Anda di halaman 1dari 18

KERJASAMA PERTAHANAN MILITER ANTARA INDONESIA DAN RUSIA

DALAM BIDANG PERTAHANAN ALUTSISTA

Galih Prasetio – 11140220000061


SKI VI B
email: galih.prasetio14@mhs.uinjkt.ac.id

Pendahuluan

Hubungan diplomatik Indonesia-Uni Soviet sudah lama terjalin sejak masa


pemerintahan Presiden Soekarno dengan pimpinan tertinggi Uni Soviet pada masa itu, Nikita
Khrushchev. Uni Soviet adalah negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia.
Dinamika hubungan kerjasama terus berlanjut, Uni Soviet menganggap Indonesia sebagai
sekutu yang signifikan di Asia- Pasifik.
Jatuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin mempengaruhi perubahan posisi
Uni Soviet dalam politik internasional. Rusia mulai bangkit sebagai negara penerus Uni
Soviet di bawah pimpinan Mikhail Gorbachev. Indonesia diembargo oleh kongres Amerika
Serikat dalam pembelian senjata dan hubungan kerjasama Indonesia-Rusia kembali terjalin
seiring dengan bangkit kembali Federasi Rusia.
Walaupun Amerika telah mencabut embargo terhadap Indonesia, hal ini tidak
menutup Indonesia tetap melakukan kerjasama pertahanan militer dengan Rusia, dan tetap
berhubungan baik dengan Amerika Serikat. Kerjasama pertahanan ini juga bermanfaat bagi
Indonesia selanjutnya, karena Indonesia tidak hanya tergantung pada satu negara saja dalam
hal pengadaan peralatan teknik militer dan penyediaan persenjataan.
Kerjasama ini ditandai dengan suatu kesepakatan antar kedua negara dalam bidang
pertahanan atau militer. Inti dari kesepakatan ini secara umum termaktub dalam pasal 1, poin
pertama dan kedua yang isinya adalah; Pertama, penyediaan peralatan militer dan
perlengkapan terkait lainnya. Kedua, Pemeliharaan, perbaikan, peningkatan dan layanan
teknis lainnya untuk persenjataan dan perlengkapan militer, yang disediakan dan di produksi
berdasarkan persetujuan lisensi atau melalui produk bersama.1
Penulisan ini bertujuan untuk menganalisa bagaimana dinamika kerjasama pertahanan
militer antara Indonesia dan Rusia dalam bidang pertahanan alutsista. Dalam pengumpulan

1
Persetujuan antara pemerintah republik Indonesia dan pemerintah federasi Rusia tentang kerjasama teknik militer
dapat diakses pada http://treaty.kemlu.go.id/uploads-pub/3553 RUS-203-0012.pdf diakses 05-07-2017
data-data penulis merujuk pada buku-buku, artikel, jurnal, dan berita-berita media yang
relevan. Dalam mengumpulkan data-data penulis lebih banyak memanfaatkan media internet
sebagai source of data.
Dalam kebijakan luar negeri suatu negara, dikenal teori Policy Influencer System
yang diajukan oleh William D. Coplin. Teori ini digunakan Coplin untuk menganalisis
hubungan antara para pengambil keputusan politik luar negeri dengan policy influencers yang
berada dalam konteks politik dalam negeri dan juga dalam kajian perbandingan pembuatan
kebijakan luar negeri antar negara.2
Teori Coplin dapat digunakan dalam mengkaji proses pengambilan luar negeri
Indonesia, yaitu begitu kuatnya pengaruh (influence) dari kelompok-kelompok yang berada
disekitar para pembuat keputusan (decisions maker) dalam usaha mereka untuk meloloskan
keinginan mereka agar diputuskan atau dikeluarkan menjadi sebuah kebijakan luar negeri.
Dalam hal ini, bureaucratic influencers yang paling berpengaruh dalam proses pengambilan
keputusan atau pembuatan kebijakan luar negeri Indonesia adalah Departemen pertahanan.
Dephan yang memberikan masukan kepada Presiden untuk membuka kembali kerjasama
pertahanan militer berdasarkan data-data yang dimilikinya sebagai lembaga yang mewadahi
TNI dalam hal kelengkapan dan persenjataan yang bertujuan untuk ketahanan negara.
Dephan sebagai salah aktor yang menerima masukan dari setiap matra TNI mengenai kondisi
kelengkapan persenjataan dan peralatan yang TNI miiliki dan gunakan.

Kerjasama Indonesia dan Rusia Pada Masa Orde Lama di Bidang Alutsista

Perjalanan sejarah antara Indonesia dan Rusia sudah dimulai sejak masa awal
kemerdekaan. Terbentuknya hubungan diplomatik Indonesia dan Rusia dimulai pada 3
Februari 1950.3 Terjalinnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Rusia menandakan
terbentuknya kerjasama di segala bidang antara Indonesia dan Rusia pada saat itu. Selain
terjalinnya hubungan diplomatik, Rusia juga memberi jasa terhadap Indonesia di usianya
yang saat itu masih muda. Rusia yang pada saat itu bernama Uni Soviet, merupakan sponsor
diterimanya Indonesia menjadi anggota PBB dan telah mengakui Indonesia sejak tahun
1948.4 Jasa Rusia atau Soviet pada saat itu dapat digambarakan sebagai tanda suatu
pandangan positif terhadap Indonesia.

