Jepang ke
Pulau Midway di pukul mundur oleh kekuatan laut dan udara Amerika Serikat denagn
kerugian besar di pihak Jepang. Dalam pertempuran laut selama tiga hari disekitar
kepulauan Solomon angkatan perang Amerika mencapai kemenangan pada 12
November 1942. Sejak itu Amerika adalah pihak offensive.
Angkatan bersenjata AS mengalahkan Jepang di Guadalcanal tahun 1943,
merebut Guam tahun 1944 juga menang di Iwo Jima dan Okinawa tahun 1945.
Tampaknya strategi Jepang untuk menyerang AS di Pearl Harbor menjadi boomerang
yang nyata yang dan membuat Jepang kalah dan menyerah dalam PD II. Jendral Mac
Arthur di Filipina harus meninnggalkan Filipina untuk bergabung angkatan perang
Sekutu di Pasifik. AS menggunakan siasat merebut kembali pulau-pulau yang diduduki
satu per satu. Cara ini tidak efektif kemudian dig anti dengan strategi “Loncat Katak”
yaitu dengan memilih menguasai pulau-pulau yang strategis yang di kuasai Jepang.
Mereka berhasil menguasai menguasai kepulauan Solomon, Marshall, Mariana, Filipina,
Okinawa dan kemudian ke Jepang.
Sementara itu, di Eropa, angkatan bersenjata AS bergabung dengan Inggris
dalam perang melawan Jerman. Pada 6 Juni 1944 tentara Sekutu mendarat di pesisir
Perancis dan mereka berhasil menguasai Paris, Belanda dan Belgia. Pada awal tahun
1945, Jerman sudah di ambang kekalahan. Hitler bunuh diri tanggak 30 April dan Jerman
kemudian menyerah seminggu kemudian.
Jepang terus berperang dengan AS. Roosevelt meninggal pada 12 April 1945 dan
di gantikan Harry Truman. Ia memutuskan untuk memakai senjata baru yaitu bom atom.
Bom yang di beri nama “Litle Boy” itu di jatuhkan di kota Hiroshima pada 6 Agustus, yang
menewaskan setengan dari 300.000 penduduk kota itu. Presiden Truman
memperingatkan Jepang jika mereka tidak mau menyerah tanpa syarat akan lebih
banyak lagi kota yang bernasib sama dengan Hiroshima. Pada tanggal 9 Agustus
pengebom AS menjatuhkan kembali bom bernama “Fat Man” di kota Nagasaki yang
menewaskan kira-kira 40.000 orang. Hal ini sangat memukul Jepang dan membuat
Jepang menyerah tanpa syarat pada 14 Agustus dan Perang Dunia berakhir.
92
Jepang sudah kehilangan akal. Menyerah merupakan strategi terbaik untuk
menyelamatkan rakyat dari gempuran AS. Dalam jangka masa panjang serangan ke atas
Pearl Harbor merupakan malapetaka bagi Jepang. Malah Laksamana Yamamoto Isoroku,
yang mencetuskan ide menyerang Pearl Harbor, telah meramalkan bahwa dengan
kejayaan menyerang Angkatan Amerika Serikat tidak akan dan tidak mampu
memenangkan peperangan dengan Amerika Serikat, sebab kemampuan Amerika
terlalu besar.
Berdirinya China
Dijatuhkanya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki telah mempercepat
berakhirnya Perang Dunia II. Namun demikian, peristiwa tersebut tidak menyelesaikan
konflik yang mulai muncul antara AS dan Uni Soviet. Sebelum bom dijatuhkan, Uni Soviet
telah memasuki Manchuria yang semula diduduki Jepang. AS merasa khawatir bahwa
perjanjian antara Uni Soviet dan China, keduanya berhaluan komunis, akan mengencam
kepentingan AS.
Gambar 23 : Berdirinya China 1949
94
(self determination) bangsa-bangsa di dunia menurut perspektif luar negeri AS. Oleh
karena itu AS memprotes pendudukan Polandia, Rumania dan Bulgaria yang berada di
bawah regime totaliter yang tidak memperhatikan kepentingan bangsanya untuk
menentukan nasibnya sendiri. Berdasarkan doktrin tersebut, AS harus membantii
negara-negara yang masih berada di bawah rezim totaliter untuk menjadi negara yang
demokratis. AS berkepentingan untuk membantu negara-negara tersebut membangun
institusi yang demokratis untuk kepentingan
perdamaian internasional. Dilihat dari kerangka perang dingin, doktrin tersebut
sebenarnya lebih ditujukan kepada Uni Soviet yang mulai menanamkan pengaruhnya di
negara-negara Eropa Timur.
Oleh karena itu, atas nama Doktrin Truman, AS akan membantu negara-negara
di Eropa untuk memulihkan ekonominya pasca perang sehingga menjadi negara yang
demokratis seperti ditafsirkan oleh AS. Melalui Marshall Plan, AS memberikan bantuan
ekonomi kepada negaranegara Eropa Barat sebesar 17 milyar dolar. Bantuan tersebut
tentu saja diprotes oleh Uni Soviet yang mengatakan bahwa AS telah ikut campur dalam
urusan Eropa dan menafsirkan konsep demokrasi menurut pandangannya sendiri.
Perang Korea
Korea Utara merupakan suatu negara yang berbentuk sosialis dengan dasar
ideologis komunis. Faham komunis itu secara historis diadopsi dari Uni Soviet yang
terpecah dan menjadi negara Rusia pada tahun 1991. Populasi Korea Utara mencapai 23
juta jiwa dengan pertambahan penduduk 2% setiap tahunnya. Penduduk negara ini
terdiri dari beberapa etnis diantaranya adalah Korea, China,dan Jepang.
95
Gambar 24: Tahapan Perang Korea
39
https://slideplayer.com/slide/10830396/
40
Yang, Seung Yoon & Mohtar Mas’oed, Sejarah Korea Sejak Awal Hingga Masa Kontemporer, Gajah
Mada University Press, 2003, Hal. 5
96
perekonomian negaranya. Kemiskinan itu diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti
semakin menurunya perekonomian negara dengan hilangnya strategi perdagangan
dengan Uni Soviet dan ketidakmampuan Korea
Utara untuk mengekspor barang-barang yang perlu menopang indutri negara
dan akhirnya menyebabkan Korea Utara mengalami kemerosotan ekonomi. Selama ini
sektor perekonomian Korea Utara selalu mengalami kecenderungan devisit atau
kerugian dan bernilai negatif. Walaupun kondisi ekonomi Korea Utara sangat
memprihatinkan dan bergantung pada pihak luar, Korea Utara masih tetap
memprioritaskan kebijakan meningkatkan kemampuan militer guna menghadapi
kemungkinan ancaman. Bagi Korea Utara, militer memiliki kedudukan dan status sosial
yang tinggi dan dihormati di masyarakat Korea Utara.
Pada 1949, sebuah campur tangan militer kepada Korea Selatan dilakukan oleh
Rezim Korea Utara tetapi gagal menerima dukungan dari Uni Soviet, yang memainkan
peran kunci dalam pembentukan negara ini. Penarikan sebagian besar kekuatan militer
Amerika Serikat dari Korea Selatan pada Juni secara dramatic memperlemah Rezim
Korea Selatan dan menyemangati Kim Il-sung untuk memikirkan kembali suatu rencana
serangan melawan Korea Selatan. Gagasan itu sendiri pertama ditolak oleh Joseph Stalin
tetapi dengan perkembangan persenjataan nuklir Soviet, kejayaan Mao Zedong di China
dan pertanda dari bangsa China bahwa mereka dapat mengirimkan serdadu dan
sokongan lainnya ke Korea Utara, Stalin menyetujui penyerangan yang menjadi cikal
bakal Perang Korea. Baik Korea Utara maupun Korea Selatan kedua-duanya mengklaim
kedaulatan di atas seluruh semenanjung, yang mengarah kepada Perang Korea pada
1950.
Perang Korea adalah sengketa militer antara Korea Utara dan Korea
Selatan yang di mulai pada 25 Juni 1950, dihentikan sementara dengan gencatan
senjata yang ditandatangani pada 27 Juli 1953. Sengketa militer ini itu berasal
dari upaya dua kekuasaan Korea untuk menyatukan kembali Korea di bawah
pemerintahan mereka masing-masing. Yang kemudian mengarah kepada perang
berskala besar yang menghabiskan lebih dari 2 juta jiwa rakyat sipil serta prajurit dari
kedua belah pihak. Sebelum perang ditandai dengan munculnya sengketa perbatasan
97
garis khayal 38 derajat Lintang Utara dan upaya negosiasi pemilihanumum bagi
keutuhan Korea (Unifikasi Korea). Namun negosiasi ini berakhirketika Tentara Rakyat
Korea menginvasi Korea Selatan pada 25 Juni 1950.
Dibawah restu PBB, Amerika Serikat beserta sekutunya membantu Korea
Selatandalam Perang ini guna mengusir dan menguasai kembali sebagian wilyah Korea
Selatan yang berhasil di kuasai militer Korea Utara. Dan dipihak Korea Utara
mendapatkan bantuan dari RRC dan Rusia. Perang Korea ini pada akhirnya mengarah
kepada perjanjian gencatan senjata yang hampir meletakkan kembali perbatasan asli
antara Korea Utara dan Korea Selatan.
Selain sebagai perang saudara, beberapa pihak menganggap Perang Korea ini
sebagai konfrontasi tentara pertama di era Perang Dingin dan menjadi landasan atas
banyak konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan kemudian. Perang ini juga
menciptakan gagasan perang surat kuasa atau proxy war (perang antar dua kekuatan
yang menggunakan pihak ketiga untuk dijadikan media agar dalam berperang tidak
berhadapan secara langsung), di mana dua adidaya akan berjuang di negara lain,
memaksa rakyat di negara itu untuk merasakan kehancuran dan kematian di dalam
perang antar dua bangsa besar itu. Para adidaya mencegah sampai terjadinya perang
secara total antara satu sama lain, juga saling balasnya penggunaan senjata nuklir.
Sebuah Zona Demiliterisasi yang dijaga ketat pada 38 derajat Lintang Utara
dibangun guna memelihara pembagian semenanjung hingga kini yang juga menyisakan
perasaan anti-komunis dan anti-Korea Utara di pihak Korea Selatan. Dengan adanya
intervensi dari pihak ketiga seperti dijelaskan sebelumnya maka reunifikasi Korea
sebagai tujuan dan pengharapan rakyat Korea sepertinya tidak akan menghadapi jalan
mulus. Amerika serikat selaku sekutu Korea Selatan selalu menjelekkan Korea Utara.
Amerika Serikat menyebut Korea Utara sebagai poros kejahatan dan sarang teroris
karena sering melakukan teror dan penyusupan ke wilayah pemerintahan Korea Selatan
Sedangkan Korea Utara tetap memelihara hubungan yang baik dengan RRC dan Rusia.
Namun kejatuhan komunisme di Eropa Timur pada 1989, dan terpecahnya Uni Soviet
pada 1991, berdampak pada semakin berkurangnya bantuan kepada Korea Utara dari
Rusia.
98
Korea Utara juga membangun Pagar Perbatasan China-Korea di perbatasan
utara, sebagai tanggapan bagi harapan China yang ingin mengekang para pengungsi
yang melarikan diri dari Korea Utara. Sebelumnya, perbatasan antara China dan Korea
Utara hanya diawasi oleh beberapa petugas patroli. Korea Utara juga memelihara ikatan
yang kuat dengan sekutu sosialisnya di Asia Tenggara, yaitu Vietnam, Laos, dan Kamboja.