2
William D Coplin. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis terj. M. Marbun, Edisi Kedua.
Bandung: Pustaka Sinar Baru, 1992, hal. 74-76.
3
F.Djoko Poerwoko, Kerja Sama Militer RI-Rusia, Kompas Cetak, 03-02-2010, Hal.7
4
Ibid, Hal.7
Pandangan positif Soviet saat itu juga dibalas dengan sikap bangsa Indonesia yang
berusaha untuk menjaga hubungan baik antara dua negara. Hal ini terlihat pada tahun 1956
atas undangan Pemerintah Uni Soviet, Presiden Soekarno berkunjung ke Uni Soviet. Dalam
kunjungannya selama 14 hari tersebut Indonesia mendukung konsep ko-eksistensi damai Uni
Soviet sebagai landasan hubungan bilateral kedua negara.5 Selama kepemimpinan Bung
Karno, tiga kali beliau berkunjung ke Rusia dalam periode 1956-1964, dibalas kunjungan
Nikita Khrushchev pada tahun 1957.6 Dapat dipastikan bahwa selama kurun waktu
berkuasanya Orde Lama, hubungan antara Indonesia dan Soviet kala itu berjalan amat baik.
Sesungguhnya, hubungan baik antara Indonesia dan Soviet bukan tanpa alasan yang
kuat. Eratnya hubungan antara Indonesia dan Soviet dikarenakan kondisi saat itu yang
mendorong Indonesia untuk lebih condong membina hubungan dengan Soviet. Pada saat itu
terjadi konfrontasi dengan Belanda karena perebutan Irian Barat, Indonesia mengalami krisis
senjata dan armada militer. Permintaan bantuan senjata oleh Indonesia kepada Amerika
secara halus ditolak, hal ini memaksa Indonesia untuk berpaling kepada rival Amerika saat
itu, yaitu Soviet. RI berpaling ke Uni Soviet setelah AS menolak permintaan RI. Sikap AS
mudah dimengerti karena AS tidak mau secara nyata membela negara yang memerangi
sekutunya (Belanda) dalam NATO.7 Sebagaimana diketahaui bahwa Belanda dan Amerika
Serikat berada dalam satu Pakta Pertahanan yang disebut NATO (North Atlantic Treaty
Organization), Pakta yang condong memaksa negara anggotanya untuk saling membantu
dalam bidang pertahanan.
Dengan melihat fakta bahwa Amerika tidak memberi bantuan kepada Indonesia, maka
upaya meminta bantuan kepada Uni Soviet segera dilakukan. Dalam upaya meminta bantuan
kepada Uni Soviet dalam segi peralatan militer, pada 28 Desember 1960, Presiden Soekarno
menugaskan Abdul Haris Nasution untuk pergi menghadap Perdana Menteri Kruschev dan
menyampaikan keinginan Pemerintah RI untuk membeli senjata. 8 Abdul Haris Nasution yang
pada saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pertahanan dan Keamanan dan
Kepala Staf Angkatan Bersenjata Republik Indonesia langsung melaksanakan perintah
tersebut. Perdana Menteri Soviet Kruschev menyambut dengan sangat baik: Indonesia bisa
mendapat semua kebutuhan persenjataan di negaranya. “Dan saya tidak takut Belanda,” kata
Kruschev.9 Hal ini menandakan suatu dukungan penuh Soviet terhadap Indonesia dalam
5
A. Fahrurodji, Rusia Baru, Menuju Demokrasi, Pengantar Sejarah dan Latar Belakang Budayanya, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta 2005, Hal. 235
6
F. Djoko Poerwoko, Kerja Sama Militer RI-Rusia, Kompas Cetak, 03-03-2010, Hal.7
7
Alat Pertahanan RI: AS, Eropa, Rusia lalu China, Kompas Cetak, 02-05-2005, Hal.46
8
Lebang. Tomi, 60 Tahun Pasang Surut Hubungan Indonesia-Rusia, Kompas Gramedia, 2010, Hal.102
9
Ibid, Hal.102
merebut Irian Barat. Dan Jelas pula bahwa dukungn ini sebagai cerminan hubungan yang
sangat bagus antara Indonesia dan Soviet pada saat itu.
Keberangkatan Abdul Haris Nasution untuk menghadap Kruschev saat itu
menghasilkan kontrak kerjasama militer antara RI dan Soviet. Kontrak kerjasama militer
dalam rangka pembebasan Irian Barat antara Indonesia dan Soviet pada zaman Soekarno
kurang lebih sekitar US$500 juta.10 Jumlah ini terbilang besar pada saat itu, terlihat pula
betapa signifikannya upaya bantuan yang diberikan Soviet kepada Indoneisa. Diantara
Angkatan yang paling besar mendapat persenjataan Soviet adalah Angkatan Laut: 12 kapal
selam, belasan roket cepat, pesawat-pesawat AL, beberapa helicopter, serta peralatan berat
21, Ilyusin 28, TU 16, dan pesawat angkut Antonov beserta 3 satuan pertahanan udara
lengkap dengan roket dan radarnya.11
Tidak berhenti hanya pada satu momen saja, usaha Indonesia untuk meminta bantuan
kepada Soviet juga berlangsung untuk kedua kalinya. Pada juli 1962, Nasution kembali
terbang ke Moskwa untuk menandatangani kontrak berikutnya. Dalam kontrak baru ini TNI
mengajukan kapal selam, MIG, Roket, radar, tank, dan sebagainya. Yang menarik,
rombongan ini terdiri dari sejumlah petinggi TNI, termasuk Brigjen Soeharto yang kelak
menjadi Presiden RI.12 Upaya kontrak yang kedua ini jelas merupakan gambaran betapa
perangkat militer asal Soviet amat berguna bagi Indonesia. Di lain pihak, Soviet juga seakan
menaruh kepercayaan besar terhadap Indonesia dalam hal kerjasama militer. Karena pada
hakikatnya, saling membutuhkan dan saling percaya menjadi hal penting bagi suatu bentuk
kerjasama. Bergunanya komponen senjata asal Soviet bahkan diungkapkan oleh Kolonel Laut
(ret) E. Chubasev, Atase Angkatan Laut Uni Soviet di Jakarta (1962-1966 dan 1970-1972). Ia
menuturkan bahwa pengiriman persenjataan ini telah menyebabkan perubahan fundamental
di dalam tubuh Angkatan Laut dan Angkatan Udara RI. 13 Bagaimana tidak, pasca diberi
bantuan oleh Soviet, kekuatan AL Indonesia meningkat 5 kali lipat dengan didatangkannya
peralatan tempur seperti: 1 buah kapal penjelajah, 8 Destroyer, 12 Kapal Selam, termasuk
100 tank ampibi PT-76. Letjen Ali Sadikin (2000) dalam artikelnya menyebutkan: bahwa
Angkatan Laut kita waktu itu terkuat nomor dua di Asia setelah RRC.14
Untuk pertama kali dalam sejarah, AL Republik Indonesia memiliki instalasi roket
pertahanan pantai tipe Sopka dan ranjau laut (sekitar 30 ribu buah). Dengan peralatan canggih
10
Lebang. Tomi, 60 Tahun Pasang Surut Hubungan Indonesia-Rusia, Kompas Gramedia, 2010, Hal.102
11
Ibid, Hal.102
12
Ibid, Hal.102
13
Lebang. Tomi, 60 Tahun Pasang Surut Hubungan Indonesia-Rusia, Kompas Gramedia, 2010, Hal.103
14
A. Fahrurodji, Rusia Baru, Menuju Demokrasi, Pengantar Sejarah dan Latar Belaang Budayanya, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta 2005, Hal.235
itu, AL dapat dengan mudah memantau selat-selat strategis di Indonesia, seperti Selat Malaka
dan Sunda.15 Wilayah Indonesia yang amat luas menuntut Angkatan Bersenjata RI untuk bisa
memantau berbagai sudut perairan dan daratan Indonesia. Dengan demikian, bantuan armada
militer dari Soviet sedikit banyak dapat membantu memantau luas wilayah Indonesia.
Selain Angkatan Laut, manfaat kerjasama dengan Soviet saat itu juga dirasakan
AURI. AURI juga merasakan pembaharuan serupa. Bantuan persenjataan dari Rusia
membuat persenjataan Angkatan Udara meningkat, baik mutu maupun jumlahnya. Misalnya,
roket pada TU-16KS bersayap anti kapal tipe KS-1 Kometa yang bukan saja sama dengan
sejumlah negara lain di dunia namun bahkan lebih canggih. Tak heran jika, seperti dikutip
Chubsnev, para ahli persenjataan menyatakan pertahanan udara Indonesia pada waktu itu
“tidak ada tandingannya di Asia Tenggara”.16 Selain TU-16KS yang berjumlah 30 buah,
Angkatan Udara RI juga mendapat bantuan berupa 50 TU-16, 80 buah jet tempur MiG-19
dan MiG-17 serta instalasi roket “darat-ke-darat”. Dengan demikian total pesawat tempur
yang dimiliki Angkatan Udara RI berjumlah 160 pesawat.17 Selain kemudahan akses
peralatan dan armada militer yang diberikan Uni Soviet pada saat itu, dalam hal pembayaran
pun dirasa mudah bagi Indonesia. Karena pada hakikatnya semua perlengkapan militer senilai
USD 600 juta tersebut dibeli dengan syarat pembayaran yang lunak.18
Hal lain yang juga penting mengenai kontrak pembelian senjata ini adalah
kesepakatan militer Indonesia dan Soviet soal pendidikan para perwira untuk mengoperasikan
serta memilihara peralatan perang itu. Dalam waktu yang relative singkat, ribuan perwira dan
prajurit Indonesia mendapat latihan intensif di Soviet. Pelatihan dipusatkan di beberapa
akademi militer, termasuk di Akademi Staf Umum AB USSR, pusat pendidikan militer di
Vladivostok, Sevastapol, dan sejumlah tempat lainnya. 19 Mengingat senjata yang dibuat
adalah senjata produk Soviet, maka seluk beluk sistem hanya dapat dimengerti oleh pihak
Soviet. Pelatihan yang diberikan kepada prajurit Indonesia diniatkan agar seluk beluk sistem
operasional senjata dari Soviet dapat dimengerti juga oleh prajurit Indonesia.

15
Lebang. Tomi, 60 Tahun Pasang Surut Hubungan Indonesia-Rusia, Kompas Gramedia, 2010, Hal.103
16
Ibid, Hal.103
17
A. Fahrurodji, Rusia Baru, Menuju Demokrasi, Pengantar Sejarah dan Latar Belaang Budayanya, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta 2005, Hal.235
18
A. Fahrurodji, Rusia Baru, Menuju Demokrasi, Pengantar Sejarah dan Latar Belaang Budayanya, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta 2005, Hal.235
19
Lebang. Tomi, 60 Tahun Pasang Surut Hubungan Indonesia-Rusia, Kompas Gramedia, 2010, Hal.103
Putusnya Hubungan Indonesia-Rusia Pada Masa Orde Baru di Bidang Perdagangan
Alutsista

Hubungan Indonesia dengan Rusia atau Soviet pada masa lalu tidak semuanya tercatat
bagus. Hubungan antar dua negara ini pernah mengalami pasang surut yang disebabkan
gejolak politik yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu tahun 1965-an. Gejolak politik di
tahun 1965 memberi dampak besar terhadap Indonesia yang mempengaruhi aktivitas
Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagaimana yang dikatakan Djoko
Poerwoko; “persoalan politik yang melanda Indonesia di tahun 1965 bukan hanya memberi
dampak bagi stabilitas keadaan di dalam negeri Indonesia. Masalah tersebut juga berujung
pada gejolak politik antara Rusia dan Indonesia”.20 Di dalam negeri, Indonesia menghadapi
konflik antara bangsa yang disinyalir melibatkan beberapa kelompok, salah satu yang
dianggap terlibat adalah Partai Komunis Indonesia (PKI).
Lebih lanjut Djoko Poerwoko mengatakan, bahwa kebijakan RI selama Orde Baru
menjadikan trauma historis-ideologis sebagai garis pembatas hubungan kedua bangsa.21
Merenggangnya hubungan antara Indonesia dengan Soviet berimbas pada hubungan
kerjasama yang telah dibangun antara kedua belah pihak, salah satunya adalah kerjasama di
bidang pertahanan. Menurut Djoko Poerwoko; “Gejolak Politik antara Rusia-Indonesia
tersebut juga ikut mempengaruhi kemampuan persenjataan militer Indonesia. Meskipun
sebelumnya Indonesia merupakan operator kedua semua jenis persenjataan ampuh keluaran
Soviet, kali ini tidak. Pasca G-30S semua alutsista eks Rusia dikandangkan, pengadaan suku
cadang dibatalkan”.22 Uni Soviet yang sebelumnya menjadi pemasok utama alutsista
Indonesia seolah berbalik arah menjadi negara yang justru bersitegang dengan Indonesia
pasca terjadinya peristiwa G-30S/PKI.
Makin memburuknya hubungan antara Indonesia dan Soviet saat tu terlihat dari
tindakan-tindakan yang menggambarkan tidak ada lagi suasana harmonis. Hal tersebut
terlihat manakala ada perintah dari “penguasa” untuk mengisi tangki bahan bakar TU-16
milik AURI dengan air pasca tragedi G-30S. Padahal, beberapa tahun sebelumnya pembom
jarak jauh jenis TU-16 sempat memperkuat armada Angkatan Udara untuk menjadi yang
terkuat di belahan bumi selatan. 23 Seakan Kerjasama antara dua negara ini tak berbekas,

20
F. Djoko Poerwoko, Kerja Sama Militer RI-Rusia, Kompas Cetak, 03-02-2010, Hal.7
21
A. Fahrurodji, Rusia Baru, Menuju Demokrasi, Pengantar Sejarah dan Latar Belaang Budayanya, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta 2005, Hal.235
22
F. Djoko Poerwoko, Kerja Sama Militer RI-Rusia, Kompas Cetak, 03-02-2010, Hal.7
23
Ibid, Hal.7
pesawat yang sebelumnya digunakan untuk mempertahankan wilayah NKRI dan sempat
menjadikan Indonesia ditakuti, akhirnya seperti menjadi barang rongsok yang sama sekali tak
terpakai.
Pada tahun-tahun awal Orde Soeharto, tiga dari 14 kapal selam yang dipasok Soviet
masih berdinas, tapi hanya satu yang masih bisa menyelam. Untuk kapal permukaan, hanya
tiga kapal fregat kelas Riga yang masih tersisa dari kekuatan yang sebelumnya tidak begitu
besar.24 Kemudian hal serupa terjadi dalam kekuatan udara. Menengok kembali jurnal IISS
London tahun 1975, di sana disebutkan, pengebom TU-16 dan II-28 juga jajaran MiG-
15/17/19/21 hanya disebut in storage alias tidak berfungsi lagi. Memang kenyataannya pada
tahun 1975 pesawat-pesawat Rusia sudah tidak dioperasikan lagi. Bahkan beberapa dikirim
ke Museum.25
Namun, setelah sempat lama renggangnya hubungan antara RI dan Rusia, Presiden
Soeharto membuka lembaran baru dengan mengunjungi Rusia pada September 1989.
Kunjungan kenegaraan itu menghasilkan kesepakatan kedua negara untuk “tidak saling
merugikan kepentingan negara lain manapun serta tidak memengaruhi kewajiban bilateral,
regional dan multirateral”. Tiga hari setelah Uni Soviet dinyatakan bubar, Pemerintah
Indonesia mengakui Federasi Rusia sebagai penerus Uni Soviet pada tanggal 28 Desember
1991.26
Bahkan setelah itu Indonesia berusaha menjalin kerjasama yang lebih dekat dengan
Rusia. Hingga pada tahun 1997 muncul niat Indonesia untuk membeli jet Sukhoi, dengan niat
pembelian 12 jet Su-30MK ditambah helicopter Mi-17 dengan nilai pembelian sebesar 525
juta dollar AS (sekitar Rp 4,305 triliun). Hanya saja rencana itu kemudian dibatalkan Januari
1998 setelah diketahui bahwa krisis finansial tampaknya semakin parah melanda Indonesia.27