Sejak penghentian tembak-menembak pada Perang Korea 1953, hubungan
antara pemerintah Korea Utara dan Korea Selatan, Uni Eropa, Kanada, Amerika Serikat,
dan Jepang menjadi tegang. Pertempuran dihentikan dengan gencatan senjata, tetapi
kedua-dua Korea secara teknis masih perang. Korea Utara dan Korea Selatan kemudian
menandatangani Deklarasi Kerjasama Utara-Selatan 15 Juni pada 2000, di mana kedua
belah pihak berjanji untuk unifikasi Korea kembali dengan cara damai. Selain itu pada 4
Oktober 2007, para pemimpin dari Korea Utara dan Korea Selatan bergandengan tangan
untuk mengadakan rapat puncak yang membicarakan pernyataan penghentian perang
secara resmi dan mengukuhkan kembali prinsip saling non-agresi. Pemerintah Korea
Utara dan Korea Selatan masing-masing didominasi oleh militer dan sebuah perdamaian
yang relatif telah diciderai oleh beberapa pertempuran kecil dan upaya pembunuhan di
perbatasan. Terowongan seringkali ditemukan di bawah Zona Demiliterisasi. Pada 1973,
rahasia yanG sangat penting, kontak tingkat tinggi mulai di sampaikan melalui kantor-
kantor Palang Merah, tetapi berakhir setelah insiden Panmunjeom dengan sedikit
kemajuan yang dibuat dan gagasan bahwa dua Korea akan bekerja sama di dalam
organisasi-organisasi internasional secara terpisah.
Di penghujung 1990-an, Korea Selatan mengalami peralihan menuju
demokrasi yang saat itu dipimpin oleh Kim Dae Jung, dan kekuasaan di Korea
Utara diambil alih oleh putra Kim Il-sung, Kim Jong-il, kedua negara itu mulai
bergandengan tangan di depan umum untuk pertama kalinya. Korea Selatan
meluncurkan kebijakan Matahari Bersinar (Sunshine Policy). Yaitu Korea
Selatan memberi Korea Utara bantuan dan usaha kerjasama ekonomi yang
signifikan, serta kedua pemerintahan bekerjasama dalam mengupayakan
pertemuan anggota keluarga yang terpisah dan pariwisata terbatas di situs Korea Utara.
Atas nama Kebijakan Sinar Matahari, Kim Dae Jung memilih kebijakan penyatuan secara
99
defacto melalui lebih banyak kontak dan kerja sama dengan Korea utara dari pada
penyatuan sistem dan hukum (du jure).
41
Weatherbee 2005, 64-65.
100
terbentuk. Dengan munculnya China turut memberi warna dalam pengaruh Perang
Dingin di Asia Tenggara, seperti interfensi China dalam membantu Vietnam Utara akan
bantuan materi serta senjata yang, hal ini membuat Amerika Serikat tidak membedakan
containment policy baik untuk Uni Soviet maupun China.
Derasnya pengaruh dua kekuatan besar di Asia Tenggara membawa pengaruh
yang cukup besar, tidak hanya di Asia namun Afrika pun turut demikian. Perang Dingin
telah menimbulkan dampak dekolonialiasasi, hal ini dikarenakan munculnya self-
determination dari negara Asia Tenggara. Sementara itu, bangsa-bangsa di dunia
terutama bangsa Asia-Afrika pun sedang dilanda kekhawatiran akibat gencarnya
perkembangan pembuatan senjata nuklir yang memusnahkan banyak umat manusia.
Oleh sebab itu, lahirnya gagasan untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika pada tahun
1954 sebagai bentuk pernyataan akan ketidakberpihakan pada dua kekuatan adidaya,
konferensi ini dihadiri oleh 29 negara Asia dan Afrika dan diselenggarakan di Bandung
dimana konferensi ini diprakarsai oleh Presiden RI Soekarno. Tujuan utama konferensi
ini guna membentuk kubu kekuatan negara-negara dunia ketiga untuk menghadapi dua
kubu adidaya Barat dan Timur.
Indonesia saat berada dibawah kekuasaan Soekarno pada masa demokrasi
terpimpin partai komunis, saat itu sangat menggambarkan politik luar negeri Indonesia
yang cenderung ke arah ‘kiri’. Hal ini terealisasi ketika Soekarno pernah memberlakukan
adanya jalur Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Beijing-Pyongyang yang mana hal tersebut
jelas menegaskan akan bentuk penentanganannya terhadap dominasi Amerika Serikat.
Selain itu dinamika dalam negeri seperti kasus perebutan Irian Barat antara Indonesia
dan Belanda yang dimanfaatkan oleh Amerika untuk mendapatkan nama baik di mata
Indonesia dengan mengajukan diri sebagai mediator dalam kasus sengketa Irian Barat.
Tidak hanya itu, pengaruh Perang Dingin bagi Asia Tenggara pun juga mengakibatkan
adanya peristiwa Konfrontasi Indonesia dan Malaysia, yang disebabkan atas
terbentuknya negara Federasi Malaysia oleh Inggris atau ‘Boneka Inggris”. Soekarno
menganggap Federasi Malaysia sebagai bentuk kolonialisme dan imperialisme serta
konsolidasi Malaysia tersebut hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan Asia
101
Tenggara, akan hal tersebut Indonesia memberlakukan konfrontasi atas Malaysia dalam
“Ganyang Malaysia”.
Perubahan sosial pun muncul sebagai implementasi atas dampak Perang Dingin
di kawasan Asia Tenggara dimana pada tahun 1967, saat situasi regional dan
internasional yang sedang berubah akibat gencarnya pengaruh Perang Dingin, ASEAN
pun terbentuk oleh lima negara pendiri yaitu Indonesia, Thailand, Filipina, Singapura,
dan Malaysia. Namun kemudian Perang Indochina ketiga pun terjadi, ketika Vietnam
melakukan invasi terhadap Kamboja. ASEAN memandang invasi Vietnam ke Kamboja
sebagai tindakan pelanggaran prinsip-prinsip atas dasar hubungan antar negara yakni
non-interference. Melalui proses panjang pada akhirya konflik Kamboja terselesaikan
melalui perjanjian Pemerintahan Koalisi Kamboja Demokratis .
Dengan runtuhnya Tembok Berlin sebagai akhir Perang Dingin, perubahan paska
Perang Dingin pun turut pula dirasakan bagi dunia. Era Perang Dingin identik dengan
adanya aliansi yang dibentuk dari dua kekuatan besar saat itu, namun keruntuhan Uni
Soviet menunjukkan bahwa ternyata kerjasama aliansi tidak menjanjikan akan
terbentuknya perdamaian dunia, justru kerjasama bilateral lebih menjanjikan. Tetapi
tidak menutup kemungkinan kerjasama multilateral tidak dibutuhkan, karena kerjasama
multilateral juga turut berkontribusi bagi terciptanya perdamaian dunia, seperti ASEAN,
NATO, OAS, African Union, dan lain sebagainya. Era paska Perang Dingin ini menjadi
kejatuhan bagi Uni Soviet, tetapi tidak bagi Amerika yang keluar sebagai pemenang dan
juga keluarnya kekuatan baru bagi dunia yaitu China yang saat ini terbukti berperan
sebagai kekuatan ekonomi dunia.
Bagi ASEAN isu keamanan paska Perang Dingin mencakupi keamanan lingkungan
dan keamanan ekonomi yang merujuk pada akses umber daya, keuangan, pasar, serta
upaya memelihara dan meningkatkan tingkat kesejahteraan dan kemakmuran. Karena
itu, ASEAN melakukan kerjasama baik dengan Amerika Serikat, China, Rusia, Jepang, dan
lain-lain sebagai kekuatan besar di Asia Tenggara. Strategi mengembangkan keamanan
regional ASEAN dengan menggandeng kekuatan negara besar yang secara hierarkis
dapat diurutkan pertama, Amerika sebagai kekuatan adidaya; kedua, China sebagai
kekuatan besar regional; ketiga, Jepang dan India sebagai kekuatan regional; serta
102
keempat, Australia dan Korea Selatan sebagai pemeran utama regional (Goh 2007, 149).
Paska Perang Dingin hubungan antara ASEAN dan Amerika masih terjalin dengan baik,
bahkan hubungan Amerika dengan 5 negara yang mempelopori ASEAN justru semakin
kuat, hal ini diperkuat oleh Sukma (2000) “The importance of the US for the ASEAN has
been evident both economic and strategic terms”. Dalam bidang keamanan, kekuatan
China paska Perang Dingin juga membuat ASEAN semakin dekat dengan China dalam
bidang militer untuk menjaga stabilitas kawasan. Hal ini dibuktikan dengan konsep
keamanan yang disebut dengan New Security Concept yang menekankan pada
“pengaturan dialog, konsultasi, dan negosiasi pada sebuah langkah sama untuk
menyelesaikan perdebatan dan perlindungan perdamaian” (Yasuhiro 2009, 182).
Sehingga secara garis besar penulis menyimpulkan bahwa peran aktor Perang
Dingin sangat besar bagi kawasan regional Asia Tenggara baik sejak Perang Dingin hingga
paska Perang Dingin. Uni Soviet dan Amerika jelas memiliki kepentingan untuk
menyebarluaskan ideologinya di Asia Tenggara melalui kebijakan Containment Policy-
nya sehingga menjadi era konfrontasi tak langsung yang dilakukan melalui persaingan
persenjataan, militer, politik, dan teknologi. Dunia cenderung terbagi ke dalam suatu
aliansi, namun semua berubah ketika runtuhnya Uni Soviet dan menjadi tonggak baru
bagi kerjasama bilateral maupun multilateral mampu mewujudkan perdamaian dunia.
Paska Perang Dingin negara kekuatan besar baru pun bermunculan, seperti China yang
memiliki kekuatan ekonomi dan memiliki kepentingan mencari pasar untuk barang
produksinya di Asia Tenggara. Dalam bidang sosial budaya, salah satu perwujudan
hubungan harmonis diantara keduanya adalah dengan meresmikan ASEAN-China
Centre (www.setkab.go.id). Kekuatan hierarki di Asia Tenggara itu sendiri menunjukkan
bahwasannya ASEAN masih membutuhkan kekuatan luar demi kesejahteraan
negaranya.
103
hegemoninya di seluruh dataran Eropa. Masing-masing pihak merasa berjasa dan
berkeyakinan bahwa ideologinya mampu membawa perubahan di dunia, khususnya di
negara-negara yang mengalami krisis pasca perang. Sikap ini menumbuhkan ketegangan
di antara kedua blok tersebut, yang walaupun tidak sampai memicu pertempuran fisik,
namun melahirkan Perang Dingin yang direpresentasikan dalam bentuk
ketidakpercayaan, kecurigaan, spionase, propaganda, hingga kompetisi non politis.
Politik “mencari teman” pun dilancarkan dengan menawarkan berbagai bantuan dan
kerjasama dalam hal politik, ekonomi, hingga kekuatan militer ke berbagai belahan
dunia, termasuk ke negara-negara di luar Eropa seperti Asia dan Afrika.
Indonesia pun terpengaruh oleh arus politik dunia saat itu, serta ikut dijadikan
ajang tarik menarik oleh dua kekuatan tersebut. Berbagai kebijakan-kebijakan luar
negeri selama perang dingin, ikut menentukan arah pemerintahan Indonesia, khususnya
di masa orde lama dan orde baru.