Kerjasama Indonesia Dengan Rusia Pada Tahun 2003 di Bidang Alutsista

Setelah krisis yang dialami Indonesia dalam bidang pertahanan berlanjut semenjak
ditetapkannya embargo alutsista pada tahun 1999 hingga beberapa tahun kemudian, keadaan
postur pertahanan Indonesia secara fisik mengalami kemunduran. Hal tersebut
memungkinkan munculnya ancaman dan kendala seiring melemahnya militer Indonesia.
Salah satu negara yang dijadikan rekan dalam membangun kerjasama militer dengan
24
Ninok Leksono, Nostalgia Kemesraan Jakarta-Moskwa, Kompas Cetak, 23-04-2003, Hal. 1
25
Ibid, Hal.1
26
Lebang. Tomi, 60 Tahun Pasang Surut Hubungan Indonesia-Rusia, Kompas Gramedia, 2010, Hal.104
27
Ninok Leksono, Nostalgia Kemesraan Jakarta-Moskwa, Kompas Cetak, 23-04-2003, Hal. 1
Indonesia adalah Rusia. Secara resmi kerjasama militer kedua bangsa dibuka pada periode
Uni Soviet. Pengakuan Uni Soviet terhadap kedaulatan RI diberikan pada tanggal 26 Januari
1950, kurang dari 5 tahun setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945.28 Di masa Orde Lama, kerjasama Pertahanan antara Indonesia dan Rusia, saat
itu masih Soviet, bisa dibilang amat erat. Namun pada tahun 1965 hubungan keduanya
memburuk dan hampir putus sama sekali.
Setelah beberapa dekade kerjasama pertahanan Indonesia dan Rusia putus, akhirnya
kerjasama antara kedua negara tersebut terjalin kembali. Kerjasama pertahanan jilid kedua
antara dua negara ini diawali saat Presiden Megawati mengadakan kunjungan ke Rusia pada
23-24 April 2003. Kunjungan Megawati ke Rusia ini sebagai tanda diaktifkannya kembali
hubugan bilateral kedua negara yang sempat mengalami pendinginan atau kurang
berkembang. Sebagaimana diketahui bahwa kunjungan Megawati merupakan kunjungan
pertama kepala negara Indonesia setelah kunjungan Soekarno di masa Orde Lama, dan
Soeharto pada masa Orde Baru.29
Kunjungan Presiden Megawati ke Rusia juga disertai dengan penandatanganan
Deklarasi Kerjasama Kemitraan antara Indonesia dan Federasi Rusia pada abad 21. Makna
kerjasama ini dapat dilihat dari peranyataan berikut30:
“Untuk memperdalam dan memperluas dialog politik pada berbagai hubungan
bilateral dan masalah internasional yang menjadi perhatian bersama. Untuk
memperomosikan pengembangan ekonomi bilateral, perdagangan, ilmu pengetahuan, teknik
dan teknologi militer, termasuk juga kerja sama industri pertahanan. Untuk menciptakan
kondisi legal yang menguntungkan, bagi kondisi keuangan dan ekonomi yang dalam hal ini:
untuk mendorong kerjasama langsung antar perusahaan negara (BUMN) dan perusahaan
swasta serta struktur ekonomi dan keunagan”.
Dari potongan deklarasi kerjasama yang disepakati tersebut terlihat adanya salah satu
peluang bagi Indonesia untuk menjalin kemitraan dalam bidang pertahanan. Peluang tersebut
dibutuhkan oleh pihak Indonesia mengingat kondisi Indonesia sedang mengalami tekanan
embargo di bidang pertahanan oleh Amerika.