Di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, Indonesia memiliki pengaruh yang
kuat dalam percaturan politik internasional. Indonesia menegaskan sikapnya untuk tidak
memihak blok mana pun, dan memilih politik bebas aktif. Ketegasan ini diikuti dengan
keberanian Indonesia menghimpun para pemimpin dunia ketiga untuk tidak mendukung
blok-blok yang ada. Gerakan ini direalisasikan dengan diselenggarakannya Konferensi
Asia Afrika (KAA) yang diikuti oleh negara-negara di Asia dan Afrika yang baru saja
merdeka setelah berakhirnya Perang Dunia II. Bisa dikatakan bahwa Gerakan Non Blok
(GNB) merupakan representasi kemandirian negaranegara dunia ketiga di masa Perang
Dingin.
Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Era Perang Dingin
Sekalipun Idealisme membara di dalam dada, namun Indonesia tidak bisa
memungkiri realitas yang terjadi di tanah air. Dalam penjajahan yang terjadi di Irian
Barat yang dilakukan Belanda, Indonesia mulai menunjukkan sikap oportunisnya dengan
menerima bantuan peralatan militer dari Amerika Serikat dan Uni Soviet. Keberpihakan
terhadap poros timur mulai terlihat ketika Soekarno menggandeng nama besar Uni
Sovyet untuk berdiplomasi dan mengintimidasi Amerika Serikat sebagai sekutu Belanda
agar menarik pasukannya dari Irian Barat. Belanda akhirnya hengkang tanpa melakukan
104
agresi sama sekali. Ketidaksukaan terhadap imperialisme barat juga muncul akibat
pengaruh neokolonialisme Inggris di Malaysia yang berimbas pada keluarnya Indonesia
dari keanggotaan PBB. Puncak kedekatan Indonesia dengan poros timur adalah dengan
didirikannya poros Jakarta Hanoi-Pyong Yang-Pnom Penh, yang membuat Indonesia
termasuk ke dalam negara Blok Timur.
105
Konflik Perbatasan
Mengenai konflik perbatasan antar negara di Asia dibahas secara intensif dalam
kasus di Laut China Selatan dan laut perbatasan antara China dan Jepang. Dalam bagian
ini konflik perbatasan terjadi juga di beberapa negara yang belum terselsaikan.
Penduduk Thailand dan Kamboja dapat hidup berdampingan di daerah Kuil Preah
Vihear, tetapi kedua negara ini ternyata masih memperebutkan batas wilayah mereka
di kuil tersebut.42 Kedua negara tersebut saling mengklaim bahwa Kuil Preah Vihear
masuk dalam kedaulatan negara mereka. Perebutan status atas Kuil Preah Vihear
akhirnya memicu konflik perbatasan yang terjadi antara Thailand dan Kamboja. Masalah
perbatasan antara Thailand dan Kamboja ini sebenarnya sudah lama terjadi. Konflik ini
terjadi ketika Perancis masih menduduki Kamboja dan Thailand masih disebut dengan
Kerajaan Siam.
Awalnya Perancis dan Pemerintahan Kerajaan Siam telah melakukan kesepakatan
terkait garis perbatasan Thailand dan Kamboja. Kesepakatan ini telah menghasilkan
sebuah perjanjian yang disebut dengan Perjanjian Franco-Siamese yang disepakati pada
tanggal 13 Februari 1904. Namun dalam perjanjian ini tidak dijelaskan letak Kuil Preah
Vihear secara jelas, apakah masuk dalam kedaulatan Kerajaan Thailand atau justru
merupakan bagian dari kedaulatan Kerajaan Kamboja. Sehingga akhirnya Pemerintah
Kamboja mengajukan masalah status kepemilikan kuil ke Mahkamah Internasional.
Kemudian Penetapan status Kuil Preah Vihear oleh UNESCO ini memicu
munculnya konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja. Konflik ini di
mulai pada tanggal 15 Juli 2008. Hal ini dilihat dari tertangkapnya 3
demonstran asal Thailand yang memasuki daerah Preah Vihear. Disini juga
mulai muncul isu adanya ranjau yang sudah disebarkan di daerah Kuil Preah
Vihear. Sehingga tanggal 3 Agustus 2008 untuk pertama kalinya terjadi
kontak senjata antara pasukan militer Thailand dan Kamboja. Konflik ini
mengakibatkan terlukanya seorang tentara asal Kamboja. Kontak senjata
42
http://erepo.unud.ac.id/8450/3/c917cd2191ac56b1e6fbd9e367f9da12.pdf
106
antara pasukan militer kedua negara itu terus terjadi hingga 15 Oktober
2008. Tiga tentara Kamboja dan seorang tentara Thailand tewas dalam
konflik ini.
Penetapan status Kuil Preah Vihear oleh UNESCO juga berakibat
terhadap pembatalan MoU yang telah dilakukan oleh Thailand dan
Kamboja. MoU kedua negara tersebut membentuk Commission for the
Bilateral Cooperation. Dalam MoU ini kedua negara sepakat untuk
bekerjasama untuk mencegah terjadinya penyelundupan narkoba dan
perdagangan manusia di daerah perbatasan Kamboja dan Thailand.
Penetapan ini juga telah membatalkan kesepakatan Thailand dan Kamboja
pada tahun 2004 untuk melakukan pembangunan dan perlindungan bersama terhadap
Kuil Preah Vihear. Thailand berencana untuk membangun pintu
akses masuk dari Thailand menuju Kuil Preah Vihear .
Konflik kedua negara ini terus berlanjut. Kedua negara baik
Kamboja maupun Thailand juga membangun pangkalan militer dan
melakukan patrol di sekitar Kuil Preah Vihear. Thailand mulai memperluas
penyebaran pasukan militernya dengan menduduki daerah Ta Maon.
Menanggapi sikap dari Thailand ini, Kamboja pun menurunkan pasukan
militer untuk berpatroli di sekitar daerah Kuil Preah Vihear dan menduduki
daerah Ta Krabei yang terletak dekat Ta Maon. Kedua pasukan militer ini
saling melakukan patroli di sekitar kuil sehingga memicu munculnya kontak
senjata diantara pasukan militer kedua negara tersebut.
Kontak senjata yang terjadi antara Thailand dan Kamboja
mengalami puncaknya pada tanggal 22 April dan 3 Mei 2011, yang
diperkirakan menelan 18 korban nyawa. Sehingga Kamboja kembali
membawa kasus pertikaian perebutan Kuil Preah Vihear ke Mahkamah
Internasional. Kamboja meminta agar Mahkamah Internasional meninjau
kembali keputusan yang telah dibuat pada tahun 1962 terkait penetapan
status kepemilikan Kuil Preah Vihear. Mahkamah Internasional pun
menegaskan kembali Kuil Preah Vihear berada dalam bagian kedaulatan
107
Kerajaan Kamboja, oleh sebab itu Thailand harus menarik pasukan
militernya dari daerah Preah Vihear. Mahkamah Internasional juga
menyatakan untuk menetapkan zona demiliterisasi seluas 17km di daerah
sekitar Kuil Preah Vihear. Melalui penetapan zona demiliterisasi ini, baik itu pasukan
tentara dari Kamboja maupun Thailand dilarang untuk
memasuki atau melakukan patroli di daerah tersebut .
Konflik Thailand dan Kamboja di perbatasan hanyalah satu dari sekian potensi
konflik perbatasan yang belum diselesaikan sampai saat ini. Dalam kajian konflik
perbatasan di Asia Konflik Perbatasan Negara di Kawasan Asia Pasifik, Indo Dwi Haryono
menjelaskan beberapa kasus konflik ini. 43
a. Sengketa Indonesia dan Malaysia mengenai garis perbatasan di perairan
laut Sulawesi menyusul perubahan status kepemilikan Pulau Sipadan dan
Ligitan, dan garis perbatasan di pulau Kalimantan (salah satunya mengenai
blok Ambalat);
b. Perbedaan pendapat dan kepentingan antara Indonesia, Australia dan
Timor Leste di perairan Celah Timor;
c. Konflik historis antara Malaysia dan Filipina mengenai klaim Filipina atas
wilayah Kesultanan Sabah Malaysia Timur
d. Konflik antara Malaysia dan Singapura tentang pemilikan Pulau Batu Putih
(Pedra Branca) di Selat Johor
e. Ketegangan sosial politik laten Malaysia dan Thailand di wilayah
perbatasan;
f. Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Brunei mengenai batas wilayah
tak bertanda di daratan Sarawak Malaysia Timur serta batas wilayah
perairan Zona Ekonomi Eksklusif;
g. Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Vietnam mengenai batas
wilayah di perairan lepas pantai dari masing-masing negara;
h. Konflik berlarut antara Myanmar dan Bangladesh di wilayah perbatasan;
Ketegangan antara Myanmar dan China mengenai batas wilayah kedua
negara; j. Sengketa Myanmar dan Thailand, mengenai perbatasan ke dua
negara; k. Sengketa berlaRut antara China dengan India mengenai
perbatasan kedua negara;
l. Konflik antara Vietnam dan Kamboja di wilayah perbatasan kedua negara;
m. Sengketa antara China dan Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan
di sekitar Kepulauan Paracel;
43
Indo Dwi Haryono. Konflik Perbatasan Negara di Kawsan Asia Pasifik. Diakses 1 Mei 2018 dari
https://indronet.files.wordpress.com/2007/09/konflik-perbatasan-asia-pasifikrefisi1.pdf.
108
n. Konflik laten antara China di satu pihak dengan Indonesia, Malaysia,
Brunei, Filipina, Vietnam di lain pihak sehubungan klaim China atas seluruh
perairan Laut China Selatan;
o. Konflik intensitas rendah (Low intensity) antara China dengan Filipina,
Vietnam dan Taiwan mengenai status pemilikan wilayah perairan Kepulauan
Spratly;
Perdagangan Narkoba
Perdagangan narkoba termasuk salah satu isu keamanan non tradisional. Kalau
konflik perbatasan dan perang perbatasan dianggap dalam wilayah konflik negara dan
biasanya melibatkan kekuatan militer, maka perdagangan narkoba dapat disebut
sebagai musuh bersama dari berbagai pemerintahan.
Kawasan Golden Triangle atau Segitiga Emas Asia Tenggara merupakan
sumber besar dari penjualan heroin dan methamphetamine di Tiongkok. Laporan
itu mengatakan bahwa sebanyak 90 persen dari 9,3 ton heroin dan 11,4 ton
methamphetamine yang disita pada 2012 diproduksi di wilayah gabungan Laos,
Myanmar dan Thailand.44 Kawasan itu juga berbatasan dengan Provinsi Tiongkok
selatan, Yunnan. Sebaliknya, heroin dari wilayah Bulan Sabit Emas yang meliputi
Afghanistan, menyumbang kurang dari dua persen obat-obatan yang disita
tersebut. Di sisi lain, Afghanistan merupakan produsen opium terbesar di dunia.
Bila dilihat secara demografi, jumlah penduduk ASEAN hampir mencapai
500 juta jiwa, menjadikan kawasan tersebut bukan hanya sebagai wilayah
produksi terbesar obat-obatan terlarang, namun juga sebagai wilayah dan pasar
yang cukup potensial bagi perdagangan narkoba dan obat-obatan berbahaya
lainnya. Kejahatan terorganisir berkembang pesat sejalan dengan memburuknya
perekonomian ASEAN sebagai akibat dari krisis ekonomi yang sangat buruk di
Asia Tenggara sejak tahun 1998 menjadi salah satu alasan mengapa kejahatan
marak di kawasan Asia Tenggara.
Secara garis besar Asia memang tidak hanya memproduksi narkoba tetapi juga
konsumennya tersebar di berbagai negara termasuk Asia. Inilah yang kemudian menjadi
44
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/64850/Chapter%20I.pdf?sequence=4&isAllowe
d=y. Diakses Mei 2018.
109
isu keamanan hampir semua negara karena perdagangan narkoba menjadi ancaman
nasional. Perdagangan tidak pernah menyurut bahkan semakin kuat sejalan dengan
perubahan perilaku penduduk perkotaan. PBB merilis bagaimana perdagangan narkoba
di Asia dan juga dunia.
Gambar 25: Perdagangan Narkoba
110
Gambar 26: Perdagangan Narkoba Dunia
Perdagangan Manusia
Isu keamanan pasca Perang Dingin lainnya yang juga menjadi perhatian banyak
negara Asia adalah perdagangan manusia. Lalu lintas manusia di era global telah
membuka peluang adanya mobilitas yang tidak dibatasi batasan negara dan geografi.
Namun sisi lain, kejahatan muncul berupa perdagangan manusia yang dijadikan budak
atau kerja paksa untuk kepentingan jaringan mafia perdagangan manusia.
Perdagangan manusia seperti halnya isu perdagangan narkoba masih belum dapat
ditangani sepenuhnya. Berbagai kasus perdagangan manusia seperti yang terjadi
terhadap tenaga kerja Indonesia di luar negeri tidak terbatas wilayah Asia.
Menurut Protokol Palermo tahun 2000, definisi human trafficking
atau perdagangan manusia adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan,
penampungan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan
kekerasan, atau bentuk pemaksaan lain seperti penculikan, penipuan, kecurangan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran
111
atau manfaat untuk memperoleh izin dari orang yang
mempunyai wewenang atas orang lain untuk tujuan eksploitasi.45
United Nations Trafficking Protocol mendefinisikan bentuk-bentuk
perdagangan berat sebagai berikut:
1. Seks komersial dimana tindakan seks komersial dilakukan secara paksa,
dengan cara penipuan, atau kebohongan, atau dimana seseorang diminta secara
paksa melakukan suatu tindakan demikian sebelum ia mencapai 18 tahun; atau
2. Merekrut, menampung, mengangkut, menyediakan atau mendapatkan
seseorang untuk bekerja atau memberikan pelayanan melalui paksaan,
penipuan atau kekerasan untuk tujuan penghambatan, penjeratan hutang atau
perbudakan.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) merilis data mengenai perdagangan di
dunia.46 Perdagangan manusia telah menjadi bisnis tersendiri bagi jaringan pelaku
kejahatan ini. Korban perdagangan ini tidak bebas lagi karena kalau dilihat dari berbagai
bentuk kejahatan ini mereka akan ditahan dan dibatasi gerak geriknya sehingga tidak
bisa lagi keluar dari kerangka perbudakan.
Berbagai langkah baik di tingkat regional maupun internasional dibuat untuk
mencegah perdagangan manusia dalam bentuk apapun. Di era globalisasi dimana batas-
batas negara semakin kabur, perdagangan manusia tidak semakin mengecil. Dengan
berbagai bentuknya, perdagangan manusia ini merupakan kejahatan yang masih
berjalan meskipun berbagai peraturan dan kerjasama sudah dilakukan di Asia Timur dan
Asia Tenggara.
Namun seperti tampak dalam sejumlah data, angka perdagangan manusia ini tidak
semakin berkurang. Era globalisasi malahan membuat aktivitas illegal ini semakin marak
dengan berbagai bentuknya. Jaringan mafia perdagangan manusia ini seperti terjadi di
berbagai negara masuk ke kota-kota kecil bahka sampai pedesaan. Dengan iming-iming
bekerja di luar negeri, sebagian korban perdagangan ini akhirnya hidup terlunta-lunta
diluar negeri atau bahkan mereka diperlakukan sebagai budak.
45
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93024/potongan/S1-2016-317411-introduction.pdf.
Diakses Mei 2018
46
Beate Andrees. 2008. Kerja Paksa dan Perdagangan Orang. Jakarta: ILO. Hal. 7.
112
Tabel 6: Perdagangan Manusia di Dunia
114
Gambar 27: Perdagangan Manusia di Asia
Sumber: https://twitter.com/IOMAsiaPacific/status/849622666013065217
Dari data yang dirilis oleh IOM bertapa perdagangan manusia menjadi isu
keamanan hampir semua negara di Asia Pasifik. Dengan jumlah sekitar 10 juta korban
perdagangan manusia ini maka isu ini penting untuk diperhatian semua negara.
Disamping itu tingginya angka perdagangan manusia itu juga menunjukkan para pelaku
penyelundup seperti halnya penyelundup narkoba memiliki jaringan di berbagai negara.
115
BAB XI
EKONOMI POLITIK ASIA
Secara tradisional, demikian kata James E Alt dan Alberto Alesina (1996), perilaku
ekonomi berarti orang yang memaksimalkan nilai tukar sedangkan perilaku politik
menyangkut pemberian suara dan bergabung dengan kelompok kepentingan. Eksistensi
paralel dan eksistensi bersama “negara” dan “pasar” dalam dunia modern ini
melahirkan apa yang dinamakan “ekonomi politik”. Tanpa kedua unsur itu takkan ada
ekonomi politik.
Menurut Robert Gilpin (1987)47 ketiadaan negara, mekanisme dan kekuatan
pasar akan menentukan kegiatan ekonomi. Hal ini akan menjadi fenomena ekonomi
murni. Sebaliknya tiadanya pasar, negara sendiri akan mengalokasikan sumber-sumber
ekonomi. Inilah dunia ilmuwan politik. Meskipun tak ada dunia muncul dalam bentuk
murni, pengaruh relatif negara atau pasar memberikan perubahan sepanjang waktu dan
dalam lingkungan yang berbeda.
Menurut Gilpin, istilah ekonomi politik memiliki ambiguitas. Adam Smith dan
ekonom klasik menggunakannya untuk mengartikan apa yang sekarang disebut ilmu
ekonomi. Baru-baru ini, sejumlah pakar seperti Garu Becker, Anthony Downs dan Bruno
Frey mendefinisikan ekonomi politik sebagai aplikasi metodologi formal ekonomi yang
disebut model aktor rasional, untuk semua tipe perilaku manusia.
Pakar lain menggunakan istilah ekonomi politik ini dengan pengertian
penggunaan teori ekonomi khusus untuk menjelaskan perilaku sosial, permainan,
tindakan kolektif dan teori Marxist. Sedangkan pakar lainnya memakai istilah ekonomi
politik untuk merujuk pada masalah yang dihasilkan oleh interaksi kegiatan ekonomi dan
politik.
47
Robert Gilpin, The Political Economy of International Relations. NJ: Princeton University Press, 1987,
hal. 8
116
Gilpin mengistilahkan ekonomi politik untuk mengindikasikan serangkaian
masalah yang dikaji dengan campuran yang lengkap metode analitik dan perspektif
teoritis. Sedangkan fokus interaksi itu adalah aktivitas manusia antara negada dan pasar.
Formulasi ini sebenarnya tidak baru. Georg Hegel dalam Philosophy of Right
sudah mengkaji hubungan antara negara dan pasar. Charles Lindblom (1977)
mengusulkan “pertukaran” dan “otoritas” sebagai konsep utama ekonomi politik. Peter
Blau (1964) menggunakan “pertukaran” dan “paksaan”; Charles Kindleberger (1970) dan
David Baldwin (1971) merujuk pada “kekuasaan” dan “uang”; Klaus Knorr (1973)
memanfaatkan istilah “kekuasaan” dan “kekayaan”. Sedangkan Oliver Williamson
(1975) secara kontras memakai istilah “pasar” dan “hirarki”, Richard Rosecrance (1986)
mengkontraskan antara “pasar” dan “teritorialitas”.
Meskipun negara menyangkut politik dan pasar menyangkut ekonomi sebagai
sesuatu yang terpisah dalam dunia modern, namun tak bisa dipisahkan secara total.
Negara mempengaruhi hasil dari aktivitas pasar dengan menentukan karakter dan
distribusi hak-hak properti serta aturan yang menguasai perilaku ekonomi. Banyak orang
yang yakin bahwa negara dapat dan bisa mempengaruhi kekuatan pasar. Oleh karena
itu secara signifikan mempengaruhi kegiatan ekonomi. Pasar itu sendiri adalah sumber
kekuasaan yang mempengaruhi keputusan politik. Dependensi ekonomi mengukuhkan
hubungan kekuasaan merupakan ciri fundamental dunia ekonomi kontemporer.
Menurut Balaam, ekonomi politik adalah bidang studi yang menganalisis
masalah yang muncul dari eksistensi paralel dan interaksi dinamik "negara" dan "pasar"
di dunia modern. Interaksi ini yang mendefinsikan ekonomi politik dapat dilukiskan
dalam sejumlah cara. Untuk tingkat tertentu, ekonomi politik berfokus pada konflik
fundamental antara kepentingan individu dan kepentingan lebih luas masyarakat
dimana individu eksis.
Bisa juga dijelaskan bahwa ekonomi politik merupakan studi ketegangan antara
market (pasar) dimana individu terlibat dalam kegiatan untuk kepentingan sendiri dan
117
negara dimana individu yang sama melakukan tindakan kolektif yang berlaku demi
kepentingan nasional atau kepentingan yang lebih luas yang didefinsikan masyarakat.48
"Negara" merupakan realisasi dari tindakan dan keputusan kolektif. Negara
sering diartikan lembaga-lembaga politik negara bangsa modern, kawasan geografis
dengan hubungan yang relatif koheren sistem pemerintah. Negara bangsa itu sendiri
merupakan sebuah lembaga legal dengan ruang lingkup jelas teritorial dan penduduk
serta pemernitah yang mampu memikul kedaulatan. Misalnya wilayah Indonesia, rakyat
Indonesia dan pemerintah Indonesia.
Namun demikian kita juga perlu mempertimbangkan secara lebih luas
pengertian "negara" dengan sesuatu yang kolektif dan perilaku politik yang terjadi pada
banyak tingkat. Uni Eropa, misalnya, bukanlah sebuah negara-bangsa. Uni Eropa adalah
organisasi negara bangsa. Namun demikian organisasi ini membuat piihan dan kebijakan
yang dapat mempengaruhi seluruh kelompok negara bangsa dan penduduknya sehingga
seperti sebuah negara.
Sementara itu market (pasar) merupakan realisasi tindakan dan keputusan
individu. Pasar biasanya diartikan lembaga-lembaga ekonomi kapitalisme modern. Pasar
merupakan lingkungan tindakan manusia yang didominasi oleh kepentingan individu
dan dikondisikan oleh kekuatan kompetisi. Kekuatan pasar memotivasi dan
mengkondisikan perilaku manusia. Individu didorong oleh kepentingan pribadi untuk
memproduksi dan mensuplai barang dan jasa yang langka atau mengupayakan tawar
menawar produk atau pekerjaan bergaji tinggi. Mereka didorong oleh kekuatan
kompetisi pasar untuk membuat produk lebih baik,lebih murah atau lebih menarik.
48
David N Balaam and Michael Veseth, Introduction to International Political Economy. New Jersey:
Prentice Hall, 1997, hal. 6.
49
Ibid, hal. 4.