28
A. Fahrurodji, Rusia Baru, Menuju Demokrasi, Pengantar Sejarah dan Latar Belaang Budayanya, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta 2005, Hal.234
29
Siswanto, Dinamika Politik Internal, dan Orientasi Politik Luar Negeri Indonesia Masa Reformasi, dalam Emilia
Yustiningrum, Agus R. Rahman, Japanton Sitohang, ed., Hubungan Bilateral Indonesia-Rusia Pasca Reformasi, LIPI,
Jakarta,2005, Hal.47
30
Siswanto, Dinamika Politik Internal, dan Orientasi Politik Luar Negeri Indonesia Masa Reformasi, dalam Emilia
Yustiningrum, Agus R. Rahman, Japanton Sitohang, ed., Hubungan Bilateral Indonesia-Rusia Pasca Reformasi, LIPI,
Jakarta,2005, Hal.47-48
Selain itu, Pemerintah Indonesia dan Rusia juga menandatangani persetujuan yang
disebut sebagai “Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Federasi
Rusia Tentang Kerjasama Teknik Militer” (Agreement Between The Government of The
Russian Federation on Military Technical Cooperation). Inti dari kesepakata ini secara umum
termaktub dalam Pasal 1 yang isinya adalah: Pertama, Penyedian peralatan militer dan
perlengkapan terkait lainnya. Kedua, pemeliharaan, perbaikan, peningkatan dan layanan
teknis lainnya untuk persenjataan dan perlengkapan militer, yang disediakan dan diproduksi
berdasarkan persetujuan lisensi atau melalui produksi bersama. Ketiga, pertukaran spesialis
untuk membantu pelaksanaan program bersama di bidang kerjasama teknik-militer. Keempat,
pelatihan personil pada institusi-institusi pendidikan terkait dari negara para pihak
berdasarkan kebutuhan dan kemampuan dari masing-masing pihak. Kelima, akusisi lisensi-
lisensi untuk pembuatan persenjataan dan peralatan dan pemberian bantuan teknis dalam
produksinya. Keenam, pembentukan usaha bersama untuk rancang-bangun dan pembuatan
persenjataan dan peralatan militer. Ketujuh, jenis-jenis kegiatan lainnya di bidang hukum dan
peraturan dari negara-negara para pihak.31
Pasca disepakatinya perjanjian antara negara yang berlangsung di Moscow dan
ditandatangani pada 21 April, secara perlahan namun pasti, pasokan alutsista mulai masuk ke
Indonesia. Hal ini terlihat dari kesediaan Rusia menjual empat pesawat Sukhoi (satu buah Su-
27 bernilai 32 juta dollar AS dan satu buah Su 30_MK bernilai 41 juta dollar AS) serta dua
helikopter serang transport Mi-35 (harga satuannya 21,9 juta dollar AS) yang semuanya
disepakati di tahun 2003.32 Total enam buah pesawat yang dibeli Indonesia pada saat itu.
Kemampuan Indonesia untuk membeli secara langsung alutsista dalam jumlah besar
masih belum mampu. Himpitan hutang akibat krisis dan warisan pemerintahan sebelumnya
membuat pemerintahan Megawati hanya membeli 4 pesawat tempur Sukhoi (2 unit Su-27SK
dan 2 unit Su-30MK) dan 2 helikopter Mi-35. Itupun dnegan cara imbal beli yang
pembayarannya ditukar dengan komoditas dari Indonesia.33 Pemesanan ini semua merupakan
bagian dari imbal beli senilai 175 juta dollar AS, yang uang mukanya harus dibayar tunai
sebesar 30 juta dollar. Dari uag muka 30 juta dollar tersebut, sebayak 15 juta dollar
kemungkinan akan dibayar dengan menggunakan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO)
dan komoditas lain seperti tekstil.34 Untuk proses imbal beli tersebut, Pemerintah Indonesia
31
Persetujuan antara pemerintah republik Indonesia dan pemerintah federasi Rusia tentang kerjasama teknik
militer dapat diakses pada http://treaty.kemlu.go.id/uploads-pub/3553_RUS-2003-0012.pdf diakses 05-07-2017
32
Rusia Bukan Hanya Sekedar Menjual Persenjataannya, Kompas Cetak, 29-04-2003, Hal.35
33
A. Fahrurodji, Rusia Baru, Menuju Demokrasi, Pengantar Sejarah dan Latar Belaang Budayanya, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta 2005, Hal.236
34
Indonesia- Rusia Sepakati Kerja Sama Militer, Kompas cetak 22-04-2003, Hal. 1
meunjuk Badan Urusan Logistik (Bulog) adalah sebagai agen transaksi perdagangan dari
pihak Indonesia. Fungsi Bulog adalah menentukan harga agar tidak terjadi persaingan yang
tidak sehat.35
Namun, menurut Mayjen (Purn) S.Kirbiantoro dan Drs. Dody Rudianto, MM, bahwa
pemerintah Megawati waktu itu membayar dengan uang muka ringan 12,5 persen (sekitar 21
juta dollar ASO dari nilai total harga kontrak yang dibayarkan melalui Bank Bukopin, sisanya
87,5 persen diangsur selama 18 bulan dengan menggunakan ekspor 11 komoditas (sistem
barter) seperti kelapa sawit, karet, produ-produk karet dan tekstil.36
Pembelian pesawat Shukoi yang pembayarannya melalui imbal dagang merupakan
salah satu bentuk diplomasi ekonomi. Pembayaran yang menggunakan produk-produk alam
yang menjadi komoditas utama di Indonesia seperti kelapa sawit, teh, coklat, karet, bauksit,
piranti, komputer, dan sepatu bot, seolah mempunyai implikasi terhadap kerjasama ekonomi
antara kedua negara.37
Saat melakukan proses kerjasama perdagangan senjata dengan Rusia, ada beberapa
hal yang menjadi perhatian. Di Rusia terdapat tiga level penentu penjualan senjata, yaitu level
pertama di pegang oleh Presiden Rusia, level kedua oleh Pemerintah Rusia-dalam hal ini
Menteri Pertahanan sedangkan level ketiga baru oleh Rosoboronexport yang melakukan
transaksi kepada negara pembeli,38 Lewat biro inilah terjalin komunikasi antara negara
pembeli dan produsen pesawat di Rusia setelah mendapat “restu” dari level dua dan level
pertama. Cara ini dilakukan agar persenjataan Rusia yang terkenal andal dan tangguh tersebut
tidak jatuh ke tangan negara yang dinilai tak berhak atau pemerintahan yang tidak didukung
oleh rakyatnya.39 Pengadaan persenjataan dari Rusia harus diawali dengan akses yang baik
dan benar sehingga level tiga mendapat rekomendasi untuk mengadakan transaksi dengan
calon pembeli yang betul-betul legitimate.40
Keterbukaan Rusia dalam kerjasama pertahanan dengan Indoensia dapat diartikan
sebagai dukungan Rusia kepada Indonesia. Lebih lanjut Putin menyatakan bahwa mendorong
kemajuan negara lain juga akan membuat Rusia bisa meraih keuntungan. 41 Interaksi jual beli

35
Ibid, Hal. 1
36
Mayjen (Purn) S.Kirbiantoro, Drs. Dody Rudianto, MM, Rekonstruksi Pertahanan Indonesia, Problematika,
Potensi, Tantangan dan Prospek, Pt Golden Terayon Press, Jakarta,2006, Hal.116
37
Siswanto, Dinamika Politik Internal, dan Orientasi Politik Luar Negeri Indonesia Masa Reformasi dalam Emilia
Yustiningrum, Agus R. Rahman, Japanton Sitohang, ed., Hubungan Bilateral Indonesia-Rusia Pasca Reformasi, LIPI,
Jakarta, 2005, Hal.49
38
F. Dojoko Poerwoko, Rosoboronexport, Penjual Senjata yang Bikin Repot, Kompas Cetak, 01-11-2004, Hal. 49
39
Ibid, Hal. 49
40
Ibid, Hal. 49
41
Simon Saragih, Bangkitnya Rusia, Peran Putin dan Eks KGB, Penerbit Kompas, Jakarta, Hal. 140
alutsista antara Indoensia dan Rusia sudah menjadi buti nyata bahwa kerjasama tersebut
secara langsung mempengaruhi pemasukan kas Rusia.