118
lebih dari dua negara. Sedangkan istilah politik merujuk pada keterlibatan kekuasaan
negara untuk membuat keputusan tentang siapa yang dapat, apa, kapan dan bagaimana
dalam sebuah masyarakat. Politik adalah proses pilihan kolektif, kompetisi kepentingan
dan nilai-nilai diantara aktor berbeda termasuk individu, kelompok, bisnis dan partai
politik. Proses politik adalah kompleks dan berlapis-lapis yang melibatkan negara
nasional, hubungan bilateral diantara negara bangsa dan banyak organisasi
internasionnal, aliansi regional dan kesepakatan global.
Pada akhirnya ekonomi politik internasional adalah menyangkut ekonomi yang
berarti sesuatu yang berkaitan dengan cara bagaimana sumber-sumber yang langka
dialokasikan untuk kegunaan yang berbeda-beda dan didistriusikan diantara individu
melalui proses pasar yang desentralisasi. Analisis ekonomi dan analisis politik, tulis
Balaam, sering melihat kepada masalah yang sama namun analisis ekonomi berfokus
tidak banyak kepada soal kekuasaan dan kepentingan nasional
Tetapi kepada masalah pendapatan dan kekayaan serta kepentingan individual.
Oleh sebab itu ekonomi politik, merupakan kombinasi dua cara memandang secara utuh
terhadap dunia dalam rangka mengetahui karakter fundamental masyarakat.
Studi ekonomi politik internasional merupakan ilmu sosial yang didasarkan pada
satu kerangka masalah, isu dan kejadian dimana unsur ekononomi, politik dan
internasional terkait dan tumpang tindih sehingga menciptakan pola interaksi yang kaya.
Dunia merupakan sebuah tempat yang kompleks yang dihubungkan dengan
berbagai unsur yang saling berpengaruh. Mulai dari tingkat individu, elit politik-ekonomi
sampai tingkat nasional bahkan tingkat kawasan melahirkan interaksi yang tidak
sederhana. Kontak antar perbatasan dan antar nilai yang berbeda bahkan antar
kepentingan yang beraneka ragam menimbulkan berbagai masalah.
Ilmu sosial berusaha untuk memahami pola dan karakter kondisi manusia di
muka bumi dengan menganalisis penyebab dan sumber konflik serta bagaimana mereka
menyelesaikannya. Studi ekonomi politik internasional ikut memberi andil dalam
memahami ketegangan yang melibatkan kepentingan ekonomi dan politik antar bangsa.
Masyarakat terdiri dari unsur negara dan masyarakat. Negara dan masyarakat
119
biasanya merefleksikan sejarah, budaya dan nilai-nilai sistem sosial Hubungan antara
ekonomi politik itu dapat dilukiskan sebagai berikut :
Gambar 28: Pengertian Ekonomi dan Politik
120
Studi ekonomi dan politik internasional adalah analisis interaksi negara dan pasar
dalam tataran internasional. Hasil interaksi itu menimbulkan berbagai masalah dan
konflik sehingga mewarnai hubungan internasional dalam arti luas. Meski pengertiannya
terbatas pada negara namun adanya aktor baru internasional seperti Uni Eropa
memberikan makan yang lebih jauh tentang interaksi "negara" dan "pasar".
Ekonomi Politik Asia Timur dan Tenggara
Secara umum sistem ekonomi dan politik di Asia sangat beraneka ragam. Bahkan
dalam pembahasan nanti ideologi dan akar nasionalisme juga berbeda-beda. Semua
perbedaan dalam sistem ekonomi dan politik ini akan memberikan dampak dalam
interaksi antar negara di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur. Mengapa perlu
memahami ekonomi politik di Asia ini karena dalam fenomena hubungan internasional
tergantung kepada dua aspek ini. Asia pasca Perang Dingin sangat terpengaruh oleh
kepentingan ekonomi dibandingkan ideologi dan politik dalam areti sempit.
Dalam konteks ini kawasan Asia Timur yangtermasuk didalamnya Asia Tenggara
memiliki berbagai model pemerintahan serta model ekonomi. China merupakan negara
yang unik karena memiliki sistem politik yang menganut komunisme dimana PKC
merupakan partai penguasa. Namun sistem ekonomi China dicampur dengan
kapitalisme dimana badan usaha milik negara – bukan swasta – yangmenguasai
perekonomian.
Tabel 7: Rejim Politik Asia Timur
121
Sumber: Kim Yu n g - m y u n g. 2003. 50
Yang menarik dari lanskap ekonomi dan politik di Asia Timur dan Tenggara adalah
hampir semua sistem politik – baik yang otoritarian maupun yang demokratis –
mengarah kepada pembangunan ekonomi berbasiskan interaksi dengan lingkungan
internasional. Artinya rejim politik di Asia mengarahkan ekonomi ke pasar internasional
dan menerima terjadinya globalisasi ekonomi dimana investasi asing menjadi bagian
dari pembangunan ekonomi. Kecuali Korea Utara semua negara di Asia Timur dan
Tenggara melakukan kerjasama ekonomi dan melakukan liberalisasi ekonomi sekalipun
China yang menganut sistem politik berdasarkan ideologi komunis.
Dari gambaran rejim politik di Asia tampak bahwa demokrasi baik yang
berbasiskan demokrasi murni atau apa yang disebut quasi demokrasi, kehidupan
ekonomi negara tetap berbasiskan kepada ekonomi liberal atau ekonomi terpimpin.
Dengan kombinasi politik yang masing-masing menemukan cirinya namun secara
ekonomi harus bertarung dalam lanskap ekonomi politik internasional yang banyak
dikendalikan oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat.
Ciri dari hubungan ekonomi AS dengan mitranya adalah membuka pasar dan
investasi serta membuka barang jasa untuk kepentingan nasionalnya. Dan ini menjadi
ciri ekonomi politik di kawasan ini dimana kendali negara besar tetap kuat sehingga
bahkan China yang sudah menyamai kekuatan ekonominya dengan Amerika tidak
mudah melepaskan dari cengkraman Washington. Dinamika inilah yang jadi latar
belakang interaksi antar bangsa di Asia Timur dan Tenggara.
Bagaimana perkembangan terbaru dari Asia ini dapat disimak dari sebuah laporan
yang dikeluarkan Bank Pembangunan Asia 51. Perkembangan ekonomi di Asia ini
dipengaruhi juga oleh kerjasama ekonomi di Asia Timur seperti ASEAN dan APEC.
Kerjangka kerjasama ekonomi ini mendekatkan berbagai negara di kawasan dalam
bidang politik seperti terjadinya pertemuan puncak skala ASEAN atau APEC.
50
Kim Yu n g - m y u n g. 2003. “Understanding East Asian Political Systems: Origins, Characteristics,
and Changes”. Dalam Sungkyun Journal of East Asian Studies, Vol. 3, No. 1, 2003, pp. 45-78.
51
Asian Development Bank. 2017. Asian Economic Integration report 2017. Manila: ADB.
122
Tabel 8: Pertumbuhan Ekonomi Asia
Untuk menggambarkan pola kerjasama ekonomi politik di Asia Timur ini dapat
digunakan kerangka analisis berikut 52 Kondisi internasional telah memberikan dorongan
adanya kerjasama antar negara. Kebutuhan ekonomi misalnya telah mendorong
berbagai negara membangun kerjasama baik bilateral maupun multilateral. Jika
tuntutan internasional tinggi terhadap kerjasama maka faktor internasional menjadi
utama adanya forum kerjasama. Namun bisa saja kerjasama regiona didorong oleh
kebutuhan masyarakatnya.
52
Kevin G. Cai.2010.The Politics of Economic Regionalism: Explaining Regional Economic Integration in
East Asia. London: Palgrave Macmillan.
123
Gambar 29: Faktor Pendorong Kerjasama
Kerjasama ASEAN-Jepang
53
Sungkar, Yasmin. 2005. Strategi ASEAN Dalam Perluasan ASEAN +3. Jakarta: LIPI. Hal. 42
125
Bentuk awal kerjasama ASEAN dengan Jepang adalah ketika terjadi krisis financial
yang melanda Asia pada 1997. saat itu Jepang merumuskan kebijakan ekonomi
internasional dalam wujud kerangka Miyazawa Plan. Dalam kerangka Miyazawa Plan
Jepang bertujuan untuk menolong negara-negara Asia keluar dari krisis tersebut.
Langkah yang diambil Jepang adalah dengan memberikan dana sebesar 30 milyar dollar
AS. Berbeda dengan sistem peminjaman yang diberikan IMF, proses peminjaman
melalui Jepang tidak sulit dan tidak diberikan syarat apapun dalam mengajukan
pinjaman. Melihat kemudahan-kemudahan tersebut otomatis penawaran pinjaman
yang diajukan oleh Jepang inidisambut positif oleh negara Asia lainnya. Respon positif
tersebut membuat Jepang menambah dana sebesar 5,5 milyar dollar AS.
126
2. Prinsip most favored nation, yaitu negara anggota GATT tidak boleh
memberikan keistimewaan yang menguntungkan hanya padasatu atau
sekelompok negara tertentu.
3. Prinsip transparansi, yaitu perlakuan dan kebijakan yang dilakukan suatu
negara harus transparan agar diketahui oleh negara lain.
KTT ASEAN ke IV di Singapura telah menghasilkan terobosan haru dalam
kerjasama ekonomi ASEAN. Pada KTT tersebut ditandatangani dua naskah perjanjian
kerjasama ekonomi, yaitu:
1. Framework Agreement on Enchancing ASEAN Economic Cooperation;
2. Agreement on the Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Scheme for the
ASEAN Free Trade Area ( AFTA ).
Kemudian mulai 2015 Indonesia memasuki babak baru selain penerapan AFTA
juga memberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dalam program ini terdapat
kebebasan lalu lintas tenaga kerja dan modal untuk bidang tertentu. ASEAN Community
merupakan wujud dari kerjasama intra-ASEAN dalam Declaration of ASEAN Concord II
di Bali, Oktober 2003. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan salah satu pilar
dari perwujudan ASEAN Vision 2020, bersama-sama dengan ASEAN Security Community
(ASC) dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC).
127
Tabel 9: Tahapan Integrasi Ekonomi54
54
http://digilib.unila.ac.id/13998/16/BAB%20II.pdf
128
BAB XII
GLOBALISASI DI ASIA
Deputi Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Singapura, Teo Chee Hean
mengatakan, ada 3 hal utama yang harus diperhatikan oleh masyarakat Asia guna
membekali diri menapak di era globalisasi. "Pertama, perhatian dunia di masa
mendatang akan fokus pada wacana lingkungan hidup. Kedua, pertumbuhan Asia yang
sangat cepat, lebih cepat ketimbang pertumbuhan dunia. Konsekuensinya, Asia perlu
memastikan tingkat kualitas hidupnya di masa mendatang. "Terakhir, perkembangan
teknologi khususnya jaringan pita lebar (broadband), ponsel dan internet akan
menyediakan wadah bagi munculnya perangkat interaksi dan komunikasi baru yang
berdampak pada terjadinya perubahan sosial secara cepat,"katanya.55
Menurut Teo, motor pertumbuhan ekonomi Asia terutama akan terkonsentrasi di
kawasan Asia Tenggara atau yang lebih sering disebut ASEAN. Ia memproyeksikan,
pertumbuhan penduduk ASEAN akan mencapai 30% menjadi 750 juta penduduk di
2050. "Pada 2050, Asia akan menjadi tempat tinggal 2/3 populasi bumi yang berusia di
atas 60 tahun. Ini merupakan sebuah tantangan yang harus dicari solusinya," ujarnya.