Kerjasama Indonesia-Rusia Pada Masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009),


merupakan saat yang cukup bagus untuk melanjutkan kembali kerjasama strategis dengan
Rusia yang dulu lebih dikenal dengan nama Uni Soviet. Dalam perkembangan politik luar
negeri Indonesia saat ini, penting untuk memperluas mitra strategis di seluruh dunia. Rusia
merupakan salah satu negara yang mempunyai potensi besar, diantara potensi itu adalah di
bidang kerjasama pertahanan militer dan keamanan.
Kerjasama strategis Indonesia-Rusia di bidang militer dan keamanan bisa menjadi
“pintu pembuka” untuk terjalinnya suatu kemitraan strategis di bidang-bidang lain di luar
bidang politik dan militer. Seperti Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Secara
geografis, Indonesia sangat luas, mencakup ribuan pulau dari Sumatera sampai Papua, yang
menjelaskan bahwa Indonesia membutuhkan tentara moderen yang kuat untuk menjamin
keamanan nasional.42
Pada pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Vladimir Putin
pada tanggal 29 November 2006, di Rusia, disepakati bentuk kerjasama di bidang militer,
politik, dan ekonomi. Di bidang ekonomi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendorong
investasi Rusia agar masuk ke Indonesia, karena Volume perdagangan kedua belah pihak
pada tahun 2005 dengan perkiraan pendahuluan mencapai 680 juta Dollar AS, angka tersebut
melebihi 42% hasil tahun 2004 (480 juta dolar AS). Indonesia memiliki kepentingan untuk
membuka kerjasama soal energi nuklir, untuk mengatasi krisis energi yang masih terus terjadi
di dalam negeri. Sedangkan disisi lain, Rusia mempunyai kepentingan untuk mengimbangi
dominasi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat di Indonesia terutama sektor pertambangan
yang sudah meraih keuntungan sangat besar. Sedangkan di bidang militer disepakati
mengenai implementasi kerjasama militer 2006-2010.43
Pemerintah Indonesia dan Rusia menandatangani tujuh nota kesepahaman di bidang
pertahanan, politik, ekonomi dan hukum. Ketujuh nota kesepahaman yang ditandangani
yaitu, kerjasama eksplorasi luar angkasa untuk maksud damai, kerjasama penggunaan energi

42
Mikhail M. Bely, “elang berkepala dua dan garuda: mereka yang mempunyai persamaan akan berkumpul
bersama”. diakses dari: www.indonesia.mid.ru. Pada tanggal 5 Juli 2017.
43
Rudi Hartono, “Menilai Politik Luar Negeri dan Kerjasama Indonesia-Rusia”, diakses dari: www.lmnd-
online.org. Pada tanggal 5 Juli 2017.
atom untuk maksud damai,kerjasama antar kejaksaan agung, perlindungan intelektual dalam
kerjasama teknik militer. Selain itu ditandatangi juga nota kesepahaman dalam bantuan
implementasi militer Rusia-Indonesia 2006-2010, pembebasan visa kunjungan singkat untuk
dan kepentingan dinas dan diplomatik, dan kerjasama bidang pariwisata. Penandatanganan
kesepakatan itu disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Vladimir
Putin di ruang Malachite Fuyet, Istana Kepresidenan Rusia.44
Pada tanggal 6 September 2007, Presiden Putin mengadakan kunjungan resmi ke
Indonesia. Kunjungan tersebut merupakan kunjungan balasan terhadap kunjungan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada Desember 2006, dan merupakan kunjungan pertama dari
Presiden Rusia sejak tahun 1991. Dalam kunjungan tersebut, Presiden Putin ingin mengkaji
ulang hubungan kerjasama yang telah terjalin sejak tahun 2003, terutama di bidang militer
dan ekonomi perdagangan.
Kunjungan Presiden Vladimir Putin ke Indonesia menyaksikan penandatanganan
Memorandum of Understanding dan Perjanjian Kerjasama, di Istana negara. Terdapat 8 MoU
dan perjanjian kerjasama yang ditandatangani, yaitu45:
1. MoU pemerintah RI dan pemerintah Rusia mengenai kerjasama di bidang
pembatasan dari dampak negatif pada lingkungan, ditandatangani oleh Meneg
LH Rachmat Witoelar dan Head of Rostechnadzor K.B Pulikopsky.
2. MoU antara Kementerian Pemuda dan Olahraga RI dan Agen Federal
mengenai Fisik, Budaya, dan Olahraga Federasi Rusia, tentang kerjasama
pelatihan fisik dan olahraga, ditandatangani oleh Menneg Pora Adhyaksa
Dault dan Head of Rossport V.A. Fetisov.
3. Perjanjian antara pemerintah RI dan pemerintah Rusia dalam promosi dan
perlindungan investasi, ditandatangani oleh Ketua BKPM M. Luthfi dan
Deputi Menteri Perdagangan dan Pengembangan Ekonomi V.G Savalyev.
4. Perjanjian kerjasama antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan The
Accounts Chamber of The Russian Federation, ditandatangani oleh Anwar
Nasution dan Ketua Badan Audit Rusia S.V. Stephasin.
5. MoU antara pemerintah RI dan pemerintah Rusia kerjasama melawan
terorisme, ditandatangani oleh Dirjen Amerika dan Eropa, Departemen Luar
Negeri RI, Eddi Hariadhi, dan Deputy Menteri Departemen Luar Negeri
Federasi Rusia A. Losyukov.
44
Nurul Qomariyah, ”RI-Rusia teken 7 kesepakatan”, diakses dari: www.detiknews.com. Pada tanggal 5 Juli 2017.
45
Situs resmi presiden SBY,“Kunjungan Kenegaraan Presiden Rusia”, diakses dari: www.presidensby.info. Pada
tanggal 5 Juli 2017.
6. Kerjasama Pemerintah RI dan Pemerintah Rusia dalam perpanjangan utang
negara kepada Pemerintah RI, ditandatangani oleh Dirjen Manajemen Utang
Departemen Keuangan RI Rahmat Waluyo dan Deputy Menteri Keuangan
Rusia A.A Storchak.
7. Program kerjasama antara Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI dan
Agen Federal Bidang Kebudayaan dan Sinematografi Federasi Rusia,
ditandatangani oleh Sekjen Kebudayaan dan Pariwisata Sapta Nirwandar dan
Duta Besar Rusia untuk RI Alexander Ivanov.
8. Kerjasama teknik antara Departemen Keuangan RI dan Bank Kerjasama
Negara untuk Pengembangan dan Ekonomi Luar Negeri (Vnesheconombank)
di bidang prosedur teknik dalam hal settlement dan keeping accounts,
ditandatangani oleh Dirjen Manajemen Utang Departemen Keuangan RI
Rahmat Waluyanto dan Deputi Menteri Keuangan Rusia A.A. Storchak.

Bentuk kerja sama pertahanan yang akan dilakukan dengan Rusia berupa penjualan
senjata dan alat pertahanan buatan Rusia kepada Indonesia. Selain itu, juga diusahakan
peningkatan kemampuan manajemen perwira dengan bersekolah setingkat Lemhannas di
Indonesia atau sebaliknya. Serta peningkatan kemampuan pasukan khusus, misalnya
pelatihan spesialisasi pilot pesawat dan spesialisasi pilot kapal selam.
Rusia memberikan pinjaman state credit 1 miliar dollar AS bagi pengadaan
persenjataan Indonesia untuk masa 2006-2010. Kredit negara ini mempunyai keunggulan
berupa efisiensi, karena tidak memakai management fee dan syarat lainnya. Departemen
pertahanan RI menggunakan pinjaman yang diberikan Rusia untuk pengadaan 10 helikopter
MI-17-V5 dan 5 Helikopter MI-35P beserta persenjataannya bagi TNI AD untuk kebutuhan
helikopter serbu dan transportasi; 2 kapal selam kelas kilo dan 20 kendaraan infanteri tempur
BMP-3F untuk TNI AL; TNI AU yang menjadi prioritas, akan melengkapi satu skuadron
pesawat tempur Sukhoi, dimana sebelumnya Indonesia telah memiliki 4 Sukhoi. Setelah 4
Sukhoi di persenjatai, maka akan dilanjutkan dengan pengadaan 6 Sukhoi, terdiri dari 3 unit
Sukhoi SU-27 dan 3 unit Sukhoi SU-30, serta 6 paket peralatan avionic dan persenjataan
Sukhoi TNI AU.46
Penawaran State Credit sebesar 1 Milyar Dollar AS dari Pemerintah Rusia memiliki
periode selama 5 tahun (2006-2010) yang nantinya diambil dari State Credit yang sudah

46
Situs resmi presiden SBY, “Pengadaan Sukhoi adalah Bagian dari Politik Bebas Aktif Indonesia”, diakses dari:
www.presidensby.info. Pada tanggal 5 Juli 2017.
disepakati Pemerintah Indonesia untuk keseluruhan kebutuhan alutsista TNI sebesar 3,7
Milyar Dollar AS sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Jadi total
State Credit sebesar 3,7 Milyar Dollar yang akan diperuntukan untuk memenuhi keseluruhan
kebutuhan alutsista TNI periode tahun 2004-2009, sebesar 1 Milyar Dollar AS nantinya
khusus digunakan untuk memenuhi pengadaan alutsista dari Rusia, sedangkan sisanya
sebesar 2,7 Milyar Dollar AS rencananya akan digunakan untuk memenuhi pengadaan
alutsista dari negara-negara lain, seperti Amerika, Polandia, India, China dan Australia.47
Teknis dari proses pembelian alutsista akan dilaksanakan secara bertahap dari tahun
pertahun, sehingga dapat diperkirakan sekitar 250-300 Juta Dollar per tahunnya akan diambil
dari State Credit 1 Milyar Dollar AS selama jangka waktu 5 tahun. Untuk pembayaran tahun
pertama sekitar 220 Juta Dollar AS, uang mukanya akan dibayarkan Menteri Keuangan
sebesar 16,4 Juta Dollar dan dilaksanakan tahun 2007, tergantung pencairan APBN.
Dijelaskan pula, dari sekitar 70 persen total State Credit 1 Milyar Dollar AS tersebut akan
dipergunakan untuk pengadaan alutsista, antara lain pesawat tempur Sukhoi, Kapal Selam
“Kilo Class” dan Helikopter Serbu.
Sistem kredit negara antara Indonesia dengan Rusia, dilakukan dengan cara yang
sederhana tidak berbelit-belit dan tanpa perantara. Misalnya, Dephan ingin membeli sebuah
alutsista dari Rusia, setelah mendapat persetujuan dari Departemen Keuangan (Depkeu),
maka Dephan RI langsung dengan Dephan Rusia yang memiliki kewenangan untuk
menunjuk salah satu perusahaan Rusia yang akan memproduksi alutsista yang dibutuhkan RI,
misalnya perusahaan Rosoboroneksport. Sehingga Rosoboroneksport yang akan berhadapan
dengan Dephan RI. Rosoboroneksport punya instansi pendukung lain dalam hal administrasi,
seperti pengkapalan, dan angkutan.
Memanfaatkan pinjaman Rusia untuk memperkuat alat pertahanan di Indonesia
memberi keuntungan bagi Indonesia ditengah tengah krisis pendanaan untuk pembaruan
maupun pemeliharaan alat pertahanan, Pembelian persenjataan melalui kredit dari Rusia ini
sangat dibutuhkan untuk memperkuat Tentara Nasional Indonesia dalam mempertahankan
kedaulatan wilayah. Penambahan persenjataan tempur akan memberikan efek penghambat
kepada negara-negara lain yang mencoba mengusik kedaulatan wilayah Indonesia.
Pengadaan alutsista dari Rusia merupakan pilihan rasional saat industri strategis
dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan kelengkapan peralatan dan tekonologi militer.
Menggunakan produk Amerika Serikat atau Eropa, selain harganya lebih mahal juga selalu

47
Defense studies, ”Penawaran State kredit dari pemerintah Rusia untuk Pengadaan Alutsista TNI disetujui
Presiden”. Diakses dari: www.defense-studies.blogspot.com. Pada tanggal 5 Juli 2017.
ada hambatan politis yang bisa menyulitkan Indonesia di masa mendatang. Rusia umumnya
tidak sulit soal lisensi, izin dan politik. Pembelian alutsista dari Amerika Serikat dan Uni
Eropa, umumnya dirumitkan dengan persyaratan penegakan HAM (dikaitkan masalah Aceh,
Poso atau Papua), masalah lisensi, dan prosedur pembelian yang rumit. Pengalaman dengan
Inggris misalnya, tank Scorpion dan panser serbu Stromer untuk operasi menumpas Gerakan
Aceh Merdeka (GAM) tidak boleh dipakai di Aceh karena terkait syarat kerjasama hanya
untuk pertahanan luar.48
Kerjasama pembelian perlengkapan militer dari Rusia dinilai paling menguntungkan.
Selain prosesnya tidak rumit, pembelian langsung pada badan yang ditunjuk pemerintah
dapat menghemat anggaran 40 persen, karena tanpa melalui pialang. Sistem pembayaran
yang diajukan pemerintah Indonesia salah satunya dengan sistem imbal beli alutsista. Imbal
beli alutsista dengan komoditas batubara misalnya, adalah memberikan kesempatan bagi
pemerintah dan pengusaha Rusia untuk berinvestasi dalam eksplorasi batubara di Indonesia,
bukan menukar komoditas batubara dengan alutsista.49
Rusia dalam menjual produk pertahanan militer sama kualitasnya dengan produk yang
Rusia sendiri gunakan, tidak ada istilah downgrade. Tidak seperti Amerika Serikat, setiap
produk yang dijual, beberapa fitur dikurangi karena takut kalah saing. Rusia juga tidak
keberatan dalam hal transfer teknologi dan modifikasi teknologi yang dilakukan oleh
Indonesia. Sebagai contoh pada saat pembelian sukhoi oleh indonesia, pihak rusia lupa
menyertakan adaptor pengisian bbm pesawat, akhirnya teknisi Indonesia melakukan sedikit
modifikasi pada adaptor pengisian bbm milik A-4 skyhawk, dan akhirnya Sukhoi bisa
terbang perdana dari pangkalan TNI AU. Pihak rusia sama sekali tidak keberatan dengan hal
ini.
Beberapa alasan Indonesia memilih Rusia sebagai negara produsen persenjataan
militer terbaru bagi TNI. Pertama, sejarah hubungan militer Indonesia-Rusia. Kedua,
kemudahan persyaratan kerjasama bidang pertahanan militer dari Rusia. Ketiga, Rusia lebih
fleksibel mengenai harga seperti bisa dibayar dengan komiditi yang dimiliki Indonesia.
Keempat, Rusia memiliki tekonologi militer yang sepadan dengan Eropa dan USA. 50 Rusia
memiliki kekuatan infantri yang dapat diunggulkan sehingga Indonesia dapat mengadopsi
sistem militer melalui kerjasama yang dilakukan sekarang.