Pengertian Globalisasi
a) Malcom Waters, Globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berakibat bahwa
pembatasan geografis pada keadaan social budaya menjadi kurang penting, yang
terjelma didalam kesadaran orang.
b) Emanuel Ritcher, Globalisasi adalah jaringan kerja global secara bersamaan
menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar pencar dan terisolasi
kedalam saling ketergantungan dan persatuan dunia.
55https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-1393589/3-tantangan-asia-hadapi-era-globalisasi.
56
Asep Setiawan. 2016. Globalisasi dan Tantangan Demokrasi di Asia. Makalah.
130
Mereka yang menyatakan ada kaitan dengan demokrasi yang mendorong
terjadinya desentralisasi negara oleh penguasa otoriter adalah Self (1993), Sheth (1995),
Roberts (1996). Sedangkan mereka yang melihat bahwa globalisasi memajukan
kelembagaan domestik yang mendukung demokrasi adalah Roberts (1996), Stark
(1998), Keck and Sikkink (1998), Fruhling (1998), Risse and Sikkink (1999), Boli and
Thomas (1999). Sebagian lagi memandang bahwa globalisasi mengintensifkan
penyebaran gagasan demokratis seperti Kant (1795), Whitehead (1986, 1996),
Huntington (1991), Starr (1991), Przeworskiet (1996).
Pendapat besar kedua menilai bahwa globalisasi dapat menghambat demokrasi.
Di sini terdapat tujuh variasi dimana masing-masing memiliki argumen sendiri. Variasi
pertama menilai bahwa globalisasi mengurangi otonomi kebijakan negara dan
membawa kebijakan yang memihak kepada investor asing bukan kepada publik lebih
luas di dalam negeri. Pandangan ini didukung oleh Lindblom (1977), Held
(1991),Diamond (1994), Gill (1995),Jones (1995), Gray (1996),Schmitter (1996), Cox
(1997), Cammack (1998).
Bagi sebagian pakar seperti Drucker (1994), Muller (1995),Bryan and Farrel
(1996),Beck (1996), Cox (1996), Moran (1996), Marquand (1997), Rodrik (1997), Martin
and Schumann (1997), Longworth (1998), globalisasi menyebabkan banyaknya pelaku
domestik kalah serta menghilangkan kemampuan negara untuk memberikan
kompensasi kepada mereka.
Sementara itu Im (1987), Diamond (1992, 1999), Haggard and Kaufman (1995),
MacDonald (1991), O’Donnell(1994), Trent (1994), Cammack (1998) berpendapat
bahwa globalisasi mmeungkinkan pergerakan cepat uang diantara negara yang
menyebabkan seringnya menyebabkan krisis neraca pembayaran dan ketidakstabilan
ekonomi domestik.
Globalisasi bagi sebagian pakar juga memperdalam perbedaan etnik dan kelas
serta dapat menghapus basis budaya nasional untuk demokrasi. Pandangan ini didukung
Robertson (1992), Dahl (1994) dan Im (1996).
131
Globalisasi juga dianggap memungkinkan negara dan Multinational Corporations
menguasai dan memanipulasi informasi yang disampaikan kepada publik. Pendapat ini
didukung oleh Gill (1995), Im (1996), Martin and Schumann (1997).
Adapun pandangan bahwa globalilasi mengurangi konsep kewarganegaraan
unsur yang penting untuk berlangsungnya proses demokrasi yang stabil dianut oleh
Whitehead (1993), O’Donnell (1993), (1996), Sassen (1996), Cox (1997), Boron (1998).
Globalisasi memperlebar jurang ekonomi antara Utara dan Selatan diajukan oleh
Wallerstein (1974), Bollen (1983),Tarkowski (1989), Przeworski (1991), Gill (1995), Amin
(1996), Cox (1996), Im (1996), Kummell (1998)
Diantara dua pendapat besar yang bersilangan itu terdapat pandangan bahwa
fenomena globalisasi itu tidak otomatis mempengaruhi demokrasi. Diantara pandangan
ini sebagian mengatakan globalisasi terlalu dibesar-besarkan seperti disebutkan oleh
Scharpf (1991), Jones (1995), Wade (1996), Hirst and Thompson (1996), Hirst (1997).
Sedangkan Frieden and Rogowski (1996), Garrett (1999). berargumentasi bahwa
globalisasi tidak menjadikan negara tidak berdaya. Bahkan pengaruh globalisasi
terhadap berbagai negara juga bervariasi seperti disebutkan oleh Haggard and Kaufman
(1995), Milner and Keohane (1996), Frieden and Rogowski (1996), Longworth (1998),
Armijo (1998).
Tiga varian terhadap globalisasi dan demokrasi menunjukkan bahwa tidak ada
pandangan tunggal mengenai relasi kedua fenomena tersebut. Dalam kajian lebih
mendalam terhadap globalisasi dan demokrasi ditemukan bahwa banyak sekali
penggabungan dengan unsur-unsur lokal dan budaya yang menyebabkan kombinasi itu
juga menghasilkan bermacam penafsiran demokrasi termasuk di Asia
132
Gambar 30: Fenomena Globalisasi
57
https://slideplayer.com/slide/8413695/
133
Dampak negatif globalisasi bidang hukum, pertahanan, dan keamanan : a. Peran
masyarakat dalam menjaga keamanan, kedaulatan, dan ketertiban negara semakin
berkurang karena hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab pihak tentara dan polisi.
b. Perubahan dunia yang cepat, mampu mempengaruhi pola piker masyarakat secara
global. Masyarakat sering kali mengajukan tuntutan kepada pemerintah dan jika tidak
dipenuhi, masyarakat cenderung bertindak anarkis sehingga dapat mengganggu
stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
58
https://www.ck12.org/user:zxbpc2r3z0blcglzzc5vcmc./book/episd-world-geography-2015/section/4.3/
134
a. Semakin mudahnya nilai-nilai barat masuk ke Indonesia baik melalui internet,
media televisi, maupun media cetak yang banyak ditiru oleh masyarakat. b. Semakin
memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai budaya local yang melahirkan gaya. c.
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak
lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa
mereka adalah makhluk social.
d. Semakin lunturnya semangat gotong-royong, solidaritas, kepedulian, dan
kesetiakawanan sosial sehingga dalam keadaan tertentu/ darurat, misalnya
sakit,kecelakaan, atau musibah hanya ditangani oleh segelintir orang.
59
https://images.app.goo.gl/iGmLnKHEMZ6J6hcM8
135
untuk ikut bersaing merebut pasar perdagangan luar negeri, terutama hasil pertanian,
hasil laut, tekstil, dan bahan tambang. b. Di bidang jasa kita mempunyai peluang menarik
wisatawan mancanegara untuk menikmati keindahan alam dan budaya tradisional yang
beraneka ragam.
Dampak negatif globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan : a. Arus masuk
perdagangan luar negeri menyebabkan deficit perdagangan nasional. b. Maraknya
penyelundupan barang ke Indonesia. c. Masuknya wisatawan ke Indonesia melunturkan
nilai luhur bangsa d. Kurang bersaingnya produk-produk lokal dengan produk luar yang
membanjiri pasar di masyarakat.
Gambar 33: Negara Asia Asal Perusahaan Multinasional
60
https://www.latitudegeography.org/role-of-world-cities.html
136
sangat terbatas dan rentan terhadap perubahan-perubahan kondisi sosial-politik dalam
negeri ataupun perubahan-perubahan. global, Indonesia memiliki peluang untuk dipilih
menjadi tempat baru bagi perusahaan tersebut.
Dengan adanya globalisasi dan dampaknya ini maka negara-negara di Asia
termasuk Indonesia tidak ada pilihan lain kecuali bersaing di pasar internasional selain
juga memperkuat pilar-pilar ekonomi dan demokrasi di dalam negeri. Dalam berbagai
kasus globalisasi telah menjadikan arus barang dan manusia menjadi bebas dan lalu
lintas manusia juga semakin tinggi yang berdampak terhadap ekonomi, politik dan
bahkan pertahanan. Di era digital ini globalisasi semakin kuat karena perdagangan
barang dan jasa bisa dilakukan secara online. Demikian juga kegiatan ekonomi lainnya,
politik dan bahkan keamanan ancamannya datang dari dunia digital.
Gambar 34: MNC di Dunia
61
https://athensmagazine.wordpress.com/2019/03/30/multinational-corporations-in-conflict-ridden-
countries/
137
Gambar 35: MNC di Indonesia
62
https://medium.com/emergent-culture/the-third-wave-economy-cd294588b69d
138
BAB XIII
KONFLIK PERBATASAN DI ASIA
139
Dalam sejumlah kasus konflik territorial ini ada yang penting tetapi tidak kelihatan
ada juga yang tidak penting tetapi terlihat. Dalam model berikut akan tampak bahwa
konflik territorial juga terkait dengan stabilitas negara.
63
Sukmawani Bela Pertiwi.2012. The Rise of Territorial Disputes and the Stability of Southeast Asia.
Thesis American University.
140
mengamankan jalur ini karena melalui kawasan inilah impor minyak dan gas masuk ke
negara itu.
Gambar 36: Peta Asia Timur
141
Gambar 37: Lima Negara Pengklaim di LCS
64
Ben Dolven, Mark E. Manyin and Shirley A. Kan. 2014. Maritime Territorial Disputes in East Asia:
Issues for Congress. Washington: Congressional Research Service
142
Tabel 11: Hak Atas Pantai Menurut UNCLOS
Secara lebih detil bagaimana klaim terhadap Laut China Selatan dapat dilihat
dalam gambar berikutnya. Sebagai gambaran saja Kawasan Laut China Selatan dikelilingi
oleh beberapa negara pantai yaitu Taiwan, China, Thailand, Kamboja, Vietnam,
Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Brunei Darussalam. Biro Hidrografis
Interasional (The International Hydrographic Bureau) mendefinisikan Laut China Selatan
sebagai perairan yang memanjang dari barat daya ke arah timur laut, sebelah selatannya
berbatasan dengan tiga derajat lintang selatan antara Sumatera dan Kalimantan (Selat
Karimata), dan di sebelah utara berbatasan dengan Selat Taiwan dari ujung utara Taiwan
ke arah pantai Fukien, China.51
Luas area Laut China Selatan adalah 648.000 mil atau sekitar 2,5% dari luas
laut dunia secara keseluruhan. Dasar Laut China Selatan terdiri dari sekitar 1 juta
km persegi landas kontinen yang mempunyai kedalaman sekitar 200 meter
isobath dan sekitar 2 juta km persegi wilayah dasar laut yang lebih dalam dari 200
143
meter isobath.65 Dasar laut yang termasuk landas kontinen terutama terdapat di
bagian barat dan selatan (Sunda Shelf). Bagian yang lebih dalam, masing-masing lebih
dari 5000 meter di beberapa daerah (South China Sea Basin), dihiasi oleh berbagai pulau
karang. Tidak ada jumlah pasti dari pulau, batu karang dan terumbu karang yang
tersebar di Laut China Selatan karena letaknya yang tidak selalu berada di atas
permukaan laut. Meskipun demikian, umumnya diketahui bahwa sebagian besar fitur
ini tidak bisa dijadikan sebagai tempat tinggal manusia. 53 Secara umum wilayah Laut
China Selatan terdiri dari beberapa gugusan kepulauan, yaitu: (1) gugus Kepulauan
Pratas; (2) gugus Kepulauan Paracel; dan (3) gugus Kepulauan Spartly. Selain itu terdapat
juga gugusan karang Macclesfield Bank.
Gambar 38: Kepulauan Spratly
65
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/67843/Chapter%20II.pdf?sequence=4&isAll
owed=y
66
https://commons.wikimedia.org/wiki/Category:Spratly_Islands
144
Menurut Heinzeg, beberapa gugusan kepulauan tersebut terdiri dari sekitar 170
pulau-pulau kecil, pulau karang dan banks. Jarak antar gugus kepulauan yang satu
dengan yang lainnya sangat lebar yaitu sekitar 1.000 km. Kepulauan Paracel dibagi ke
dalam kedua kelompok besar, yaitu:
(1) Kelompok Amphitrite, terdiri dari tujuh buah pulau, yakni: Woody, Rocky,
Lincoln, Selatan, Tengah, Utara, Tree. Kelompok ini juga terdiri dari karang karang Barat,
Utara, Tengah dan Selatan ditambah dengan empat gugus karang yaitu Iltis, Dido,
Jehangire, dan Bremen Banks.(2) Kelompok Crescent, terletak di sebalah bagian barat
daya dan terdiri dari delapan buah pulau yakni Robert, Pattle, Triton, Drummond,
Duncan, Kuang chin, Money dan Passu Keah.
Sedangkan Kepulauan Spartly diperkirakan terdiri dari sekitar 100 pulau karang
dan pasir, tersebar dengan diameter sekitar 1000 km. Heinzig membagi kepulauan ini ke
dalam 12 kelompok seperti yang tertera pada tabel berikut.Kelompok Pratas terletak
sekitar 300 km sebelah tenggara Hongkong, 400 km dari sebelah barat daya Taiwan dan
500 km dari barat laut Pulau Luzon, Filipina. Sedangkan Macclesfield Bank terletak
sekitar 300 km dari sebelah tenggara agak ke timur kepulauan Paracel, dan keseluruhan
wilayahnya adalah karang.
Penamaan pulau-pulau di Laut China Selatan sebenarnya cukup beragam di tiap
negara yang mengklaim, namun yang dikenal secara umum adalah nama nama yang
diperkenalkan pihak Barat.
Laut China Selatan memiliki sumber-sumber kekayaan mineral yang potensial
sepert kobalt, tembaga, timah, fosfat, nodul mangan, gas, dan minyak. Para pejabat
China memperkirakan cadangan minyak yang ada secara khusus di sekitar kepulauan
Paracel dan Spartly yaitu sebesar 213 miliar barel atau 10 kali lipat cadangan milik AS.
Sedangkan para ilmuan AS memperkirakan jumlah minyak di sana hanya 28 miliar barel.
Menurut EIA, cadangan terbesar kemungkinan adalah gas alam yakni sebesar 900 triliun
kaki kubik, sama dengan cadangan yang dimiliki Qatar.
Laut China Selatan juga merupakan salah satu wilayah perikanan terkaya di
dunia, yang menyediakan hampir 10% konsumsi ikan global dan merupakan bagian
penting dari global food security. Laut China Selatan mengandung berbagai jenis ikan
145
baik ikan lunak dan bertulang maupun ikan tuna. Jenis-jenis ikan yang ada di Laut China
Selatan antara lain adalah mackerels, round scads, sardines, anchovies, carangids, pony
fish, red snappers, goat fish, thread breams, bigeye snappers, groupers, croakers,
lizardfish, squids, cuttlefish, dan shrimps.
Laut China Selatan merupakan salah satu sumber perikanan terpenting dan
paling produktif di dunia. Banyaknya jumlah kepulauan, semenanjung, batu karang, arus
bawah air serta faktor-faktor lainnya memungkinkan terbentuknya ekosistem laut yang
subur di Laut China Selatan. Bermuaranya sekitar 125 sungai besar ke Laut China Selatan
juga turut menyebabkan tingginya produktifitas perairan tersebut. Lebih dari 30 persen
terumbu karang dunia ada di sekitar perairan Laut China Selatan. Selain dari pada
kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Laut China Selatan, gugusan pulau-pulau yang
telah disinggung diatas diperebutkan karena kedudukan strategisnya.
Sumber Sumber: Ben Dolven, Mark E. Manyin and Shirley A. Kan. 2014.
146
Lebih rinci lagi konflik wilayah di Asia ini dapat digambarkan dalam tabel berikut.
147
148
Sumber: Sukmawani Bela Pertiwi.2012.67
Bahkan seperti terlihat dalam tabel berikut konflik perbatasan memang terjadi
namun seperti dilihat dalam sejarah hubungan negara ini, seperti Indonesia dan
Malaysia menyelesaikan masalah Sipadan dan Ligitan melalui Mahkamah Arbitrasi
Internasional di Belanda.
67
Sukmawani Bela Pertiwi.2012. The Rise of Territorial Disputes and the Stability of Southeast Asia.
Thesis American University.
149
Tabel 13: Studi Kasus Konflik Teritorial
68
Sukmawani Bela Pertiwi.2012. The Rise of Territorial Disputes and the Stability of Southeast Asia.
Thesis American University.
150
Gambar 40: Konflik Teritorial di Asia Timur
Sumber Sumber: Ben Dolven, Mark E. Manyin and Shirley A. Kan. 2014.69.
Seperti dijelaskan di atas karena konflik wiayah ini menyangkut kedaulatan, politik
dan militer serta ekonomi, maka penyelesaiannya di era Pasca Perang Dingin ini tidak
mudah. Berbagai forum multilateral berusaha untuk menanganinya misalnya melalui
ASEAN dan juga APEC namun China sejauh ini di Laut China Selatan menginginkan
penyelesaian bilateral.
69
Ben Dolven, Mark E. Manyin and Shirley A. Kan. 2014. Maritime Territorial Disputes in East Asia:
Issues for Congress. Washington: Congressional Research Service
151
BAB XIV
IDEOLOGI DAN NASIONALISME DI ASIA
Nasionalisme dan ideologi adalah dua fenomena sosial yang berperan dalam
hubungan internasional. Nasionalisme muncul karena sejak perjanjian Westphalia,
entitas politik di dunia diatur berbasiskan kebangsaan. Oleh karena itulah kemudian
hubungan antar pemilik kedaulatan politik disebut sebagai hubungan antar negara
bangsa (nation-state).
Dalam konteks ini maka negara disebut sebagai aktor utama dalam hubungan
internasional karena negara merupakan personifikasi sebuah aktor politik. Dengan
negara berdasarkan kebangsaan inilah kemudian analisis hubungan internasional yang
dominan berbasis kepada negara –bangsa. Dilihat dari perkembangannya, nasionalisme
mulamula muncul menjadi kekuatan penggerak di Eropa Barat dan Amerika Latin pada
abad ke-18
Sejumlah pandangan tentang apa yang disebut nasionalisme dapat memberikan
penjelasan mengenai hal ini.70 Sartono Kartodirjo menjelaskan nasionalisme memuat
tentang kesatuan/unity, kebebasan/ liberty, kesamaan/ equality, demokrasi,
kepribadian nasional serta prestasi kolektif.71 Nazaruddin Sjamsuddin mengatakan
Nasionalisme adalah suatu konsep yang berpendapat bahwa kesetiaan individu
diserahkan sepenuhnya kepada Negara.72
Hal – hal yang mendorong munculnya faham nasionalisme , antara lain :
1. Adanya campur tangan bangsa lain misalnya penjajahan dalam
70
http://eprints.walisongo.ac.id/1563/6/083111134_Bab3.pdf
71
Sartono Kartodirjo. 1999. Multidimensi Pembangunan Bangsa Etos Nasionalisme dan Negara Kesatuan.
Yogyakarta: Kanisisus.. Hal. 60.
72 Nazaruddin Syamsudin. 1988. Bung Karno Kenyataan Politik dan Kenyataan Praktek. Jakarta: CV.
152
wilayahnya.
2. Adanya keinginan dan tekad bersama untuk melepaskan diri dari
belenggu kekuasaan absolut , agar manusia mendapatkan hak – haknya
secara wajar sebagai warga negara.
3. Adanya ikatan rasa senasib dan seperjuangan.
4. Bertempat tinggal dalam suatu wilayah.
Dari fenomena nasionalisme ini dapat dikatakan bahwa ada arti nasionalisme
sempit dan luas.
Ada 2 (dua) macam nasionalisme :
1. Nasionalisme dalam arti sempit : paham kebangsaan yang berlebihan dengan
memandang bangsa sendiri lebih tinggi (unggul) dari bangsa lain. Paham ini sering
disebut dengan istilah “Chauvinisme”. Chauvinisme pernah dianut di Italia (masa
Bennito Mussolini); Jepang (masa Tenno Haika) dan Jerman (masa Adolf Hitler).
2. Nasionalisme dalam arti luas : paham kebangsaan yang meletakkan kesetiaan
tertinggi individu terhadap bangsa dan tanah airnnya dengan memandang bangsanya
itu merupakan bagian dari bangsa lain di dunia. Nasionalisme arti luas mengandung
prinsip-prinsip : kebersamaan; persatuan dan kesatuan; dan demokrasi (demokratis).
Dari gambaran nasionalisme ini di Asia Timur terjadi peperangan yang luas biasa
yang menelan korban besar karena nasionalisme yang sempit seperti ketika Jepang
melakukan penjajahan ke Asia atas nama pembebasan Asia dari penjajahan Barat. Isu
nasionalisme ini juga masih tampak berpengaruh ketika terjadi konflik territorial
153
misalnya di Laut China Selatan. Nasionalisme juga menjadi salah satu penyebab
mengapa China bangkit dan dapat menghadapi Amerika Serikat dalam bidang ekonomi.
Dalam hubungan internasional di Asia, nasionalisme juga menjadi kekuatan untuk
membebaskan diri dari kolonialisme Barat. Indonesia merdeka tahun 1945 karena
semangat nasionalisme.
73
https://www.foreignaffairs.com/map-conflicts-south-and-east-china-seas
154
faktor ideologi memiliki pengaruh kepada hubungan internasional waktu itu. Perang
Dingin disebut sebagai pertarungan dua ideologi besar yakni liberalism yang dianut
Barat dan komunisme yang dianut Timur.
Jadi jelas bahwa hubungan internasional Asia pada Perang Dingin terutama
dipengaruhi oleh pertarungan ideology liberalisme versus komunisme. Dua kubu
kemudian bertarung memperbitkan wilayah dan pengaruh sehingga muncul dua perang
besar yakni Perang di Korea dan Perang di Vietnam. Kedua perang ini tidak lain adalah
wujud dari pertarungan dua ideologi besar yang saling memperebutkan wilayah
pengaruh.
Tabel 14: Perbedaan Ideologi Kapitalisme dan Komunisme
74
http://slideplayer.com/slide/3321520/
155
Gambar 42: Perang Dingin di Asia
156
Gambar 43: Bantuan Berdasarkan Kedekatan Ideologi
\
Sumber: huffingtonpost.com75
Bahkan perbedaan ideologi selain menjadi pengelompokan negara, maka setiap
negara adidaya memberikan bantuan politik, ekonomi dan bahkan militer terhadap
anggota kelompoknya. Amerika Serikat misalnya memberikan bantuan militer ke
berbagai negara yang dekat atau sekutunya seperti terhadap Filipina antara lain untuk
menghadapi ideology komunis.
Selain bantuan militer baik berupa persenjataan, Amerika Serikat juga membujuk
sejumlah negara agar dekat dengan kelompoknya melalui bantuan pelatihan militer.