48
Antara, ”RI-Rusia Jajaki Kerjasama Teknologi Pertahanan”, diakses dari: www.antara.co.id. Pada tanggal 5 Juli
2017.
49
Antara, ”RI-Rusia Jajaki Kerjasama Teknologi Pertahanan”, diakses dari: www.antara.co.id. Pada tanggal 5 Juli
2017.
50
Bambang H, ”Indonesia Mempererat Hubungan Militer Dengan Rusia”, diakses dari:
www.politikindonesia.com. Pada tanggal 5 Juli 2017.
Kerjasama dengan Rusia, tidak hanya sebatas kerjasama saja, tetapi belajar dan
menyerap ilmu-teknologi dari Rusia. Rusia dikenal memiliki reputasi sebagai negara yang
cukup efektif dalam alih teknologi. Negara India dan Cina telah memproduksi pesawat
tempur berkat kerjasama teknik militer dengan Rusia. Indonesia juga berharap dengan
kerjasama pertahanan militer dengan Rusia dapat seperti negara India dan Cina.
Bagi Indonesia, inovasi sistem pembelian senjata penting dilakukan. Untuk
mengurangi beban devisa dan efek-efeknya pada neraca pembayaran, serta menstimulasi
perkembangan industri pertahanan domestik. Inovasi tersebut harus menjadi bagian dari
mekanisme transisi pendanaan pengadaan persenjataan. Karenanya, embargo tidak lagi
menjadi hal yang menakutkan. Rusia bersedia menerima pembayaran pembelian alutsista dan
kelengkapannya melalui sistem imbal beli.
Proyek pengadaan alutsista dari Rusia oleh Dephan, dari tahun ke tahun terus
meningkat, tidak sebatas pengadaan skuadron tempur Sukhoi untuk TNI AU, tetapi juga
untuk alutsista TNI AL dan TNI AD. Anggaran untuk tahun 2008, sejumlah proyek
pengadaan bernilai trilunan rupiah akan ditenderkan. Seperti pengadaan dua kapal selam
kelas Kilo, enam kendaraan tempur Marinir, dan empat helikopter serbu untuk TNI AD.51

Referensi

Buku

51
Luhur Hertanto, “Persenjataan Rusia untuk Jaga Keseimbangan”, diakses dari: www.us.detiknews.com. Pada
tanggal 5 Juli 2017.
Coplin, William D. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis terj. M.
Marbun, Edisi Kedua. Bandung: Pustaka Sinar Baru, 1992.
Fahrurodji, A, Rusia Baru, Menuju Demokrasi, Pengantar Sejarah dan Latar Belakang
Budayanya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2005.
Kirbiantoro, S, Mayjen (Purn) dan Drs. Dody Rudianto, MM, Rekonstruksi
Pertahanan Indonesia, Problematika, Potensi, Tantangan dan Prospek, Pt Golden Terayon
Press, Jakarta,2006.
Lebang. Tomi, 60 Tahun Pasang Surut Hubungan Indonesia-Rusia, Kompas
Gramedia, 2010.
Siswanto, Dinamika Politik Internal, dan Orientasi Politik Luar Negeri Indonesia
Masa Reformasi, dalam Emilia Yustiningrum, Agus R. Rahman, Japanton Sitohang, ed.,
Hubungan Bilateral Indonesia-Rusia Pasca Reformasi, LIPI, Jakarta,2005.
Simon Saragih, Bangkitnya Rusia, Peran Putin dan Eks KGB, Penerbit Kompas,
Jakarta.
William D Coplin. Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis terj. M.
Marbun, Edisi Kedua. Bandung: Pustaka Sinar Baru, 1992.

Skripsi
Subhan Jamil Badhowi, Kerjasama Indonesia Dan Rusia Di Bidang Perdagangan
Alutista Tahun 2003, Skripsi Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2014.

Harian Cetak
Alat Pertahanan RI: AS, Eropa, Rusia lalu China, Kompas Cetak, 02-05-2005, Hal.46
F.Djoko Poerwoko, Kerja Sama Militer RI-Rusia, Kompas Cetak, 03-02-2010, Hal. 7
Indonesia- Rusia Sepakati Kerja Sama Militer, Kompas cetak 22-04-2003, Hal. 1
Ninok Leksono, Nostalgia Kemesraan Jakarta-Moskwa, Kompas Cetak, 23-04-2003,
Hal. 1
Rusia Bukan Hanya Sekedar Menjual Persenjataannya, Kompas Cetak, 29-04-2003,
Hal.35

Website
Antara, ”RI-Rusia Jajaki Kerjasama Teknologi Pertahanan”, diakses dari:
www.antara.co.id. Pada tanggal 5 Juli 2017.
Bambang H, ”Indonesia Mempererat Hubungan Militer Dengan Rusia”, diakses dari:
www.politikindonesia.com. Pada tanggal 5 Juli 2017.
Defense studies, ”Penawaran State kredit dari pemerintah Rusia untuk Pengadaan
Alutsista TNI disetujui Presiden”. Diakses dari: www.defense-studies.blogspot.com. Pada
tanggal 5 Juli 2017.
Luhur Hertanto, “Persenjataan Rusia untuk Jaga Keseimbangan”, diakses dari:
www.us.detiknews.com. Pada tanggal 5 Juli 2017.
Mikhail M. Bely, “elang berkepala dua dan garuda: mereka yang mempunyai
persamaan akan berkumpul bersama”. diakses dari: www.indonesia.mid.ru. Pada tanggal 5
Juli 2017.
Nurul Qomariyah, ”RI-Rusia teken 7 kesepakatan”, diakses dari:
www.detiknews.com. Pada tanggal 5 Juli 2017.
Persetujuan antara pemerintah republik Indonesia dan pemerintah federasi Rusia
tentang kerjasama teknik militer dapat diakses pada http://treaty.kemlu.go.id/uploads-
pub/3553_RUS-2003-0012.pdf diakses 05-07-2017
Rudi Hartono, “Menilai Politik Luar Negeri dan Kerjasama Indonesia-Rusia”, diakses
dari: www.lmnd-online.org. Pada tanggal 5 Juli 2017.
Situs resmi presiden SBY,“Kunjungan Kenegaraan Presiden Rusia”, diakses dari:
www.presidensby.info. Pada tanggal 5 Juli 2017.

Anda mungkin juga menyukai