Dengan adanya kerjasama militer itulah maka Amerika Serikat dapat mendekati
berbagai negara di Asia. Dengan kedekatan itulah maka Amerika Serikat dapat
meningkatkan pengaruhnya sekaligus mencegah peranguh komunis.
75
https://www.huffingtonpost.com/council-on-foreign-relations/pivot-asia-security_b_9830182.html
157
BAB XV
TERORISME DI ASIA
Fenomena terorisme di Asia pasca Perang Dingin berbeda dengan apa yang terjadi
ketika Perang Dingin. Dalam bab ini akan dijelaskan berbagai bentuk terorisme di Asia
pasca Perang Dingin. Sebelum membahas bagaimana terorisme di Asia berikut ini
beberapa pengertian tentang terorisme
Political Terrorism: A Research Guide to Concepts, Theories, Data Bases and
Literature, menyampaikan definisi terorisme sebagai berikut: “A method of combat in
which random or symbolic victims become targets of violence. Through the previous use
of violence, other members of a group are put in a state of chronic fear (terror)”
(Metode tempur dimana korban tindak kekerasan dipilih secara acak dan simbolis.
Melalui penggunaan tindak kekerasan sebelumnya, anggota kelompok yang jadi sasaran
dalam keadaan sangat cemas (diteror). (A.Schmid, 1983).
Definition of Terrorism under U.S. Law, United States Law Code dan The Anti
Terrorism Act,Departement of Justice, Canada, 2008 disebutkan sebagai berikut:
“Kelompok teroris didefinisikan sebagai suatu kelompok atau sub kelompok yang
memiliki tujuan atau aktifitas untuk memfasilitasi atau melaksanakan tindakan pidana
terorisme”.(Departement of Justice, Canada, 2008)
Pemerintah Amerika Serikat (1984) dalam buku US Army Operational Concept for
Terrorism Counteraction,bahwa terorisme sebagai: “The calculated use of violence or
threat of violence to attain goals that are political, religious or ideological in nature
through intimidation, coercion or instilling fear”.(US Army, 1984) (Penggunaan
kekerasan atau ancaman kekerasan yang direncanakan untuk mencapai tujuan politik,
keagamaan atau ideologis melalui intimidasi, paksaan atau penanaman rasa khawatir)
Schmid, Alex Peter, Albert J.Jongman (1974) dalam bukunya Political terrorism: a
new guide to actors, authors, concepst, data bases, dan Jenkins, Brian (1985) dalam buku
158
Terrorism and Beyond, menyampaikan bahwa teror sebagai berikut: “Teror adalah suatu
usaha untuk menciptakan ketakutan,
kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Maka
kelompok teroris menggunakan kekerasan untuk menimbulkan
rasa takut kepada non kombatan dengan cara-cara yang tidak sah
dan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan politik”. (Jenkins,
Brian, 1985).
Penjelasan Pasal 6 Perpu Nomor 1 Tahun 2002 dapat dilihat dalam
uraian sebagai berikut :
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau
ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror
atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan
korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan
atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk
menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek
vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik,
atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling
lama seumur hidup”.(Sekretariat Negara, 2002)
159
Gambar 44: Model Terorisme
76
Mohamad Faisol Keling, Md. Shukri Shuib, Mohd Na’eim Ajis and Achmad Dzariean Mohd Nadzri.
2009.The Problems of Terrorism in Southeast Asia.Dalam Journal of Asia Pacific Studies ( 2009) Vol 1, No
1, 27-48
160
Dari gambar tersebut jelas bahwa terorisme era Perang Dingin dan sesudahnya
berbeda. Periode Perang Dingin ditandai dengan kemunculan terrorism berwajah
ideologis. Sedangkan sesudah Perang Dingin terorisme dilatarbelakangi perbedaan
agama. Bahkan setelah Serangan 11 September maka terorisme diwarnai oleh
kekerasan yang dilakukan kelompok yang mengatasnamakan Islam.
Gambar 45: Level Terorisme
161
Gambar 46: Pintu Masuk Gerakan Terorisme
Dari gambar tersebut dapat disimak bahwa masuknya terorisme kedalam sebuah
negara juga ditentukan oleh faktor di dalam negeri. Instabilitas politik dan ekonomi
misalnya menjadi salah satu pintu masuk gerakan terrorism. Manakala negara itu kacau
maka pintu masuk gerakan terorisme itu relatinf lebih mudah dibandingkan negara yang
memiliki pemerintahan stabil. Semakin lemah faktor dalam negeri maka faktor eksternal
untuk masuknya gerakan terorisme akan semakin mudah. Sebaliknya jika kelompok
terorisme ini menghadapi masyarakat yang bersatu serta kondisi ekonomi yang stabil
maka meskipun sudah masuk sulit berkembang. Isu-isu seperti ketidakadilan,
ketimpangan ekonomi atau ketidakpuasan kelompok oposisi tidak dapat memicu
gerakan terorisme secara besar-besaran.
162
Gambar 47: Pencegahan Masuknya Gerakan Terorisme
77 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45463/3/Chapter%20II.pdf.
164
Terorisme di Singapura
Singapura merupakan sebuah negara yang kerap menjadi target operasi dari
kelompok-kelompok terorisme yang aktif di kawasan Asia Tenggara. Singapura dianggap
sebagai negara yang menjalankan kepentingan negara-negara Barat, negara yang
menjadi pusat kepentingan negara-negara Barat, dan Singapura dianggap sebagai
kapitalis yang pro terhadap kepentingan Barat. Sehingga hal tersebut yang menjadikan
Singapura menjadi target operasi aksi teror di Asia Tenggara oleh kelompok terorisme
yang aktif di Asia Tenggara. Tidak hanya karena dianggap sebagai negara yang
menjalankan kepentingan negara-negara Barat, Singapura yang merupakan negara yang
kecil dianggap oleh kelompok teroris sebagai target yang mudah untuk diserang karena
mengganggap bahwa
Singapura tidak mampu menangkap kelompok teroris tersebut. Singapura
sebagai salah satu pusat keuangan dunia, maka aksi teror ke Singapura dapat
menambah keuangan teroris melalui penculikan untuk meminta uang tebusan
Terorisme di Thailand
Aktivitas terorisme yang terjadi di Thaliand sangat berkaitan dengan
pemberontakan yang terjadi di Thailand Selatan. Gerakan separatisme Islam lah yang
melakukan pemberontakan tersebut. Pemberontakan di Thailand Selatan aktif di
Narathiwat, Pattani dan Provinsi Yala. Terjadi juga kekerasan di wilayah Songkhla,
terutama di beberapa daerah yang didominasi oleh populasi muslim yaitu di Hat Yai, dan
daerah komersial. Akibat pemberontakan yang terjadi di Thailand Selatan menyebabkan
ketidakstabilan politik dan ekonomi di Thailand. Sejak Januari 2004 kekerasan sectarian
antara pemberontak yaitu gerakan separatisme muslim di Thailand Selatan dengan
pasukan keamanan Thailand telah memakan korban lebih dari 3.400 jiwa sesuai dengan
laporan pers Thailand. Pemerintah Thailand juga mengakui cukup sulit untuk
mengetahui motif serangan yang dilakukan oleh gerakan separatismee ini. Kelompok
separatisme ini tidak terlalu diketahui oleh dunia internasional. Adapun keinginan
kelompok ini adalah untuk merdeka dari penduduk yang beragama Budha yang tinggal
di bagian utara Thailand, hal ini telah terjadi sejak 1902.
165
Perkembangan Terorisme di Indonesia
Indonesia telah menjadi perhatian dunia internasional dalam masalah
pemberantasan terorisme pasca terjadinya tragedi WTC. Perhatian dunia internasional
yaitu AS dan negara-negara sekutunya yang telah membentuk aliansi dalam
memberantas terorisme mencurigai bahwa di Indonesia terdapat jaringan teroris
internasional. Kecurigaan AS dan negara-negara lainnya yang telah terkena serangan
teroris ini adalah akibat dari laporan yang diterima AS dari pemerintah Singapura bahwa
pelaku teror yang ingin melakukan pengeboman terhadap Bandara Changi Internasional
merupakan kelompok teroris JI. Mas Selamat Kastari merupakan dalang perencanaan
pembajakan sebuah pesawat di Bangkok dan ingin menabrakkan ke Bandara Changi
pada tahun 2001.
Pada Oktober 2002, AS telah menjadikan JI sebagai salah satu organisasi teroris
internasional. Hal itu terjadi setelah Dewan Keamanan PBB menambahkan JI sebagai
daftar kelompok teroris, sehingga semua negara yang menjadi anggota PBB diharuskan
untuk membekukan asset organisasi, dan menolak akses dana ke JI.82 Dalam Resolusi
PBB 1390/2002 JI dituding sebagai organisasi teroris internasional bersama 25 organisasi
teroris lainnya. JI dianggap sebagai kepanjangan tangan Al-Qaeda kawasan Asia
Tenggara. JI yang berbasis di Indonesia diyakini memiliki hubungan dengan organisasi
teroris lainnya yang aktif di Malaysia, Singapura dan Filipina.
166
Gambar 48: Regenerasi Terorisme Indonesia
167
Gambar 49: Pembagian Wilayah Mantiqi
168
DAFTAR PUSTAKA
Andrees, Beate. 2008. Kerja Paksa dan Perdagangan Orang. Jakarta: ILO.
Asian Development Bank. 2017. Asian Economic Integration report 2017. Manila: ADB.
Baylis, John and Steve Smith, 2001. The Globalization of world Politics: An
Introduction to International Relations Second Edition, New York: Oxford
University Press.
Croissant, Aurel and Philip Lorenz. 2018. Comparative Politics of Southeast Asia:
An Introduction to Governments and Political Regimes. Chamn: Springer.
Dolven, Ben, Mark E. Manyin and Shirley A. Kan. 2014. Maritime Territorial
Disputes in East Asia: Issues for Congress. Washington: Congressional
Research Service.
Hallang, Andi. 2007. Pola Perubahan Kebijakan Luar Negeri Cina. LITE, Volume 3,
169
Nomer 2, September 2007.
Keling, Mohamad Faisol, Md. Shukri Shuib, Mohd Na’eim Ajis and Achmad
Dzariean Mohd Nadzri. 2009.”The Problems of Terrorism in Southeast
Asia”. Journal of Asia Pacific Studies ( 2009) Vol 1, No 1, 27-48
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochamad Yani. 2014. Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prasetyo, Sigit Aris. 2011. ”APEC dan Proses Integrasi Ekonomi Regional di
Kawasan Asia Pasifik”. Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 2, No. 2, 2011
Pekkanen, Saadia M., John Ravenhill and Rosemary Foot. 2014. The Oxford
Handbook The International Relations of Asia. Oxford: Oxford University.
Pertiwi, Sukmawani Bela.2012. The Rise of Territorial Disputes and the Stability of
Southeast Asia. Thesis American University.
Rosenau, James N., Kenneth Thompson and Gavid Boyd. 1976. World Politics: An
Introduction. New York: Free Press.
170
Setiawan, Asep. 2017. Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Jakarta: FISIP
UMJ.
Sungkar, Yasmin. 2005. Strategi ASEAN Dalam Perluasan ASEAN +3. Jakarta: LIPI.
Yahuda, Michael. 1996. The International Politics of the Asia Pacific .London:
Routledge.
Yahuda, Michael. 2019. The International Politics of the Asia Pacific .London:
Routledge.
Yang, Seung Yoon & Mohtar Mas’oed. 2003. Sejarah Korea Sejak Awal Hingga
Masa Kontemporer. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
171
172